PENDAHULUAN
: 38.15.85
Nama Pasien
: Tn. H
Usia
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Marital
: Menikah
Pekerjaan/Kesatuan
: Kopassus
Alamat
Tanggal Masuk RS
: 15 Januari 2014
Tanggal Pemeriksaan
: 15 Januari 2014
I.2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 15 Januari 2014
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: Tidak ada
: disangkal
b. Riwayat perawatan
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
1
: disangkal
i. Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
b. Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Kebiasaan
a. Merokok
b. Mengkonsumsi alkohol
: disangkal
: aktif berolahraga
: compos mentis
Berat badan
: 80 kg
Tinggi badan
: 176 cm
2. Vital Sign
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu
3. Status Generalis
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Bleeding Time
Clotting Time
Kimia Klinis
Ureum
Kreatinin
Glukosa puasa
Glukosa 2 jam PP
SGPT
SGOT
Hasil
Nilai Rujukan
14,5 mg/dl
43 mg/dl
4,5 juta/uL
8700 / Ul
12-16 mg/dl
37-47%
4,3-6,0 juta/uL
4800-10800/uL
278.000 /uL
115
330
150.000-400.000/uL
1-3 menit
1-6 menit
23 mg/dl
0,8 mg/dl
80 mg/dl
120 mg/dl
18 mg/dl
20 mg/dl
20-50 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl
70-100 mg/dl
<140 mg/dl
<40 mg/dl
<35 mg/dl
Pemeriksaan Apendikogram
Non-filling appendiks
I.4. DIAGNOSA KERJA
Appendisitis Kronik
I.5. DIAGNOSA ANESTESI
ASA I
3
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
Informed consent
Surat persetujuan operasi
Pasien dipuasakan sejak pukul 02.00 WIB tanggal 16 Januari 2014
tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum
tindakan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi
4.
5.
6.
7.
x/menit, RR 14x/menit.
Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
B. Persiapan Anestesi
1. Spinal duk steril
2. Jarum spinal
3. Handscoen steril
4. Cairan asepsis
5. EKG lead
6. Pulse oxymeter
7. Sfigmomanometer digital
8. Mesin anestesi
9. Suction
10. Guedel
4
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
: Bupivacaine 15 mg
Fentanyl
25 mcg
:
5
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
Amiodarone
Aminophilline
Lidokain
Kalsium Glukoronat
Natrium Bikarbonat
Analgetik
Antiemetik
D. Persiapan Terapi Cairan Perioperatif
Berat Badan : 80 Kg
a. Maintenance (M)
= BB x Kebutuhan cairan perjam
= (10x4)+(10x2)+(60x1) ml/kg/jam
= 120 ml/jam
b. Pengganti puasa (P)
= M x Jam puasa
= 120 ml/jam x 8 jam = 960 cc
c. Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi
= 80 kg x 4ml/kgbb = 320 ml
Pemberian Cairan Pada Operasi ini
Pada jam I
= M + 50% (P) + O
= 120+ 50% (960) + 320
= 920 ml
Pada jam II
= M + 25%(P) + OP
= 120+ 25% (960) + 320
= 680 ml
Pada jam III= 680 ml
E. Pelaksanaan Anestesi
Pukul 12.10 :
Pasien dibaringkan diatas meja operasi
Pasang infus cairan Ringer Laktat pada tangan kiri aboket no.20
Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Mengukur TD : 120/70 mmHg, nadi 59x/mnt
Pukul 12.20:
Persiapan tindakan spinal anestesi, persiapan alat dan obat,
persiapan anestesi
TD : 127/75 mmHg, Nadi : 58x/mnt, SaO2 : 99%
Dilakukan perubahan posisi pasien menjadi posisi duduk dan
tindakan asepsis antisepsis
Dilakukan insersi jarum spinal tipe Quincke dengan nomor 27G
pada area yang sudah ditandai oleh anestesiologis
Melakukan penyuntikan spinal dengan midline approach hingga
menembus ruang subarakhnoid setinggi L3-L4
Memasukkan obat anestesi : Bupivacaine heavy spinal 15 mg dan
Fentanyl 25 mcg
Tutup luka dengan plester, membaringkan pasien kembali
6
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan
anestesi lokal. Seorang ahli anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya
terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing
tindakannya tersebut. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamuspituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls
nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.
8
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
9
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
Vertebra akan berbeda bentuk dan ukuran pada tiap segmen. Pada segmen
lumbal, ketika tulang-tulang ini disusun secara vertikal maka akan membentuk
rongga dimana terdapat korda spinal, vertebra terhubung satu sama lain dengan
adanya diskus intervertebralis.pada bagian ventral, vertebra dan diskus
intervertrebralis dihubungkan dan disokong oleh ligamentum longitudinal
anterior dan posterior dan pada bagian dorsal, ligamentum flavum, ligamentum
interspinosus dan ligamentum supraspinosus memberikan stabilitas tambahan.
10
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
11
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
Korda spinalis merupakan lanjutan dari foramen magnum dan turun hingga
setinggi L1 pada dewasa, sementara pada anak berakhir pada L3 dan akan
semakin naik sesuai dengan pertambahan usia. Kemudian, nervus-nervus tersebut
akan membentuk kauda equina (ekor kuda). Korda spinalis memberi tempat pada
31 pasangan nervus spinalis, yang masing-masing terdiri dari ujung motorik
anterior dan ujung sensorik posterior. Bagian korda spinalis yang memberi tempat
pada nervus spinalis dan korda yang sesuai disebut segmen korda. Daerah kulit
diinervasi oleh nervus spinal dan korda koresponding yang disebut dermatom.
Substansia abu-abu intermediolateral pada T1 L2 mengandung sel dari neuron
simpatetik preganglionik. Neuron simpatetik ini akan berjalan bersama nervus
spinal pasangannya diluar foramen intervertebral dimana kemudian akan keluar
dan bergabung dengan rantai ganglia simpatetik. Karena korda spinalis berakhir
di L1 dan L2, ujung saraf torakal, lumbar, dan sakral lebih panjang pada RAS
untuk mendapatkan segmen korda spinalis asalnya sesuai dengan tempat
keluarnya.
Struktur anatomis ini yang kemudian mendasari RSA dibawah L1 pada
dewasa dan L3 pada anak, hal ini dilakukan untuk menghindari trauma potensial
yang disebabkan oleh jarum pada korda; kerusakan kauda equina tidak terjadi
karena kauda equina berada sakus dural dibawah L1 dan lebih sering terdorong
dibandingkan dengan tertusuk oleh jarum.
pada CSF di RAS diberikan dengan volume dan dosis yang kecil untuk
mendapatkan efek kuat dari blokade sensorik dan motorik. Tempat atau tinggi
suntikan dari anestesi regional harus dekat dengan ujung saraf yang ingin
dianestesi, blokade transmisi neural atau konduksi pada serat saraf posterior
menganggu sensasi somatik dan viseral, sementara blokade serat saraf anterior
mencegah autonomik dan motorik eferen.
Dermatomal
Daerah kulit yang disarafi
Myotomal
Otot yang disarafi dominan
Nervival-zone
Daerah kulit yang di sarafi
Membentuk 2 pleksus :
1. Pleksus brachialis dibentuk oleh segmen (C5,C6,C7,C8,T1), membentuk
cabang saraf :
- N. Muskulokutaneus
- N. Medianus
- N. Radialis
- N. Ulnaris
2. Pleksus Lumbosakralis
Lumbal dibentuk oleh segmen (L1,L2,L3,L4) membentuk cabang saraf :
- N. Kutaneus femoralis lakralis
- N. Femoralis
- N. Obturatorius
- N. Ilioinguinalis
Sakral dibentuk oleh segmen ( L4-S3) Membentuk cabang saraf :
- N. Gluteus superior dan inferior
- N. Kutaneus femoralis posterior
- N. Iskiadikus
II.2. ANESTESI SPINAL
Anestesi neuroaksial (spinal epidural) merupakan anestesi alternatif dari
anestesi umum dan merupakan tehnik anestesi yang aman, ekonomis dan dapat
dipercaya serta sering di pergunakan pada tindakan anestesi sehari-hari. Anestesi
spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan
sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal.
13
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anesthesia umum ringan.
Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal :
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung
14
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.
Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent
: Hb, ht,pt,ptt
15
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
jarum
valsava:
mengejan
meninggikan
tekanan
liquor
menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak
memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan
cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf
penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan
ukuran serabut saraf lebih tebal.
Penyebaran anastetik lokal tergantung:
1. Faktor utama:
a) Berat jenis anestetik local(barisitas)
b) Posisi pasien
c) Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan :
a) Ketinggian suntikan
b) Kecepatan suntikan/barbotase
c) Ukuran jarum
d) Keadaan fisik pasien
e) Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung:
1. Jenis anestetia local
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik local
Komplikasi Anastesi Spinal
Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi
delayed.
Komplikasi tindakan :
1. Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada
dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml
atau koloid 500ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat
terjadi
tanpa
disertai
hipotensi
atau
karena
terjadi
bradikardia
yang
berat
walaupun
21
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
dan
muntah
karena
hipotensi,
hipoksia,
tonus
23
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi
arterial yang lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa
mengurangi aliran darah ke korda spinal. Kerusakan pada korda
spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal maupun
epidural, kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal
intraneural adalah jarang, tapi tetap berlaku.
Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional
sangat jarang berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur
vaskular mayor didalam ruang subaraknoid. Hanya pembuluh darah
radikular lateral merupakan pembuluh darah besar di area lumbar
yang menyebar ke ruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom
spinal-arteri anterior akibat dari anesthesia adalah jarang. Tanda
utamanya adalah kelemahan motorik pada tungkai bawah karena
iskemia pada 2/3 anterior bawah korda spinal. Kehilangan sensoris
biasanya tidak merata dan adalah sekunder dari nekrosis iskemia
pada akar posterior saraf dan bukannya akibat dari kerusakan
didalam korda itu sendiri. Terdapat tiga penyebab terjadinya
sindrom spinal-arteri : kekurangan bekalan darah ke arteri spinal
anterior karena terjadi gangguan bekalan darah dari arteri-arteri
yang diganggu oleh operasi, kekurangan aliran darah dari arteri
karena hipotensi yang berlebihan, dan gangguan aliran darah sama
ada dari kongesti vena mahu pun obstruksi aliran.
Anestesi regional merupakan penyebab yang mungkin yang
menyebabkan
terjadinya
sindrom
spinal-arteri
anterior
oleh
lokal
yang
dicampurkan
dengan
epinefrin.
Jadi
BAB III
DISKUSI KASUS
Pada pasien dengan diagnosa apendisitis akut ini dilakukan anestesi spinal dengan
alasan :
Durasi operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
25
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
Kesadaran
Warna kulit
Aktivitas
Respirasi
Tekanan darah : 2
:2
:2
:1
:2
2. Bupivacaine 15 mg
Merupakan obat anestesi regional
3. Etiperan 5 mg
Merupakan obat antiemetik
4. Ketorolac 30 mg
Merupakan obat analgesik post operatif
5. Dexametason 5 mg
Merupakan kortikosteroid
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini pasien dengan diagnosa apendisitis akut dilakukan apendiktomi dengan
anestesi spinal dikarenakan :
Durasinya operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
Keadaan umum pasien baik (ASA I)
Lokasi operasi pasien berada di perut bagian bawah dan dapat dilakukan
anestesi dengan spinal
Pasien tidak menolak dilakukan tindakan anestesi spinal
2. Selama anestesi dan operasi berlangsung tidak didapati kendala/masalah.
3. Setelah operasi berhasil pasien segera dipindahkan ke ruang pulih sadar. Dan
berdasarkan kriteria skala pulih sadar yang dinilai pada pasien ini, didapatkan
penilaian pulih sadar dengan nilai 9, yang bermakna pasien dapat langusng
dipindahkan ke dalam ruang perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint
Surg Am. 2010; 62:1219-1222.
2. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2009; 107-112.
27
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid
3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiologist 5th Edition. McGraw-Hill Lange 2013
4. Miller RD. Millers Anesthesia. Elsevier 2005
28
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid