Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. IDENTITAS PASIEN


Nomor CM

: 38.15.85

Nama Pasien

: Tn. H

Usia

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Marital

: Menikah

Pekerjaan/Kesatuan

: Kopassus

Alamat

: Jalan Darma 3 No. 5 Cijantung Jakarta Timur

Tanggal Masuk RS

: 15 Januari 2014

Tanggal Pemeriksaan

: 15 Januari 2014

I.2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 15 Januari 2014
Keluhan Utama

: Nyeri perut kanan bawah

Keluhan Tambahan

: Tidak ada

Riwayat Penyakit Sekarang :


Kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri pada perut kanan
bawah, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang-timbul. Pasien mengatakan selama 1
bulan terakhir tidak mual, tidak muntah, tidak ada demam, tidak batuk dan pilek,
nafsu makan pasien baik. Skala nyeri pasien : 2. BAK lancar, tidak tesendat-sendat
dan tidak ada darah pada air seninya. Tidak ada gigi palsu dan gigi goyang.
Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat sakit serupa

: disangkal

b. Riwayat perawatan

: disangkal

c. Riwayat penyakit jantung : disangkal


d. Riwayat asma

: disangkal

e. Riwayat penyakit paru

: disangkal

f. Riwayat nyeri dada

: disangkal
1

Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

g. Riwayat penyakit ginjal : disangkal


h. Riwayat kencing manis

: disangkal

i. Riwayat hipertensi

: disangkal

j. Riwayat sakit kejang

: disangkal

k. Riwayat alergi makanan : disangkal


l. Riwayat alergi obat

: disangkal

m. Riwayat alergi dingin

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Riwayat keluarga dengan penyakit serupa

: disangkal

b. Riwayat hipertensi

: disangkal

c. Riwayat kencing manis

: disangkal

d. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Kebiasaan

a. Merokok

: (+), 1 hari 1 bungkus

b. Mengkonsumsi alkohol

: disangkal

c. Mengkonsumsi narkotika : disangkal


d. Riwayat olahraga

: aktif berolahraga

I.3. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
Kesadaran

: compos mentis

Berat badan

: 80 kg

Tinggi badan

: 176 cm

2. Vital Sign
Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Frekuensi nadi

: 60 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup

Frekuensi nafas

: 16 x/menit, regular, torakoabdominal

Suhu

: 36,50 C per axilla

3. Status Generalis
Kepala

: Normocephal, distribusi rambut merata

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Nafas cuping hidur (-), perdarahan (-), lendir (-)


2

Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Mulut

: Mallampati T, mukosa lembab, sianosis (-), faring


hiperemis (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-), buka
mulut maksimal (>3cm)

Telinga

: Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-)

Leher

: Tampak simetris, deviasi trakea (-), limfonodi tidak


teraba

Paru

: Suara nafas vesikuler seluiruh lapang paru, ronki -/wheezing -/-

Jantung

: Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: nyeri tekan perut kanan bawah (+), peristaltik normal

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-), capillary refill < 2 detik

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Bleeding Time
Clotting Time
Kimia Klinis
Ureum
Kreatinin
Glukosa puasa
Glukosa 2 jam PP
SGPT
SGOT

Hasil

Nilai Rujukan

14,5 mg/dl
43 mg/dl
4,5 juta/uL
8700 / Ul

12-16 mg/dl
37-47%
4,3-6,0 juta/uL
4800-10800/uL

278.000 /uL
115
330

150.000-400.000/uL
1-3 menit
1-6 menit

23 mg/dl
0,8 mg/dl
80 mg/dl
120 mg/dl
18 mg/dl
20 mg/dl

20-50 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl
70-100 mg/dl
<140 mg/dl
<40 mg/dl
<35 mg/dl

Pemeriksaan Apendikogram
Non-filling appendiks
I.4. DIAGNOSA KERJA
Appendisitis Kronik
I.5. DIAGNOSA ANESTESI
ASA I
3
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

I.6. RENCANA TINDAKAN


Apendektomi
I.7. RENCANA ANESTESI
Anestesi Regional dengan teknik spinal blok subaraknoid daerah L3 L4
PERSIAPAN PRA ANESTESI
A. Persiapan pasien
1.
2.
3.

Informed consent
Surat persetujuan operasi
Pasien dipuasakan sejak pukul 02.00 WIB tanggal 16 Januari 2014
tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum
tindakan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi

4.
5.

isi lambung yang akan membahayakan pasien.


Pengosongan kandung kemih pada pagi hari sebelum operasi.
Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi. Anamnesa singkat

6.

yang meliputi BB, umur, riwayat penyakit, riwayat kebiasaan, dll.


Pemeriksaan fisik di ruang persiapan : TD : 120/80 mmHg, Nadi 60

7.

x/menit, RR 14x/menit.
Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.

B. Persiapan Anestesi
1. Spinal duk steril
2. Jarum spinal
3. Handscoen steril
4. Cairan asepsis
5. EKG lead
6. Pulse oxymeter
7. Sfigmomanometer digital
8. Mesin anestesi
9. Suction

10. Guedel
4
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

11. Sungkup muka ( face mask )

12. Balon pernafasan

13. Infus set dan cairan infus


14. Plester.
15. Peralatan intubasi, serta stetoskop untuk persiapan andaikan terjadi gagal
nafas pada pasien
C. Persiapan Obat Anestesi
1. Anestesi Spinal
2. Anestesi Umum
Midazolam
Propofol
Fentanyl
Atracurium
3. Maintenance (rumatan)
Isofluran
N2O
Oksigen
4. Obat Lain
:
Ephedrin
Epinephrine
Sulfas Atropine
Kortikosteroid
Antihistamin

: Bupivacaine 15 mg
Fentanyl
25 mcg
:

5
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Amiodarone
Aminophilline
Lidokain
Kalsium Glukoronat
Natrium Bikarbonat
Analgetik
Antiemetik
D. Persiapan Terapi Cairan Perioperatif
Berat Badan : 80 Kg
a. Maintenance (M)
= BB x Kebutuhan cairan perjam
= (10x4)+(10x2)+(60x1) ml/kg/jam
= 120 ml/jam
b. Pengganti puasa (P)
= M x Jam puasa
= 120 ml/jam x 8 jam = 960 cc
c. Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi
= 80 kg x 4ml/kgbb = 320 ml
Pemberian Cairan Pada Operasi ini
Pada jam I
= M + 50% (P) + O
= 120+ 50% (960) + 320
= 920 ml
Pada jam II
= M + 25%(P) + OP
= 120+ 25% (960) + 320
= 680 ml
Pada jam III= 680 ml
E. Pelaksanaan Anestesi
Pukul 12.10 :
Pasien dibaringkan diatas meja operasi
Pasang infus cairan Ringer Laktat pada tangan kiri aboket no.20
Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Mengukur TD : 120/70 mmHg, nadi 59x/mnt
Pukul 12.20:
Persiapan tindakan spinal anestesi, persiapan alat dan obat,
persiapan anestesi
TD : 127/75 mmHg, Nadi : 58x/mnt, SaO2 : 99%
Dilakukan perubahan posisi pasien menjadi posisi duduk dan
tindakan asepsis antisepsis
Dilakukan insersi jarum spinal tipe Quincke dengan nomor 27G
pada area yang sudah ditandai oleh anestesiologis
Melakukan penyuntikan spinal dengan midline approach hingga
menembus ruang subarakhnoid setinggi L3-L4
Memasukkan obat anestesi : Bupivacaine heavy spinal 15 mg dan
Fentanyl 25 mcg
Tutup luka dengan plester, membaringkan pasien kembali
6
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Melakukan pemasangan nasal kanula dengan oksigen 3 L/menit


TD : 110/70 mmHg, N: 58x/menit, SpO2 : 99%
Pukul 12.40 :
Operasi dimulai
Pukul 12.55 :
TD : 120/70mmHg, Nadi : 62x/mnt, Sa O2 : 99%
Pukul 13.10 :
TD : 110/70mmHg, Nadi : 57x/mnt, Sa O2 : 99%
Pukul 13.25 :
TD : 110/70mmHg, Nadi : 56x/mnt, Sa O2 : 99%
Pukul 13.40 :
Operasi selesai
Diberikan Ketorolac 30mg
TD : 120/85mmHg, Nadi : 61x/mnt, Sa O2 :99%
EKG, manset tensimeter dan saturasi O2 dilepas.
Kemudian pasien dipindahkan ke brancar untuk dibawa ke ruang
pemulihan atau recovery room (RR).
Terapi Cairan
Cairan yang diberikan selama anestesi adalah RL 500 cc
Pengawasan Anestesi
EKG ritme jantung dalam batas normal, saturasi oksigen 99%.
F. Post Operasi
Tiba di ruang recovery pukul : 14.10 wib
Kesadaran : compos mentis
Pernafasan : spontan, pasien dapat bernafas dalam
Tekanan darah : 128/79 mmHg
Nadi : 61x/mnt
SpO2 : 99%
Penilaian pulih sadar menurut aldrette score :
- Kesadaran
:2
- Pernafasan
:2
- Tekanan darah
:2
- Aktivitas
:1
- Warna kulit
:2
Total score
: 9
Pasien pindah keruang perawatan biasa pukul 15.00
Instruksi paska bedah :

Bila kesakitan : Tramadol 100 mg IV


Bila mual/muntah : Ondansentron 4 mg IV
Antibiotika dan cairan sesuai terapi bedah
Pemantauan tensi, nadi dan nafas setiap 15 menit selama 1 jam.
7

Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan
anestesi lokal. Seorang ahli anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya
terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing
tindakannya tersebut. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamuspituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls
nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.

8
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

II.1. ANATOMI VERTEBRAL

Tulang belakang terdiri dari tulang vertebral dan diskus intervertebralis,


terdapat 7 servikal, 12 thorakal, dan 5 lumbal. Sakrum merupakan fusi atau
gabungan dari 5 tulang sakral dan terdapat tulang koksigeus pada akhir sakrum.
Tulang belakang secara keseluruhan berguna sebagai struktur penyangga tubuh
dan proteksi dari korda spinalis dan nervus. Pada setiap vertebra, sepasang nervus
spinal keluar dari susunan saraf pusat.

9
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Vertebra akan berbeda bentuk dan ukuran pada tiap segmen. Pada segmen
lumbal, ketika tulang-tulang ini disusun secara vertikal maka akan membentuk
rongga dimana terdapat korda spinal, vertebra terhubung satu sama lain dengan
adanya diskus intervertebralis.pada bagian ventral, vertebra dan diskus
intervertrebralis dihubungkan dan disokong oleh ligamentum longitudinal
anterior dan posterior dan pada bagian dorsal, ligamentum flavum, ligamentum
interspinosus dan ligamentum supraspinosus memberikan stabilitas tambahan.

10
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Kanalis spinal terdiri dari korda spinalid dengan pembungkusnya


(meningens), lemak dan pleksus venosus. Meninges terdiri dari 3 lapisan :
piamater, arakhnoid mater dan dura mater. Pia mater menempel dengan korda
spinalis dan terdiri dari lapisan tipis jaringan penyambung yang diselingi dengan
kolagen. Trabekulae menghubungkan pia mater dan arakhnoid mater dan sel dari
kedua meningens ini bercampur sepanjang trabekulae. Araknoid mater
merupakan lapisan membran yang lembut, avaskular dan terdiri dari lapis-lapisan
sel gepeng dengan jaringan penyambung berada diantara lapisan sel. Sel-sel
araknoid bertautan dengan tight-juction dan occluding-junction. Hubungan sel ini
yang kemungkinan menyebabkan arakhnoid mater merupakan barier fisiologik
utama untuk obat-obat yang bekerja diantara ruang epidural dan korda spinal.
Ruang subarakhnoid berada diantara arakhnoid mater dan pia mater dan
mengandung cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal (CSS) yang berada di
spinal ini merupakan lanjutan dari cairan serebrospinal yang berasal dari kranial
dan memberikan jalan bagi obat pada spinal CSS untuk mencapai otak. Sebagai
tambahan, nervus spinal berada di ruang subarakhnoid (RSA). Dura mater
merupakan jaringan meningens yang paling luar dan paling tebal. Dura mater
spinal berawal dari foramen magnum dan kemudian berakhir pada sekitar S2.
Permukaan dalam dari dura mater terdapat arakhnoid mater, ruang potensial
diantaranya disebut ruang subdural. Terkadang, obat yang seharusnya diberikan
untuk baik epidural maupun RAS dimasukkan ke ruang subdural.

11
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Korda spinalis merupakan lanjutan dari foramen magnum dan turun hingga
setinggi L1 pada dewasa, sementara pada anak berakhir pada L3 dan akan
semakin naik sesuai dengan pertambahan usia. Kemudian, nervus-nervus tersebut
akan membentuk kauda equina (ekor kuda). Korda spinalis memberi tempat pada
31 pasangan nervus spinalis, yang masing-masing terdiri dari ujung motorik
anterior dan ujung sensorik posterior. Bagian korda spinalis yang memberi tempat
pada nervus spinalis dan korda yang sesuai disebut segmen korda. Daerah kulit
diinervasi oleh nervus spinal dan korda koresponding yang disebut dermatom.
Substansia abu-abu intermediolateral pada T1 L2 mengandung sel dari neuron
simpatetik preganglionik. Neuron simpatetik ini akan berjalan bersama nervus
spinal pasangannya diluar foramen intervertebral dimana kemudian akan keluar
dan bergabung dengan rantai ganglia simpatetik. Karena korda spinalis berakhir
di L1 dan L2, ujung saraf torakal, lumbar, dan sakral lebih panjang pada RAS
untuk mendapatkan segmen korda spinalis asalnya sesuai dengan tempat
keluarnya.
Struktur anatomis ini yang kemudian mendasari RSA dibawah L1 pada
dewasa dan L3 pada anak, hal ini dilakukan untuk menghindari trauma potensial
yang disebabkan oleh jarum pada korda; kerusakan kauda equina tidak terjadi
karena kauda equina berada sakus dural dibawah L1 dan lebih sering terdorong
dibandingkan dengan tertusuk oleh jarum.

Mekanisme anestesi dari anestesi spinal masih bersifat spekulatif, tujuan


utama dari anestesi spinal adalah aksi blokade neuroaksial dan blokade tersebut
dipercaya berlangsung diujung saraf dari tempat anestetik lokal dimasukkan ke
CSF dan membasahi/merendam RSA. Injeksi langsung dengan anestesi lokal
12
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

pada CSF di RAS diberikan dengan volume dan dosis yang kecil untuk
mendapatkan efek kuat dari blokade sensorik dan motorik. Tempat atau tinggi
suntikan dari anestesi regional harus dekat dengan ujung saraf yang ingin
dianestesi, blokade transmisi neural atau konduksi pada serat saraf posterior
menganggu sensasi somatik dan viseral, sementara blokade serat saraf anterior
mencegah autonomik dan motorik eferen.
Dermatomal
Daerah kulit yang disarafi

Myotomal
Otot yang disarafi dominan

Nervival-zone
Daerah kulit yang di sarafi

oleh radik segment tertentu

oleh radik segment tertentu

oleh cabang saraf perifer


tertentu

Membentuk 2 pleksus :
1. Pleksus brachialis dibentuk oleh segmen (C5,C6,C7,C8,T1), membentuk
cabang saraf :
- N. Muskulokutaneus
- N. Medianus
- N. Radialis
- N. Ulnaris
2. Pleksus Lumbosakralis
Lumbal dibentuk oleh segmen (L1,L2,L3,L4) membentuk cabang saraf :
- N. Kutaneus femoralis lakralis
- N. Femoralis
- N. Obturatorius
- N. Ilioinguinalis
Sakral dibentuk oleh segmen ( L4-S3) Membentuk cabang saraf :
- N. Gluteus superior dan inferior
- N. Kutaneus femoralis posterior
- N. Iskiadikus
II.2. ANESTESI SPINAL
Anestesi neuroaksial (spinal epidural) merupakan anestesi alternatif dari
anestesi umum dan merupakan tehnik anestesi yang aman, ekonomis dan dapat
dipercaya serta sering di pergunakan pada tindakan anestesi sehari-hari. Anestesi
spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan
sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal.

13
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anesthesia umum ringan.
Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal :
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung

14
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.
Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent

: tidak boleh memaksa pasien untuk

menyetujui anesthesia spinal


2. Pemeriksaan fisik

: tidak dijumpai kelainan spesifik seperti

kelainan tulang punggung


3. Pemeriksaan laboratorium anjuran

: Hb, ht,pt,ptt

Peralatan analgesia spinal :


1. Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, ekg
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo runcing, quinckebacock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).

Teknik analgesia spinal :


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan
sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30
menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal

kepala, selain enak untuk pasien juga

supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal


agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

15
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista


iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau
diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg)
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum
yaitu jarum suntik biasa 10ml. Tusukkan introduser sedalam kirakira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan

jarum

(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi


tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya
nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin
jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya
bedah hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulitligamentum flavum dewasa 6cm. Posisi:
A. Posisi Duduk
B. Pasien duduk di atas meja operasi
C. Dagu di dada
D. Tangan istirahat di lutut
Posisi Lateral:
1. Bahu sejajar dengan meja operasi
2. Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
3. Memeluk bantal/knee chest position
Tinggi blok analgesia spinal :
16
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Faktor yang mempengaruhi:


1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah
analgesia
2. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
3. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.
4. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang
tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml
larutan.
5. Maneuver

valsava:

mengejan

meninggikan

tekanan

liquor

serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.


6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik
cenderung berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4
obat cenderung menyebar ke cranial.
7. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat
batas analgesia yang lebih tinggi.
9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin
besar dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis
obat)
10. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan
analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi
diubah dengan posisi pasien.
Anastesi Lokal untuk Anastesi Spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah
1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut
isobaric. Anastetik local dengan berat jenis lebih besar dari css disebut
hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut
hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik
diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis
hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur
dengan air injeksi.
Anestetik local yang paling sering digunakan:
17
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

1. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat


isobaric, dosis 20-100 mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat
jenis 1.003, sifat hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobaric, dosis 5-20 mg
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis
1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)
Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal
mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada
anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS
(hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat
gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat
yang sama di tempat penyuntikan.
Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam
golongan amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan
anestesi lokal termasuk anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi
epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine kadang diberikan pada
injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty pinggul. Obat
tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah
operasi.
Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk
memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan
fentanil untuk analgesi epidural. Kontraindikasi untuk pemberian
bupivacaine adalah anestesi regional IV (IVRA) karena potensi risiko
untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi sistemik dari obat
tersebut.
Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan
natrium dan memblok

influk natrium kedalam inti sel sehingga

mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang


18
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak
memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan
cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf
penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan
ukuran serabut saraf lebih tebal.
Penyebaran anastetik lokal tergantung:
1. Faktor utama:
a) Berat jenis anestetik local(barisitas)
b) Posisi pasien
c) Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan :
a) Ketinggian suntikan
b) Kecepatan suntikan/barbotase
c) Ukuran jarum
d) Keadaan fisik pasien
e) Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung:
1. Jenis anestetia local
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik local
Komplikasi Anastesi Spinal
Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi
delayed.
Komplikasi tindakan :
1. Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada
dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml
atau koloid 500ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia

Dapat

terjadi

tanpa

disertai

hipotensi

atau

hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2


3. Hipoventilasi : Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat
kendali nafas
19
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

4. Trauma pembuluh saraf


5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan:
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis
Komplikasi intraoperatif:
1). Komplikasi kardiovaskular
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%.
Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang
menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena,
makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan
berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang
signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang
sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau
fenilefedrin.
Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada
saat dilakukan anestesi spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba
biasanya

karena

terjadi

bradikardia

yang

berat

walaupun

hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti


ini, hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac
arrest tersebut tapi ia merupakan dari mekanisme reflek bradikardi
dan asistol yang disebut reflek Bezold-Jarisch.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse
cairan kristaloid (NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 1015ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia
spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi
hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena
sebanyak 19mg diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan
20
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

darah yang dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah


balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas
atropine 1/8-1/4 mg IV.
2). Blok spinal tinggi atau total
Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari
kesalahan perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan.
Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti
nafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati
bisa menyebabkan henti jantung. Akibat blok simpatetik yang cepat
dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah vena, hipotensi
adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada anestesi spinal. Hal
ini menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ vital
terutama otak dan jantung, yang cenderung menimbulkan sequel lain.
Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan faktor penting yang
menyebabkan terjadi henti nafas pada anestesi spinal total. Walau
bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan kerja otot nafas
terjadi akibat dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf
phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnya aliran darah ke
serebral mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi
ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya
menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan aritmia
jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang
cepat sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih
serius, termasuk pemberian cairan, vasopressor, dan pemberian
oksigen bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang,
pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti sebelum operasi.
Namun, tidak ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh
komplikasi ini jika diatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.
Komplikasi respirasi
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila
fungsi paru-paru normal.

21
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok


spinal tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau
karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan
tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera
ditangani dengan pernafasan buatan.
Komplikasi postoperative:
1). Komplikasi gastrointestinal
Nausea

dan

muntah

karena

hipotensi,

hipoksia,

tonus

parasimpatis berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena


traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing
kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri
khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi
tegak. Mulai terasa pada 24-48 jam pasca pungsi lumbal,dengan
kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada
kehamilan meningkat.
2). Nyeri kepala
Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah
nyeri kepala. Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal
atau tusukan pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi
komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum yang
digunakan. Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk
terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga
adalah tinggi pada wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri
kepala post suntikan biasanya muncul dalam 6 48 jam selepas
suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya
muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan sering
disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah.
Tanda yang paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri
makin bertambah bila pasien dipindahkan atau berubah posisi dari
tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurang atau hilang
total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam waktu 24 48
jam harus di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi
22
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

(secara cairan oral atau intravena), analgesic, dan suport yang


kencang pada abdomen. Tekanan pada vena cava akan menyebabkan
terjadi perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural,
seterusnya menghentikan kebocoran dari cairan serebrospinal
dengan meningkatkan tekanan extradural. Jika terapi konservatif
tidak efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin kedalam
epidural untuk menghentikan kebocoran.
3). Nyeri punggung
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung
akibat dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal
atau ruptur dari struktur ligament dengan atau tanpa hematoma
intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma suntikan jarum
dapat di obati secara simptomatik dan akan menghilang dalam
beberapa waktu yang singkat saja.
4). Komplikasi neurologik
Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah
rendah.

Komplikasi neurologik yang paling benign adalah

meningitis aseptik. Sindrom ini muncul dalam waktu 24 jam setelah


anestesi spinal ditandai dengan demam, rigiditas nuchal dan
fotofobia. Meningitis aseptic hanya memerlukan pengobatan
simptomatik dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari.
Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok
neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa
regresi perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia
ditandai dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia
urin dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit motorik pada
ekstremitas bawah.
Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis
adesif. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan
setelah anestesi spinal dilakukan. Sindrom ini ditandai oleh defisit
sensoris dan kelemahan motorik pada tungkai yang progresif. Pada
penyakit ini terdapat reaksi proliferatif dari meninges dan
vasokonstriksi dari vasculature korda spinal.

23
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi
arterial yang lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa
mengurangi aliran darah ke korda spinal. Kerusakan pada korda
spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal maupun
epidural, kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal
intraneural adalah jarang, tapi tetap berlaku.
Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional
sangat jarang berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur
vaskular mayor didalam ruang subaraknoid. Hanya pembuluh darah
radikular lateral merupakan pembuluh darah besar di area lumbar
yang menyebar ke ruang subaraknoid dari akar saraf. Sindrom
spinal-arteri anterior akibat dari anesthesia adalah jarang. Tanda
utamanya adalah kelemahan motorik pada tungkai bawah karena
iskemia pada 2/3 anterior bawah korda spinal. Kehilangan sensoris
biasanya tidak merata dan adalah sekunder dari nekrosis iskemia
pada akar posterior saraf dan bukannya akibat dari kerusakan
didalam korda itu sendiri. Terdapat tiga penyebab terjadinya
sindrom spinal-arteri : kekurangan bekalan darah ke arteri spinal
anterior karena terjadi gangguan bekalan darah dari arteri-arteri
yang diganggu oleh operasi, kekurangan aliran darah dari arteri
karena hipotensi yang berlebihan, dan gangguan aliran darah sama
ada dari kongesti vena mahu pun obstruksi aliran.
Anestesi regional merupakan penyebab yang mungkin yang
menyebabkan

terjadinya

sindrom

spinal-arteri

anterior

oleh

beberapa faktor. Contohnya anestesi spinal menggunakan obat


anestesi

lokal

yang

dicampurkan

dengan

epinefrin.

Jadi

kemungkinan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi pada


arteri spinal anterior atau pembuluh darah yang memberikan bekalan
darah.
Hipotensi yang kadang timbul setelah anestesi regional dapat
menyebabkan kekurangan aliran darah. Infeksi dari spinal adalah
sangat jarang kecuali dari penyebaran bacteria secara hematogen
yang berasal dari fokal infeksi ditempat lain. Jika anestesi spinal
diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia, terdapat
24
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

kemungkinan terjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang


demikian, penggunaan anestesi spinal pada pasien dengan
bakteremia merupakan kontra indikasi relatif. Jika infeksi terjadi di
dalam ruang subaraknoid, akan menyebabkan araknoiditis. Tanda
dan symptom yang paling prominen pada komplikasi ini adalah
nyeri punggung yang berat, nyeri lokal, demam, leukositosis, dan
rigiditas nuchal. Oleh itu, adalah tidak benar jika menggunakan
anestesi regional pada pasien yang mengalami infeksi kulit loka
pada area lumbar atau yang menderita selulitis. Pengobatan bagi
komplikasi ini adalah dengan pemberian antibiotik dan drenase jika
perlu.
5). Retentio urine / Disfungsi kandung kemih
Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum
maupun regional. Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang
fungsinya kembali paling akhir pada analgesia spinal, umumnya
berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf pemanen merupakan
komplikasi yang sangat jarang terjadi.

BAB III
DISKUSI KASUS
Pada pasien dengan diagnosa apendisitis akut ini dilakukan anestesi spinal dengan
alasan :
Durasi operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah

25
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien


cukup baik (ASA I)
Lokasi operasi di perut bagian bawah dan dapat dilakukan tindakan spinal
Pasien tidak keberatan untuk dilakukan tindakan spinal
Tidak ada kontraindikasi absolut dilakukannya tindakan spinal
Urutan tindakan :
1. Pasien dibaringkan diatas meja operasi, kemudian dipasang monitor EKG
dan manset sfignomanometer. Lalu kita lakukan pemeriksaan tanda vital
dan pemasangan infus RL ini dikarenakan agar pasien tidak kekurangan
cairan.
2. Kemudian persiapkan spinal set, jarum spinal, obat-obat anestesi lokal.
3. Lakukan tindakan anestesi spinal pada L3-L4 dengan midline approach,
pasang nasal kanul
4. Selama operasi perhatikan tanda-tanda vital.
5. Operasi berlangung 1 jam 40 menit, tanda vital dan Saturasi O2 baik selama
operasi.
6. Pada saat pasien sudah berada di recovery room oksigenasi dengan O2 tetap
diberikan, kemudian dilakukan fungsi vital menurut Aldrettes score
Kesadaran
: orientasi baik, dapat dibangunkan
Pernafasan
: spontan, pasien dapat bernafas dalam
Warna kulit
: merah muda, tanpa oksigen Sat O2 > 98%
Aktivitas
: 2 ekstrimitas bergerak
Tekanan darah
: 128/79 mmHg
Nadi
: 61 x/mnt
Pada pasien ini :

Kesadaran
Warna kulit
Aktivitas
Respirasi
Tekanan darah : 2

:2
:2
:1
:2

Jumlah pulih sadar


:9
Kesimpulan : Pasien diperbolehkan ke ruang perawatan
Obat-obatan
1. Fentanyl 25 mcg
Merupakan analgestic opioid
Dosis : 1-2 mcg/kg BB iv
26
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

2. Bupivacaine 15 mg
Merupakan obat anestesi regional
3. Etiperan 5 mg
Merupakan obat antiemetik
4. Ketorolac 30 mg
Merupakan obat analgesik post operatif
5. Dexametason 5 mg
Merupakan kortikosteroid

BAB IV
KESIMPULAN

1. Pada kasus ini pasien dengan diagnosa apendisitis akut dilakukan apendiktomi dengan
anestesi spinal dikarenakan :
Durasinya operasinya singkat dan faktor resikonya lebih rendah
Keadaan umum pasien baik (ASA I)
Lokasi operasi pasien berada di perut bagian bawah dan dapat dilakukan
anestesi dengan spinal
Pasien tidak menolak dilakukan tindakan anestesi spinal
2. Selama anestesi dan operasi berlangsung tidak didapati kendala/masalah.
3. Setelah operasi berhasil pasien segera dipindahkan ke ruang pulih sadar. Dan
berdasarkan kriteria skala pulih sadar yang dinilai pada pasien ini, didapatkan
penilaian pulih sadar dengan nilai 9, yang bermakna pasien dapat langusng
dipindahkan ke dalam ruang perawatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint
Surg Am. 2010; 62:1219-1222.
2. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2009; 107-112.
27
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiologist 5th Edition. McGraw-Hill Lange 2013
4. Miller RD. Millers Anesthesia. Elsevier 2005

28
Anetesi Regional Blok Subarakhnoid

Anda mungkin juga menyukai