Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan pelaku pembangunan terutama di sektor industri

yang memiliki peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam pembangunan
nasional. Kesehatan dan keselamatan bagi perkerja haruslah diperhatikan agar
dapat bekerja dengan aman dan nyaman tanpa khawatir akan terjadinya penyakit
akibat kerja ataupun kecelakaan kerja. Sehingga diharapkan produktivitas kerja
akan meningkat.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program
yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian. Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya
dan risiko terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya
yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya
dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.

Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang


meninggal karena masalah akibat kerja. Berdasarkan jumlah jumlah ini, 354.000
orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap tahuna ada 270 juta
pekerja yang mengalami

kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang terkena

penyakt akibat kerja. Biaya yang cukup besar nantinya harus dikeluarkan apabila
hal-hal tersebut terjadi.
Pemerintah dalam menjawab permasalahan tersebut di atas, Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi melalui Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya memberikan perlindungan terhadap tenaga
kerja, berupaya menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sehat, aman dan
nyaman yang dapat menjamin tenaga kerjadapat bekerja secara efektif dan efisien
guna mewujudkan produkivitas yang optimal. Dokter perusahaan dapat mewakili
pihak perusahaan dalam melaksanakan perlindungan terhadap tenaga kerja
tersebut. Namun demikian untuk mencapai tujuan tersebut tidak akan tercapai
tanpa adanya peran aktif dari pihak perusahaan dan tenaga kerja secara langsung.
PT. Primarindo Asia Infrastruktur, Tbk adalah salah satu perusahaan yang
bergerak dalam bidang industri sepatu, khususnya sepatu olahraga. Bahan baku
utama dan proses yang digunakan selama produksi berlangsung tidak lepas dari
hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan. Oleh karena itu diperlukan tindakan
pencegahan dan

pengendalian terhadap bentuk keselamatan kerja untuk

menghindari penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dari pihak PT. Primarindo
Asia Infrastruktur, Tbk baik dari segi manajerial, operasional dan juga sarana bagi
karyawannya untuk mengurangi resiko penyakit akibat kerja. Dalam upaya

melaksanakan pekerjaan dengan keselamatan kerja, perlu dipertimbangkan


beberapa faktor yaitu; manusia, mesin, material, metode kerja dan lingkungan
kerja.
Atas dasar-dasar tersebut, kami akan melakukan penelitian observasional
mengenai bentuk kesehatan dan keselamatan tenaga kerja di PT. Primarindo Asia
Infrastruktur.

1.2 Dasar Hukum


A. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja no.13/2003 Pasal 86 :
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas :
i.
ii.
iii.
iv.

Keselamatan dan Kesehatan kerja


Moral dan kesusilaan
Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia
Melindungi keselamatan kerja atau buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3

2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan


sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja no.14/1969
Pasal 9:
Tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas: keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, dan pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Pasal 10:
3

Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi:


i.
ii.
iii.
iv.

Norma keselamatan kerja


Norma kesehatan kerja
Norma kerja
Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam hal
kecelakaan kerja

C. Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja no.1/1970


1. Agar pekerja dan setiap orang lainnya yang berda ditempat kerja
selalu berada dalam keadaan sehat dan selamat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara
aman dan efisien
3. Agar proses produksi berjalan secara lancar tanpa hambatan
D. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja no.3/1992
1. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan
dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang
kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
2. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima
jaminan kecelakaan kerja meliputi :
Biaya pengangkutan
Biaya pemeriksaan pengobatan dan atau perawatan
Biaya rehabilitasi
Santunan berupa uang meliputi : santunan sementara
tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian atau
untuk selamanya, santunan cacat total untuk selamanya
baik fisik maupun mental, dan santunan kematian.

1.3 Profil Perusahaan


4

PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk didirikan pada tanggal 1 juli 1988
dengan nama PT. Bintang Kharisma dengan status Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) dan bergerak dalam bidang industri sepatu. Pada tahun 1997,
perusahaan merencanakan untuk melakukan diverifikasi usaha ke bidang lain
yang juga mempunyai prospek cerah. Untuk itu, perusahaan mengganti nama
menjadi PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk. Sebelum direncanakan
diverifikasi dapat terealisasi, kondisi ekonomi di Indonesia mulai memburuk
sehingga perusahaan memutuskan untuk menunda rencana tersebut.
Pada tahun 2001, Perseroan memproduksi hanya satu branded buyer yaitu
merek Reebok. Pada bulan april 2002, perseroan menerima pemberitahuan dari
Reebok International Limited sebagai single buyer dari perseroan bahwa pesanan
sepatu yang diberikan kepada perseroan hanya sampai dengan bulan juli 2002,
sehingga sejak bulan juli 2002 perseroan tidak lagi memproduksi sepatu merek
Reebok.
PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk bergerak dalam bidang industriindustri sepatu, khususnya sepatu olah raga dan memproduksi dalam berbagai
fungsi dan ukuran. Selama ini produksi PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk
didasarkan atas pesanan pelanggan yang berasal dari luar negeri. Dengan
demikian hampir seluruh sepatu olah raga hasil prodoksi perseroan adalah untuk
diekspor dah harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pembeli
dengan disain yang dibuat perusahaan atau pelanggan yang merupakan pemegang
merek atau pemegang lisensi dari merek terkemuka.

PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk telah dipercaya memproduksi


merek terkenal seperti OsKhos BGosh, Cheasepeaks, Body Glove, US Atheletic,
PUMA, Avia, Adidas, Lonsdale, Karimor dan Stadium. Tahun 1996, dari dua
buyer besar yaitu Reebok dan Fila. Pada tahun 2000 dalam pengembangan pasar
domestik telah memproduksi merek Tomkins.
Kantor pusat PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk berada pada Gedung
Dana Pensiun Bank Mandiri Lt. 3A yang beralamat di jalan Tanjungkarang No. 34A, Jakarta Pusat 10230, Indonesia. Sedangkan untuk lokasi produksi berada pada
alamat jalan Rancabolang No. 98 Gedebage, Bandung dengan telepon kantor
(022) 7560555 (hunting) dan faksimili (62-22)756-2406.
PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk berdiri diatas tanah seluas 9,7 ha
dengan luas bangunan sebesar 4,1 ha. Bangunan utama berupa pabrik untuk unit
cutting, laminating, preparation, rubber, sewing, assembling, were house material,
finished goods, design dan development. Sedangkan bangunan penunjang seperti
kantor, kantin pujasera, poliklinik dan mini market yang dikelola oleh koperasi
karyawan.

1.4 Alur Produksi


Alur produksi sepatu PT. Primarindo Asia Infrastruktur, Tbk terdiri dari
dua aspek:
1. Untuk bagian upper:
a. Cutting
b. Preparation
c. Sewing
2.
3. Untuk bagian Bottom:
6

a.
b.
c.
d.

Compound
Kneader Rolling
Pressoutsold
Stock fitt
4.

5. Kedua bagian ini selanjutnya dilakukan assembling, finishing goods dan


delivery.

6. 1.5 Landasan Teori


7.

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang memiliki

peranan penting dan sangat menentukan dalam kegiatan perusahaan.


Dalam melaksanakan pekerjaannya, setiap tenaga kerja akan menghadapi
ancaman baagi keselamatan dan kesehatan kerja yang datang dari
pelaksanaan tugas mereka tersebut karena setiap perusahaan yang
memperkerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih
mempunyai potensi bahaya dalam kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja. Oleh karena itu, dengan
adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
akan membawa iklim keamanan dan ketenagaan kerja, sehingga
membantu hubungan tenaga kerja dan pengusaha yang merupakan
landasan kuat bagi kelancaran produksi. Begitu juga, sudah saatnya para
pelaku insustri jasa konstruksi secara bersama-sama memikirkan
penerapan SMK3 konstruksi yang lebih baik dalam pelaksanaan proyek.
(Sutarto, 2008). Dari keinginan tersebut, penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang secara berkesinambungan
merupakan hal yang perlu didorong agar dapat lebih meyakinkan
tercapainya lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera. Penerapan
SMK3 merupakan suatu kebijaksanaan yang mempunyai arti penting
dalam upaya peningkatan kualitas SDM maupun perlindungan tenaga
kerja dari aspek ekonomi, sosial, budaya dan politis.
8.

9. 1.5.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


10.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan pemberian


perlindungan kepada setiap orang yang berada di tempat kerja yang
berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja
konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja. (Permen,
2008). K3 juga merupakan suatu hal yang penting dalam sektor konstruksi
demi kelancaran suatu pembangunan pada setiap proyek maupun dalam
proses operasionalnya.

11. A. Keselamatan Kerja


12.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan


mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan suatu
pekerjaan. (Sumamur, 1981)

13.

Keselamatan kerja dapat berkenaan di suatu tempat kerja


konstruksi bangunan yang berhubungan dengan para pekerja dan
karyawan. Keselamatan kerja juga menyangkut segenap produksi dan
distribusi baik barang maupun jasa serta sarana untuk pencegahan
kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.

14.

Adapun tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan


pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta

produktivitas nasional.
Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efsien.
(Silalahi,1985).

15.

Dalam upaya melaksanakan pekerjaan dengan selamat, perlu


dipertimbangkan beberapa faktor yaitu; manusia, mesin, material, metode
kerja dan lingkungan kerja. Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor
manusia merupakan faktor kecelakaan terbesar yaitu sebesar 85%. Maka
dari itu, usaha keselamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik, juga
harus memperhatikan secara khusus untuk aspek manusiawi. Dalam hal
ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja
merupakan sarana penting. (Sumamur, 1981)

16. B. Kesehatan Kerja


17.

Selain faktor keselamatan, hal penting yang juga harus


diperhatikan oleh manusia pada umumnya dan para pekerja konstruksi
khususnya adalah faktor kesehatan. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris
health yang tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit,
tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan
juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh
menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian
10

kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial kesejahteraan dan
bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Kesehatan adalah konsep
positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi serta kemampuan fisik.
18.

Sedangkan menurut Sumamur pada tahun 1981 defenisi kesehatan


kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja
serta terhadap penyakit-penyakit umum.

19.

Kesehatan kerja memang harus diperhatikan, untuk itu perlu


dilakukan pemeriksaaan terhadap seluruh karyawan yang mencakup hal
berikut:

Pemeriksaan kesehatan karyawan (pekerja baru dan pekerja lama).


Lingkungan tempat kerja (debu, kebisingan, pencahayaan, getaran dan

gas-gas berbahaya).
Ergonomis (tempat duduk, alat kerja, dimensi kerja dan lain-lain).
20.
21. 1.5.2. Kecelakaan Kerja
22.

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tak terduga dan tidak


diharapkan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan
dengan hubungan kerja pada perusahaan. Penyebab dari kecelakaan di
berbagai tempat kegiatan konstruksi tidak sama. Namun memiliki
kesamaan umum yang dibedakan dalam 2 golongan:
11

Tindakan atau perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan

(unsafe human acts) yang berarti manusialah penyebab dari kecelakaan.


Keadaan lingkungan yang tidak nyaman (unsafe conditions) yang berarti
situasi atau keadaan lingkungan sekitarlah yang menyebabkan kecelakaan.

23.
24. 1.5.3 Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
25.

Adapun tujuan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)


ialah sebagai berikut:

Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan baik

secara fisik, sosial dan psikologis.


Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya

dengan seefektif mungkin.


Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

pegawai.
Agar meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan

atau kondisi kerja.


Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
(Luckyta, 2012)

26.
27. 1.5.4 Aspek Dasar Standar K3
28.

Adapun beberapa alasan yang mendasari perlunya standar

K3 dapat ditinjaudari 3 aspek yaitu:


29. A. Aspek Moral (Kemanusiaan)

12

30.

Faktor ini sangat penting karena jiwa manusia tidak dapat dihitung
secara

31. ekonomi, tetapi dengan menonjolkan faktor ini dan mengabaikan faktor
ekonomi
32. adalah kurang bijaksana. Setiap pekerja tidak seharusnya mendapatkan
risiko cedera dan sakit di tempat kerja, begitu juga setiap orang yang
berhubungan dalam lingkungan kerja. Faktor ini sangat ditonjolkan
pemerintah dan organisasi pekerja, sehingga kriteria accident adalah bila
terjadi kecelakaan yang mengakibatkan meninggalnya manusia atau cacat
permanen.
33. B. Aspek Ekonomis
34.

Rendahnya kinerja K3 dengan adanya kecelakaan dan penyakit


akibat kerja yang berakibat:

Peningkatkan biaya negara dan biaya sosial (melalui pembayaran


keamanan sosial, biaya pengobatan, kerugian, hilangnya kesempatan
bekerja bagi pekerja, terganggu dan menurunnya produktifitas semua

pihak yang terkena dampaknya),


Perusahaan pengguna dan organisasi pengerah tenaga kerja juga
menanggung biaya atas kejadian kecelakaan (biaya administrasi resmi,
denda, kompensasi kerusakan dan kecelakaan, waktu penyelidikan,
terhentinya produksi, hilangnya kepercayaan dari tenaga kerja, dari
pelanggan dan dari masyarakat luas).
13

35.
36. C. Alasan Hukum
37.

Persyaratan K3 harus diperkuat oleh peraturan hukum perdata dan


pidana. Karena tanpa dorongan ekstra tindakan pengaturan/penuntutan
hukum yang tegas, banyak perusahaan tidak akan memenuhi kewajiban
moralnya. (Beesono, 2012)

38.

Sesuai ketentuan pada Pasal 4 ayat 1 Permen PU No.9 Tahun 2008


kegiatan jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh pengguna jasa terdiri dari
jasa pemborongan, jasa konsultansi dan kegiatan swakelola yang
aktifitasnya melibatkan tenaga kerja dan peralatan kerja. Untuk keperluan
pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan, wajib menyelenggarakan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) konstruksi bidang
Pekerjaan Umum.

39.
40. 1.5.5 Definisi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3)
41.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
14

kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien
42.

dan produktif. (Permen, 2008).


Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
05/MEN/1996 Bab 1 Pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan,
tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan produktif. Pada dasarnya SMK3 merupakan implementasi
ilmu dan fungsi manajemen dalam melakukan perencanaan, implementasi,

43.

maupun evaluasi program K3 di tempat kerja dalam suatu sistem.


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

mencakup
44. hal-hal sebagai berikut; struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan,
tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan produktif.
45.
Tujuan dan sasaran manajemen K3 adalah menciptakan sistem
keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat

15

kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman dan efisien, dan produktif.
(Sastrohadiwiryo, 2001).
46.

Elemen-elemen
mengembangkan

yang

program

patut

keselamatan

dipertimbangkan
kerja

adalah;

dalam
komitmen

perusahaan, kebijakan pemimpin, ketentuan penciptaan lingkungan kerja,


ketentuan pengawaasan selama proyek berlangsung, pendelegasian
wewenang, penyelidikan pelatihan dan pendidikan, mengukur kinerja
program K3 dan pendokumentasian yang memadai secara kontinu.
(Ervianto, 2009).
47.

Penanggulangan kecelakaan dan penyakit akibat kerja hanya akan


berhasil apabila:

Manajemen sungguh-sungguh menyadari bahwa akar dari setiap

kecelakaan atau penyakit akibat kerja terletak pada manajemen.


Manajemen memberi wewenang penuh kepada manajer K3.
Kebijakan K3 yang ditetapkan.
Perlengkapan kebijkan K3 dimasyarakatkan kepada karyawan.

48.

Pemahaman tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan


kerja (SMK3) yang benar dari semua aspek sangat berguna untuk
pencegahan kecelakaan dalam kegiatan konstruksi dimana diharapkan
produksi meningkat dengan meminimalkan atau mengurangi kecelakaan
bahkan meniadakan kecelakaan.

16

49.

Sesuai dengan Bab III pasal 3 ayat 1, Peraturan Menteri Tenaga


Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang penerapan SMK3 diwajibkan
yang kepada perusahaan dengan syarat:

50. a. Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100


orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
51. b. Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai
satu kesatuan. Pada lampiran IV dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: PER.05/MEN/1996, penerapan SMK3 diwajibkan yang kepada
perusahaan dengan tingkat penerapan sebagai berikut:

Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus

menerapkan sebanyak 64 (enam puluh empat) elemen.


Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus

menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) elemen.


Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus
menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) elemen. Dilihat dari
tingkat penerapan di atas, maka pembangunan proyek gedung Siloam
Hospital termasuk kategori perusahaan besar yang menerapkan sebanyak
166 elemen yang terdapat dalam SMK3. Hal dikarenakan proyek ini
memiliki pekerja lebih dari 100 orang.
17

52.

Keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja dapat diukur menurut


Permenaker Nomor: 05/MEN/1996 sebagai berikut:
53. a. Untuk tingkat pencapaian 0-59% dan pelanggaran peraturan
perundangan (nonconformance) dikenai tindakan hukum.
54. b. Untuk tingkat pencapaian 60-84% diberikan sertifikat dan bendera
perak.
55. c. Untuk tingkat pencapaian 85-100% diberikan sertifikat dan bendera
emas.
56.

Ditinjau dari segi kinerja penerapan penyelenggaraan

SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum menurut Permen PU Nomor:


09/PRT/2008 terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
57. a. Baik, bila mencapai hasil penilaian > 85%.
58. b. Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60% - 85%.
59. c. Kurang, bila mencapai hasil penilaian < 60%.
60.
61. 1.5.6. Elemen - Elemen Penerapan SMK3
62.

Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) perusahaan wajib melaksanakan ketentuanketentuan sebagai berikut:

Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan

SMK3.
Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja.


Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai
kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
18

Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan

tindakan perbaikan dan pencegahan.


Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
63.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam peraturan

Menteri Pekerjaan Umun Nomor: 09/PRT/M/2008 tentang pedoman


SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum tercantum elemen-elemen
yang harus dilaksanakan oleh Penyedia Jasa sebagai berikut:
64. A. Komitmen dan Kebijakan K3
65.

Pengurus dan pengusaha menunjukkan komitmen terhadap

K3 sehingga mengeluarkan suatu kebijakan K3 demi memulai sebuah


aturan terhadap pelaksanaan
66. SMK3 di proyek konstruksi. Kebijakan K3 suatu pernyataan tertulis yang
ditandatangani oleh pengusaha dan pengurus yang memuat seluruh visi
dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka
dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh
yang bersifat umum dan atau operasinal. (Permenaker, 1996)
67. B. Perencanaan K3
68.

Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna

mencapai keberhasilan penerapan Sistem Manajemen K3 dengan sasaran


yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan juga memuat tujuan, sasaran dan
indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi
19

sumber bahaya penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan


persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan
awal terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. (Sastrohadiwiryo, 2001)
69. C. Penerapan dan Operasi Kegiatan
70.

Dalam mencapai tujuan K3, perusahaan harus menunjuk

personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang


diterapkan. Adapun kualifikasi yang tercantum dalam Permen No. 9 tahun
2008 adalah sebagai berikut:

Sumber Daya, Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban


Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian
Komunikasi, Keterlibatan dan Konsultansi

71. D. Pemeriksaan (Evaluasi)


72.

Pemeriksaan myerupakan pengukuran, pemantauan dan

evaluasi kinerja SMK3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan


keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan.
Seperti yang terdapat pada pasal 10 pada Permen Nomor: 09/PRT/M/2008
menyatakan bahwa dalam hal materi penyelenggaraan SMK3 konstruksi
bidang Pekerjaan Umum yang dijadikan salah satu bahan evaluasi dalam
proses pemilihan penyedia jasa, maka PPK wajib menyediakan acuannya.
PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) ialah pejabat yang melakukan tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Berikut ini adalah
peraturan dalam setiap evaluasi atau pengukuran kinerja SMK3:

20

Pengukuran dan Pemantauan


Evaluasi Kepatuhan
Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan &
Pengendalian Rekaman
Audit Intenal

73.
74. 1.5.7 Pengendalian Resiko
75.

Pengendalian

resiko

merupakan

upaya

pencegahan

terjadinya kecelakaan kerja yang terbagi atas 5 hierarki sebagai berikut:

Eliminasi
Substitusi
Engineering
Administrasi
Alat pelindung diri (APD)
76.
Kelima hierarki di atas memperlihatkan adanya hierarki
cara berfikir yang harus ditanamkan kepada pelaksana dalam rangka
mengendalikan resiko. Pelaksana harus memulai dari butir a (eliminasi),
kemudian butir b (substitusi), lalu ke butir c (engineering), demikan
seterusnya sampai butir e.
77.
Pengendalian resiko akan direalisasikan ke dalam Program

Kerja K3 yang terdiri dari:


Item program kerja.
Durasi masing-masing program kerja.
Waktu dimulainya program kerja.
Keterkaitan satu program kerja dengan program kerja lainnya.
Penanggung jawab masing-masing program kerja. (BPKSDM, 2009)

78.
79. 1.5.8 Program Kerja K3
21

80.

Hasil dari IBPR diutamakan dalam penyusunan sasaran dan

program K3 konstruksi, yaitu merencanakan kebutuhan fasilitas dan


kegiatan K3 yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek konstruksi
tersebut. Perlindungan dari bahaya kecelakaan harus diprogramkan dengan
cara memberi keterampilan kerja dengan memperhatikan upaya K3 agar
terlindung dan mencegah dari resiko bahaya yang mengancam kepada
setiap personil yang berada di lokasi proyek konstruksi sampai pada batas
yang dapat diterima. Program K3 harus dibuat tidak terlepas dari program
pembelajaran yang harus dilakukan untuk menerapkan K3 dalam
melaksanakan pekerjaan proyek konstruksi agar semua pihak yang
berkepentingan dalam proyek tersebut memahami kondisi proyek yang
beresiko tinggi.
81.
Adapun beberapa bagian dari program kerja Keselamtan
dan Kesehatan Kerja
82. (K3) adalah sebagai berikut:
83. a. Kelengkapan Administrasi K3
84. b. Pelaksanakan Kegiatan K3 di Lapangan
85.
Pelaksanaan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di lapangan
86. meliputi:
Kegiatan K3 di lapangan berupa pelaksanaan safety plan melalui kerja
sama
87.
dengan instansi yang terkait K3 yaitu depnaker, polisi dan rumah

sakit.
Pengawasan pelaksanaan K3, meliputi kegiatan safety patrol, safety

supervisor, safety meeting.


Pelaporan dan penanganan kecelakaan berat, ringan, korban meninggal

dan peralatan berat. (Beesono, 2012)


88. c. Pelatihan K3
22

89.
90. 1.5.9 Perlengkapan dan Peralatan K3
91.

Dalam bidang konstruksi ada beberapa perlengkapan dan peralatan


yang digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun
bahaya yang kemungkinan bisa terjadi dalam proses konstruksi.
Perlengkapan dan peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang
bekerja dalan suatu lingkungan konstruksi. Namun tidak banyak yang
menyadari betapa pentingnya peralatan-peralatan ini untuk digunakan
sebab K3 adalah dua hal yang sangat penting. Oleh karenanya, semua
perusahaan kontraktor berkewajiban menyediakan semua keperluan
peralatan/perlengkapan

perlindungan

diri

atau

personal

protective

equipment (PPE) untuk semua karyawan yang bekerja. Perlengkapan dan


peralatan penunjang program K3 meliputi hal sebagai berikut:
92. a. Pengendalian Administrasi
93.
Pengendalian administrasi ini mencakup promosi program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terdiri dari:
Pemasangan bendera K3, bendera RI dan bendera perusahaan,
Pemasangan sign board K3 yang berisi slogan-slogan yang mengingatkan
94.
perlunya bekerja dengan selamat.
95. b. Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)
96.
Dalam pekerjaan konstruksi, ada peralatan yang digunakan
untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya konstruksi.
Peralatan ini wajib digunakan dalam pelaksanaan konstruksi. Namun
banyak pekerja yang tidak menyadari pentingnya arti peralatan ini. Sarana
peralatan

yang

melekat

pada
23

orang

atau

disebut

perlengkapan

perlindungan diri atau personal protective equipment (PPE) diantaranya


adalah:
Pelindung Kepala (Helmet)
Pelindung Mata
Pelindung Wajah
Pelindung Telinga (Ear Muff)
Pelindung Tangan (Sarung Tangan)
Pelindung Kaki (Sepatu Kerja)
Pelindung Tubuh
Pelindung Bahaya Jatuh (Safety Belt)
97. c. Sarana Peralatan Lingkungan
98.
Sarana peralatan lingkungan terdiri dari sebagai berikut:
Tabung Pemadam Kebakaran,
Pagar Pengamanan,
Penangkal Petir Darurat,
Pemeliharaan Jalan Kerja Dan Jembatan Kerja,
Jaring Pengaman Pada Bangunan Tinggi,
Pagar Pengaman Lokasi Proyek,
Tangga,
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3k)
99. d. Rambu-Rambu Peringatan

100.
BAB II
101.
PELAKSANAAN
102.
2.1.

Tanggal dan Waktu Pelaksanaan

103.
104.
105.
2.2.

Hari dan Tanggal


Waktu

: Selasa, 9 Juni 2015


: Pukul 14.00 s.d.selesai

Lokasi Pengamatan
106.

Lokasi

pengamatan

yaitu

PT.

Primarindo

Asia

Infrastructure, Tbk. yang berlokasi di Jalan Rancabolang No.98 Gedebage


Kabupten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
24

107.
108.

2.3 Dokumen Pengamatan


109.

Kuesioner pengamatan industri keselamatan kerja di PT.

Primarindo Asia Infrastructure, Tbk:


110.

A. Mesin, alat kerja yang digunakan

Berapa jumlah mesin yang ada di perusahaan ini ?


Berapa jumlah mesin yang masih kondisi layak pakai dan tidak layak

pakai?
Bagaimana perawatan mesin produksi secara berkala ?
Dimana saja mesin-mesin di letakan ?
Apakah jarak antar mesin saling berdekatan atau jauh ?
Apakah sebelum di operasikan mesin dilakukan check and recheck ?
Apakah hasil produksi dari tiap jenis mesin ?
Apa ada alat-alat yang lain sebagai pendukung dalam perusahaan ini ?
Sebutkan nama dan fungsi dari alat-alat tersebut ?

111.

B. Bahan dan proses kerja sesuai dengan prinsip K3

Apa saja bahan-bahan produksi pada perusahaan ini ?


Dimana perusahaan ini memperoleh bahan-bahan produksi ?
Berapa banyak bahan produksi untuk membentuk satu hasil produk ?
Apakah proses kerja diperusaan ini sesuai dengan kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) ?

112.

C. Landasan kerja (SOP)

Apakah perusahaan ini memiliki standar operasional prosedur (SOP) ?


Jika ya, apakah semua karyawan tau semua SOP yang ada ?
Apakah semua karyawan dalam praktik kerjanya sesuai dengan SOP yang

ada ?
Adakah sebagian karyawan ada yang bekerja sesuai SOP ?

113.

D. Instalasi listrik
25

Apakah di industri ini memiliki instalasi listrik ?


Jika ada, berapa mesin yang menjadi sumber listrik ?
Apakah ada mesin cadangan jika sumber listrik mati ?
Apakah seluruh ruangan ada sambungan listrik ?

114.
115.

E. Prasarana kerja lainnya (seperti penangkal petir, lift, listrik dan

lain-lain)

Apakah industri ini dilengkapi dengan penangkal petir ?


Apakah bangunan industri ini menggunakan lift ? (Jika bangunan lebih
dari 2 tingkat)

116.

F. Konstruksi tempat kerja

Bagaimana konstruksi di industri ini ?


Apakah konstruksi sudah sesuai dengan standar ?
Apakah tiap ruangan terdapat ventilasi yang baik ?
Apakah tata ruang sudah memenuhi standar ?

117.

G. Sarana penanggulangan kebakaran

Apakah industri ini memiliki alat pemadam kebakaran ? Berapa jumlah

alat pemadam kebakaran di industri ini ?


Apakah mudah dijangkau alat pemadam kebakaran pada industri ini?
Apakah setiap ruangan dilengkapi dengan alarm ketika terjadi kebakaran ?
Apakah tiap ruangan terdapat saluran air otomatis pada atap ruangan ?

118.

H. Rambu-rambu keselamatan kerja

Apakah perusahaan ini memiliki rambu-rambu keselamatan kerja ?


Dimana saja rambu-rambu itu di letakan di perusahaan ini ?
Apakah pekerja memahami mengenai rambu-rambu keselamatan kerja ?

119.

121.
122.

120.
BAB III
HASIL PENGUKURAN DAN PENGAMATAN

26

3.1.

Hasil Pengukuran dan Pengamatan Keselamatan Kerja


Pengukuran dan pengamatan dilakukan di PT. PRIMARINDO
(Persero) pada tanggal 9 Juni 2015 pukul 15.00 WIB yang dilakukan pada
semua bagian, yaitu material, cutting, sewing, assembling dan cleaning.

3.1.1. Mesin dan Alat Yang Digunakan


Hasil pengamatan mesin di perusahaan ini menunjukkan ada
beberapa mesin dan alat yang digunakan pada seluruh bagian produksi
yaitu alat pengangkat bahan material, mesin pemotong, mesin jahit, mesin
pemanas dan mesin perekat lem. Disetiap bagian pada proses produksi ini
tersedia beberapa tenaga mekanik yang bertugas melakukan pengecekan
seluruh mesin dan alat 30 menit sebelum alat akan digunakan untuk proses
produksi sehingga dapat meningkatkan keselamatan kerja. Selain itu
mekanik juga bertugas mengecek dan memperbaiki mesin dan alat yang
dirasakan rusak oleh pekerja.
Selain itu, pekerja juga disarankan menggunakan APD saat bekerja.
Beberapa APD yang digunakan adalah masker dan sarung tangan, namun
mayoritas tidak dipakai merata oleh seluruh pekerja. Hanya sedikit yang
menggunakan APD saat bekerja, itupun tidak lengkap. Ada yang masker
tanpa sarung tangan, ada yang menggunakan sarung tangan namun hanya
tangan kanan saja. APD tersebut diberikan oleh pihak perusahaan, baik
yang sekali pakai atau yang dapat dipakai terus-menerus. Dalam hal ini,
resiko kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi.

27

Gambar 3.1. Mesin Pemotong

Gambar 3.2. Mesin Pemanas

28

Gambar 3.3. Mesin Perekat Lem

Gambar 3.4. Pekerja Tanpa APD

Gambar 3.5. Pekerja Menggunakan Sarung Tangan Kanan Saja

3.1.2. Bahan dan Proses Kerja Sesuai Dengan Prinsip K3


Bahan yang digunakan untuk proses produksi pada perusahaan ini
ada beberapa macam, yaitu bahan kulit, busa, metal, benang nylon, karet
dan bahan kimia. Bahan bahan tersebut khusus bahan kulit diimpor dari
beberapa negara, seperti China dan Korea. Untuk bahan kulit sebelum
akan digunakan untuk proses produksi, akan dilakukan pemeriksaan lab
yang berfungsi untuk melihat kelayakan bahan dan menghilangkan agen

29

agen infeksi, seperti virus dan bakteri. Untuk pemeriksaan ini, disediakan
gedung tersendiri sebagai tindakan pemcegahan penyebaran lebih luas
oleh agen infeksi tersebut. Selain itu juga, pemantauan penggunaan APD
pada bagian ini sangat diperhatikan untuk mencegah pekerja mengalami
penularan infeksi. Untuk bahan sejenis lainnya akan dilakukan pemilahan
sebelum dilakukan proses produksi.
Bahan kimia yang akan digunakan untuk proses produksi sudah
dipilah dan diberi label bahan kimia berbahaya atau tidak untuk mencegah
kecelakaan kerja. Penggunaan APD pun sudah diprioritaskan oleh
perusahaan. Namun, mayoritas pekerja masih tidak menggunakan APD
seperti sarung tangan, masker dan headcap saat melakukan proses
produksi dengan alasan berkurangnya kenyamanan saat bekerja.

Gambar 3.6. Bahan Kulit Sebelum Produksi

30

Gambar 3.7.
Bahan Kulit
Sebelum
Produksi

Gambar 3.8. Bahan Produksi Setelah Dipilah

31

Gambar 3.9. Pekerja Hanya Memakai Masker

3.1.3. Landasan Kerja (SOP)


Hasil pengamatan SOP menunjukkan sudah tersedianya tulisan
prosedural penggunaan mesin dan alat yang memadai di setiap bagian di
seluruh perusahaan dan sudah diletakkan di setiap mesin dan alat yang
akan digunakan. Penggunaan bahasa yang lugas mempermudah pekerja
untuk mengerti cara menggunakan setiap mesin dan alat di perusahaan
tersebut sehingga mengurangi kesalahan saat menggunakan mesin dan
alat.

Gambar 3.10. SOP di Bagian Material

32

Gambar 3.11. SOP di Bagian Cutting

Gambar 3.12. SOP di Bagian Sewing

Gambar 3.13. SOP di Bagian Cleaning

3.1.4. Instalasi Listrik


Instalasi listrik pada perusahaan ini menggunakan 2 Power Room
yang masing masing menyuplai hampir setengah dari keseluruhan

33

gedung di perusahaan tersebut, sementara sisanya ada yang menggunakan


teknologi boiler, seperti pada gedung bahan kimia. Selain itu, tersedia juga
Genset Room yang dapat digunakan apabila listrik apabila tenaga utama
mati. Genset Room ini dapat mengaliri listrik pada seluruh gedung yang
menggunakan listrik dari Power Room. Sistem kelistrikan pada setiap
Power Room tidak saling terhubung, sehingga apabila Power Room 1 mati
maka tidak mempengaruhi kelistrikan pada Power Room 2.

Gambar 3.14. Power Room dan Genset Room

123.

3.1.5. Prasarana Kerja Lainnya


124. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara,

prasarana kerja diperusahaan cukup baik, dimana terdapat klinik ditempat


perusahaan telah memenuhi kebutuhan ruangan yang minimal berukuran
3x4 m. Klinik perusahaan ini memiliki luas sekitar 4x10 m yang terdiri
dari 2 bagian yaitu; ruang pemeriksaan dan ruang perawatan dan telah
tersedia peralatan kesehatan namun tidak terdapat dokter diklinik
perusahaan tersebut sehingga klinik belum berfungsi dengan maksimal dan
34

jika terdapat kecelakaan kerja karyawan diirujuk ke klinik lain diluar


perusahaan. Sarana wastafel disertai air mengalir telah tersedia dengan
baik. Kantin telah tersedia namun belum berfungsi dan tidak pernah
digunakan sehingga hanya terlihat berupa bangunan kosong. Toilet
diperusahaan ini sudah tersedia namun tidak terpelihara sehingga air
terlihat kotor.
125.

126.
127.

129.

Gambar 3.15.Klinik perusahaan

128.
Gambar 3.16 Klinik perusahaan yang telah disertai peralatan
lengkap

130.
131.
132.

3.1.6. Konstruksi Tempat Kerja


Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara

mengenai konstruksi tempat kerja diperusahaan ini belum cukup baik,


pengaturan udara/ ventilasi belum terlaksana dengan baik dikarenakan
ventilasi maupun jendela tidak ditemukan, ventilasi udara didapatkan dari
35

pintu gedung yang dibiarkan terbuka. Atap perusahaan ini terbuat dari
baja ringan sehingga suasana dalam perusahaan tidak terlalu panas. .
Pengaturan cahaya didapat dari cahaya lampu yang dipasang disetiap sudut
meja kerja sehingga memudahkan karyawan dalam melakukan pekerjaan
dan menghindari kecelakaan kerja.

Lantai terbuat dari keramik dan

dinding berupa tembok kokoh dengan batu-bata yang telah dicat rapih.
133.

135.

138.
139.
140.
141.

134.
Gambar 3.17. Gambar atap, bangunan, lantai perusahaan
136.

137.
Gambar 3.18. Pengaturan cahaya lampu disetiap sudut meja kerja
3.1.7. Sarana Penanggulangan Kebakaran
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara,

program penanggulangan kebakaran di perusahaan ini belum maksimal


terlaksana. Tindakan untuk menanggulangi kebakaran yang sudah
diterapkan diperusahaan ini adalah pengendalian setiap wujud energi
36

panas seperti gesekan mekanik, dilarang merokok, menghindaei adanya


pecikan api secara langsung, mengendalikan keamanan dan menyimpan
bahan yang mudah terbakar, mengatur kompartemenisasi ruangan untuk
mengendalikan penyebaran/ penjalaran api, asap dan gas, selain itu
perusahaan juga sudah mengatur lay out proses yaitu letak jarak bangunan
dan melakukan pembagian zone menurut jenis dan tingkat bahaya, selain
itu perusahaan juga sudah terdapat alat deteksi dini dan alarm untuk
kebakaran. Namun perusahaan ini tidak melakukan pelatihan pemadaman
dan penanggulangan kebakaran pada setiap karyawan perusahaan, namun
hanya bagian satpam yang melakukan pelatihan penanggulangan
kebakaran. Dan belum secara rutin melakukan inspeksi, pengujian dan
perawatan terhadap sistem proteksi kebakaran secara teratur. Dan terdapat
beberapa sistem proteksi kebakaran yang sudah tidak dapat digunakan
karena rusak dan tanda service yang sudah lama tidak dilakukan.
142.

143.
144.

Gambar 3.19. Alarm Kebakaran

37

146.

145.
Gambar 3.20. Tabung pemadam kebakaran disertai gambar cara
pemakaian
147.

148.
Gambar 3.21. Tabung penanggulangan kebakaran terpasang

149.

disetiap dinding
150.
151.
152.

3.1.8. Rambu-Rambu Keselamatan Kerja


Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara

penerapan

rambu-rambu keselamatan kerja sudah terlaksana. Sudah

terdapat rambu-rambu larangan merokok, menyalakan api, terdapat


rambu-rambu rute evakuasi sarana penyelamat berupa tulisan yang
menunjukan tempat dan daerah yang aman, juga sudah terdapat pintu
darurat alat bantu yang digunakan untuk keluar menyelamatkan jiwa
menuju tempat yang aman. Tulisan maupun gambar rambu-rambu
berukuran besar sehingga dapat terlihat dan diberi warna merah sehingga
terlihat jelas.
38

153.

155.

154.
Gambar 3.22 Rambu-rambu penulisan dilarang merokok diarea
pekerjaan
156.

157.
158.

161.
162.

Gambar 3.23. Rambu-rambu arah evakuasi


159.

160.
Gambar 3.24. Rambu-rambu penggunaan pelindung telinga

164.
166.

163.
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

165.
4.1 Pemecahan Masalah
167. Berdasarkan hasil kunjungan dan pengamatan pada

perusahaan PT. Primarindo Asia Infrastruktur.Tbk ada beberapa hal yang


menjadi perhatian dan diperlukannya pemecahan masalah. Hal ini
memerlukan kerjasama baik dari sistem manajemen pihak perusahaan,
39

tenaga kerja dan pemerintah agar tercapai kesehatan tenaga kerja yang
diharapkan.
168.

Adapun beberapa pemecahan masalah tersebut tertulis

seperti di bawah ini:


1. Mesin dan alat kerja yang digunakan
a. Mesin
169. Perlunya diadakan pelatihan mengenai keamanan mesin bagi
semua pekerja sebelum pekerja diizinkan mengoperasikan mesin apapun.
Pelatihan ini harus mencakup daftar alat pelindung diri yang diperlukan dan
sebelum mematikan mesin dalam situasi darurat. Selain itu harus dilakukan
pemeriksaan dan perawatan rutin atas semua mesin produksi untuk
memastikan semua alat dan mekanisme pengamanan sudah efektif, dan
catatan pemeriksaan serta perawatan harus dikelola oleh pabrik.
b. APD
Sarung tangan sangat diperlukan untuk melindungi tangan pekerja dari
sumber bahaya mekanis, kimia maupun thermal. Di perusahaan ini sarung
tangan diperlukan pekerja pada bagian pewarnaan dan pengeleman karena
bahan kimia dapat mengenai tangan pekerja secata langsung. Pihak
perusahaan telah menyediakan sarung tangan namun pekerja merasa tidak

nyaman.
Sepatu pengaman diperlukan bagi pekerja yang bertugas dibagian
pengoperasian peralatan yang bersifat mobile atau pengangkatan benda
berat. Namun di perusahaan ini belum disediakan sepatu pengaman dan

terlihan para pekerja hanya menggunakan sandal jepit.


Masker diperlukan untuk melindungi pekerja dari bahan-bahan berbahaya
yang sifatnya inhalan. Di perusahaan ini masker dibutuhkan pada hampir
sebagian besar proses produksi dan pihak perusahaan telah menyediakan
40

namun para pekerja merasa tidak nyaman sehingga tidak menggunakan

masker.
Bagi pekerja wanita yang tidak berkerudung disarankan untuk mengikat
rambut dan menggunakan headcap.
170.

Oleh karena itu ada baiknya dilakukan sosialisasi ataupun

diberlakukan sanksi bagi para pekerja yang tidak memakai alat pelindung
diri serta perusahaan menyediakan alat pelindung yang belum tersedia.
171.
2. Bahan dan proses kerja sesuai dengan prinsip K3
a. Bahan baku
172.
Bahan yang digunakan pada perusahaan ini secara umum telah
baik. Bahan baku kulit maupun kain yang akan digunakan sudah diproses
dengan baik. Para pekerja juga telah mengetahui bahaya dari bahan kimia
tersebut namun pekerja yang belum menyadari pentingnya APD.
b. Bahan Kimia
173.
Bahan kimia yang digunakan dalam pewarnaan pun telah terdapat
label yang sesuai. Perusahaan telah menyediakan alat irigasi untuk
antisipasi pekerja yang terkena bahan kimia, namun alat tersebut tidak
pernah dipakai dan dirawat sehingga tidak berfungsi. Oleh karena itu,
pihak perusahaan sebaiknya melakukan pengecekan secara berkala agar
dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
174.
3. Landasan kerja (SOP)
175. Perusahaan telah menerapkan SOP dan telah diinformasikan
dengan baik, namun untuk pelaksanaan dikembalikan lagi kepada para
pekerja.
176.
4. Instalasi listrik

41

177.

Pusat listrik telah dikelola dengan baik, namun terdapat kabel-

kabel yang tampak berserakan di lantai yang dapat membahayakan pekerja


yang berlalu lalang. Oleh karena itu sebaiknya kabel-kabel tersebut dirapikan
dan ditempatkan pada tempat yang aman.
178.
5. Prasarana kerja lainnya
179.
Sebaiknya perusahaan memanfaatkan prasarana yang telah
ada, misalnya klinik yang seharusnya terdapat dokter perusahaan dan tenaga
kesehatan lainnya, kantin yang seharusnya menyediakan makanan dengan
gizi seimbang bagi para pekerja, wastafel air yang berfungsi dengan baik
serta kotak p3k yang seharusnya terdapat obat-obatan untuk pertolongan
pertama.
180.
6. Konstruksi tempat kerja
181. Konstruktural bangunan pabrik dalam kondisi yang baik, hal ini
tampak dari atap yang tinggi,koridor luas, rute jalur evakuasi tidak terhalang
serta tertera petunjuk arah evakuasi di setiap dinding. Olehkarena itu
dibutuhkan pemeliharaan bangunan lebih ditingkatkan agar kebersihan serta
kenyamanan pekerja lebih baik. Selain itu dibutuhkan beberapa alat pendingin
ruangan seperti kipas untuk kenyamanan para pekerja.
182.
7. Sarana penanggulangan kebakaran
183.

Pihak perusahaan telah menyediakan sarana penanggulangan

kebakaran dan pernah mengadakan simulasi kebakaran. Namun simulasi ini


dilakukan lebih dari satu tahun yang lalu serta hanya diikuti oleh satpam tanpa
partisipasi pekerja. Sebaiknya dilakukan simulasi kebakaran secara berkala

42

terutama bagi para pekerja yang baru serta melibatkan para pekerja dalam
kegiatan simulasi tersebut. Selain itu sistem proteksi kebakaran yang telah
tersedia sebaiknya dilakukan pengecekan secara berkala.
184.
185.
186.
8. Rambu-rambu keselamatan kerja
187. Rambu-rambu telah tersedia dengan baik Tulisan maupun gambar
rambu-rambu berukuran besar sehingga dapat terlihat dan diberi warna merah
sehingga terlihat jelas dan dapat dimengerti oleh para pekerja.

189.

188.
BAB II
KESIMPULAN DAN SARAN

190.
191.

5.1 Kesimpulan
192.

Berdasarkan

hasil

pengamatan

kelompok,

kami

menyimpulkan bahwa perusahaan PT PRIMARINDO Asia Infrasructure,


Tbk dalam hal keselamatan kerja baik dalam hal penggunaan mesin
dengan APD, proses kerja, prasarana kerja lainnya seperti klinik dan
kantin, sarana penanggulangan kebakaran dan bencana masih sangat
kurang diperhatikan. Terutama penggunaan mesin dengan APD sehingga
dapat meningkatkan jumlah kecelakaan kerja. Masih saja ditemukan
tenaga kerja yang tidak menyadari akan pentingnya pengendalian potensi
bahaya tersebut. Namun, jika ditinjau dari aspek bahan, landasan kerja
(SOP), instalasi listrik, konstruksi tempat kerja, dan rambu-rambu
keselamatan kerja telah cukup baik. Masih saja ditemukan tenaga kerja
43

yang tidak menyadari akan pentingnya pengendalian potensi bahaya


tersebut. Di lain sisi, perusahaan juga telah bekerjasama dengan program
BPJS dan program asuransi kesehatan In Health untuk pengendalian
potensi bahaya kesehatan yang akan muncul.
193.
194.
195.

5.2. Saran
Atas dasar hasil pengamatan diatas, kelompok kami

menyarankan beberapa hal yang diantaranya telah disebutkan pada bab III
dan IV. Namun, yang terpenting dari apa yang telah kami sebutkan diatas,
perlu ditingkatkannya kerjasama antara perusahaan dalam hal ini sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan, tenaga kerja
serta instansi pemerintahan yang terkait guna mencapai tujuan bersama
seperti yang telah tercantum dalam undang-undang keselamatan dan
kesehatan kerja.

196.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumamur, P.K.,1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT Toko


Gunung Agung. Jakarta.
2. Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
3. .-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di
Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.
4. Aztanti,SR. Higiene Peraturan Perundang-undangan Berkaitan dengan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Modul Pelatihan Hiperkes Bagi
Dokter/Dokter Perusahaan 2014.
5. Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1441/1/07002748.pdf

44

6. Pedoman Klinik Di Tempat Kerja Perusahaan, Direktorat Bina Kesehatan


Kerja Departemen Kesehatan tahun: 2009.
7. Eprints.uns.ac.id/2616/1/187431812201106071.pdf
8. Slide Presentasi Pelatihan Hiperkes.
9. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan
dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005.
10. Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
11. Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
12. Darmawan,A, dr. Bagian Ilmu Kedokteran. 2013
197.

45

Anda mungkin juga menyukai