Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PENGENALAN BAHAN

BATU

KELOMPOK 15 :
-Trya Ros Malia S.
- Rany Rohmah
-Fathimah Salfi H.

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA


A.ASAL MUASAL
Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan
lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit
bumi yang dapat kita amati langsung dengan dekat maka banyak hal-hal yang dapat pula
kita ketahui dengan cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa
daratan tersusun oleh beberapa jenis batuan yang berbeda satu sama lain. Dari jenisnya
batuan-batuan tersebut dapat digolongkan menjadi 3 jenis golongan. Mereka
adalah : batuan beku (igneous rocks), batuan sediment (sedimentary rocks), dan batuan
metamorfosa/malihan (metamorphic rocks). Batuan-batuan tersebut berbeda-beda materi
penyusunnya dan berbeda pula proses terbentuknya.

B. LATAR BELAKANG
PADA suatu ketika di 1953 warga Pendrikan, Semarang, Jawa Tengah, dikejutkan keberadaan
'sumur tiban', yakni sumur yang tiba-tiba saja muncul setelah malam sebelumnya terjadi kilasan
cahaya bersuara di langit Semarang. Pada waktu itu penulis hanya tertarik akan keberadaan batuan
kecil, seperti kaca berkilat, yang ditemukan penduduk setempat. Desau dan bisik berkembang ke arah
mana pun kecuali ke arah pengetahuan. Beberapa tahun kemudian ketika penulis mulai mempelajari
ilmu astronomi dasar teringat lagi kepada peristiwa tersebut. Dengan bingkai pengetahuan barunya
kejadian 1953 itu rupanya dapat didudukkan dalam bingkai pengejawantahan yang lebih sempit, yakni
adanya meteor jatuh dan kebetulan mengenai akuifer dangkal sehingga menimbulkan pancaran air.
Peristiwa yang sama terjadi pada 1970-an tatkala alm Santosa Nitisastro, pada waktu itu menjadi
Kepala Planetarium DKI, memimpin ekspedisi ke Pasuruan, Jawa Timur, untuk mencari meteorit
yang dikabarkan menimpa tersebut, setelah ada ledakan udara yang berkilat. Perolehan yang beliau
dapat meyakinkan bahwa meteor telah merambah langit malam di atas Pasuruan sehingga
menimbulkan sensasi cerita mulai dari kabar dewata sampai kepada serangan tersembunyi.
Sebelum lanjut ada baiknya untuk meluruskan terminologi baku mengenai batuan yang jatuh
dari langit itu. Meteoroid adalah objek pengembara yang beredar mengedar mengelilingi Matahari,
baik yang berujud batuan, debu berbalut es, ataupun segumpal es, dalam lintasannya yang oblong
(berbentuk elips lonjong). Objek tersebut dalam perjalanannya kadang kala berdekatan atau
menyilang perjalanan Bumi. Dalam keadaan kritis seperti ini objek tersebut tidak bisa lain kecuali
menuruti kehendak gaya tarik Bumi, memasuki angkasanya, dan menjadi panas. Itu bisa dimengerti

karena kecepatan dalam luar hampa di luar Bumi bisa mencapai 15-50 kilometer tiap sekon. Dengan
tiba-tiba dia harus tergosok oleh lapisan angkasa Bumi pada ketinggian 100-200 kilometer di atas
sana. Kerapatan angkasa Bumi, beberapa ribu kali lebih mampat daripada ruang hampa di sekitarnya,
bertindak sebagai pengerem dan mengubah energi kinetik pendatang menjadi panas. Panas yang
belum seberapa itu cukup untuk membuat segumpal gas (bagaimanapun kecilnya), selongsong es, dan
materi yang peka pemanasan menyemburkan energi dalam bentuk cahaya. Keadaan seperti itulah
yang kita sebut meteor yang kilasan cahaya menyentakkan kita dari kekaguman melihat ketenangan
malam berbintang.
Dalam literatur Jawa (dan Nusantara) meteor memperoleh julukan kolektif bintang alihan
(bintang berpindah atau bintang jatuh). Kilatan meteor hanya berlangsung beberapa detik saja--karena
debu dan batuan kecil, beberapa miligram, musnah teruapkan atau terbakar pada langit tinggi sebelum
sempat mencapai permukaan Bumi. Hanya sebagian batuan, kerikil, atau debu berdimensi agak besar
dan berbobot mencapai ordo berat beberapa gram atau lebih, dan berdimensi beberapa sentimeter
sampai ukuran meter, mampu mencapai permukaan Bumi--itulah yang secara teknis diberi nama
meteorit. Keberadaannya di Bumi sampai sebelum penjelajahan antariksa berawak atau tak berawak
merupakan percontohan autentik kimiawi benda luar Bumi. Kita belum membicarakan asal usul
mereka, tetapi untuk keperluan klasifikasi didapati tiga golongan besar meteorit. Meteorit jenis
aerolit-silikat (tak ubahnya seperti karang yang ditemui di Bumi), meteorit jenis siderit, metalik, dan
jenis tektit, terutama mengandung nikel dan besi. Ketiganya mempunyai dimensi yang terentang dari
ordo kerikil kecil sampai ukuran gajah bengkak, bahkan beberapa bisa lebih besar. Karakter umumnya
adalah permukaan mengilat akibat gosokan aerodinamik, tetapi asal usul dari tempat yang bersuhu
tinggi dan bertekanan besar.
Itu menunjuk kepada muasal mereka materi adi, jladren (Jawa) tata surya, yang karena suatu
sebab tidak dapat menyatu dengan anggota tata surya yang mapan (yakni planet dan satelit) atau

menjadikan diri kompak, luruh akibat pemanasan semburan radiasi ultraviolet Matahari yang
ganas dan kemudian karena proses pendinginan. Keberadaan unsur silikon, besi, nikel, dan
sulfur dalam meteorit menunjuk kepada sentuhan masa lampau jladren tata surya yang
diperkaya hasil ledakan bintang panas para generasi Matahari. Evolusi bintang besar dan
panas

mampu

menghasilkan

elemen

lebih

berat

dari

helium

dan

pada

masa

ketidakseimbangan dinamik bintang itu elemen hasil reaksi nuklir terlempar keluar
memperkaya materi antarbintang (termasuk materi asal, jladren, tata surya kita). Meteorit
metalik yang jatuh dapat memberi hikmat tidak hanya dia memberi tahu sejarah tata surya di
masa lalu, tetapi juga pada seni dan budaya. Mereka yang meminati sejarah mengetahui
keampuhan dan keelokan keris ciptaan para empu agung di masa lalu terletak pada pamornya.

Pamor itu diperoleh dari acuan material meteorit yang terpoles atau teraduk pada keris,
menyebabkan kekuatan fisik (tentu saja dipercaya sebagai kekuatan spiritual yang terpancar
darinya). Yang menarik untuk dipelajari ialah bagaimana empu kita di masa lalu meluluhkan
elemen meteorit ke dalam acuannya. Tanur bersuhu tinggi diperlukan agar terjadi
pencampuran yang sempurna.
Berbeda dengan kedua macam meteorit lainnya, tektit tidak banyak ditemui di
permukaan Bumi. Bahkan dapat dikatakan terkandung ke dalam wilayah yang tidak luas.
Tektit diduga berasal semburan Gunung Tycho di permukaan bulan 4-5 miliar tahun yang lalu
ketika ada meteorit raksasa menimpa bulan. Semburan itu menghasilkan aliran debu (tektit)
yang terlempar menuruti lintasan tertentu dan yang kebetulan mengarah ke Bumi. Pada 1970an seorang astronom John O'Keefe melancarkan teori bahwa tektit yang terkumpul banyak di
Kepulauan Bangka-Belitung, Indonesia, adalah sebagian dari hasil semburan Tycho. Arah
kedatangan tektit di Bangka (sebelum diaduk-aduk) menunjukkan asal titik yang konvergen.
Almarhum Prof Sartono (geolog ITB) pernah mengatakan kepada penulis bahwa kerapatan
tektit di Bangka Belitung memang tinggi dan tidak ditemui di wilayah vulkanik lain di
Indonesia. Oleh karena itu, boleh jadi teori O'Keefe benar dan apakah kebenaran itu dapat
kita manfaatkan untuk penyelenggaraan hidup di abad 21 ini.
C. SUMBER
Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) mineral baik yang
terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun utama kerak
bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Batuan bisa mengandung satu atau beberapa
mineral. Sebagai contoh ada yang disebut sebagai monomineral rocks (batuan yang hanya
mengandung satu jenis mineral), misalnya marmer, yang hanya mengandung kalsit dalam
bentuk granular, kuarsit, yang hanya mengandung mineral kuarsa. Di samping itu di alam ini
paling banyak dijumpai batuan yang disebut polymineral rocks (batuan yang mengandung
lebih dari satu jenis mineral), seperti granit atau monzonit kuarsa yang mengandung mineral
kuarsa, feldspar, dan biotit.
SIKLUS BATU
Sebelumnya kita sudah tahu bahwa di bumi ada tiga jenis batuan yaitu batuan beku,
batuan sedimen, dan batuan metamorf. Ketiga batuan tersebut dapat berubah menjadi batuan
metamorf tetapi ketiganya juga bisa berubah menjadi batuan lainnya. Semua batuan akan

mengalami pelapukan dan erosi menjadi partikel-partikel atau pecahan-pecahan yang lebih
kecil yang akhirnya juga bisa membentuk batuan sedimen. Batuan juga bisa melebur atau
meleleh menjadi magma dan kemudian kembali menjadi batuan beku. Kesemuanya ini
disebut siklus batuan atau ROCK CYCLE.

Semua batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan. Penyebab pelapukan
tersebut ada 3 macam:
1. Pelapukan secara fisika: perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan
mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-rekahan yang ada di batuan
menjadi berkembang sehingga proses-proses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah
menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
2. Pelapukan secara kimia: beberapa jenis larutan kimia dapat bereaksi dengan batuan seperti
contohnya larutan HCl akan bereaksi dengan batu gamping. Bahkan air pun dapat bereaksi
melarutan beberapa jenis batuan. Salah satu contoh yang nyata adalah hujan asam yang
sangat mempengaruhi terjadinya pelapukan secara kimia.
3. Pelapukan secara biologi: Selain pelapukan yang terjadi akibat proses fisikan dan kimia,
salah satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan secara biologi. Salah satu
contohnya adalah pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup
besar. Akar-akar tanaman yang besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di batuan dan
akhirnya dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi.

Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan pecah menjadi


bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk berpindah tempat. Berpindahnya tempat
dari partikel-partikel kecil ini disebut erosi. Proses erosi ini dapat terjadi melalui beberapa
cara:
1. Akibat grafitasi: akibat adanya grafitasi bumi maka pecahan batuan yang ada bisa
langsung jatuh ke permukaan tanah atau menggelinding melalui tebing sampai akhirnya
terkumpul di permukaan tanah.
2. Akibat air: air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat
mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Salah satu contoh yang
dapat diamati dengan jelas adalah peranan sungai dalam mengangkut pecahan-pecahan
batuan yang kecil ini.
3. Akibat angin: selain air, angin pun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan yang
kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah gurun.
4. Akibat glasier: sungai es atau yang sering disebut glasier seperti yang ada di Alaska
sekarang juga mampu memindahkan pecahan-pecahan batuan yang ada.
Pecahan-pecahan batuan yang terbawa akibat erosi tidak dapat terbawa selamanya.
Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya, dan juga glasier
akan meleleh. Akibat semua ini, maka pecahan batuan yang terbawa akan terendapkan.
Proses ini yang sering disebut proses pengendapan. Selama proses pengendapan, pecahan
batuan akan diendapkan secara berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih
dahulu baru kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses pengendapan
ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita lihat di batuan sedimen saat ini.
Pada saat perlapisan di batuan sedimen ini terbentuk, tekanan yang ada di perlapisan
yang paling bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Akibat
pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan tertekan sehingga
keluar dari lapisan batuan yang ada. Proses ini sering disebut kompaksi. Pada saat yang
bersamaan pula, partikel-partikel yang ada dalam lapisan mulai bersatu. Adanya semen
seperti lempung, silika, atau kalsit diantara partikel-partikel yang ada membuat partikel

tersebut menyatu membentuk batuan yang lebih keras. Proses ini sering disebut sementasi.
Setelah proses kompaksi dan sementasi terjadi pada pecahan batuan yang ada, perlapisan
sedimen yang ada sebelumnya berganti menjadi batuan sedimen yang berlapis-lapis. Batuan
sedimen seperti batu pasir, batu lempung, dan batu gamping dapat dibedakan dari batuan
lainnya melalui adanya perlapisan, butiran-butiran sedimen yang menjadi satu akibat adanya
semen, dan juga adanya fosil yang ikut terendapkan saat pecahan batuan dan fosil mengalami
proses erosi, kompaksi dan akhirnya tersementasikan bersama-sama.
Pada kerak bumi yang cukup dalam, tekanan dan suhu yang ada sangatlah tinggi.
Kondisi tekanan dan suhu yang sangat tinggi seperti ini dapat mengubah mineral yang dalam
batuan. Proses ini sering disebut proses metamorfisme. Semua batuan yang ada dapat
mengalami proses metamorfisme. Tingkat proses metamorfisme yang terjadi tergantung dari:
1. Apakah batuan yang ada terkena efek tekanan dan atau suhu yang tinggi.
2. Apakah batuan tersebut mengalami perubahan bentuk.
3. Berapa lama batuan yang ada terkena tekanan dan suhu yang tinggi.
Dengan bertambahnya dalam suatu batuan dalam bumi, kemungkinan batuan yang
ada melebur kembali menjadi magma sangatlah besar. Ini karena tekanan dan suhu yang
sangat tinggi pada kedalaman yang sangat dalam. Akibat densitas dari magma yang terbentuk
lebih kecil dari batuan sekitarnya, maka magma tersebut akan mencoba kembali ke
permukaan menembus kerak bumi yang ada. Magma juga terbentuk di bawah kerak bumi
yaitu di mantle bumi. Magma ini juga akan berusaha menerobos kerak bumi untuk kemudian
berkumpul dengan magma yang sudah terbentuk sebelumnya dan selanjutnya berusaha
menerobos kerak bumi untuk membentuk batuan beku baik itu plutonik ataupun vulkanik.
Kadang-kadang magma mampu menerobos sampai ke permukaan bumi melalui
rekahan atau patahan yang ada di bumi. Pada saat magma mampu menembus permukaan
bumi, maka kadang terbentuk ledakan atau sering disebut volcanic eruption. Proses ini sering
disebut proses ekstrusif. Batuan yang terbentuk dari magma yang keluar ke permukaan
disebut batuan beku ekstrusif. Basalt dan pumice (batu apung) adalah salah satu contoh

batuan ekstrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini tergantung dari komposisi
magma yang ada. Umumnya batuan beku ekstrusif memperlihatkan cirri-ciri berikut:
1. Butirannya sangatlah kecil. Ini disebabkan magma yang keluar ke permukaan bumi
mengalami proses pendinginan yang sangat cepat sehingga mineral-mineral yang ada sebagai
penyusun batuan tidak mempunyai banyak waktu untuk dapat berkembang.
2. Umumnya memperlihatkan adanya rongga-rongga yang terbentuk akibat gas yang
terkandung dalam batuan atau yang sering disebut gas bubble.
Batuan yang meleleh akibat tekanan dan suhu yang sangat tinggi sering membentuk
magma chamber dalam kerak bumi. Magma ini bercampur dengan magma yang terbentuk
dari mantle. Karena letak magma chamber yang relatif dalam dan tidak mengalami proses
ekstrusif, maka magma yang ada mengalami proses pendinginan yang relatif lambat dan
membentuk kristal-kristal mineral yang akhirnya membentuk batuan beku intrusif. Batuan
beku intrusif dapat tersingkap di permukaan membentuk pluton. Salah satu jenis pluton
terbesar yang tersingkap dengan jelas adalah batholit seperti yang ada di Sierra Nevada
USA yang merupakan batholit granit yang sangat besar. Gabbro juga salah satu contoh batuan
intrusif. Jenis batuan yang terbentuk akibat proses ini tergantung dari komposisi magma yang
ada. Umumnya batuan beku intrusif memperlihatkan cirri-ciri berikut:
1. Butirannya cukup besar. Ini disebabkan magma yang keluar ke permukaan bumi
mengalami proses pendinginan yang sangat lambat sehingga mineral-mineral yang ada
sebagai penyusun batuan mempunyai banyak waktu untuk dapat berkembang.
2. Biasanya mineral-mineral pembentuk batuan beku intrusif memperlihatkan angular
interlocking.
Proses-proses inilah semua yang terjadi dimasa lampau, sekarang, dan yang akan
datang. Terjadinya proses-proses ini menjaga keseimbangan batuan yang ada di bumi.

Atas dasar cara terbentuknya, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma.
2. batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi
3. batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme

. D. KEGUNAAN
Batu di gunakan sebagai dinding pengisi, sering disebut dinding pada bangunan
biasanya menggunakan material batu bata atau batako
E.PEYEBARAN

Wilayah Nusantara dikenal mempunyai 62


cekungan yang diisi oleh batuan sedimen berumur
Tersier. Sekitar 40 % dari seluruh cekungan berada
di daratan (onshore). Ke 62 cekungan tersebut
tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Cekungan berumur Pratersier kebanyakan ditemukan di wilayah Indonesia Bagian Timur, dan
kebanyakan sulit ditarik batasnya dengan cekungan berumur Tersier, karena umumnya
ditindih (overlain) oleh cekungan berumur Tersier.
Hampir semua cekungan batuan sedimen di Indonesia sangat berpotensi mengandung
sumber daya migas, batubara dan serpih minyak (oil shale). Namun, batasan stratigrafi,
sedimentologi, tektonik & struktur maupun dinamika cekungan semua formasi pembawa
potensi sumber daya belum terakomodasi dan tergambar dalam bentuk atlas.
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara
hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng
meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng
kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan
menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng IndiAustralia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di
Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur
depan, magmatik, dan busur belakang.

Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang


dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi

di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan
Barisan sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang
masih tersingkap di permukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas,
Pulau Lingga dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang
sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali
proses orogenesis, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur
Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen
menghasilkan kondisi struktur geologi seperti terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur
geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu,
Zone Sesar Semangko, zone perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar
yang berhubungan erat dengan perlipatan serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami
peremajaan.
F.SIFAT DAN KARAKTERISTIK
Selain batuan metamorf, sedimen dan batuan beku terdapat satu lagi jenis batuan yang
sangat unik yaitu batuan piroklastik, Kenapa disebut batuan yang unik ? Hal ini
dikarenakan secara genetis, kelompok batuan ini lebih dekat dengan batuan ekstrusif, tetapi
secara deskriptif dan cara terjadinya memperlihatkan ciri (struktur dan tekstur) yang mirip
dengan kelompok batuan sedimen klastik. Kelompok batuan ini di definisikan sebagai batuan
yang dihasilkan (secara langsung) oleh aktifitas erupsi secara eksplosif dari gunung
api. Karena mempunyai sifat yang unik, maka terminologi yang digunakan untuk pemerian
batuan ini juga khusus.
Batuan piroklastik sangat berbeda teksturnya dengan batuan beku, apabila
batuan beku adalah hasil pembekuan langsung dari magma atau lava, jadi dari fase cair ke
fase padat dengan hasil akhir terdiri dari kumpulan kristal, gelas ataupun campuran dari
kedua-duanya. Sedangkan batuan piroklastik terdiri dari himpunan material lepas-lepas (dan
mungkin menyatu kembali) dari bahan-bahan yang dikeluarkan oleh aktifitas gunung api,
yang berupa material padat berbagai ukuran (dari halus sampai sangat kasar, bahkan dapat
mencapai ukuran bongkah). Oleh karena itu klasifikasinya didasarkan atas ukuran butir
maupun jenis butirannya.

G. PEYEBAB KEGAGALAN
Laboratorium memfokuskan pada analisa respon batuan terhadap medan gaya oleh
suatu medium dari lingkungan fisika nya, untuk pemahaman terhadap ilmu mekanika batuan
harus didahului dengan pemahaman tentang mekanika itu sendiri, yaitu ilmu mekanika
translasi,

rotasi,

statika

maupun

dinamika

gaya-gaya

terhadap

sebuah

benda

padat.Selanjutnya dua keadaan dimana sebuah benda tidak akan bergerak secara tranlasi
maupun rotasi adalah bahwa nilai perubahan kecepatan linier dan angular benda terhadap
waktu harus sama dengan nol. Hal ini akan cukup menjamin terwujudnya keadaan dimana
besar resultan gaya-gaya tersebut sama dengan nol. Keadaan demikian dikatakan bahwa
benda dalam keadaan kondisi keseimbangan statik, keadaan inilah yang merupakan kerangka
umum atau dasar dalam kajian mekanika batuan.
Adapun respon dari gaya tersebut dalam bentuk deformasi atau strain ( yaitu
perbandingan antara deformasi dengan dimensi awal ), sedangkan medium yang dimaksud
bisa berupa medium elastik maupun non elastik, akan tetapi pada umumnya analisa yang
dilakukan lebih banyak untuk jenis batuan sedimen seperti batu pasir atau batuan gamping
yang bersifat elastik, dengan demikian analisa yang dilakukan lebih mengutamakan pada
kasus deformasi elastik saja, karena untuk banyak hal data mengenai deformasi elastik inilah
yang banyak dibutuhkan oleh berbagai kegiatan.
H.PERATURAN-PERATURAN
Berdasarkan kepada hasil deformasi yang dilakukan dengan uji kompresi dan
frekwensi maka dapat digolongkan menjadi dua macam hasil pengujian yaitu : pengujian
statis dimana deformasi yang terjadi sangat kecil dan frekwensi nya sangat tinggi sedangkan
untuk pengujian dinamis deformasi yang terjadi mencapai maksimum atau dalam arti sampai
mencapai kekuatan maksimum dari batuan yang diujinya tetapi frekuensinya nol. Dari hasil
pengujian berdasarkan pada uji kompresi maupun frekwensi maka di laboratorium mekanika
batuan dapat melakukan pengujian :
UCS ( Uniaxial Compressive Strength) yaitu suatu aktifitas yang dilakukan untuk
menguji kekuatan batuan dengan pembebanan sampai batas kekuatan maksimal dari
batuannya itu sendiri.

CPV( Compressibilitas Pore Volume) yaitu suatu aktifitas yang dilakukan untuk
menguji perubahan fraksi pore volume dengan adanya perubahan satuan tekanan.
Acoustic Velocity yaitu suatu aktifitas yang dilakukan untuk menguji kecepatan suatu
gelombang yang dilewatkan kedalam batuan sehingga dengan diketahui panjang dari batuan
nya itu sendiri akan di peroleh waktu tempuh penjalaran gelombang. Adapun kece patan
gelombang yang diperoleh yaitu kecepatan gelombang primer ( Vp ) dan kecepatan
gelombang sekunder ( Vs ).
Dalam pengertian secara fisik sifat-sifat elastik dari suatu batuan menghasilkan
parameter- parameter sendiri dan memiliki arti sendi-sendiri dan parameter-parameter.
Batuan di dalam perminyakan antara lain:

Di bidang pemboran bisa untuk melakukan uji kestabilan lubang bor.

Di bidang produksi bisa untuk melakukan uji butiran pasir yang ikut
terproduksi; untuk melakukan uji pemecahan batuan dengan tekanan hidraulic.

Di bidang reservoir bisa untuk menganalisa indikasi yang berkaitan dengan


porositas dan saturasi fluida yang ada didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai