Anda di halaman 1dari 38

1

Skenario 1
DEMAM
Seorang anak laki-laki berusia 18 tahun datang berobat ke dokter karena demam
sejak 5 hari yang lalu. Demam di rasakan terus-menerus, tinggi dan kadang
sampai menggigil. Pasien sudah minum obatturun panas tetapi tidak ada
perubahan. Pada pemeriksaan fisik dokter menemukan nodul limfatik pada daerah
leher pasien membesar, tetapi tidak nyeri. Kemudian ia disarankan melakukan
pemeriksaan laboratorium darah rutin.
STEP I
a. Nodul limfatik
Nodul limfatik adalah struktur kecil begian dari sistem limfatik yang
menyaring zar berbahaya yang mengandung sel darah putih untuk melawan
infeksi.
b. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari
yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu
tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2C.
c. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan darah rutin adalah beberapa macam pemeriksaan hematologi
atau awal pemeriksaan selanjutnya yang belum dapat dipakai untuk menegakan
diagnosa.

STEP II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa saja penyebab demam?


Bagaimana mekanisme terjadinya demam?
Apa saja macam-macam dan fase demam?
Mengapa demam bisa sampai menggigil?
Bagaimana hubungan demam dengan pembesaran nodul limfatik?
Bagaimana hubungan keluhan pasien dengan pemeriksaan darah rutin?
Mengapa saat pasien tersebut sudah minum obat tetapi tidak berpengaruh

terhadap tubuhnya?
8. Apa fungsi sistem imun?
STEP III

1. Apa saja penyebab demam?


a. Infeksi dan non infeksi
b. Parasit
c. Jamur
d. Bakteri
e. Virus
f. Peradangan
g. Pirogen (Eksogen dan endogen)
2. Bagaimana mekanisme terjadinya demam?
Microorganisme asing limfe memfagosit mikroorganisme asing
3. Apa saja macam-macam dan fase demam?
A. Macam-macam demam
1) Demam septic
2) Demam siklik
3) Demam continue
4) Demam intermiten
5) Demam remiten
B. Fase Demam
1. Fase kedinginan
2. Fase demam
3. Fase kemerahan
4. Mengapa demam bisa sampai menggigil?
Infeksi pirogen hippthalamus prostaglandin suhu tubuh
menggigil , vasokonstriksi.
5. Bagaimana hubungan demam dengan pembesaran nodul limfatik?
Antigen masuk limfe mengeluarkan leukosit untuk fagosit limfosit
6. Bagaimana hubungan keluhan pasien dengan pemeriksaan darah rutin?
Darah mengandung eritrosit, leukosit, dan trombosit. Karena dalam
pemeriksaan darah rutin terdiri dari 6 pemeriksaan yaitu pemeriksaan Hb, Ht,
Leukosit, Trombosit, Laju Endapan Darah, eritrosit.
7. Mengapa saat pasien tersebut sudah minum obat tetapi tidak berpengaruh
terhadap tubuhnya?
8. Karena obat penurun suhu tubuh kurang efektif.
9. Apa fungsi sistem imun?
Sistem imun berfungsi sebagai antibodi atau sistem kekebalan untuh tubuh
kita. Sitem imun terdiri dari 2 jenis yaitu, sistem nonspesifik dan sistem
spesifik.

STEP IV
1. Penyebab demam
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam
pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis,
tuberculosis,

bakteremia,

sepsis,

bakterial

gastroenteritis,

meningitis,

ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi
virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia,
influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus
umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam
antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis,
dan helmintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal
antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu
tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin,

leukemia,

dll),

dan

pemakaian

obat-obatan

(antibiotik,

difenilhidantoin, dan antihistamin).


2. Proses terjadinya demam
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen. Pirogen
eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk
membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan
yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan
panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas

dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan


suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.
3. Apa saja macam-macam dan fase demam?
A. Macam-macam demam
1) Demam septik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal
pada pagi hari.
2) Demam siklik
Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
3) Demam continue
Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak
berbeda lebih dari satu derajat.
4) Demam intermiten
Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari.
5) Demam remiten
Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal
B. Fase Demam
a. Fase kedinginan
b. Fase demam
c. Fase kemerahan
Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan
suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas
sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu
fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan
kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga
yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.
4. Demam sampai menggigil
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen. Pirogen

eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk


membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan
yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan
panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas
dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan
suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.
5. Hubungan demam dengan nodul limfatik
Demam dan nodul limfatik membesar akibat peradangn sistem imun yang
berperan agar virus tidak tersebar ke seluruh tubuh.
6. Korelasi demam dengan pemeriksaan darah rutin
Darah mengandung eritrosit, leukosit, dan trombosit. Karena dalam
pemeriksaan darah rutin terdiri dari 6 pemeriksaan yaitu pemeriksaan Hb, Ht,
Leukosit, Trombosit, Laju Endapan Darah, eritrosit.
7. Tidak adanya pengaruh obat
Demam yang sudah di obati tetapi belum ada perubahan di karenakan
dosis kurang, dan penyebab virus masih ada.
8. Apa fungsi sistem imun?
Sistem imun berfungsi sebagai antibodi atau sistem kekebalan untuh tubuh
kita. Sitem imun terdiri dari 2 jenis yaitu, sistem nonspesifik dan sistem
spesifik.
Untuk sisntem nonspesifik merupakan sistem imun yang sudah ada sejak
lahir atau bawaan, contohnya seperti pertahanan fisik (batuk, bersin, influenza),
pertahanan biokimia dan pertahanan humoral.
Sedangkan untuk sistem yang spesifik merupakan siatem yang membantu
sistem nonspesifik untuk menganali zat asing yang masuk. Terdiri dari 2
contoh sistem imun humoral yang memproduksi limfosit sel B pada sumsum
tulang dan sistem imun seluler yang memproduksi limfosit sel T pada sumsum
tulang dan timus.

Bagan:
Nodul
limfatik

Sistem
limfatik

Pembuluh
limfe

Cairan
limfe

Pemeriks
aan
darah

DEMAM

Tipe dan
fase

Mekanis
me

STEP V
1. Apa saja contoh macam-macam demam?
2. Sistem limfatik ? (histologi dan anatomi)
3. Bagaimana mekanisme dasar sistem imun?

STEP VI
Belajar Mandiri

STEP VII

Nonspesifik

Sistem
imun

spesifik

Penyebab

1. Apa saja contoh macam-macam demam?


Demam merupakan peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau
peradangan. Sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositi
(makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen yang selain efeknya dalam melawan infeksi juga bekerja pada pusat
termoregulasi
Hipotalamus

hipotalamus

untuk

mempertahankan

suhu

meningkatkan
ditingkat

patokan

yang

baru

termostat.
dan

tidak

mempertahankannya di suhu normal tubuh. Secara spesifik, hipotalamus


memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat, dan mendorong
vasokonstriksi kulit untuk segara mengurangi pengeluaran panas. Kedua
tindakan ini mendorong suhu naik dan menyebabkan menggigil yang sering
terjadi pada permulaan demam. Karena merasa dingin maka yang bersangkutan
memakai selimut sebagai mekanisme volunteer untuk membantu meningkatkan
suhu tubuh dengan menahan panas tubuh. Setelah suhu baru tercapai maka
suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respon terhadap panas dan dingin
tetapi dengan patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadinya demam sebagai
respon terhadap infeksi adalah tujuan yang disengaja dan bukan oleh kerusakan
mekanisme termoregulasi. Selama demam, pirogen endogen meningkatkan
titik patokan hipotalamus dengan memicu pelepasan local prostaglandin, yaitu
mediator kimiawi local yang bekerja langsung pada hipotalamus. Aspirin
mengurangi

demam

(Sherwood, 2012).

dengan

cara

menghambat

sintesis

prostaglandin

Infeksi atau peradangan

Makrofag

Pirogen endogen

Prostaglandin

titik patokan
hipotalamus

Inisiasi respon dingin

produksi panas; pengeluaran


panas

suhu tubuh ke titik patokan baru =


demam

Proses terjadinya demam (Sherwood, 2012).

Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain :

a. Demam Septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal
pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik. Contohnya Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik.
b. Demam Remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang
dicatat pada demam septik. Contohnya Sebagian besar penyakit virus dan
bakteri. Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak
mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini
merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek
pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya
terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 1. Demam remiten (Nelwan, 2009).

c. Demam Intermiten

10

Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beebrapa jam dalam satu hari.Bila demam seperti ini terjadi setiap
dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di
antara dua serangan demam disebut kuartana. Contohnya Malaria, limfoma,
endokarditis. Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari,
umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola
ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek
klinis.

Gambar 2. Demam intermiten (Nelwan, 2009).


d. Demam Kontinyu
Pada tipe demam kontinyu, variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia. Contohnya Demam tifoid, malaria falciparum
malignan. Demam kontinyu atau sustained fever ditandai oleh peningkatan
suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24
jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak
signifikan.

11

Gambar 3. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi


relatif) (Nelwan, 2009).
e. Demam Siklik
Pada tipe demam siklik, terjadi kenaikan suhu selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
f. Demam quotidian ganda
Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12
jam).

Gambar 4. Demam quotidian (Nelwan, 2009).

g. Undulant fever

12

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan


menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun
menjadi normal.
h. Demam lama (prolonged fever)
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan
lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10
hari untuk infeksi saluran nafas atas.
i. Demam rekuren
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval
irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya
traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
j. Demam bifasik
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis
merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas
untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever,
spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever
(Marburg, Ebola, dan demam Lassa) (Nelwan, Demam: Tipe dan
Pendekatan, 2009).

2. Sistem limfatik ? (histology dan anatomi)

13

Gambar 5. Sistem limfatik (Guyton, 2012).


Sistem limfatik merupakan suatu jalur tambahan tempat cairan dapat
mengalir dari ruang intertisial ke dalam darah (sirkulasi darah). Hal yang
terpenting, sistem limfatik dapat mengangkut protein dan zat berpartikel besar
keluar dari ruang jaringan, yang tidak dapat di pindahkan dengan proses
absorpsilangsung ke dalam kapiler darah. Pengambilan protein ke dalam darah
dari ruang intertisial ini merupakan fungsi yang penting karena tanpa adanya
funsi tersebut kita akan meninggal dalam waktu 24 jam (Guyton, 2012).
Sistem limfe memiliki fungsi tersendiri, adapun fungsi dari sistem limfe adalah
sebagai berikut:
a. Mengembalikan kelebihan cairan yang terfiltrasi. Dalam keadaan normal,
filtrasi kapiler melebihi reabsorpsi sekitar 3 liter per hari. Namun volume
darah keseluruhan hanyalah 5 liter, dan hanya 2,75 liter plasma. Dengan
curah jantung rerata, setiap hari 7200 liter darah melewati kapiler pada
keaadaan istirahat. Meskipun hanya sebagian kecil dari cairan yang di

14

filtrasi yang tidak di reabsorpsi oleh kapiler namun efek kumulatif proses
yang terus berulang dengan setiap denyut jantung menyebabkan cairan
yang tertinggal di kompartemen intertisium setiap hari melebihi volume
plasma total. Oleh karena itu cairan ini harus dikembalikan ke dalam
plasma yang dilakukan oleh pembuluh limfe.
b. Pertahanan terhadap penyakit. Cairan limfe mengalir melewati kelenjar
limfe (nodul limfatik) yang terletak didalam sistem limfe. Lewatnya cairan
ini melalui limfonodus adalah suatu aspek penting mekanisme pertahana
tubuh terhadap penyakit.
c. Transport lemak yang di serap. Sistem limfe penting dalam penyerapan
emak dari saluran cerna. Produk-produk akhir dari pencernaan lemak
makanan dikemas oleh sel-sel yang melapisi saluran cerna menjadi
partikel lemak yang terlalu besar untuk masuk kedalam kapiler darah
tetapi mudah memperoleh akses ke pembuluh limfe awal.
d. Pengembalian protein yang tersaring. Di sebagian besar kapiler terjadi
kebocoran sebagian protein plasma sewaktu proses filtrasi. Protein-protein
ini tidk mudah di reabsorpsi ke dalam kapiler tetapi mudah memperoleh
akses ke pembuluh limfe awal. Jika protein tersebut dibiarkan menumpuk
di cairan intertisium akan terus meningkata sementara tekanan osmotic
koloid plasma akan turun progresif. Akibatnya gaya-gaya filtrasi akan
meningkat sementara gaya-gaya reabsorpsi berkurang sehingga terjadi
akumulasi progresif cairan di ruang intertisium di sertai penurunan volume
plasma (Sherwood, 2012).
Sistem limfatik pada manusia terdiri dari 3 bagian yaitu, nodul limfatik,
pembuluh limfe, dan cairan limfe yang masing-masing mempunyai struktrur
dan fungsi tersendiri. Berikut ini adalah penjelasan secara anatomi dan
histologi mengenai sistem limfatik.

1. Organ limfatik

15

Gambar 6 . Organ limfatik (Karnen, 2014)


Sejumlah organ limfoid dan jaringan limfoid yang morfologis dan
fungsional berlainan berperan dalam respons imun. Organ limfoid tersebut
dapat di bagi menjadi organ primer dan organ sekunder. Berikut penjelasan
mengenai organ limfoid.
a. Organ limfoid primer
Organ limfoid primer atau sentral terdiri atas sumsum tulang dan
timus.

Sumsum

tulang

merupakan

jaringan

kompleks

tempat

hematopoiesis dan depot lemak. Organ limfoid primer diperlukan untuk


pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T dan sel B sehingga
menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen. Karena itu organ
tersebut berisikan limfosit dalam berbagai fase diferensiasi. Sel
hematopoietik yang diproduksi di sumsum tulang menembus dinding

16

pembuluh darah dan masuk kedalam sirkulasi dan di distribusikan ke


baerbagai bagian tubuh.
Sumsum Tulang Merah merupakan jaringan penghasil limfosit.
Sel-sel

limfosit

yang

dihasilkan

tersebut

akan

mengalami

perkembangan. Limfosit yang berkembang di dalam sumsum tulang


akan menjadi limfosit B. Sedangkan limfosit yang berkembang di
dalam kelenjar timus akan menjadi limfosit T. Limfosit-limfosit ini
berperan penting untuk melawan penyakit. Sedangkan kelenjar Timus
memiliki fungsi spesifik, yaitu tempat perkembangan limfosit yang
dihasilkan dari sumsum merah untuk menjadi limfosit T. Timus tidak
berperan dalam memerangi antigen secara langsung seperti pada
organorgan limfoid yang lain. Untuk memberikan kekebalan pada
limfosit T ini, maka timus mensekresikan hormon tipopoietin (Karnen
Garna, 2014).
Pada kondisi normal, produksi sel-sel darah oleh sumsum tulang
disesuaikan dengan keperluan tubuh, yang akan meningkatkan aktivitas
sumsum beberapa kali lipat dalam waktu singkat. Sumsusm tulang dan
adiposity ditemukan dalam kanal medulla tulang panjang dan ruangruang tulang berongga. Terdapat 2 jenis sumsum tulang berdasarkan
tampilannya pada pemeriksaan umum, sumsum tulang merah dengan
warnanya yang timbul dari banyaknya eritrosit dan sel pembentuk
darah, dan sumsum tulang kuningn yang terisi dengan adiposit dan pada
dasarnya tidak memiliki sel hemopoeitik. Susmsum tulang merah terdiri
atas stroma, korda atau pulau hemopoeitik sel, dan kapiler sinusoid.
Stroma adalah anyaman sel fibroblastik khusus yang disebut sel
retikuler atau sel adventitia dan suatu jala-jala halus dari serat-serat
retikular yang mengandung sel-sel hemopoeitik dan makrofag. Matrik
sumsum tulang mengandung kolagen tipe I, proteoglikan, fibronektin,
dan laminin. Glikoprotein yaitu laminin berinteraksi dengan integrin
untuk mengikat sel pada matriks. Sinusoid dibentuk oleh selapis sel
endotel. Sel-sel darah yang telah terdeferensiasi dari korda hemopoeitik
memasuki sirkulasi dengan memasuki lubang masuk di endotel.
Sumsum tulang merah juga merupakan suatu tempat makrofag

17

memfagositosis eeritrosit tua dan menyimpan besi yang berasal dari


pemecahan hemoglobin (Junqueira, 2012).

Sel endotel
sinusoid
Kapiler
sinusoid

Adiposit

Sel
hemopoeitik

Gambar 7. Mikroskopis sumsum tulang (Junqueira, 2012).


Timus adalah organ bilateral yang terletak di mediatinum, organ ini
mencapai perekembangan puncaknya semasa usia muda. Timus
dianggap sebagai orgam limfoid primer karena limfosit T terbentuk di
tempat tersebut. Timus memiliki asal embriologik ganda. Precursor
limfositnya berasal dari sumsum tulang, tetapi kemudian bergerak
memasuki suatu epitel khusus yang telah berkembang dari lapisan
endoderm kantong faringeal ketiga dan keempat embrio.timus memiliki
simpai jaringan ikat yang menyusup ke dalam parenkim dan
membaginya dalam lobules yang inkomplet dengan kontinuitas antara
korteks dan medulla lobules yang berdekatan. Setiapa lobules memiliki
daerah tepi yang gelap dan dikenal sebagai korteks dan bagian pusat

18

yang terang dikenal sebagai medulla. Korteks kaya akan limfosit


daripada medulla.
Korteks timus terdiri atas populasi besar limfoblas T dan makrofag
dalam suatu stroma sel retikuler epithelial yang biasanya memiliki inti
eukromatik yang besar dan bervariasi secara morfologis, tetapi biasanya
berbentuk skuamousa atau stelata dengan prosessus yang panjang.
Medulla timus juga mengandung suatu sitoretikulum sel retikuler
epithelial, sejumlah besar limfosit T terdefernsiasi yang terkemas
kuraang padat dan struktur yang disebut korpuskel timus yang terdiri
atas sel-sel retikuler eptelial gepeng yang tersusun secara konsentris dan
dipenuhi filament keratin, serta kadang-kadang mengapur. Timus tidak
memiliki pembuluh limfe aferen dan tidak membentuk saringan bagi
cairan limfe, seperti kelenjar getah bening. Sejumlah kecil pembuluh
limfe timus berada di jaringan ikat simpai, septa dan pembuluh darah
yang semuanya merupakan pembuluh eferen (Junqueira, 2012).
b. Organ limfoid sekunder
Organ limfoid sekunder merupakan tempat sel dendritik
mempresentasikan antigen yang yang ditangkapnya dibagian lain tubuh
ke sel T yang memacunya untk proliferasi dan diferensiasi limfosit.
Nodus Limfe berbentuk kecil lonjong atau seperti kacang dan terdapat
di sepanjang pembuluh limfe. Nodus limfa terbagi menjadi ruangan
yang lebih kecil yang disebut nodulus. Nodulus terbagi menjadi
ruangan yang lebih kecil lagi yang disebut sinus. Di dalam sinus
terdapat limfosit dan makrofag. Fungsi nodus limfa adalah untuk
menyaring mikroorganisme yang ada di dalam limfa. Kelompokkelompok utama terdapat di dalam leher, axial, thorax, abdomen, dan
lipatan paha. Limpa merupakan organ limfoid yang paling besar.
Kelenjar yang dihasilkan dari limpa berwarna ungu tua. Limpa terletak
di belakang lambung. Fungsi limpa antara lain, membunuh kuman
penyakit, membentuk

sel

darah

putih

(leukosit)

dan

antibodi, menghancurkan sel darah merah yang sudah tua. Nodulus


Limfatikus merupakan sekumpulan jaringan limfatik yang tersebar di
sepanjang jaringan ikat yang terdapat pada membran mukus yang
membatasi dinding saluran pencernaan, saluran reproduksi, saluran

19

urin, dan saluran respirasi. Beberapa bentuk nodulus limfatikus yaitu


tonsil dan folikel limfatik. Tonsil terdapat di tenggorokan. Folikel
limfatik terdapat di permukaan dinding usus halus. Letak nodulus
limfatikus sangat strategis untuk berperan dalam respon imun melawan
zat asing yang masuk dalam tubuh melalui pencernaan atau pernafasan.
a. Limfa
Limfa terdiri atas zona sel T (senter germinal) dan zona sel B (zona
folikel). Arteriol berakhir dalam sinusoid vaskular yang mengandung
sejumlah eritrosit, makrofag, sel dendritik, limfosit, dan sel plasma.
Antigen dibawa APC (Antigen Presenting Cell) masuk ke dalam limfa
melalui sinusoid vaskular. Limfa adalah tempat respon imun utama yang
merupakan saringan terhadap antigen asal darah. Mikroba dalam darah
dibersihkan makrofag dalam limfa dengan cara diikat antibodi
(opsonisasi) dan fagositosit.
b. Kelenjar getah bening
KGB adalah agregat nodular jaringan limfoid yang terletak
sepanjang jalur limfe di seluruh tubuh. Sel dendritik membawa antigen
mikroba dari epitel dan mengantarkannya ke kelenjar getah bening yang
akhirnya dikonsentrasikan di KGB. Dalam KGB terdapat peningkatan
limfosit berupa nodus tempat proliferasi limfosit sebagai respons terhadap
antigen.
c. Skin-Associated Lymphoid Tissue (SALT)
SALT adalah alat tubuh yang berperan dalam sawar fisik terhadap
lingkungan. Kulit berperan dalam pertahanan pejamu, dalam reaksi imun
dan inflamasi lokal.
d. Mucosal-Associated Lymphoid Tissue (MALT)
MALT adalah imunitas lokal pada saluran napas dan saluran cerna.
MALT merupakan agregat jaringan limfoid atau limfosit dekat permukaan
mukosa. Baik antibodi lokal (IgA sekretori) dan sel limfosit berperan
dalam respons imun spesifik. IgA sekretori yang diproduksi disaluran
cerna dapat bereaksi dengan makanan atau alergen lain yang dicerna.
Lapisan epitel mukosa sebagai sawar mekanis, karena pada bagian ini
mikroba dapat masuk.
MALT ditemukan di jaringan mukosa saluran napas bagian atas,
saluran cerna, saluran urogenital dan kelenjar mame berupa jaringan

20

limfoid tanpa kapsul, mengantung sel limfosit dan APC yang mengawali
respons imun terhadapa antigen yang terhirup dan termakan.
i.
Respons imun oral
Ludah mengandung berbagai molekul seperti lisozim dan
IgA sekretori yang melindungi rongga mulut. Sel PMN
(Polimorfonuklear) melindungi jaringan gusi dan periodontium.
Lapisan epiel mukosa adalah sawar mekanis terhadapa
antigen asing dan mikroorganisme. Sistem imun khusus yang
terletak di permukaan epitel, disebut CMIS (Common Mucosal
Immune System). Sistem imun mukosa terdiri atas IgA sekretori
yang diproduksi sel plasma di lamina propria dan kemudian
diangkut

melalui

sel

epitel

dengan

bantuan

reseptor

poliimunoglobulin. Baik sel T-alpha-beta dan T-gamma-(nggak tau


namanya) ditemukan di lapisan mukosa epitel sebagai limfosit
ii.

intraepitel dan di lamina propria mukosa.


Bronchial Associated Lymphoid Tissue (BALT)
Struktur berupa cincin yang berisi nodul disekitar bronkus
dan berhubungan dengan epitel seperti plak sel limfoid. Sel
plasma ditemukan dibawah epitel. Sel-sel BALT memiliki
kemampuan pergantian yang tinggi dan nampaknya tidak
memproduksi IgG. Sel-sel BALT berperan dalam respons terhadap
antigen kuman yang terhirup.

iii.

Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT)


GALT tersebar di mukosa saluran cerna. Secara fungsional,
GALT terdiri atas dua komponen, yang terorganisasi dan yang

iv.

difus.
Microfold cell
Microfold cell atau sel M adalah sel epitel saluran cerna
yang pinositik aktif, berperan dalam mengantarkan kuman dan
bahan makromolekul dari lumen intestinal ke plak Peyer. Sel
memiliki permukaan relatif besar dengan lipatan-lipatan mikro
yang

menempel

pada

mikroorganisme

dan

permukaan

makromolekular.
Penangkapan antigen melewati sawar usus terjadi di
tempat-tempat yang disebut sebagai daerah induktif oleh sel

21

pengankut khusus yang disebut sel M. Sel M memiliki suatu


kantong besar pada membran basolateral yang berisikan limfosit
dan makrofag. Sel mengantarkan antigen dari lumen saluran cerna
ke sel imun yang ditemukan dalam kantong tersebut secara terus
menerus. Limfosit atau makrofag yang menangkap antigen
meninggalkan sel m untuk seterusnya menuju folikel limfoid
v.

setempat.
Tonsil dan plak Peyer
Jaringan limfoid mukosa seperti tonsil faring dan folikel
limfoid yang terisolasi, plak Peyer di usus kecil berperan pada fase
induksi respons imun. Disekitar tenggorok ditemukan 3 golongan
tonsil yaitu tonsil palatina, tonsil lingual, dan tonsil faringeal atau
adenoid yang merupakan cincin jaringan limfoid sekitar faring
yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil faring merupakan folikel
limfoid mukosa yang analog dengan plak Peyer.
Regio sentral plak Peyer diisi sel B. Plak Peyer
mengandung sel CD4+ . Beberapa sel epitel yang menutupi plak
Peyer mengandung sel M yang khusus. Plak Peyer merupakan
tempat sel B prekusor yang dapat mengalihkan produksi IgA. Sel
T naif juga terpajan dengan alergen di plak Peyer dan berkembang
menjadi sel T memori yang kemudian bermigrasi ke mukosa lebih
distal dan tempat-tempat nonmukosal.
Limfosit B dam T di plak Peyer yang antigen rekatif, keluar
melalui eferen limfatik dan bermigrasi ke kelenjar getah bening
mesenterik, lalu ke duktus torasikus dan akhirnya ke pembuluh
darah. Selanjutnya sel-sel tersebut mencari tempat-tempat tertentu
(homing) di berbagai tempat terutama di lamina propria berbagai

vi.

jaringan mukosa saluran cerna.


Sistem imun mukosa difus
Sistem imun mukosa difus terdiri atas limfosit intraepitel
dan limfosit di lamina propria. Limfosit intraepitel ditemukan
dalam epitel mukosa dan diatas lamina propria. Limfosit
intraepitel terbanyak adalah sel T (>90%) yang dapat berupa CD8+
dan CD8-.

22

Fungsi efektor lamina propria adalah sekresi antibodi


terutama IgA yang diproduksi sejumlah besar sel plasma. IgA
diangkut dari lamina propria ke sel epitel melalui reseptor
immunoglobulin polimerik untuk disekresi ke lumen. Lamina
propria mengandung banyak sel CD4+ dan CD8+ , juga sel B,
banyak IgM, dan sedikit IgA. Sel B dapat meningkatkan produksi
IgG dengan cepat (Baratawidjaja and Rengganis, 2014).

2. Pembuluh limfe

Gambar 8. Struktur pembuluh limfe (Junqueira, 2012).


Sistem limfatik terdiri atas jaringan limfatik dan pembuluh
limfatik.Jaringan limfatik adalah jenis jaringan ikat yang mengandung
banyak sel limfosit. Jaringan limfatik didapatkan pada organ organ berikut
ini : thymus, nodus lymphaticus, lien, dan nodulus lymphaticus.jaringan

23

limfatik penting untuk pertahanan imunologik tubuh terhadap bakteri dan


virus.
Pembuluh limf adalah pembuluh yang membantu sistem kadiovaskuler
dalam mengembalikan cairan kedalam darah. Sistem limfatik pada
dasarnya merupakan sistem penyaluran dan tidak memiliki sirkulasi.
Pembuluh limfatikditemukan di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali
sistem saraf pusat, bola mata , telinga dalam , epidermis kulit , cartiilago
dan tulang (Snell, 2012).
Struktur pembuluh limfe serupa dengan vena kecil, tetapi memiliki
lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti rangkaian
petasan atau tasbih. Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih
besar dari kapiler darah dan terdiri hanya atas selapis endotelium.
Pembuluh limfe bermula sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil
atau sebagai rongga-rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ.
Pembuluh limfe khusus di vili usus halus yang berfungsi sebagai absorpsi
lemak (kilomikron), disebut lacteal villi.
Pembuluh limfa berfungsi untuk mengangkut cairan untuk kembali
ke peredaran darah. Limfa sebenarnya merupakan cairan plasma darah
yang merembes keluar dari pembuluh kapiler di sistem peredaran darah
dan kemudian menjadi cairan intersisial ruang antarsel pada jaringan.
Pembuluh limfa dibedakan menjadi, pembuluh limfa kanan (duktus
limfatikus dekster) Pembuluh limfa kanan terbentuk dari cairan limfa yang
berasal dari daerah kepala dan leher bagian kanan, dada kanan, lengan
kanan, jantung dan paru-paru yang terkumpul dalam pembuluh limfa.
Pembuluh limfa kanan bermuara di pembuluh balik (vena) di bawah
selangka kanan.
Pembuluh limfa kiri (duktus limfatikus toraksikus) Pembuluh
limfa kiri disebut juga pembuluh dada. Pembuluh limfa kiri terbentuk dari
cairan limfa yang berasal dari kepala dan leher bagian kiri dan dada kiri,
lengan kiri, dan tubuh bagian bawah. Pembuluh limfa ini bermuara di vena
bagian bawah selangka kiri. Urutan pembuluh yang dilalui oleh cairan
limfe, mulai dari kapiler limfe sampai ductus thoracicus sebagai berikut :

Lymph capillaries

vasa lymphatica

lymph node

24

thoracic duct

Cisterna chyl

vasa lymphatic
cisterna

Peredaran limfa merupakan peredaran yang terbuka. Peredaran ini


dimulai dari jaringan tubuh dalam bentuk cairan jaringan. Cairan jaringan
ini selanjutnya akan masuk ke dalam kapiler limfa. Kemudian kapiler
limfa akan bergabung dengan kapiler limfa yang membentuk pembuluh
limfa yang lebih besar dan akhirnya bergabung menjadi pembuluh limfa
besar yaitu pembuluh limfa kanan dan kiri. Kurang lebih 100 mil cairan
limfa akan dialirkan oleh pembuluh limfa menuju vena dan dikembalikan
ke dalam darah (Guyton, 2012).

Gambar 9. Struktur jaringan limfoid (Sherwood, 2012).

25

Gambar 10. Struktur mikroskopis sistem limfatik (Eroschenko, 2010).


Histologi dari sistem pembuluh limfe, selain pembuluh darah
manusia juga memepunyai sistem saluran yang berlapiskan endotel dengan
dinding tipis yang menampung cairan dari ruang-ruang jaringan dan
mengembalikannya ke dalam darah. Cairan ini di sebut limfe dan berbeda
dengan darah. Cairan limfe hanya mengalir dalam satu arah, yaitu kea rah
jantung. Kapiler pembuluh darah berasal dari berbagai jaringan sebagai
pembuluh buntu dan halus yang terdiri atas selapis endotel dan lamina
basal yang tidak utuh. Kapiler limfe dipertahankan agar tetap terbuka oleh
sejumlah besar mikrofibril dari sistem serabut elastin, yang juga
mengikatnya secara erat pada jarigan ikat di sekitarnya. Pembuluh limfe
yang lebih besar memiliki struktur mirip dengan vena, kecuali dindingnya
yang labih tipis dan lapisan-lapisan dengan batas yang tidak jelasantar
tunica. Pembulu limfe memiliki bnyak katup internal yang membentuk
pelebaran dan tampak nodular, atau bermanik-manik diantara katup.
Sirkulasi limfe di bantu oleh daya yang berasal dari luar dan aliran limfe
satu arah terutama merupakan hasil dari banyak katup. Kontraksi otot
polos dalam dinding pembuluh limfe yang lebih besar juga membantu
mendorong cairan limfe kearah jantung. Pada lapisan media berkas otot

26

tersususn memanjang dan melingkar dengan serat longitudinal yang


mendominasi. Tunica adventia relatif kurang berkembang baik, tetapi
mengandung vasa vasorum dan suatu jejaring saraf (Junqueira, 2012).
3. Cairan limfe

Gambar 11. Aliran Limfe (Sherwood, 2012).


Limf adalah nama yang diberikan untuk cairan jaringan yang
masuk dalam pembuluh limf. Kapiler limf adalah anyaman pembuluhpembuluh halus yang mengalirkan limf dari jaringan. Kapiler limf
selanjutnya mengalirkan limf kepembuluh limf kecil yang akan bergabung
membentuk pembuluh limf besar. Pembuluh limf berbentuk tasbih karena
banyakan katup yang terdapat sepanjang perjalannya.
Sebelum limf masuk kealiran darah, cairan ini melalui paling
sedikit satu kelenjar limf, bahkan seringkali lebih dari satu . pembuluh
limf yang membawa limf ke kelenjar limf dinamakan pembuluh aferen.
Pembuluh limfe yang membawa keluar dari kelenjar disebut pembuluh
eferen. Limf memasuki aliran darah yang dianamakan ductus limfaticus
dexter dan ductus thoracicus (Snell. 2012 ).
- Penyerapan dan aliran limfe
Pembuluh-pembuluh limfe halus dan buntu yang dikenal sebagai
pembuluh life awal merambah hampir semua jaringan di tubuh. Sel-sel
endotel yang membentuk dinding pembuluh limfe awal sedikit
tumpang tindih seperti genteng di atap, dengan tepi-tepi yang tumpag
tindih berada bebas dantidak mengikat sel sekitar. Susunan ini
membentuk lubang mirip katup satu arah di dinding pembuluh.

27

Tekanan cairan di bagian luar pembuluh mendorong masuk tepi-tepi


paling dalam dari sepasang tepi yang tumpang tindih, menciptakan
celah antara tepi-tepi (yaitu, lubang katup). Lubang ini memungkinkan
cairan interstitial masuk. Setelah masuk ke pembuluh limfe, cairan
interstitium dinamai cairan limfe. Tekanan cairan di bagian dalam
mendorong tepi-tepi yang tumpang tindih saling mendekat, menutup
katup sehingga cairan limfe tidak keluar. Lubang pembuluh limfe
mirip katup ini berukuran jauh lebih besar di bandingkan pori kapiler
darah. Karena itu, partikel besar di cairan interstitium, misalnya
protein plasma yang keluar ddan bakteri , dapat memperoleh akses ke
pembuluh limfe awal tetapi tidak dapat masuk ke kapiler darah.
(Sherwood L, 2011)
Pembuluh-pembuluh

limfe

awal

kemudian

menyatu

untuk

membentuk pembuluh limfe yang semakin besar, yang akhirnya


bermuara kedalam sistem vena dekat tempat masuknya darah ke atrium
kanan. Karen tidak terdapat jantung limfe yang menghasilkan
tekanan pendorong maka banyak pertanyaan bagaimana limfe
diarahkan dari jaringan menuju sistem vena di rongga toraks. Aliran
limfe terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, pembuluh limfe setelah
pembuluh limfe awal di kelilingi otot polos, yang berkontraksi secara
ritmis akibat aktivitas miogenik. Ketika teregang karena pembuluh
terisi cairan limfe, otot tersebut secara inheren berkontraksi lebih kuat,
mendorong cairan limfe didalam pembuluh. pompa limfe intrinsik
ini adalah kekuatan utama yang mendorong limfe.
Stimulasi otot polos limfe oleh sistem simpatis meningkatkan
aktivitas pemompaan pembuluh limfe, kedua, karena pembuluh limfe
terletak diantara otot-otot rangka maka kontraksi otot-otot ini memeras
limfe keluar dari pembuluh.
Katup-katup satu arah yang terletak di pembuluh limfe mengarahkan
aliran limfe menuju pintu keluarnya di vena dada. (Sherwood, L.
2011).
Cairan limfe berasal dari cairan intertisial yang mengalir ke dalam
sistem limfatik. Oleh karena itu cairan limfe yang memasuki pembuluh
limfe terminal mempunyai komposisi yang hampir sama dengan

28

komposisi cairan intertisial. Konsentrasi protein dalam cairan intertisial di


sebagian besar jaringan rerata 2 g/dl, dan konsentrasi protein cairan limfe
yang mengalir dari jaringan tersebut mendekati nilai ini atau lebih
pekat.Sebaliknya cairan limfe yang terbentuk dalam hati mempunyai
konsentrasi protein 6gr/100mldan limfa yang terbentuk dalam usus
mempunyai konsentrasi protein 3-5gr/100ml, lebih dari separuh limfe
berasal dari hati dan usus maka cairan limfe duktus torasikus merupakan
campuran dari semua daerah tubuh dan mempunyai konsentrasi protein
sebesar 3-5gr/100ml. Cairan limfe mengandung sel-sel darah putih yang
berfungsi mematikan kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Cairan
ini keluar dari pembuluh darah dan mengisi ruang antarsel sehingga
membasahi seluruh jaringan tubuh (Guyton, 2012).
3. Bagaimana mekanisme dasar sistem imun?
A. Respon imun selular
Sistem imun seluler adalah sistem imun yang diperantarai oleh sel.
Kemampuan
terutama

memberikan respons

dimiliki

embrionik, prekursor

oleh
sel

terhadap

sel-sel limfoid.
darah

stimulus imunologi
Selama perkembangan

ditemukan dalam

hati fetus

dan

jaringan lain pada masa post neunatal, sel stem terletak di dalam
sumsum tulang. Sel stem dapat berdiferensiasi dengan beberapa cara.
Dalam hati dan sumsum tulang, sel stem dapat berdiferensiasi menjadi
sel-sel rangkaian sel darah merah atau sel-sel rangkaian limfoid. Sel
stem limfoid berkembang menjadi dua populasi limfosit utama, sel B
dan sel T.(Jawetz, 2004)
Banyak mikroorganisme

yang

hidup

dan

berkembangbiak

intraselular, antara lain virus dan mikroba intraseluler seperti Mtuberkulosa yang hidup dalam makrofag sehingga sulit dijangkau oleh
antibodi. Untuk melawan mikroorganisme intraselular bersangkutan
diperlukan respon imun selular yang merupakan fungsi limfosit T. ada dua
cara untuk menyingkirkan mikroorganisme intraselular ini. Sel terinfeksi
dapat dibunuh melalui sistem efektor ekstraseluler, misalnya oleh sel T
sitotoksin, atau sel terinfeksi diaktivasi agar mampu membunuh

29

mikroorganisme yang menginfeksinya. Sub populasi sel T yang disebut sel


T helper (Th) akan mengenali mikroorganisme atau antigen bersangkutan
yang terdapat pada sel makrofag atau sel yang terinfeksi melalui reseptor
TCR dan molekul MHC kelas II. Sinyal yang diterima dari sel terinfeksi
ini meginduksi limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin,
termasuk diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag
menghancurkan mikroorganisme tersebut. Sub populasi limfosit T lain
yang disebutsel T-sitotoksik (Tc) juga berfungsi menghancurkan
mikroorganisme intraseluler yang disajikan melalui atau bersama-sama
dengan MHC kelas I dengan cara kontak langsung antar-sel (cell to cell
contact). Selain menghancurkan mikroorganisme secara langsung, sel T
sitotoksik juga menghasilkan y interferon yang mencegah penyebaran
mikroorganisme ke sel-sel yang lain. Respon imun seluler juga merupakan
mekanisme utama dalam pertahanan tubuh terhadap tumor.
a. Sel B
Sel B adalah limfosit yang berkembang dalam sumsum tulang
mamalia. Pada

burung,

sel

tersebut

berkembang dalam

bursa

Fabricius, suatu usus tambahan. Sel Bmenyusun kembali gen-gen


imunoglobulinnya dan mengekspresikan suatu reseptor unik untuk
antigen dipermukaan selnya. Kemudian, sel ini bermigrasi ke
organIimfoid sekunder-misalnya, limpa dan bila bertemu antigen, sel
ini

dapat

diaktifkan

menjadi

sel plasma yang

menyekresikan

antibodi (Jawetz, 2014).


Pada respons imun yang diperantarai sel, kompleks antigenMlHC kelas II dikenali oleh limfosit T pembantu (CD4), sementara
kompleks antigen-MHC kelas I dikenali oleh limfosit T sitotoksik
(CD8). Setiap kelassel T menghasilkan sitokin, menjadi aktif, dan
berkembangbiak dengan cara proliferasi klonal. Aktivitas sel T
pembantu, selain rnerangsang sel Buntuk menghasilkan antibodi,
membantu terjadinya hipersensitivitas

tipe

lambat

dan dengan

demikian juga berperan dalam pertahanan tubuh melawan agen-agen


intraselular, termasuk bakteri intrasel (misal, mikobakteri),fungi,
protozoa, dan virus. Aktivitas se1 T sitotoksik terutama ditujukan

30

untuk destruksi sel pada tandur jaringan, sel-sel tumor, atau sel-sel
yang terinfeksi oleh beberapa virus. Oleh karena itu, sel T terutama
digunakan untuk mengaktiflkan respons sel B dan melawan patogen
intraselular (Jawetz, 2014).
b. Sel T
Sel T adalah limfosit yang memerlukan maturasi dalamtimus
dah membentuk beberapa subkelas dengan fungsi spesifik. Sel-sel
tersebut merupakan sumber imunitas selular. Beberapa sel limfositik
(misal, sel pembunuh alami) tidak memiliki ciri sel B atau T tetapi
mempunyai peran imunologi yang signifikan.
Di dalam timus, sel-sel progenitor sel T mengalami diferensiasi
(di bawah pengaruh hormon timus) menjadi sub populasi sel T.
Banyak yang telah dipelajari mengenai proses tersebut dalam tahuntahun belakangan ini, danpembaca dianjurkan membaca teks khusus
untuk mendapatkan

penjelasan

yang lebih

detail. Sel-sel T

berdiferensiasi dalam timus menjadi sel-sel yang mengekspresikan


reseptor sel T spesifik dan positif untuk ekspresi molekul reseptor
CD4 maupun CD8. Setelah berdiferensiasi dalam timus, sel-sel T
mengalami proses pemilihan positif dan negatif sehingga hanya selsel

denganreseptor

antigen

yang

paling

berguna yang

akan

disimpan,yaitu, sel T yang bersifat spesifik untuk antigen nonselfdan


terbatas

pada

potensial akan

MHC

self

dihilangkan

Klon-klon
atau

yang merupakan antiself

fungsinya diinaktifkan

(dibuat

anergi). Proses seleksi ini menyebabkan sekitar 9570 timosit mati


dalam timus.Hanya

sedikit

sel

T yang

berkembang

dan

mengekspresikan reseptor yang sesuai. Sel inilah yang disimpan


dandikeluarkan ke perifer tempat sel-sel matur menjadi selsel T
yang efektif (Jawetz, 2004).
- Fungsi regulator sel CD4
Sel-sel CD4 terutama terdapat pada medula timus, tonsil dan
darah, membentuk sekitar 65% dari seluruh limfosit T yang beredar.
Sel CD4 memiiki 4 fungsi utama: (1) sel CD4 memiliki fungsi
regulatorik yang mengaitkan sistem monosit-makrofag ke sistem
limfoid; (2) sel CD4 berinteraksi dengan APC untuk mengendalikan

31

pembentukan imunoglobin; (3) sel CD4 menghasilkan sitokin-sitokin


yang memungkinkan sel CD4 dan CD8 tumbuh, dan (4) sel CD4
berkembang menjadi sel pengingat.
Salah satu fungsi regulatorik esensial pada sel CD4 adalah
perannya mengaitkan sistem monosit-makrif (sistem pertahanan tubuh
yang mengandung SDP fagositik seperti monosit dan makrofag)
dengan sistem limfoid. Apabila makrofag menelan suatu imunogen
misalnua bakteri, maka makrofag tersebut akan menguraikan
-

imunogen (Price&Wilson, 2012).


Fungsi efektor sel CD8
Limfosit CD8, yang ditemukan terutama di sumsum tulang dan
GALT, membentuk sekitar 35% dari seluruh limfosit T yang beredar.
Sel-sel CD8 melakukan dua fungsi efektor utama: hiperensitivitas tipe
lambat dan sitotoksisitas. Hipersensitivitas tipe lambat terjaadi saat
imunogen organisme intrasel seperti fungus atau mikrobakteri

menimbulkan suatu respons alergi (Price&Wilson, 2012).


B. Respon imun humoral
Respon imun humoral dilaksanakan oleh sel B dan produknya,
yaitu antibody, dan berfungsi dalam pertahanan terhadap mikroba
ekstraseluler. Respon imun diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi
satu populasi (klon) sel plasma yang memproduksi dan melepaskan
antibody spesifik kedalam darah. Pada respon humoral juga berlaku respon
primer yang membentuk klon sel B memory. Setiap klon limfosit
diprogramkan untuk memproduksi satu jenis antibody spesifik terhadap
antigen tertentu (clonal selection) . Antibodi ini berikatan dengan antigen
membentuk

kompleks

antigen-antibodi

yang

dapat

mengaktivasi

komplemen dan dapat mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Supaya


limfosit B berdiferensiasi dan membentuk anti bodi diperlukan bantuan
limfosit TH yang atas sinyal diberikan oleh makrofag, merangsang sel B
untuk memproduksi antibodi. Selain olehsel Th, produksi antibody
seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Pada kejadian pertemuan kedua dengan antigen yang sama(atau
antigen

"reaksi

silang"

yang

terkait

erat)

berbulan-bulan

atau

bertahun-tahun setelah respons primer, respons antibodi akan lebih

32

cepat terbentuk dan meningkat sampaikadar yang lebih tinggi daripada


respons-primer.

Perubahan

denganpersistensi "sel-sel

respons
memori"

yang

tersebut
sensitif

dihubungkan
antigen

setelah

respons imun pertama. Pada respons sekunder, jumiah IgM yang


dihasiikan secara kualitatif sama dengan yangdihasilkan setelah kontak
pertama dengan antigen; namun, IgG yang dihasilkan jauh lebih
banyak, dan kadar IgC cenderung menetap lebih lama dibandingkan
dengan respons primer. Dan lagi, antibodi tersebut cenderungmengikat
antigen lebih kuat (yaitu, dengan afinitas yang lebih tinggi) sehingga
lebih sulit berdisosiasi. Imunoglobulin memiliki kelas-kelas teretentu,
diantaranya yaitu:
a. lgG
Setiap molekul IgG terdiri dari dua rantai L dan duarantai H
yang

dihubungkan oleh ikatan disulfida (rumus molekul H 2L2).

Karena mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang identik,


imunoglobulin ini disebut divalen. Terdapat empat subkelas (IgGl
sampai IgG4), berdasarkan perbedaan antigenik pada rantai H dan
jumlah serta lokasi ikatan disulfida. IgG1 mencakup 65% dari IgG
total IgG2 digunakan

untuk

melawan

mungkin merupakan

pertahanan

antigen polisakarida

dan

pejamu yang penting terhadap

bakteri berkapsul. IgG adalah antibodi yang dominan pada respons


sekunder dan merupakan pertahanan penting terhadap bakteri dan
virus. IgG merupakan satu-satunya antibodi yang dapat melewati
plasenta dan dengan demikian merupakan imunoglobulin terbanyak
pada bayi baru lahir.
b. lgM
IgM adalah imunoglobulin utama yang dihasilkan pada awal
respons imun primer. IgM terdapat pada hampir semua permukaan
sel B tak terikat. IgM terdiri dari lima unit H 2L2, (masing-masing
serupa dengan satu unit IgG) dan satu molekul rantai J (joining).
Pentamer(BM 900.000) mempunyai total sepuluh tempat pengikat
antigen yang identik dan dengan demikian bervalensi 10. IgM
merupakan

imunoglobulin

yang

paling efisien pada aglutinasi,

fiksasi komplemen dan reaksi antigen-antibodi lainnya serta penting

33

pada pertahanan melawan bakteridan virus. Imunoglobulin tersebut


dapat dihasilkan oleh janin yang mengalami inflamasi. Karena
interaksinya dengan antigen dapat melibatkan kesepuluh tempat
pengikatan, imunoglobulin tersebut paling sering bereaksi di antara
semua imunoglobulin.
c. lgA
IgA merupakan imunoglobulin utama dalam sekresi seperti
susu saliva, dan air

mata serta pada sekresi

saluran pernapasan,

pencernaan, dan genital. IgA melindungi selaput lendir dari serangan


bakteri dan virus. Setiap molekul IgA sekretoris (BM 400.000)
terdiri dari dua unit H2L2, dan satu molekul rantai J dankomponen
sekretoris. Komponen sekretoris adalah suatu protein yang berasal
dari pemecahan reseptor poli-Ig.Reseptor tersebut berikatan dengan
dimer

IgA

dan mempermudah

transpornya

melewati sel-sel

epitelmukosa. Beberapa IgA terdapat dalam serum sebagai suatu


monomer HrL, ('BM 170.000). Terdapat sekurang kurangnya dua sub
kelas, IgAl dan igA2. Beberapa bakteri (misalnya, Neisseriae) dapat
menghancurkan IgAl dengan cara menghasilkan suatu protease
sehingga dapat mengatasi resistansi yang diperantarai antibodi pada
permukaan mukosa.
d. lgE
Regio Fc pada IgE berikatan dengan reseptor dipermukaan sel
mast dan eosinofil. IgE yang terikat tersebut bekerja sebagai suatu
reseptor
kompleks

untuk

antigen

yang merangsang

antigen-antibodi yang

terbentuk

produksinya,

dan

mencetuskan respons

alergik tipe segera (anafilaktik) melalui pelepasan mediator. Pada


orang-orang dengan hipersensitivitas
antibodi,

konsentrasi

IgE

alergik

meningkat

tajam,

yang

diperantarai

dan IgE

dapat

ditemukan pada sekresi eksternal. IgE serum juga meningkat secara


khas selama infeksi cacing
e. IgD
IgD bekerja sebagai suatu reseptor antigenpada permukaan
limfosit

B tertentu.

Di dalam serum hanya terdapat sedikit IgD

(Jawetz, 2014).
C. Interaksi antara respon imun selular dengan homoral

34

Salah satu interkasi antara respon imunselular dengan humoral


adalah interaksi yang disebut antibody independent cell mediated
cytotoxicity (ADCC). Istilah ini diberikan karena sitolisis baru terjadi bila
dibantu oleh anti bodi. Dalam hal ini antibody berfungsi melapisi antigen
sasaran (opsonisasi), sehingga sel NK (natural killer) yang mempunyai
reseptor terhadap fragmen Fc antibody tersebut dapat melekat pada sel
atau antigen sasaran. Pengikatan sel NK melalui reseptornya pada
kompleks antigen-antibodi mengakibatkan sel NK dapat menghancurkan
sel sasaran. Penghancuran sel sasaran itu terjadi melalui pelepasan
berbagai enzim, sitolisin, reactive oxygen intermediates dansitokin,
langsung pada sel sasaran. Respons imun dapat berupa bawaan
(nonadaptif) atau adaptif (didapat)
a. Imunitas bawaan
Imunitas bawaan adalah kekebalan yang sudah ada dan buka
didapat melalui kontak dengan suatu entitas bukan diri (asing) yang
dikenal sebagai antigen. Sifatnya nonspesifik dan termasuk sawar
terhadap agen infeksius, misalnya kulit dan membran mukosa, sel
fagosit, mediator inflamasi, dan komponen komplemen (Jawetz,
2014).
- Mekanisme imunitas bawaan
Sawar fisiologis pada pintu masuk
a. Kulit
Sedikit mikroorganisme yang mampu menembus kulit utuh,
tetapi banyak yang dapat memasuki kelenjar keringat atau
kelenjar sebasea dan folikel rambut serta bertahan di tempat
tersebut. Sekresi keringan dan minyak-minyak mempunyai pH
asam dan at kimia tertentu (terutama asam lemak) memiliki
sifat antimikroba yang cenderung mengeliminasi organisme
patogen. Lisozim, suatu enzim yang melarutkan beberapa
dinding sel bakteri, terdapat pada kulit dan dapatmemberikan
perlindungan terhadap beberapa mikroorganisme. Lisozim juga
terdapat di air mata dan sekret saluran napas serta sekret
serviks.

35

Kulit menghasilkan sejumlh agen antimikroba, termasuk


sebuah protein dengan sifat antimikrobayang dikenal sebagai
psoriasin (Jawetz, 2014).
b. Membran mukosa
Pada saluran napas, lapisan tipis mukosa menutupi
permukaan dan terus-menerus didorong keatas oleh sel-sel
bersilia menuju lubang-lubang pengeluaran alami. Bakteri
cenderung menempel pada lapisan tipis ini. Selain itu, mukus
dan air mata mengandung lisozim dan zat lainnya yang bersifat
antimikroba.

Untuk

beberapa

mikroorganisme,

langkah

pertama dalam infeksi adalah pelekatan pada sel epitel


permukaan melalui protein permukaan bakteri yang berisfta
adhesif (misal pili pada gonokok dan Escheria coli). Jika selsel ini mempunyai antibodi ig-A pada permukaannya suatu
mekanisme

resistensi

pejamu-perlekatan

dapat

dicegah.

(organisme dapat mengatasi mekanisme resistensi ini dengan


memecah antibodi menggunakan suatu protease) (Jawetz,
2014).
Ketika organisme memasuki tubu melalui membran
mukosa, organisme tersebut cenderung dimakan oleh fagosit
dan dibawa ke pembuluh limfe regional yang selanjutnya
membawa organisme ke kelenjar limfe. Fagosit berperan
sebagai sawar terhadap penyebaran leoh lanjut sejumlah besar
bakteri. Aparatus mukosiliar untuk mengeluarkan bakteri pada
saluran napas dibantu oleh makrofag paru. Mekanisme
protekstif khusus dalam saluran apas meliputi rambut pada
lubang hidung serta refleks batuk yang mencegah aspirasi
(Jawetz, 2014).
Pada saluran

cerna,

beberapa

sistem

berfungsi

mengnaktivasi bakteri; air liur mengandung banyak enzim


hidrolitik; keasaman lambung membunuh banyak bakteri yang
masuk, dan usus halus mengandung banyak enzim proteoliitik
dan makrofag aktif (Jawetz, 2014).

36

Fakta bahwa sebagian membran mukosa tubuh mempunyai


flora mikroba normal yang konstan dan keberadaannya
membunuh mikroorganisme patogen (interferensi bakteri)
serta mempunyai fungsi fisiologis yang penting, harus selalu
b.

diingat (Jawetz, 2014).


Imunitas adaptif
Imunitas adaptif, yang timbul sesudah pemaparan pada suatu
antigen (misal, agen infeksius) bersifat spesifik dan diperantarai oleh
antibodi maupun limfosit. Imunitas ini dapat pasif maupun aktif
(Jawetz, 2014).
1. Imunitas pasif
Imunitas pasif dibawa melalui antibodi dan limfosit yang
sebelumnya dibentuk pada pejamu lain. Pemberian antibodi secara
pasif (dalam antiserum) terhadap virus tertentu (misal hepatitis B)
dapat berguna selama masa inkubasi untuk membatasi multiplikasi
virus, contohnya sesudah cedera jarum suntik pada orang yang
belum vaksinasi. Keuntungan utama imunitas pasif dengan
antibodi yang telah dibentuk adalah tersedianya sejumlah besar
antibodi dalam waktu singkat, kerugiannya adalah masa hidup
yang singkat antibodi-antibodi ini dan kemungkinan reaksi
hipersensitivitas pada pemberian antibodi (imunoglobin) dari
spesies lain (Jawetz, 2014).
2. Imunitas aktif
Imunitas aktif diinduksi sesudah kontak dengan antigen
asing (misal, mikroorganisme atau produknya). Kontak ini meliputi
infeksi klinis atau subklinis, imunisasi dengan agen infeksius yang
hidup atau mati ataupun antigennya, paparan pada produk mikroba
(misal toksin, toksoid) atau transplantasi sel-sel asing. Dalam
semua contoh tersebut, pejamu secara aktif menghasilkan antibodi,
dan limfosit mendapatkan kemampuan umtuk bereaksi terhadap
antigen. Keuntungan imunitas aktif termasuk perlindungan jangka
panjang (berdasarkan ingatan atas kontak sebelumnya dengan
antigen serta kapasitas untuk bereaksi lebih cepat dan dalam
jangkauan yang lebih bsdar pada kontak selanjutnya dengan

37

antigen yang sama), kerugiannya meliputi onset proteksi yang


lambat serta perlunya kontak lama atau berulang dengan antigen
(Jawetz, 2014).

Daftar Pustaka
Baratawidjaja, K G. 2014. Imunologi Dasar FK UI Edisi XI. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

38

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi Difiore dengn Korelasi Fungsional


Edisi 11. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C dan Hall John. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Jawetz, Melnick dan Adelberg. 2014. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Jakarta:
EGC.
Mescher, Anthony L. 2012. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas Edisi 12.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Snell, R S. 2012. Anatomi Klinik Dasar Untuk MAhasiswa Kedokteran. EGC.
Jakarta.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Interna
Publishing: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai