Anda di halaman 1dari 4

Chrysnawati Yuel P

1701368724
LA64

1. 4 Fase human sexual response, menurut Master dan Johnson


-

Fase Perangsangan
Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau
psikis. Kadang fase perangsangan ini berlangsung singkat, segera masuk ke fase
plateau. pada saat yang lain terjadi lambat dan berlangsung bertahap memerlukan
waktu yang lebih lama.Pemacu dapat ber asal dari rangsangan erotik maupun non
erotik, seperti pandangan, suara, bau, lamunan, pikiran, dan mimpi.Kenikmatan
seksual subjektif dan tanda-tanda fisiologis keterangsangan seksual.

Fase Plateau
Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum
mencapai ambang batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme (periode singkat
sebelum orgasme).

Fase Orgasme
Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan psikologik
dalam aktivitas seks sebagai akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual
(sexual tension) setelah terjadi fase rangsangan yang memuncak pada fase plateau.
Pada laki-laki, perasaan akan mengalami ejakulasi yang tak terhindarkan yang
diikuti dengan ejakulasi; pada perempuan, kontraksi di dinding sepertiga bagian
bawah vagina.

Fase Resolusi
Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan luar alat kelamin
yang telah terjadi akan kembali ke keadaan asal. Menurunnya keterangsangan pascaorgasme (terutama pada laki-laki). Sehingga adanya hambatan atau gangguan pada
salah satu siklus respon seksual diatas dapat menyebabkan terjadinya disfungsi
seksual.

2. Pembagian Sexual Dysfunction


-

Disfungsi seksual itu sendiri merupakan kondisi di mana fungsi seksual dalam tubuh
seseorang sudah mulai melemah. Kondisi itu dapat terjadi ketika kita masih muda,
maupun pada usia lanjut karena kondisi fisik dan mental yang semakin berkurang.
Kondisi disfungsi seksual dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria dapat
berupa hiposeksualitas (hasrat seks yang berkurang), impotensia (kemampuan ereksi
berkurang atau tidak mampu sama sekali), ejakulasi dini, dan anorgosmia (tidak dapat
orgasme). Sedangkan pada wanita, disfungsi seksual dapat berupa hiposeksualitas
(hasrat seks berkurang), frigiditas (dingin terhadap seks atau tidak bergairah sama
sekali), fobio seksualis (takut dan muak pada hubungan seksual), vaginismus,
disparuenia (nyeri saat berhubungan), dan anorgasmia (tidak dapat organsme).
Disfungsi seksual disebabkan oleh berbagai gangguan dan penyakit, baik fisik
maupun mental. Penyakit fisik yang menyebabkan disfungsi seksual adalah diabetes
mellitus (kencing manis), anemia, kurang gizi, penyakit kelamin, penyakit otak dan
sumsum tulang, akibat operasi prostat pada pria, tumor atau kanker rahim pada
wanita, menurunnya hormon (pada pria maupun wanita), akibat pembedahan indung
telur, penggunaan narkoba, obat penenang, alkohol, dan rokok. Sedangkan penyakit
mental yang menyebabkan disfungsi seksual adalah psikosis, schizoprenia, neurosis
cemas, histerik, obsesif-kompulsif, depresif, fobia, gangguan kepribadian atau psikoseksual, serta retardasi mental dan gangguan intelegensia.

3. Praphilia :
- Paraphilia berasal dari bahasa Yunani, para berarti "di samping" dan philia berarti
"cinta". Definisi mengenai paraphilia menjelaskan sebagai kondisi yang ditandai
dorongan, fantasi, atau perilaku seksual yang berulang dan intensif, yang melibatkan
objek, aktivitas atau situasi yang tidak biasa dan menimbulkan keadaan distress (stres
yang berbahaya) yang meyakinkan secara klinis atau kerusakan dalam masyarakat,
pekerjaan atau area fungsi-fungsi lainnya.

Paraphilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap


objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Fantasi,
doronganm atau perilaku harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan
menyebabkan distress. Seseorang dapat memiliki perilaku, fantasi, dan dorongan
seperti yang dimiliki seorang paraphilia namun tidak didiagnosis menderita paraphilia
jika fantasi atau perilaku tersebut tidak berulang atau bila tidak mengalami distress

karenanya.
Contoh dari Paraphilia:
Seorang kakek-kakek yang berumur, tega melakukan hubungan seksual dengan anak

tetangga nya sendiri, hal ini bisa disebut dengan Pedofilia


Seorang remaja laki-laki, sering melakukan hal yang menyimpang yaitu mengintip
tetangganya yang sedang mandi di wc umum, hal ini biasa disebut dengan
Voyeurisme

4. Etiologi Paraphilia dari sudut pandang Behaviorism


5. parafilia terjadi karena pengondisian klasik yang secara tidak sengaja
menghubungkan gairah seksual dengan sekelompok stimuli yang oleh masyarakat
dianggap sebagai stimuli tidak tepat. Meskipun jarang disebutkan dalam literature
terapi perilaku, teori ini pertama kali dikemukakan dalam laporan Kinsey yang
terkenal mengenai perilaku seksual laki-laki dan perempuan Amerika.
6.
7. Sebagian besar teori behavioral dan kognitif mengenai parafilia yang ada saat bersifat
multidimensional dan berpendapat bahwa parafilia terjadi bila sejumlah fakta terdapat
dalam diri individu. Riwayat masa kanak-kanak individu yang mengidap parafilia
mengungkap bahwa sering kali mereka sendiri merupakan korban pelecehan fisik dan
seksual dan dibesarkan dalam keluarga dimana hubungan orang tua-anak mengalami
gangguan. Pengalaman harga diri tersebut dapat berkontribusi besar terhadap
rendahnya tingkat keterampilan social dan harga diri, rasa kesepian, dan terbatasnya
hubungan intim yang sering terjadi pada para pengidap parafilia. Di sisi lain, banyak
fakta bahwa banyak pedofil dan eksibisionis memiliki hubungan social-seksual yang
wajar mengindikasikan bahwa masalah ini lebih kompleks dari sekedar disebabkan
oleh tidak tersedianya sumber seks yang tidak menyimpang. Lebih jauh lagi,
keyakinan luasnya bahwa pelecehan seksual dim as kanak-kanak memicu seseorang
memiliki perilaku parafilik setelah dewasa perlu dikoreksi berdasarkan penelitian
yang menunjukkan bahwa kurang dari sepertiga penjahat seks berusia dewasa yang
mengalami pelecehan seksual sebelum mereka berusia 18 tahun.
8.
9. Hubungan orang tua-anak yang menyimpang juga dapat memicu permusuhan atau
sikap negative pada umumnya dan kurangnya empati terhadap perempuan, yang dapat

meningkatkan kemungkinan untuk menyakiti perempuan. Alkohol dan efek negative


sering kali merupakan pemicu tindakan pedofilia, voyeurism, dan eksibisionisme. Hal
ini sejalan dengan pengetahuan kita tentang efek alkohol yang menghilangkan
berbagai hambatan. Aktivitas seksual menyimpang, seperti halnya penggunaan
alkohol, dapat menjadi alat untuk melepaskan diri dari afek negative.
10.
-

Anda mungkin juga menyukai