Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam menunjang proses
kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal, kompartemen dari
cairan amnion menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan
berkembang. Tanpa cairan amnion rahim akan mengerut dan menekan janin, pada
kasuskasus dimana tejadi kebocoran cairan amnion pada awal trimester pertama
janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distorsi muka, reduksi tungkai
dan cacat dinding perut akibat kompresi rahim1-4
Menjelang pertengahan kehamilan cairan amnion menjadi semakin
penting untuk perkembangan dan pertumbuhan janin, antara lain perkembangan
paru-parunya, bila tidak ada cairan amnion yang memadai selama pertengahan
kehamilan janin akan sering disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin. Cairan ini
mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan
bakteri yang memiliki potensi patogen. 1,2,3,5,6
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus bertindak
sebagai medium protektif pada janin untuk memantu dilatasi servik. Selain itu
cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu.
Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin
yang diekskresikan ke dalam cairan amnion.
Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat
adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin
dengan melakukan kultur sel atau melakukan spektrometer. Jadi Cairan amnion
memegang peranan yang cukup penting dalam proses kehamilan dan persalinan.
1,2

Persalinan prematur adalah masalah utama dalam bidang obstetrik saat ini,
yang bertanggung jawab kepada 70 persen

kematian perinatal dan hampir

setengah morbiditas neurologis jangka panjang. Sekitar 10 persen dari seluruh


kelahiran adalah prematur, tetapi sebagian besar penyakit yang berat dan kematian

dikonsentrasikan pada 1 2 persen infan yang lahir dengan usia kehamilan kurang
dari 32 minggu dan berat badannya kurang dari 1500 gram. Diperkirakan 20
persen kelahiran prematur merupakan hasil dari keputusan dokter untuk
melakukan persalinan atas dasar indikasi ibu atau janin dan sisanya mengikuti
onset persalinan spontan atau ketuban pecah dini. Angka persalinan prematur
tidak berkurang dalam beberapa dekade terakhir, tetapi angka harapan hidup infan
yang lahir prematur meningkat, sehingga 80% infan yang beratnya 5001000
gram selamat saat ini. namun persentase yang selamat dengan

kecacatan

mengalami sedikit perubahan sehingga jumlah absolut infan prematur yang


selamat dengan kecacatan meningkat.
Persalinan prematur mungkin terjadi dalam hubungannya dengan
leukositosis cairan amnion atau korioamnion yang telah lama dikenal. Bukti
mikrobiologis penting yang pertama terkait infeksi intrauterus sebelum ketuban
pecah menjadi persalinan prematur hanya ditampilkan pada akhir tahun 1970an,
ketika bakteri dikultur dari cairan amnion 7 dari 10 wanita dalam persalinan
prematur yang memiliki ketuban yang intak. Bukti yang berkembang dalam dua
dekade terakhir terkait infeksi intrauterin dan persalinan prematur.

BAB II

STATUS PASIEN
2.1 IDENTIFIKASI
Nama

: Ny. DA

Umur

: 18 tahun

Pendidikan Terakhir : SLTA Tamat


Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Bali makmur, dusun 01 desa merah mata


Banyuasin I

Agama

: Islam

Status

: Menikah

MRS

: 12 Oktober 2015, 18.00 WIB

No. RM

: 916928

2.2

ANAMNESIS

2.2.1

KeluhanUtama
Hamil cukup bulan dengan keluar air-air

2.2.2

Riwayat Perjalanan Penyakit


+ 4 jam SMRS, os mengeluh keluar air-air, jernih, bau (-),
banyaknya 3 kali ganti pembalut. Os mengeluh perut mulas yang
menjalar ke pinggang makin lama main kuat (+). R/ keluar darah dan
lendir (+), lalu os ke Bidan dan dirrujuk ke RSMH. R/ keputihan (-), R/
postcoital (+) 8 jam sebelum keluar air-air, R/ Trauma (-), R/ diurut urut
(-), R/ minum jamu atau obat-obatan (-), R/demam (-). Os mengaku
hamil cukup bulan dan gerakan anak masih diraskan.
Riwayat Perkawinan

: 1 x lamanya 1 tahun.

Riwayat Reproduksi

: Menarche umur 12 tahun, haid teratur, siklus 28


hari, lamanya 5 hari, haid pertama hari terakhir 27
Januari 2015

Riwayat obstetri

: 1. Hamil ini

Abortus
Tahun
N /Partus
o.
1. Hamil
Sekarang
ini
Riwayat sosial ekonomi

Ditolong
Oleh

Keadaaan Anak
Lahir
Nifas Lain-lain
Mati
Hidup

: Sedang

2.3 PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 12 Oktober 2015)


Status Present
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82 kali/menit

Frekuensi pernafasan

: 18 kali/menit

Suhu

: 36,5 oC

Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan

: 160 cm

Konjungtiva palpebra pucat

: -/-

Sklera ikterik

: -/-

Gizi

: sedang

Jantung

: gallop (-), murmur (-)

Paru-paru

: bising nafas

vesikuler

wheezing (-), ronkhi (-)


Hati dan lien

: sulit dinilai

Edema pretibia

: (-/-)

Varises

: (-/-)

Refleks fisiologis

: (+/+)

Refleks patologis

: (-/-)

(+) normal,

2.4 Status Obstetri


Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 4 jari bawah proc. xiphoideus (29 cm),
memanjang, kepala, penurunan kepala 2/5, his 1x / 10 menit/ 25 detik,
DJJ 142x/m, TBJ 2635 gram.
Pemeriksaan dalam
Inspekulo : Portio livide, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (+), tes
lakmus (+) merah menjadi biru, erosi/laserasi/polip (-).
Vaginal Toucher: Portio lunak, medial, eff 100%, pembukaan 2 cm,
ketuban (-).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi
-Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
-Biometri Janin
BPD 91 mm

EFW 2780 g

HC 328 mm
AC 331 mm
FL 69 mm
-Plasenta di corpus posterior
-Ketuban cukup AFI 8,1
Kesan: Hamil 37 minggu, janin tunggal hidup presentasi kepala
Laboratorium (12-10-15: 19.48)
No
Pemeriksaan
Hasil
HEMATOLOGI
1. Hb
11,9
2. Eritrosit (RBC)
4,00
3
Leukosit
11,6.103
4
Trombosit
401.103
5
Hematokrit
35
5
Hitung jenis leukosit
Basofil
0

Nilai Normal

Interpretasi

11.7-15.5 g/dL
4.20 11.0 106
4.5-11.0 103/mm3
150-450 103/L
43-49 %

Normal
Rendah
Tinggi
Normal
Rendah

0-1

Normal

Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Urinalisis
1
Warna
1

1
78
15
6

1-6
50 - 70
20 - 40
2-8

Kuning

kuning

muda
Agak

Jernih

Abnormal

keruh
1,020
7.0
Negatif
Negatif
Positif +
Positif +
Negatif
1
Negatif
Negatif

1,003-1,030
5-9
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0.1-1.8
Negatif
Negatif

Normal
Normal
Normal
Normal
Abnormal
Abnormal
Normal
Normal
Normal
Normal

Positif +

Negatif

Abnormal

- Leukosit

3-5

0-5

Normal

- Eritrosit

0-1

0-1

Normal

Kejernihan

2
3
4
5
6
6
7
8
9
10

Berat Jenis
pH
Protein
Glukosa
Keton
Darah
Bilirubin
Urobilinogen
Nitrit
Leukosit

11

Esterase
Sedimen Urin:
- Epitel

Normal
Abnormal
Abnormal
Normal

- Silinder

Negatif

Negatif

Normal

- Kristal

Negatif

Negatif

Normal

- Bakteri

Positif +

Negatif

Abnormal

+
- Mukus

Positis +

Negatif

Abnormal

- Jamur

Negatif

Negatif

Normal

DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase laten dengan KPD 4 jam, janin
tunggal hidup presentasi kepala.

PROGNOSIS
Ibu

: Dubia ad bonam

Janin : Dubia ad bonam


PENATALAKSANAAN

Observasi TV1, His, DJJ

IVFD RL gtt + drip oksitosin 5 IU (definitif)

Inj. Ampisilin 1g/6jam

Cek Lab DR, UR

RENCANA
Partus Pervaginam
FOLLOW UP
Catatan

Tanggal
12-10-2015

S:

Mau melahirkan dengan keluar air-air

(14.30 WIB)

O:

Status Presens
Sensorium: compos mentis
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 18x/menit
T: 36,7oC
Status Obstetri
PL: FUT 4 jbpx (29 cm), memanjang, puka, penurunan kepala
4/5, his 2x/10/25, DJJ 145 x/m, TBJ 2635
VT: portio lunak, medial, eff 100 %, pembukaan 2 cm, kepala,
ketuban (-), jernih, bau (-),

A:

G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase laten dan KPD 6


jam JTH preskep.

P:

Observasi tanda vital ibu, his, DJJ


IVFD RL gtt xx/m
Drip oksitosin 5 IU definitif
Ampisilin 4 x 1 g IV

Rencana
13-10-2015

S:

partus pervaginam
Mau melahirkan dengan keluar air-air

(03.30 WIB)

O:

Status Presens
Sensorium: compos mentis
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,5oC
Status Obstetri
PL: FUT 4 jbpx (29 cm), memanjang, puka, penurunan kepala
4/5, his 2x/10/35, DJJ 150 x/m, TBJ 2635
VT: portio lunak, medial, eff 100 %, pembukaan 3 cm, kepala,
ketuban (-), jenrih, bau (-).

A:

G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase lanten dengan


KPD 14 jam, jth preskep

P:

Observasi tanda vital ibu, his, DJJ


IVFD RL gtt XX/m + drip oksitosin 5 IU
Ampisilin 4 x 1 g IV
Rencana
Partus pervaginam

LAPORAN PERSALINAN
Masuk kamar bersalin, tanggal 13 Oktober 2015. Pukul 13.35 WIB
Pukul 13.35 WIB operasi dimulai.
Penderita dalam posisi terlentang dalam keadaan anastesi spinal. Dilakukan
tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan
operasi dipersempit dengan doek steril. Dilakukan insisi mediana 2 jari diatas

simfisis. Kemudian insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus
peritoneum. Diputuskan untuk melakukan SSTP dengan cara:
Membuka plica vesikouterina, lalu vesica urinaria dilindungi dengan hak
besar.
Insisi SBR semiulnar + 5 cm secara tajam kemudian diperlebar ke lateral
secara tumpul, ketuban cukup, jernih, bau (-).
Pukul 13.40 WIB lahir neonatus hidup perempuan BB 2500 g, PB 45 cm, AS 8/9
FTAGA. Ke dalam cairan infus dimasukkan oksitosin 20 IU, plasenta dilahirkan
dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Pukul 13.45 WIB plasenta lahir lengkap, BP 480 g, PTP 47 cm, diameter 20x21
cm.
SBR dijahit satu lapis secara jelujur dengan Vicryl no. 1
Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya
Dilakukan retroperitonealisasi
Dilakukan pencucian kavum abdomen dengan NaCl 0,9%.
Setelah cavum abdomen diyakini bersih dan tidak ada perdarahan, dilanjutkan
penutup abdomen lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:
Peritoneum dijahit secara jelujur dengan Plain cat gut no 2.0
Otot dijahit jelujur dengan Plain cat gut no 2.0
Fascia dijahit secara jelujur feston dengan Vicryl no.1.0
Subkutis dijahit secara satu-satu dengan Plain cat gut no 2.0
Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan Vicryl 3.0
Luka operasi ditutup dengan sofratulle dan opsite
Pukul 14.35 WIB Operasi selesai.
Cairan masuk
RL
Darah
Total
Diagnosis pra bedah :

:
: 600 CC
: Cc
: 600 cc
G1P0A0 hamil 37

Cairan Keluar
:
Urine
: 300 Cc
Darah
: 200 Cc
Total
: 500 cc
minggu inpartu kala I fase laten

memanjang janin tunggal hidup presentasi kepala, gawat janin


Diagnosis pasca bedah: P1A0 post SSTP a.i gawat janin

Tindakan

: Seksio sesaria transperitonialis profunda

Jumlah Perdarahan: 200 cc


Instruksi pascabedah:
1. Pantau nadi/tensi/pernafasan/suhu: tiap jam
2. Cek Hb post operasi
3. Diet biasa
4. Infus: RL + oksitosin 20 IU gtt xx/m (s.d 24 jam post Operasi)
5. Kateter menetap catat I/O
6. Immobilisasi 24 jam
7. Obat-obatan:
Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam IV
Inj. Asam traneksamat 250 mg/8 jam IV
Inj. Tramadol 100 mg/8 jam IV

FOLLOW UP POST PARTUM


Catatan

Tanggal
14-10-2015

S:

Nyeri di belahan operasi

(06.00 WIB)

O:

Status Presens
Sensorium: compos mentis
TD: 120/70 mmHg
Nadi: 82x/menit
RR: 29x/menit
T: 36,7oC

A:

P1A0 post SSTP a.i gawat janin perawatan hari ke I.

P:

Observasi tanda vital ibu, perdarahan


IVFD RL gtt xx/m
Kateter menetap setelah 24 jam post SC

10

Mobilisasi
Diet biasa
Cek lab post op
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg
Inj. Tramadol 3 x 1 amp

15-10-2015

S:

Nyeri pasca operasi (+)

(06.00 WIB)

O:

Status Presens
Sensorium: compos mentis
TD: 110/80 mmHg
Nadi: 88x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,5oC
Status Obstetri
PL: TFUT 2 jrbpst, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokia
rubra (+), vulva/vagina tenang, tampak luka operasi tertutup
obsite.

A:

P1A0 post SSTP a.i fase laten memanjang + gawat janin

P:

Observasi tanda vital ibu, perdarahan


IVFD RL gtt XX/m
Diet biasa
Mobilisasi bertahap
ASI sesuai kebutuhan
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g IV
Inj. Tramadol 3 x 1 amp
Inj. Asam traneksamat 3 x 500 mg

Hasil Laboratorium (14-10-2015 pukul 06.33)


No

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Interpretas
i

HEMATOLOGI
1. Hb
2. Eritrosit (RBC)
3
Leukosit
4
Trombosit

11,0
3,77
13,8.103
336.103

11.7-15.5 g/dL
4.20 11.0 106
4.5-11.0 103/mm3
150-450 103/L

11

Rendah
Rendah
Tinggi
Normal

Hematokrit
Hitungjenisleukosit
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit

33

43 - 49 %

Rendah

0
0
81
12
7

0-1
1-6
50 - 70
20 - 40
2-8

Normal
Normal
Abnormal
Abnormal
Normal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ketuban pecah dini atau Premature Rupture Of Membranes (PROM)
adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum terjadinya persalinan. KPD
terjadi sekitar 2,7% - 17% kehamilan dan pada kebanyakan kasus terjadi secara
spontan. KPD merupakan masalah obstetrik, dan 30% terjadi pada kehamilan
preterm.2
Terjadinya ketuban pecah dini memerlukan penanganan yang serius karena
bila telah lewat dari 6-8 jam (golden periode) akan menimbulkan infeksi yang
dapat berakibat buruk terhadap ibu dan janin.
STRUKTUR SELAPUT KETUBAN
Selaput ketuban tersusun dari lima lapisan yang terpisah, rata-rata tebal
0,08 0,12 mm (Gambar 1).3 Tidak mengandung pembuluh darah dan syaraf.
Kebutuhan nutrisi dipenuhi melalui cairan ketuban. Lapisan paling dalam,
terdekat dengan janin adalah epitel ketuban. Sel-sel epitel ketuban mensekresi
kolagen tipe III dan IV serta glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen dan
fibronektin) yang membentuk membran basalis yaitu lapisan berikutnya dari
ketuban.3,4
Lapisan jaringan ikat padat disekitar membran basalis membentuk rangka
fibrosa utama selaput ketuban. Jaringan kolagen dari lapisan jaringan ikat padat
disekresi oleh sel-sel mesenkim dalam lapisan fibroblas. 5 Kolageninterstitial (tipe

12

I dan III) ,mendominasi dan membentuk kumparan paralel dan menjaga integritas
mekanik dari selaput ketuban.6 Kolagen tipe V dan VI membentuk hubungan
dengan vilamentosa antara kolagen interstitial dengan epitel membran basalis. 6
Tidak ada hubungan interposisi antara substansi amorf dasar dengan fibrin-fibrin
kolagen dalam jaringan ikat selaput ketubab pada saat kehamilan aterm, sehingga
selaput ketuban menahan regangan secara menyeluruh dalam stadium akhir
kehamilan normal.
Lapisan fibroblas merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari sel-sel
mesenkim dan makrofag dalam matriks ekstraseluler6. Kolagen pada lapisan ini
membentuk hubungan yang longgar dengan pulau-pulau glikoprotein nonkolagen.
Lapisan intermediate (zona spongiosa) berada diantara selaput ketuban dan
korion. Kandungan proteoglikan dan glikoproteinnya yang banyak menyebabkan
lapisan ini seperti busa pada preparat histologis dan mengandung jaringan non
fibrin pada sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediate menyerap stress
fisik dengan cara menempatkan selaput ketuban cenderung ke arah sisi korion
yang berhubungan dengan desidua ibu.

Gambar 1. Schematic representation of the structure of the fetal membranes at term. The
extracellular-matrix composition of each layer is shown. Dikutip dari Bilic, 20053

13

Meskipun selaput ketuban lebih tipis (4 kali) daripada korion, selaput


ketuban memiliki kekuatan regangan yang lebih besar. Korion mirip dengan suatu
tipikal membran epitel dengan kutub-kutubnya mengarah ke desidua ibu. Seiring
dengan perkembangan kehamilan, vili trofoblas dalam jaringan korion pada sisi
yang berlawanan dari selaput ketuban (bebas dari plasenta) mengalami regresi.
Dibawah lapisan sitotrofoblas (lebih dekat dengan janin) adalah membran basalis
dan jaringan ikat korionik yang kaya akan fibrin-fibrin kolagen. Selaput ketuban
memiliki gambaran yang berbeda untuk membedakan lapisan selaput ketuban
yang mengelilingi plasenta dengan lapisan pada sisi yang berlawanan. Meskipun
tidak ada bukti yang dapat menentukan dimana titik lemah selaput yang pecah,
tetap harus dilakukan perawatan untuk mencegah perubahan-perubahan dalam
struktur selapu ketuban dan komposisinya di dalam mempelajari PROM.
MEKANISME PECAH SELAPUT KETUBAN
Pecahnya selaput ketuban sewaktu inpartu merupakan akibat kelemahan
secara umum akibat kontraksi uterus dan tegangan yang berulang-elang. Kekuatan
regangan selaput ketuban berkurang pada preparat histologi yang diperoleh
setelah inpartu dibandingkan dengan yang diperoleh dari persalinan sesar tanpa
inpartu.7 Kelemahan umum selaput ketuban lebih sulit ditentukan antara PROM
dengan selaput ketuban yang dipecahkan secara buatan selama proses persalinan.8
Selaput ketuban yang pecah sebelum waktunya, lebih sering tampak hanya
kelemahan fokal saja daripada kelemahan umum Daerah di sisi dekat ruptur
disebut zona restriksi yang ditandai oleh daerah pembengkakan dan kerusakan
fibrin jaringan kolagen antara jaringan padat, fibroblas dan lapisan spongiosa.
Oleh karena daerah ini tidak termasuk seluruh daerah sisi ruptur, daerah ini dapat
muncul sebelum selaput ketuban pecah dan menjadi titik awal pecahnya ketuban.
Agar kekuatan regangan dapat terpelihara harus melibatkan keseimbangan
antara sintesis dan degradasi dari komponen matriks ekstraseluler. Diduga bahwa
perubahan pada selaput ketuban, termasuk penurunan kandungan kolagen,
struktur kolagen yang berubah dan peningkatan aktifitas kolagenolitik,

14

berhubungan dengan PROM.9 Terjadinya ketuban pecah dini menunjukkan adanya


perubahan sitoarsitektur membran korioamniotik, kualitas dan kuantitas dari
membran kolagen. Khususnya kolagen tipe III yang dapat berkurang pada pasien
KPD, serta peningkatan aktifitas kolagenolitik ditemukan pada preterm KPD.11
Infeksi diduga berperanan cukup penting dalam menyebabkan persalinan
prematur dan preterm KPD. Organisme yang paling sering menyebabkan yaitu
bakteri vaginosis, Trichomonas vaginalis, Mycoplasmae, Chlamydia trachomitis,
Neisseria gonnorhea,

Streptococcus group B, serta Bacteroides fragilis,

Peptostreptococcus, dan Fusobacterium. Bakteri yang sering ditemukan dari


cairan amnion pada persalinan prematur dan bakteri vagina lainnya termasuk
Lactobacillus dan Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan pengeluaran
mediator inflamasi yang dapat menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan pada serviks, pemisahan korion dari amnion, dan
KPD.2,10,11

Gambar 2. Mekanisme terjadinya korioamnionitis


Dikutip dari Goldenberg15

15

Maternal dan fetal stress juga dapat menyebabkan pengeluaran stress


mediator

melalui

axis hypothalamic-pituitary-adrenal yang

menyebabkan

peningkatan produksi placental corticotrophin releasing hormone ( CRH ). Aksi


yang belakangan diketahui sebagai suatu efector parakrin, yang dapat
meningkatkan pengeluaran enzim dan senyawa compound

yang dapat

menyebabkan preterm KPD.11


Gambar dibawah ini menunjukkan mekanisme terjadinya preterm KPD.12

Gambar 3. Mekanisme PROM. Dikutip dari Gillian D-Bryant-Greenwood 14

ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI


Penyebab KPD tidak diketahui dengan pasti. Berdasarkan hasil-hasil
penelitian didapatkan faktor-faktor predisposisi terjadinya KPD antara lain :
1.

Faktor infeksi
Faktor infeksi dapat berupa infeksi traktus urinarius dan genital, termasuk
Penyakit Menular Seksual (PMS). Mikroorganisme pada mukus servik secara
ascenden berkembang mencapai uterus menimbulkan reaksi inflamasi pada
plasenta, selaput ketuban, dan desidua maternal. Reaksi inflamasi ini
mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan IL-6 dari sel endothelial dan tumor
necrosing factor dari makrofag. Hal ini menstimulasi produksi prostaglandin

16

yang

akan

menyebabkan

pematangan

servik

dan

kontraksi

uterus.

Mikroorganisme penyebab yang sering adalah streptococcus, mikoplasma,


basil fusiform.
Infeksi intrauterin dapat juga menjadi predisposisi pecahnya selaput
ketuban melalui beberapa mekanisme, semuanya menyebabkan degradasi dari
matriks ekstraseluler. Beberapa organisme yang ermasuk dalam flora vagina
menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan
melemahkan selaput ketuban.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi ibu juga menyebabkan produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang akhirnya meningkatkan resiko
preterm KPD yang diakibatkan oleh iritabilitas uterin dan penurunan kolagen
selaput ketuban.
2.

Faktor selaput ketuban

3.

Faktor terjadinya perubahan tekanan intrauterin yang mendadak

4.

Faktor sosio-ekonomi yang rendah seperti defisiensi gizi, vit C

5.

Faktor antagonisme golongan darah A, B, O

6.

Faktor keturunan

7.

Faktor merokok13

8.

Faktor-faktor lainnya seperti multigravida, adanya riwayat KPD pada


persalinan-persalinan yang lalu, hidramion, adanya malposisi, trauma vagina,
kehamilan ganda,perdarahan antepartum, adanya diproporsi sefalo-pelviks dan
hamil dengan umur yang lebih dari 35 tahun.

DIAGNOSIS
Diagnosis ada tidaknya air ketuban pada KPD dapat ditegakkan melalui
beberapa cara antara lain:
1.

Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan dari
kemaluan. Cairan dapat keluar mendadak dan banyak atau perlahan dan
sedikit. Juga perlu ditannyakan adakah kontraksi uterus, perdarahan
pervaginam, baru saja intercourse (berhubungan intim/coitus), atau adakah

17

demam. Penting memastikan kapan taksiran persalinan sebab informasi ini


mempengaruhi pengobatan selanjutnya.
2.

Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Adanya genangan cairan di forniks posterior
(adanya air ketuban keluar dari OUE) mendukung diagnosis ini.
Pengambilan cairan ketuban dari forniks posterior
a. Cairan ketuban bersifat alkalis sehingga, bila cairan yang diambil dengan
menggunakan kapas lidi atau pipet ditempelkan pada kertas lakmus akan
terjadi perubahan warna merah menjadi biru.
b. Untuk menentukan ada tidaknya cairan ketuban dapat digunakan test
arboriasasi atau kristalisasi. Cara pembuatan preparat pada test ini adalah
sebagai berikut. Dengan pipet diambil cairan dan dibuat preparat apus dan
dikeringkan diudara, preparat apus kemudian diamati dengan mikroskop
akan tampak gambaran daun pakis
c. Ada tidaknya verniks kaseosa dapat diketahui melalui pemeriksaan sitologi
yaitu:
- Pewarnaan Papanicolaou
- Pewarnaan Piasianole
- Zat warna Nile Blue Sulfate1

3.

Nitrazin test
Metode diagnostik menggunakan kertas nitrazin (lakmus) dan
pemeriksaan gambaran daun pakis memiliki sensitifitas mendekati 90%.
Untuk memastikan cairan tersebut merupakan cairan ketuban dilakukan tes
dengan nitrasin. Cairan ketuban akan mengubah kertas nitrasin menjadi biru
karena pH cairan ketuban diatas 6,0-6,5. Sedangkan pH normal vagina adalah
antara 4,5-6,0. Pemeriksaan dengan kertas nitrasin dapat bersifat positif palsu
dengan adanya kontaminasi darah, semen, dan vaginitis.

4.

Fern test

18

Merupakan pemeriksaan apusan terpisah untuk mengambil cairan dari


forniks posterior atau dinding vagina. Sewaktu cairan mengering pada kaca
objek, dapat dilihat adanya gambaran daun pakis (arborisasi) di bawah
mikroskop. Terdapatnya daun pakis ini mengindikasikan adanya KPD.
5.

Ultrasonografi
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang digunakan terutama
untuk melihat banyak tidaknya air ketuban. 13Pada kasus dimana penderita
diduga memiliki riwayat PROM, tetapi pemeriksaan fisik gagal memastikan
diagnosis, pemeriksaan USG dapat membantu.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ketuban pecah dini dapat dibedakan atas penatalaksanaan
secara konservatif dan aktif.
1. Konservatif
Bila tidak didapatkan komplikasi dan usia gestasi 28-37 minggu, diberikan
obat-obatan:
- Tokolitik
- Kortikosteroid untuk pematangan paru
- Vitamin C dosis tinggi
- Antibiotik13
Komplikasi :
a.

Suhu > 38,2C

b.

Leukosit > 15000/mm3

c.

Air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning.13

Apabila setelah pengobatan diberikan air ketuban tidak lagi keluar, maka
penderita boleh pulang dengan nasihat :
a. Tidak boleh bersetubuh
b. Vagina tidak boleh diirigasi
c. Tidak memakai celana dalam, pembalut wanita atau semua yang
memudahkan terjadinya infeksi.

19

2.

Penatalaksanaan aktif
Indikasi penatalaksanaan aktif bila :
a.

Didapatkan komplikasi

b.

Usia kehamilan kurang dari 28 minggu atau lebih dari 37 minggu

c.

Janin mati dalam kandungan

d.

Indeks tokolitik > 8.13

Penatalaksanaan aktif meliputi :


a. Pemberian antibiotik bila :

Terjadinya komplikasi

Inpartu

Ketuban pecah < 12 jam1

Adanya rencana terminasi dengan induksi atau akselerasi, seksio


sesaria

b. Dilakukan terminasi
Pervaginam bila :

Usia gestasi < 28 minggu

Janin mati13

Perabdominam bila :

Kontra indikasi tetes pitosin

Letak lintang

Presentasi lain yang tidak memungkinkan pervaginam

Skor Bishop < 51

20

BAB IV
ANALISIS KASUS
+ 4 jam SMRS, os mengeluh keluar air-air, jernih, bau (-), banyaknya 3
kali ganti pembalut. Os mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang makin
lama main kuat (+). R/ keluar darah dan lendir (+), lalu os ke Bidan dan dirujuk ke
RSMH. R/ keputihan (-), R/ postcoital (-), R/ Trauma (-), R/ diurut urut (-), R/
minum jamu atau obat-obatan (-), R/demam (-). Os mengaku hamil cukup bulan
dan gerakan anak masih diraskan.
Pada pemeriksan status presen, tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan luar, tinggi fundus 4 jdpx atau 29 cm, penurunan kepala 2/5, his 1x/
10/25 , DJJ 142 x/m, dengan TBJ 2700. Pemeriksaan dalam inspekulo, portio
livide, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (+), tes lakmus (+) merah menjadi biru, dan
E/L/P (-). Pada pemeriksaan vaginal toucher, portio lunak, medial, eff 100%,
pembukaan 2 cm, ketuban (-). Pemeriksaan penunjang berupa USG menunjukkan
gambaran yang normal dengan kesan hamil 37 minggu, janin tunggal hidup
presentasi kepala.
Dari anamnesis, pasien mengeluh keluar air-air dari kemaluan yang
banyaknya 3 kali ganti pembalut. Dari keluhan pasien ini dapat dicurigai telah
terjadi pecahnya ketuban sebelum waktunya. Hal ini juga didukung dengan
kondisi pasien saat keluarnya air-air yang saat itu kemungkinan pasien dalam kala
1 fase laten (pembukaan 2). Ini sesuai dengan definisi atau batasan dari ketuban
pecah sebelum waktunya yaitu suatu keadaan pecahnya selaput ketuban baik
dalam kehamilan maupun dalam persalinan sebelum pembukaan 3 cm (sebelum
fase aktif, masih dalam fase laten). Selain itu, dugaan telah terjadinya

21

KPD/KPSW diperkuat dengan hasil pemeriksaan tes lakmus yang positif (+)
dengan berubahnya kertas laksus dari warna merah menjadi biru.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketuban pecah dini (KPD)
adalah suatu keadaan pecahnya selaput ketuban baik dalam kehamilan maupun
persalinan sebelum pembukaan 3 cm (sebelum fase aktif, masih dalam fase laten).
Sesuai dengan definisi tersebut, batasan yang paling jelas untuk menjelaskan
terjadinya KPD ialah KPD terjadi pada fase laten atau saat pembukaan dibawah 3
cm. Pada pasien ini KPD terjadi saat pembukaan 2 cm, jadi KPD pada pasien ini
telah di tegakkan.
Penyebab terjadinya KPD sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
tetapi berbagai penulis menyebutkan beberapa faktor predisposisi, antara lain
faktor selaput ketuban, faktor infeksi, faktor perubahan tekanan intrauterine yang
mendadak, faktor yang berhubungan dengan kebidanan dan ginekologi seperti
multigravida, memiliki riwayat KPD pada persalinan yang lalu, hamil ganda,
hidramnion, perdarahan antepartum, malposisi, disproporsi kepala-panggul, umur
lebih 35 tahun, trauma vagina. Selanjutnya faktor sosioekonomi yang rendah,
faktor antagonismus golongan darah A, B, O, faktor merokok, faktor keturunan.
Pada pasien ini terdapat riwayat coitus dengan suami 8 jam sebelum ketuba pecah.
Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi dari pecahnya ketuban pada pasien
karena kemungkinan saat koitus, selaput ketuban mengalami peregangan dan
ereksi penis sedang dalam kondisi yang kuat, maka hal ini dapat mengakibatkan
selaput ketuban menjadi mudah untuk trauma/sobek.
Pasien ini di tatalaksana dengan aktif, mengingat usia gestasi sudah masuk
37 minggu dan ada tanda-tanda inpartu. Tatalaksana akif pada pasien ini berupa
pemberian antibiotik dan dilakukan determinasi. Pemberian antibiotik bila,
terdapat adanya komplikasi, inpartu, ketuban pecah < 12 jam dan adanya rencana
terminasi dengan induksi atau akselerasi, seksio sesaria. Pada pasien ini diberikan
antibiotik berupa ampicilin 4 x 1g IV. Selain itu juga diberikan IVFD RL dan drip
oksitosi 5 IU. Pasien ini juga direncanakan partus pervaginam. Hal penting lain
yang perlu diperhatikan adalah observasi dari tanda vital ibu, kontraksi uterus
(His), dan denyut jantung janin (DJJ)

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuddin, A, Komar, H. Panduan Partograf. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; Palembang. 2001.
2. Elva J A, Hasibuan S. 2006. Ketuban Pecah Dini Pada Persalinan Preterm. Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito
Jogjakarta: Jogjakarta. Available at www.obgin-ugm.com/dokumen/KPDPP.pdf,
diakses 13 Oktober 2015.
3. Bilic Grozdana, Sealing and Healing of Fetal Membranes. Dissertation PhD
Department of Obstetrics, University Hospital of Zurich, Switzerland 2005:7-18
4. Mercer BM, Arheart KL. Antimicrobial theraphy in expectant management of
preterm premature ruptur of membranes. Lancet 1995;346:1271-9
5. Casey ML, MacDonald PC. Interstitial collagen synthesis and processing in human
amnion. Biol Reprod 1996;55:1253-60
6. Lavery JP, Miller CE, Kningt RD. The effect of labor on reologic response of
chorioamniotic membranes. Obstet Gynecol 1982;60:87-92. Abstract
7. Malak TM, Bell SC. Structuaral characteristic of term human fetal membranes. Br J
Obstet Gyanaecol 1994;101:375-86. Abstract
8. Savitz DA, Blackmore CA, Thorp JM. Epidemiologic characteristicof preterm
delivery. Am J Obstet Gynecol 1991;164:467-71. Abstract
9. American College of Obstetricans and Gynecologist. Premature rupture of
membranes. Clinical management guidelianes for obstetrician-gynecologist. ACOG
practice bulletin no. 1. Int J Gynaecol Obstet 1998;63:75-84. Abstract.
10. Moegni E, Ocviyanti D, Wibowo N. 2006. Ketuban Pecah Dini Dan
Infeksi Intrapartum. Catatan Kuliah Obstetri dan Ginekologi FK UI: Jakarta.
Available at www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklmenu.html, diakses, 16
Oktober 2015.
11. Odunsi K, Rinaudo P. 2006. Premature Rupture of the Fetal Membranes. Vol.2. No
4. Yale-New Haven Hospital: England. Available at www.hygeia.org/poems17.htm,
diakses 13 Oktober 2015.
12. Bryant-Greenwood G, Millar L K. 2000. Human Fetal Membranes: Their Preterm
Premature Rupture. University of Hawaii, Honolulu: Hawaii. Available at
www.biolreprod.org/cgi/content/full/63/6/1575/b, diakses 13 Oktober 2015.
13. Standar Pelayanan Profesi Obgin. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSMH
Palembang; Palembang. 2000.
14. Goldenberg RL, Levinson W. Early Rupture of membrane : induce or wait.
Journal Watch Women's Health. 2003. 136 Oktober 2015.

23

24

Anda mungkin juga menyukai