Anda di halaman 1dari 5

Pembelajaran Budi Pekerti Melalui PKn

Tanggal : 02/04/2011, dibaca 231 kali.


A. Pendahuluan
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
penyelenggaraan pendidikan antara lain:

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif


dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.

Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka
dan multimakna

Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan


peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan


mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Namun demikian, terdapat keprihatinan yang semakin besar bahwa generasi yang akan datang
terjerembab dalam keadaan yang menyedihkan (John Naisbitt, 1997:114). Masalah nilai
universal kemanusiaan yang menonjol saat ini, antara lain perdamaian, keadilan, kebebasan,
solidaritas, penderitaan, dan kemiskinan rakyat. Bahaya materialisme dan konsumerisme sebagai
dampak negatif dari kemajuan sains dan teknologi modern menimbulkan keutuhan manusia
menjadi semu, akhlak manusia menjadi merosot. Melihat kenyataan ini tentunya akan timbul
pertanyaan mengapa semua itu harus terjadi, dimanakah hati nurani? Di manakah penalaran serta
keluhuran budi pekerti. Pertanyaan-pertanyaan ini pada akhirnya mengarah pada bagaimana
peran sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertugas membentuk kualitas bangsa melalui
pendidikan budi pekerti?
B. Hakekat Pendidikan Budi Pekerti
Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya di masa
yang akan datang, atau pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan
perilaku peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, seimbang
lahir dan batin, jasmani dan rokhani, material spiritual, individual sosial, dan dunia akhirat.

Secara operasional, pendidikan budi pekerti adalah upaya untuk membentuk perilaku peserta
didik yang tercermin dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja, dan hasil karya
berdasarkan nilai, norma, moral luhur bangsa Indonesia melalui pengajaran, latihan (Pusat
Pengembangan Kurikulum Dan Sarana Pendidikan, 1997: 84)
Studi yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan pada Tahun
1997 mengusulkan 3 (tiga) dimensi nilai dalam pendidikan budi pekerti yaitu nilai
keberagamaan, nilai kemandirian, dan nilai kesusilaan. Nilai-nilai keberagamaan dengan
indikator : kepatuhan terhadap agama, perbuatan baik dan iklas, pembalasan atas perbuatan baik
dan buruk, rasa syukur kepada Tuhan. Nilai-nilai kemandirian, dengan indikator disiplin, etos
kerja, rasa tanggung jawab, keberanian, keterbukaan, pengendalian diri, berkepribadian mantap,
berpikiran positif, mengenal potensi diri. Nilai-nilai kesusilaan, dengan indikator: cinta dan
kasih sayang sesama, kebersamaan dan gotong royong, kesetiakawanan, tolong menolong,
tenggang rasa (tepo sliro), hormat menghormati, sopan santun (Hendarman, 2000:79)
C. Pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti melalui Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan
pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan,
ketrampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Pendekatan belajar kontekstual dapat
diwujudkan antara lain dengan metode-metode kooperatif, penemuan, inkuiri, interaktif,
eksploratif, berpikir kritis, dan pemecahan masalah.
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan peserta didik untuk membentuk mental, moral,
personal, dan sosial, maka dalam penerapan pendidikan budi pekerti dapat digunakan berbagai
pendekatan (www.puskur.or.id/data/BP-Senayan-SD.doc), antara lain:

Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach). Pendekatan ini mengusahakan agar


peserta didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab
atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai pilihan,
menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri.

Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach). Guru


dapat mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi
masalah moral sehingga peserta didik dapat membuat keputusan tentang pendapat moral.

Pendekatan analisis nilai (values analysis approach). Pendekatan ini menekankan agar
peserta didik dapat menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiah dalam
menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu. Cara yang dapat
digunakan dalam pendekatan ini antara lain: diskusi terarah yang memuat argumentasi,
penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat dan penelitian.

Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach). Pendekatan ini bertujuan


untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Cara yang dapat
dimanfaatkan dalam pendekatan ini, antara lain: bermain peran, analisis mendalam

tentang nilai sendiri, aktivitas yang mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas
dan diskusi kelompok.

Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach). Pendekatan ini bertujuan


untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti pada pendekatan analisis dan
klarifikasi nilai. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini, antara laian: metode
proyek/kegiatan di sekolah, hubungan antar pribadi, praktek hidup bermasyarakat dan
berorganisasi.

Oleh : Sumardi
Budi pekerti diteladankan,bukan diajarkan
BUDAYA kekerasan dan kemerosotan akhlak yang menimpa anak-anak usia sekolah belakangan
ini semakin terasa. Banyak oknum anak didik yang sering dinilai kurang memiliki sopan santun
baik di sekolah, di rumah maupun masyarakat. Lebih dari itu anak-anak tersebut juga sering
terlibat tawuran, kasus obat-obatan terlarang dan tindakan negatif lainnya.
Pandangan yang terlalu simple menganggap bahwa kemerosotan akhlak, moral dan etika peserta
didik tersebut disebabkan karena gagalnya pendidikan agama (Islam) di sekolah. Pendidikan
agama dituding telah gagal dan mandul membentuk akhlak dan kepribadian siswa.
Harus diakui, dalam batas tertentu, pendidikan agama di sekolah memang memiliki kelemahankelemahan, sejak dari jumlah jam pelajaran yang sangat minim, juga materi yang terlalu
menekankan pada aspek teoritis dan kognitif semata. Beberapa waktu ke belakang ada wacana
untuk menambahkan mata pelajaran pendidikan budi pekerti di sekolah dalam rangka
menanggulangi perkembangan negatif anak didik tersebut.
Pendidikan budi pekerti adalah suatu proses pembentukan perilaku atau watak seseorang,
sehingga dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk dan mampu menerapkannya
dalam kehidupan. Pendidikan budi pekerti pada hakikatnya merupakan konsekuensi tanggung
jawab seseorang untuk memenuhi suatu kewajiban.
Budi pekerti lahir karena fakta, persepsi atau kepedulian untuk melakukan hubungan sosial
secara harmonis melalui perilakunya. Parameter budi pekerti yang luhur adalah kesesuaiannya
dengan norma, etika, dan ajaran agama yang dianut suatu masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan budi pekerti di sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan.
Pertama, melalui integrasi dengan pelajaran yang memiliki pokok bahasan yang sesuai seperti
Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Pendidikan Bahasa
Daerah (Bahasa Jawa) dengan cara menambah materi titipan.
Kedua, melalui pendekatan modeling, imitasi atau keteladanan (uswah) yang dilakukan oleh
guru. Jika guru menggunakan cara yang pertama, maka guru berfungsi sebagai pengajar,

sedangkan jika cara yang kedua yang digunakan maka guru berfungsi sebagai pendidik
(Suwandi, 2000).
Budi pekerti merupakan perilaku (behaviour), bukan pengetahuan sehingga untuk dapat
diinternalisasi oleh anak didik, maka harus diteladankan bukan diajarkan. Sehingga pendekatan
yang kedua lah yang lebih tepat untuk menjalankan pendidikan budi pekerti ini.
Pendidikan Budi Pekerti dalam PAI, Pkn dan Bahasa Daerah (Bahasa Jawa)
Pendidikan Agama Islam (PAI), Pkn, dan Bahasa Daerah, merupakan mata pelajaran normatif
yang berusaha membentuk manusia yang beriman dan bertakwa dengan cara mengajarkan nilainilai agama kepada peserta didik. Cakupan materi dalam PAI, PKn, dan Bahasa Daerah di
sekolah adalah seluruh unsur ajaran dalam Islam dalam skala yang kecil serta pendidikan budi
pekerti luhur.
Seluruh materi yang ada dalam PAI, PKn dan Bahasa Daerah sejatinya mengajarkan peserta
didik agar memiliki budi pekerti yang luhur, karena memang tujuan PAI, PKn, dan Bahasa
Daerah adalah sejalan dengan pendidikan budi pekerti yaitu membentuk manusia yang berbudi
pekerti luhur dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Pendidikan akhlak merupakan bagian integral dari materi PAI, PKn dan Bahasa Daerah yang
memiliki peran sentral dalam rangka pembinaan moral anak didik. Muatan-muatan akhlak
dalam PAI, PKn dan Pendidikan Bahasa Daerah jika diterapkan melalui pembelajaran yang tepat,
akan dapat menjadi sarana pendidikan budi pekerti. Beberapa materi akhlak dalam PAI, PKn,
dan Bahasa Daerah adalah tentang akhlak terpuji dan tercela dengan berbagai contoh dan
aplikasinya dalam kehidupan.
Etika bermasyarakat, seperti bertetangga, bertamu, berbusana dan bergal dengan juga menjadi
materi yang diajarkan dalam PAI, PKn dan Bahasa Daerah. Bahkan akhlak manusia terhadap
tumbuhan dan hewan pun menjadi bahasannya.
Dalam tataran yang lebih luas, sejatinya semua materi yang ada dalam PAI, mulai dari aqidah,
ibadah, muamalah, dan seterusnya dapat diejawantahkan menjadi sarana pendidikan budi
pekerti.
Dengan demikian, konsep pendidikan budi pekerti sebenarnya sudah include dalam PAI terutama
materi akhlak. Yang harus dilakukan sekarang adalah lebih serius mengelola proses pembelajaran
sehingga dengan keterbatasan jumlah jam PAI, PKn dan Bahasa Daerah yang ada dapat
memberikan kontribusi maksimal dalam pembentukan budi pekerti anak didik.
Semua pihak sepakat bahwa budi pekerti dan moralitas anak didik sekarang ini akan menentukan
nasib bangsa ini di masa yang akan datang, sehingga menjadi sebuah harga mati untuk
membentuk budi pekerti yang luhur pada anak-anak kita. (*)
Sumber: Tribun Jabar.co.id (spirit generasi baru)

Anda mungkin juga menyukai