Sasaran Belajar:
Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat:
a. Mengetahui distribusi dan determinan masalah malnutrisi pada anak.
b. Mengetahui penyebab masalah malnutrisi pada anak.
c. Mengetahui implikasi masalah malnutrisi pada anak.
d. Mengidentifikasi masalah malnutrisi pada anak menurut tempat, waktu, dan
orang.
e. Mengetahui cara penanganan dan pencegahan masalah malnutrisi pada
anak.
diartikan
sebagai
kondisi
kelebihan
maupun
kekurangan
Malnutrisi pada
anak dapat berupa Kekurangan Energi dan Protein (KEP), Anemia Gizi Besi,
Kekurangan Vitamin A (KVA), serta Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY). Topik ini hanya akan memfokuskan pada masalah malnutrisi Kekurangan
Energi dan Protein (KEP).
Di antara seluruh penyebab utama kematian di antara anak di bawah umur
lima tahun, sebanyak 60% berhubungan erat dengan kejadian malnutrisi
Kekurangan Energi dan Protein.
dari pneumonia (20%), diare (12%), malaria (8%), campak (5%), HIV/AIDS (4%),
perinatal (22%), serta lain-lain (29%). Lebih jelasnya terlihat pada Gambar 1.
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Diarrhoea
Malaria
Pneumonia
Measles
All-cause
All Deaths
Kekurangan Energi dan Protein (KEP) pada anak dibedakan menjadi dua
macam, yaitu marasmus dan kwashiorkor.
energi pada tingkat berat yang telah dimanifestasikan ke dalam gejala klinis.
Biasanya gejala klinis ini dicirikan oleh kulit yang hanya terbalut tulang, rambut
tipis, serta wajah menyerupai orang tua (monkey face). Selain itu, pada anak yang
menderita marasmus juga kerap terjadi hipoglikemia (kadar gula darah yang
rendah) dan hipotermia (suhu tubuh yang rendah).
Kwashiorkor merupakan kekurangan protein pada tingkat berat yang juga
telah dapat diamati dari gejala-gejala klinis yang timbul. Gejala klinis pada anak
yang menderita kwashiorkor antara lain terjadinya edema yang dimulai di kaki dan
telapak kaki; kulit luka dan kering dengan hiperkeratosis dan hiperpigmentasi;
rambut rontok dan kering; serta anoreksia dengan muntah dan diare.
Kejadian malnutrisi pada anak merupakan masalah yang serius dan banyak
terjadi di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Pada tahun 2001,
sebanyak 36% anak di seluruh dunia menderita underweight (berat badan yang
rendah menurut umur), 43% lainnya menderita stunted (tinggi badan yang rendah
menurut tinggi badan), serta 9% anak di seluruh dunia menderita wasted (berat
badan yang rendah menurut tinggi badan).
Kecenderungan terjadinya malnutrisi pada anak berdasarkan tahun di
berbagai wilayah di seluruh dunia yang terdiri dari wilayah Afrika, Asia, dan
Amerika, ditunjukkan pada Gambar 2.
Child
Malnutrition
60
40
20
0
1975
1985
1995
Year
SS Africa
Asia/Naf
C/S Americ
outcome
Asupan
makanan yang
tidak cukup
Penyebab
langsung
Penyakit
Sanitasi
Praktek pengasuhan anak
yanglingkungan
kurang baikdan pelayanan kesehatan
Akses terhadap makanan yang tidak memadai
yang buruk Penyebab
yang
health services
mendasari
Penyebab
mendasar
environment,
Technology, people
Gambar 3. Penyebab Malnutrisi Pada Anak
Dalam
50
45
40
35
30
23.7
25
24.1
18.2
20
12
15
9.8
10
7.1
5
0
<1
1<2
2<3
3<4
4<5
5<6
6+
Seluruh anak yang termasuk ke dalam sampel penelitian diukur berat badan
dan tinggi badan mereka. Indikator status gizi yang digunakan adalah tinggi badan
menurut umur (stunted), berat badan menurut umur (underweight), dan berat
badan menurut tinggi badan (wasted). Prevalensi anak stunted, underweight, dan
wasted yang diperoleh berturut-turut adalah sebanyak 39,22% , 20,15%, serta
8,12%.
Prevalensi keseluruhan wasting yang paling berat adalah sebanyak 2,7%,
bervariasi di tiap provinsi yang dijadikan lokasi penelitian.
Provinsi dengan
prevalensi wasting paling berat terbanyak adalah di Hamgyong (4%) dan yang
paling sedikit adalah di Nampo (1,2%).
secara terus menerus dari 17,3% pada 6 bulan pertama kehidupan menjadi 41,6%
pada tahun kedua kehidupan dan kemudian menjadi konstan di angka sekitar 47%
Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada 9
pada usia 3 - 4 tahun. Derajat kejadian underweight meningkat dari 7,6% pada
semester pertama, mencapai 25% pada semester kedua kehidupan dan kemudian
menjadi sekitar 20-25% hingga anak berusia 7 tahun. Derajat kejadian wasting
meningkat dari 5% pada semester pertama menjadi 12% pada tahun kedua
kehidupan dan kemudian menurun kembali menjadi sekitar 5% di tahun-tahun
berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kejadian malnutrisi di antara anakanak usia lebih dari dua tahun merefleksikan secara nyata seberapa bagus
pertumbuhan mereka pada dua tahun pertama kehidupan, dimulai sejak dalam
kandungan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
50
45.6
47.6
47.5
45
41.6
40
46.7
44.2
39.2
Stunting (H/A)
35
Underweight (W/A)
30
24.9
25
Wasting (W/H)
25.5
22.8
20
20.2
21
19.6
7.4
6.3
5.6
21.7
20.2
17.3
15
10
5
12
7.6
5.3
11.9
8.4
6.7
6.7
8.1
0
0 to 5
6 to 11
12 to 23 24 to 35 36 to 47 48 to 59 60 to 71
72+
TOTAL
Peningkatan situasi gizi anak pada tahun 2002 dibandingkan dengan tahun
1998 berbeda-beda menurut kategori stunting, wasting, dan underweight.
Selengkapnya ditampilkan pada Gambar 6.
70
62.3
60.6
60
50
41.6
40
30
21
20
15.6
8.5
10
1998
0
Stunted
Wasting
Underweight
2002
diperlakukan rawat jalan, sedangkan bila menderita KEP berat dengan komplikasi
atau tanpa komplikasi sebaiknya dirawat inap di rumah sakit. Penanganan KEP
pada anak berdasarkan berat/ringannya KEP adalah sebagai berikut:
Pasien KEP ringan yang dirawat karena penyakit lain, diberikan makanan
sesuai penyakitnya untuk mencegah KEP sedang dan berat.
Anak KEP sedang yang dirawat jalan perlu dipantau kenaikan berat
badannya.
Penyuluhan gizi.
Melalui 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Pada fase stabilisasi, dilakukan upaya-upaya secara cepat dan akurat untuk
mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit-elektrolit penting dalam tubuh. Hal ini
dilakukan dengan memberi rehidrasi oral/nasogastris yang mengandung kalium
dan magnesium untuk mengganti kehilangan yang terjadi, umumnya sebanyak 70100 mg/kg. Selain itu juga dilakukan terapi diet dengan formula khusus seperti FWHO 75 yang rendah laktosa dan hipoosmolar dengan porsi kecil dan sering.
Kebutuhan energi dipenuhi sebesar 100 kkal/kg BB/hari, sedangkan kebutuhan
protein sebesar 1-1,5 g/kg BB/hari. Bila asupan tidak mencapai 80 kkal/kg BB/hari,
berikan formula melalui NGT, namun jangan memberi makan lebih dari 100 kkal/kg
BB/hari.
Fase transisi menitikberatkan pada upaya menghindari risiko gagal jantung
dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak, setelah fase stabilisasi terlampaui. Ubah
pemberian makanan dari formula 75 ke formula 100. Modifikasi bubur atau
makanan keluarga dapat digunakan. Pada fase ini penting dilakukan pemberian
motivasi agar asupan makanan anak dapat tercukupi.
Setelah itu, fase berikutnya adalah fase rehabilitasi yang umumnya sudah
dapat dilakukan di rumah.
menurut tinggi badan yang normal dan pemulihan kembali massa otot.
Diharapkan tercapai asupan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
>50 g/kg BB/minggu. Peningkatan berat badan dikatakan normal apabila sebesar
25-75% berat badan menurut tinggi badan dan berkesinambungan selama satu
bulan kemudian. Biasanya setelah 1-2 minggu dirawat, anak diberi asupan energi
sebesar 150-200 kkal/kg BB/hari dan protein sebesar 4-6 g/kg BB/hari. Bila anak
masih mendapat ASI, pemberian ASI diteruskan dan juga ditambah formula karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
Upaya pencegahan malnutrisi pada anak dilakukan berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
Pemberian
pendidikan
tentang
pentingnya
memperhatikan
sanitasi
Pertanyaan:
1. Identifikasilah masalah gizi buruk pada anak yang terjadi berdasarkan artikel
tersebut.
2. Apa penyebab gizi buruk yang terjadi berdasarkan artikel?