Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FUNGSI PERASAAN DALAM ISLAM

DISUSUN OLEH :

1. MUHAMMAD ERWIN
2. RUSMAL

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ELEKTRO


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW.

Berkat

limpahan

dan rahmat-Nya penyusun

mampu

menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui
Berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang
selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik
itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik,
ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang pemuda yang
semangat dalam islam, yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.

DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN.i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI..i
BAB I PENDAHULUAN.2
A. LATAR BELAKANG MASALAH3
B. RUMUSAN MASALAH3
BAB II PEMBAHASAN3
a) Definisi dan tempat hati..
b) Kedudukan hati
c) Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan..
d) Hal-hal yang memperbaiki hati
e) Hal-hal yang merusak hati
f) Yang dimaksud dengan amalan hati..
g) Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa
h) Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota tubuh)..
i) Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati.
BAB III PENUTUP.....10
A. Kesimpulan........10
B. Saran......10

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Sesungguhnya amalan-amalan hati memiliki nilai dan kedudukan yang sangat
tinggi, memperhatikan dan berilmu dengannya adalah termasuk al-maqashid (tujuan)
bukan sekedar wasa`il (sarana dan perantara). Karenanya termasuk perkara yang terpenting
adalah menjelaskan urgensi dan kedudukannya dalam nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunah,
serta menjelaskan berbagai maslahat yang lahir dari baiknya hati serta semua mafsadat
yang lahir dari jeleknya hati. Karenanya Allah

mengingatkan, Sesungguhnya

beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya. (QS. Asy-Syams: 9-10)

B. Rumusan masalah
a) Apa definisi dan tempat hati ?
b) Bagaimana kedudukan hati ?
c) Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan ?
d) Hal-hal yang memperbaiki hati ?
e) Hal-hal yang merusak hati ?
f) Yang dimaksud dengan amalan hati ?
g) Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa ?
h) Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota tubuh) ?
i) Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan letak hati

Kata hati (arab: qalbun) mempunyai dua penggunaan dalam bahasa:


a. Menunjukkan bagian yang paling murni dan paling mulia dari sesuatu.
b. Bermakna merubah dan membalik sesuatu dari satu posisi ke posisi lain.
Kedua makna ini sesuai dengan makna hati secara istilah, karena hati merupakan
bagian yang paling murni dan paling mulia dari seluruh makhluk hidup yang
mempunyainya, dan dia juga sangat rawan untuk berbolak-balik dan berubah haluan. Nabi
bersabda:

Wahai Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu. (HR.
At-Tirmidzi dari Anas bin Malik )
Adapun letaknya, maka Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan bahwa dia terletak
di dalam dada. Allah berfirman, Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj: 46) Dan Nabi juga
bersabda tentang ketaqwaan, Ketakwaan itu di sini, ketakwaan itu di sini, seraya beliau
menunjuk ke dada beliau (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan tempat ketakwaan
tentunya adalah dalam hati.
Bertolak dari hal ini para ulama juga membahas mengenai letak akal. Seluruh kaum
muslimin bersepakat -kecuali mereka yang terpengaruh dengan filosof dan ilmu kalambahwa akal itu terletak di dalam hati, bukan di otak. Allah berfirman, Maka apakah
mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka
dapat berakal dengannya. (QS. Al-Hajj: 46)
Kalau begitu letak akal adalah di dalam hati, di dalam dada, walaupun tidak
menutup kemungkinan dia (akal) mempunyai hubungan dengan otak, sebagaimana tangan
yang terluka akan berpengaruh pada seluruh anggota tubuh lainnya. Karenanya kalau ada
seseorang yang kepalanya dipukul atau terkena benturan yang keras maka terkadang
menyebabkan akal dan ingatannya hilang.

B. Kedudukan hati.

Nabi bersabda dalam hadits Ibnu Masud:



Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang kalau dia baik
maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula
seluruh anggota tubuh, ketahuilah dia adalah hati. (Muttafaqun alaih) Ibnu Rajab Al-

Hanbali berkata, Dalam hadits ini ada isyarat yang menunjukkan bahwa baiknya gerakan
anggota tubuh seorang hamba, dia meninggalkan semua yang diharamkan dan menjauhi
semua syubhat, sesuai dengan baiknya gerakan hatinya. (Jami Al-Ulum Wa Al-Hikam:
1/210)
C. Perbandingan antara hati dengan pendengaran dan penglihatan.

Ketiga anggota tubuh ini merupakan anggota tubuh terpenting pada tubuh manusia
karena pada ketiganyalah semua ilmu dan pengetahuan berputar. Allah berfirman, Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra`: 36) Allah mengkhususkan penyebutkan
ketiganya di antara semua anggota tubuh lainnya karena merekalah anggota tubuh yang
paling mulia dan paling sempurna. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menyebutkan
perbandingan ketiga anggota tubuh ini dalam Al-Majmu Al-Fatawa (9/310).
Penglihatan adalah yang terendah di antara ketiganya karena dia hanya bisa
mengetahui sesuatu yang terlihat pada saat itu, berbeda halnya dengan pendengaran dan
hati karena kedua bisa mengetahui sesuatu yang tidak terlihat, baik yang terjadi di zaman
dahulu maupun di zaman yang akan datang. Kemudian pendengaran dan hati berbeda dari
sisi: Hati itu sendiri bisa memahami sesuatu sementara pendengaran hanya berfungsi
sebagai pengantar ucapan -yang berisi ilmu- kepada hati.
D. Hal-hal yang memperbaiki hati
Jumlahnya sangatlah banyak, di antaranya:
a. Al-mujahadah (kesungguhan) dalam memperbaikinya.
Allah

berfirman, Dan orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari

keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami.
(QS. Al-Ankabut: 69) Abu Hafsh An-Naisaburi berkata, Saya menjaga hatiku selama dua
puluh tahun kemudian dia yang menjagaku selama dua puluh tahun. (Nuzhah AlFudhala`: 1205)
b. Banyak mengingat kematian dan hari akhirat.

Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah :



Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yakni kematian(HR. Imam
Empat kecuali Abu Daud).
Dan beliau juga bersabda tentang ziarah kubur, Karena sesungguhnya dia
mengingatkan kalian kepada negeri akhirat -dalam sebagian riwayat: Kematian-. (HR.
An-Nasa`i dan Ibnu Majah juga dari Abu Hurairah ) Dan dalam Al-Qur`an dan AsSunnah sangat banyak ayat dan hadits yang mengingatkan akan kengerian hari kiamat dan
dahsyatnya api neraka. Said bin Jubair -rahimahullah- berkata, Seandainya mengingat
kematian hilang dari hatiku niscaya saya khawatir kalau hal itu akan merusak hatiku.
c. Bergaul dengan orang-orang yang saleh.
Dalam hal ini Nabi bersabda sebagaimana dalam hadits Abu Musa Al-Asyari
:



Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jelek adalah
seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, maka
mungkin dia akan memberikannya kepadamu atau mungkin juga kamu akan membeli
darinya atau paling tidak kamu mencium bau wangi di sekitarmu. Adapun pandai besi,
maka kalau dia tidak membakar pakaianmu maka paling tidak kamu mencium bau busuk
di sekitarmu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan Allah Taala telah berfirman, Dan janganlah kamu cenderung kepada
orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, (QS. Hud: 113) d.
Hatinya selalu terkait dengan Penciptanya dan Sembahannya. Ini adalah jenjang ihsan
yang Rasulullah telah jelaskan definisinya dalam hadits Jibril yang masyhur, Engkau
menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau kamu tida sanggup
melihat-Nya maka yakinlah kalau Dia melihatmu. (Muttafaqun alaih)

Ibnu Al-Qayyim berkata dalam Al-Wabil Ash-Shayyib, Sesungguhnya di dalam


hati ada wahsyah (sifat liar) yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan ketenangan dalam
mengingat Allah, di dalamnya ada kesedihan yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan
kegembiraan mengenal-Nya, dan padanya ada kefakiran yang tidak bisa dihilangkan
kecuali dengan kejujuran tawakkal kepada-Nya, yang seandainya seseorang diberikan
dunia beserta segala isinya niscaya kefakiran tersebut tidak akan hilang.
d. Amalan saleh dengan semua bentuknya.
Allah Taala berfirman, Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas
dirinya sendiri. (QS. Fushshilat: 46)
Ibnu Abbas berkata, Sesungguhnya amalan baik memberikan cahaya pada hati,
kecemerlangan pada wajah, kekuatan pada badan, tambahan pada rezeki, kecintaan di
dalam hati-hati para hamba.
Dan sebesar-besar bahkan landasan setiap amalan yang saleh adalah ilmu agama
yang bermanfaat, dengannyalah seorang hamba mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.
Rasulullah bersabda dalam hadits Muawiah bin Abi Sufyan:
Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan pada dirinya maka Dia akan memberikannya
pemahaman dalam agama. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
e.

Memanfaatkannya (hati) sesuai dengan tujuan penciptaannya


Ini adalah hal yang bisa dipahami secara akal, yakni suatu benda yang dibuat untuk

mengerjakan sesuatu pasti akan rusak kalau digunakan untuk selain dari tujuan
pembuatannya. Dan tujuan diciptakannya hati dan akal adalah untuk mentadabburi ayatayat Allah yang bersifat syari dan kauni yang darinya akan lahir amalan-amalan sebagai
tanda keimanan dia kepada Allah. Pernah ditanyakan kepada Ummu Ad-Darda`
-radhiallahu anha- tentang ibadah suaminya yang paling sering dia lakukan, maka beliau
menjawab, Berpikir dan mengambil pelajaran (darinya).
f.

Berdzikir kepada Allah Taala.

Allah Taala berfirman, Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang
Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (QS. Az-Zukhruf: 36)
Dan Allah berfirman, Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang
melihat? Allah berfirman: Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan. (QS. Thaha:
124-126).
Dan Allah berfirman, Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram. (QS. Ar-Rad: 28)
E. Hal-hal yang merusak hati.
Telah jelas pada pembahasan sebelumnya perkara apa saja yang merusak hati, yaitu
dengan mengetahui kebalikan semua perkara yang memperbaiki hati. Dan di sini kita
tambahkan beberapa perkara:
a.

Melampaui batas dalam semua perkara.


Allah Taala berfirman, Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.(QS. At-

Takatsur: 1) Dan Allah berfirman, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS.
Al-Araf: 31)
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, Ada dua perkara yang menjadikan hati menjadi
keras: Terlalu banyak bicara dan terlalu banyak makan. (Nuzhah Al-Fudhala`: 779)
b.

Memakan makanan yang haram.


Karena makanan merupakan salah satu unsur pembentuk hati, dan telah shahih dari

Nabi bahwa beliau bersabda, Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu yang haram
maka neraka lebih pantas baginya.

c.

Tenggelam dalam mengejar dunia.


Telah datang tahdziran dari Allah dan Rasul-Nya mengenai fitnah dunia, di

antaranya Allah Taala berfirman, Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan


dan senda gurau. (QS. Muhammad: 36)

Dan Rasulullah telah bersabda dalam hadits Abu Said Al-Khudri :



Maka takutlah kalian kepada fitnah dunia dan takutlah kalian kepada fitnah
wanita, karena sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah dalam
masalah wanita. (HR. Muslim)
F. Yang dimaksud dengan amalan hati.
Yang dimaksud dengannya adalah semua amalan yang letaknya di dalam hati atau
yang mempunyai hubungan dengannya. yang terbesar darinya adalah keimanan kepada
Allah, cinta, takut dan berharap kepada-Nya, taubat dan kembali kepada-Nya, tawakkal,
sabar, yakin, khusyu, ikhlas dan semacamnya. Darinya kita sudah bisa membedakan
antara amalan hati, amalan lisan -seperti berzikir dan berdoa-, dan amalan anggota tubuh
seperti ruku, sujud dan semacamnya-.
G. Hukum amalan hati dari sisi pahala dan dosa.
Dalam hal ini dia sama dengan amalan anggota tubuh lainnya walaupun dari sisi
kedudukan, dia lebih utama darinya. Maka kalau seseorang dihukum ketika dia melakukan
ghibah dengan lisannya, maka demikian pula dia akan dihukum ketika hatinya bertawakkal
kepada selain Allah. Apalagi yang memang merupakan ibadah hati, maka seseorang akan
dihukum

ketika

hatinya

meninggalkan

ibadah

tersebut

walaupun

dia

tidak

menampakkannya dalam amal perbuatannya, seperti cinta kepada Allah, keyakinan hanya
Allah yang mengetahui perkara ghaib dan semacamnya.

H. Keutamaan amalan hati dibandingkan amalan jawarih (anggota tubuh).


Keutamaannya bisa ditinjau dari beberapa sisi:
a. Rusaknya ibadah hati terkadang menyebabkan rusaknya ibadah yang berkenaan
dengan anggota tubuh, contohnya keikhlasan dalam ibadah. Allah berfirman dalam
hadits qudsi:

Saya adalah Dzar yang paling tidak butuh kepada kesyirikan, karenanya
barangsiapa

yang

mempersekutukan

saya

dalam

ibadahnya

maka

Saya

akan

meninggalkannya dan apa yang dia sekutukan. (HR. Muslim dari Abu Hurairah )
b. Amalan hati -yang asalnya adalah tauhid- merupakan asas untuk selamat dari
neraka dan masuk ke dalam surga.
Nabi bersabda dalam hadits Jabir riwayat Muslim:

Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak berbuat kesyirikan
sedikit pun maka dia akan masuk surga, dan barangsiapa yang berjumpa dengan Allah
dalam keadaan berbuat kesyirikan maka dia akan masuk neraka.
c. Ibadah hati lebih berat dilaksanakan daripada ibadah jawarih.
Muhammad bin Al-Munkadir berkata, Saya melatih jiwaku selama empat puluh
tahun sampai akhirnya dia bisa istiqamah. (Nuzhah Al-Fudhala`: 607) Dan Yunus bin
Ubaid -rahimahullah- juga pernah berkata, Sesungguhnya saya telah menawarkan kepada
jiwaku agar dia mencintai untuk manusia pada apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri
dan membenci untuk manusia pada apa yang yang dia benci untuk dirinya sendiri, tapi
ternyata itu sangat jauh darinya. Kemudian pada kesempatan lain saya menawarkan

kepadanya agar dia tidak menyebut-nyebut mereka (orang lain) kecuali dengan kebaikan
dan agar tidak menyebut dan tidak membicarakan mereka dengan kejelekan, akan tetapi
saya menilai puasa di siang hari yang sangat panas lebih mudah baginya (jiwa) daripada
itu. (Nuzhah Al-Fudhala`: 539)
d. Amalan hari merupakan pendorong dan penggerak dari amalan jawarih. Telah
berlalu ucapan Ibnu Abbas yang menunjukkan akan hal itu. Dan Utbah Al-Ghulam
-rahimahullah- juga pernah berkata, Barangsiapa yang mengenal Allah niscaya dia akan
mencintai-Nya, dan barangsiapa yang mencintai-Nya niscaya dia akan menaatinya.
e. Terkadang ibadah hati bisa menjadi pengganti dari ibadah jawarih. Misalnya
dalam jihad, Nabi bersabda:
:
-

Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidaklah kalian menempuh


satu pun perjalanan dan tidaklah kalian melewati satu pun lembah kecuali mereka bersama
kalian -dalam sebagian riwayat: Bersekutu dengan kalian dari sisi pahala-, mereka adalah
orang-orang yang ditahan oleh penyakit. (HR. Muslim dari Jabir dan Al-Bukhari dari
Anas yang semakna dengannya)
f. Amalan jawarih mempunyai batas yang telah ditentukan, baik dari sisi
pelaksanaan maupun pahala, berbeda halnya dengan amalan hati.
Hal ini disebutkan oleh Ibnu Al-Qayyim dalam Madarij As-Salikin. Aisyah
-radhiallahu anha- berkata dalam hadits riwayat Muslim:


Adalah Rasulullah selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan beliau.
Allah Taala berfirman, Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar: 10)

g. Amalan hati ada yang terus-menerus berlanjut pada saat amalan jawarih terhenti
atau melemah.
Di dalam kubur seseorang menjawab pertanyaan kedua malaikat dengan tauhidnya,
penghuni surga senantiasa mencintai, mengagungkan dan memuliakan Allah. Akan tetapi
mereka (yang dalam kubur atau di surga) tidak lagi mengerjakan shalat, puasa dan
seterusnya dari ibadah anggota tubuh.
h. Ibadah hati penentu besar kecilnya nilai dan pahala ibadah anggota tubuh,
bahkan -dalam sebagian keadaan- dia bisa menjadi penentu diterima atau tertolaknya
ibadah anggota tubuh.

Rasulullah bersabda, Sesungguhnya setiap amalan ibadah tergantung dengan


niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, al-hadits.
(Muttafaqun alaih dari Umar )
Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Betapa banyak amalan kecil yang dibuat
banyak (besar) oleh niatnya, dan betapa banyak amalan yang banyak (besar) dibuat kecil
oleh niatnya.
i. Pembagian manusia dalam mengamalkan amalan hati.
a. Di antara mereka ada yang sibuk mengurusi ibadah-ibadah hati dan
memperbaiki hatinya, akan tetapi dia meninggalkan dan melalaikan
amalan-amalan yang zhahir.
b.
c.

Sekelompok lainnya jutsru melakukan sebaliknya.


Kelompok yang ketiga -dan ini yang tepat-, adalah mereka yang
memperhatikan dan menjaga kedua jenis amalan ini tanpa ada bentuk
tafrith (penyepelean) dan ifrath (extrim) padanya,

Dan mungkin bisa ditambahkan keadaan yang keempat -dan ini juga beliau
isyaratkan dalam kitab beliau yang lain-: Kelompok yang menelantarkan keduanya.

Ada beberapa tingkatan hati manusia untuk beriman kepada Allah Swt:

(a)

Qalbu

( )yaitu hati, berfungsi untuk memahami sesuatu, sehingga

terkadang hati memiliki kemantapan dan keraguan.


(b) Fuad ( )yaitu hati, berfungsi untuk menuntut pikiran dan perasaan manusia
untuk berbuat yang baik. Jika fuad (hati) manusia yang brsemayam di jantung manusia itu
kotor, maka perbuatan manusia menjadi kotor (berbuat dosa dan maksiat) sehingga
merugikan manusia itu sendiri. Tetapi jika manusia senantiasa berbuat baik, maka hatinya
pun terjaga baik. itulah fungsi fuad yang sesungguhnya bagi manusia.
(c)

Syaghaf ( )yaitu hati, berfungsi untuk mencintai kesenangan dan

pemantapan hati atas sesuatu yang disenangi atau dikerjakan oleh manusia. Tetapi, hati ini
juga membuat manusia membenci sesuatu (pekerjaan atau seseorang).
(d) Aql ( )yaitu hati, berfungsi untuk berpikir bagi manusia ialah memikirkan
sesuatu yang tertulis, yang realistis, yang menjadi angan-angan seperti cita-cita dan
harapan. Akal manusia berfungsi untuk menangkap sesuatu atau segla yang dapat
dipikirkan, baik sesuatu yang nyata (kongkret) ataupun yang abstrak yaitu alam fisis
(nyata) dan alam metafisis (ghaib). Hasil berpikir manusia dinamakan pemikiran, konsep,
teori yang di dalamnya bias mengandung kebenaran dan juga bias mengandung kesalahan.
Pikiran yang mantap dan ragu berarti ada kerjasama antara aqal dengan qalbu, fuad, dan
syaghaf.
(e)

Lubb (/ )yaitu hati, berfungsi untuk memikirkan segala ciptaan Allah,

berkontemplasi, merenung kebesaran dan keagungan Allah serta berzikir (mujahadah)


kepada-Nya.
(f)

Hubb ( )yaitu hati, berfungsi untuk selalu mencintai dan senang mencintai

kepada Allah Swt, untuk selalu dekat dengan-Nya, juga selalu mencintai kepada sesama
manusia dan makhluk lainnya.
g) Sirr ( )yaitu hati, berfungsi untuk selalu dekat kepada Allah, manusia selalu
berzikir sirr (zikir khaufi) dengan perasaan,bukan diucap dengan lidah. Di mana pun,
kapan pun, manusia selalu berzikir kepada Allah sehingga Allah pun membuka hijab/tabir
sehingga keduanya (manusia dan Allah) saling melihat dan mengenal, dan manusia

dibukakan pengetahuan karena ia mengenal rahasia-rahasia Allah karena Allah membuka


dan menampakkan rahasia-rahasia-Nya.
(h) Ruh ( )yaitu hati, berfungsi untuk berzikir dengan rasa yang palin halus,
sensitif, dan manusia terus berusaha supaya bertemu dengan Allah Swt sehingga Allah pun
memperlihatkan-Nya ( ) dan ia bertemu dengan-Nya () .

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesungguhnya Islam memiliki sebuah konsep yang utuh mengenai perasaan/jiwa.
Jiwa (perasaan) merupakan unsur yang tidak tampak yang menggerakkan jasad manusia, ia
berasal dari Allah yang semestinya harus selalu dijaga agar senantiasa berada dalam
kondisi yang bersih. Ketika jiwa (perasaan) yang ada pada diri manusia tidak dibimbing
dengan cahaya kebaikan -maka ia menjerit dan mengharap kembali kepada Tuhannya.
B. Saran
Saya sangat berharap bagi para pembaca apabila ada kritik dan saran yang
sekiranya membangun kepada saya untuk menjadi lebih baik, saya akan sangat berterima
kasih kepada pembaca semua. Kemampuan saya tidak ada apa apanya tanpa dukungan dan
revisi dari para pembaca yang budiman. Semoga bermanfaat dan menjadikan hidup anda
penuh semangat.

Anda mungkin juga menyukai