OKTOBER 2015
Oleh :
M. Nizwan Sham ( C 111 10 839 )
Sri Wahyuni Ramadhan ( C 111 11 897 )
Julia Jolanet Syafrianty Adam ( C 111 11 001 )
PENDAHULUAN
Cleft lip and palate ( bibir sumbing ) adalah cacat lahir kraniofasial yang paling umum
terjadi, terjadinya bibir sumbing atau labioskisis merupakan kegagalan penyatuan tonjolan
maksila dan tonjolan hidung medial, bisa terjadi unilateral atau medial. Bila tonjolan hidung
medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maksila gagal menyatu terjadi celah yang
disebut palatoskisis.1,2
Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat lahir yang masih menjadi
masalah di tengah masyarakat. terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Akibatnya tindakan yang akan dilakukan terlambat.1,2
Presentasi bibir sumbing bervariasi, anak dapat lahir dengan bibir sumbing unilateral atau
bilateral dengan langit-langit yang normal, sumbing (soft atau hard) dengan bimbing normal,
atau unilateral/bilateral dengan sumbing langit-langit. Presentasi yang paling umum terjadi
adalah bibir sumbing unilateral sisi kiri dengan sumbing celah langi-langit. Kejadian ini juga
lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan. Sebagian besar bayi yang
terkena tidak mempunyai masalah kesehatan dan normal secara intelektual. Namun, terdapat
kejadian 25% dengan anomali tambahan, termasuk neurologis dan kelainan jantung serta club
foot. Insiden ini terjadi pada populasi Kaukasia adalah 1-1.5/1000 kelahiran hidup, di Afrika dan
Afrika-Amerika adalah <0.5/1000 kelahiran hidup, dan di Asia dan Hispanik, 2-3/1000 kelahiran
hidup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi
Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah yang dibatasi di sebelah cranial oleh
lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan di lateral oleh processus mandibularis arcus
pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di tengah-tengah daerah ini, terdapat cekungan ectoderm
yang dikenal sebagai stomodeum. Pada dasar cekungan terdapat membrane buccopharyngeal.
Pada minggu keempat, membrane buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan
langsung dengan usus depan (foregut).4,6,7
Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada menyatunya sejumlah processus penting
(teori fusi processus), yaitu processus frontonasalis, processus maxillariss, dan processsus
mandibularis. Processus frontonasalis mulai sebagai proliferasi mesenchym pada permukaan
ventral otak yang sedang berkembang, menuju ke arah stomodeum. Sementara itu, processus
maxillaris tumbuh keluar dari ujung atas arcus pertama dan berjalan ke medial, membentuk
pinggiran bawah orbita. Processus mandibularis arcus pertama kini saling mendekat satu dengan
yang lain di garis tengah, di bawah stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir
bawah.6,7
rahang atas dan pipi, dan akhirnya menutupi premaxilla dan menyatu pada garis tenggah.
Berbagai processus yang membentuk wajah menyatu selama dua bulan kedua.6,7
Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus pharyngeus pertama pada
masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus maxillaris saling bertemu di garis tengah
dan bersatu, juga dengan processus nasalis medialis. Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh
processus maxillaris, dan bagian medial atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis
dengan bantuan processus maxillaries pada akhir minggu ke-6 sampai minggu ke-7.6,7
Kulit yang menutupi processus frontonasalis dan derivatnya mendapat persarafan sensoris
dari divisi ophthalmica n. trigeminus, sedangkan divisi maxillaries n. trigeminus mempersarafi
kulit di daerah processus maxillaris. Kulit yang meliputi processus mandibularis dipersarafi oleh
divisi mandibularis n. trigeminus. Otot-otot untuk ekspresi wajah berasal dari mesenchym arcus
pharyngeus kedua. Saraf yang menyuplai ini adalah saraf arcus pharyngeus kedua, yaitu nervus
kranialis.6,7
Gambar Development of the palate
Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu pembentukan palatum
primer yang diikuti dengan pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kirakira pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan pembentukan
processus fasialis.
Penyatuan prosesus nasalis medialis dengan prosesus maxillaris, dilanjutkan dengan
penyatuan prosesus nasalis lateralis dengan prosesus nasalis medialis, menyempurnakan
pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada proses penyatuan
processus ini menyebabkan terbentuknya celah pada palatum primer.
Pembentukan palatum skunder dimulai setelah palatum primer terbentuk sempurna, kirakira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang
dari bagian medial dari prosesus maxilaris. Kemudian, kedua sisi ini akan bertemu di midline
dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut berkembang ke arah superior, proses penyatuan
ini dimulai. Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada palatum
sekunder.
Hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara processus maksilaris
dengan processus nasalis medialis dimana pertama terjadi pendekatan masing masing
processus, setelah processus bertemu, terjadi regresi lapisan epitel dan pada akhirnya mesoderm
saling bertemu dan mengadakan fusi.4,5,7
Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah perkembangan abnormal dari processus
nasomedial dan maksilaris sedangkan pada palatoschizis yaitu kegagalan fusi antara 2 processus
palatine
2.2 Anatomi
2.2.1 Mulut
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah, palatum durum
(palatum keras), palatum mole, dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal,
alveolar ridge, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang
membatasi rongga mulut.
terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di
antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir
2.2.2 Anatomi Bibir dan Palatum
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi bagian yang
terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian
eksternal dan membran mukosa pada bagian internal.
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir bagian
bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian superior sampai ke
lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior.
Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada
bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian inferior.
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis, jaringan subkutan,
serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke
bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang
tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga
memberikan warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga
menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga
terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian
vermilion.
mukosa yang disebut frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otototot businator di pipi dan otot-otot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan
agar makanan berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga
memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara.
Palatum membentuk atap mulut, dibedakan menjadi dua bagian, yaitu palatum durum di
depan (bagian dari rongga mulut) dan palatum molle di belakang (bagian dari oropharynx).
Palatum memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan sinus maksilaris.6,7
Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen
palitine mayor. Sedangkan a. Palatina minor dan m. Palatina minor lewat melalui foramen
palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk
pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari
nervus cranial VII dan IX yang berjalan di sebelah posterior dari pleksus.
a. Palatum Durum
Palatum durum dibentuk oleh processus palatines ossis maxillae dan lamina
horizontalis ossis palatini. Dibatasi oleh arcus alveolaris, dan di belakang berlanjut
sebagai palatum molle. Palatum durum membentuk dasar cavum nasi. Permukaan bawah
palatum durum diliputi oleh mucoperiosteum dan mempunyai rigi mediana. Membran
mukosa di kanan dan kiri rigi ini tampak berlipat-lipat.6,7
b. Palatum Molle
Palatum molle merupakan lipatan yang melekat pada pinggir posterior palatum
durum. Pada garis tenggah pinggir posteriornya terdapat uvula. Pinggir - pinggir palatum
molle dilanjutkan sebagai dinding lateral pharynx. Palatum molle terdiri atas membran
mukosa meliputi permukaan atas dan bawah palatum molle dan aponeurosis palatina
adalah lapisan fibrosa yang melekat pada pinggir pinggir posterior palatum durum dan
merupakan lanjutan dari tendo m. tensor veli palatini. Otot palatum molle adalah m.
tensor veli palatine, m. levator veli palatine, m. palatoglossus, m. palatopharyngeus, dan
m. uvulae.6,7
Secara fungsional, palatum molle berperan memisahkan oropharynx dari
nasopharynx selama menelan dan berbicara. Palatum molle mendekat ke dinding
posterior pharyngeal selama menelan untuk mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan
mendekat selama berbicara untuk mencegah udara keluar dari hidung.6
2.3 Bibir Sumbing (Cleft Lip)
2.3.1 Definisi
Hipocrates pada tahun 400 SM dan Galen pada tahun 150 M menjelaskan bahwa bibir
sumbing adalah celah pada bibir (Stewart, 1991). Sedangkan menurut Bartoshesky (2008)
mengatakan bibir sumbing adalah cacat pada kelahiran dimana sel-sel pada mulut atau bibir
tidak berkembang dengan baik selama perkembangan janin.
Gambar Anak bibir normal (kiri) dan bibir sumbing (kanan)
Cacat ini berupa celah pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai ke gusi, rahang,
dan langitan, jadi besarnya cacat bervariasi. Juga dapat terjadi pada dua sisi. Diagnosis dalam
bahasa latin tergantung dari cacatnya, misalnya mengenai bibir, gusi, dan rahang (Labio gnatho
palato schizis).
Labioschizis adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut
dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada
pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
Gambar Labioschizis
Palatoschizis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan dua
sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.5,8
Gambar Palatoschizis
Labioschizis dan labiopalatoschizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau
sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana
bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Kegagalan penyatuan tonjolan
maksila dan tonjolan hidung medial akan menimbulkan labioschizis (bibir sumbing) yang terjadi
unilateral maupun bilateral. Bila tonjolan hidung medialis , bagian yang membentuk dua segmen
antara maksila, gagal menyatu, terjadi celah yang disebut palatoschizis (celah langit - langit).4
2.3.2 Epidemiologi
Perbedaan ras, geografis dan etnik mempengaruhi prevalensi celah bibir dan langitan.
Diseluruh dunia, celah orofasial terjadi pada 1 tiap 700 kelahiran dan prevalensi celah bibir
dengan atau tanpa celah langitan jauh lebih banyak daripada celah langitan terisolasi. 8 Prevalensi
celah bibir dan langitan paling tinggi pada ras kulit putih dan paling sedikit pada ras kulit hitam.
Bibir sumbing lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan (3:2). Secara umum angka
kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada
ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1: 750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran.
Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih
sering pada anak perempuan. Celah bibir ini lebih sering terjadi yang unilateral.
Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Dengan demikian membutuhkan
kerja keras dari berbagai pihak untuk dapat mengetahui secara pasti prevalensi celah bibir dan
langitan secara akurat mengingat perbedaan ras, geografis dan etnik yang sangat luas sehingga
pengumpulan data disuluruh dunia amat sukar dilakukan. 3
2.3.3 Etiologi
Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti dan memiliki faktor risiko yang
bervariasi (multifaktorial). Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labiopalatoschizis muncul
akibat kombinasi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor penyebab yang diduga dapat
menyebabkannya yaitu :5,9,10
1. Genetik
Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40%
orang
yang
mempunyai
riwayat
keluarga
labiopalatoschizis
akan
mengalami
3. Faktor lingkungan
Zat kimia (rokok dan alkohol) karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan
alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional. Gangguan
metabolik seperti diabetes mellitus dan penyinaran radioaktif juga berpengaruh terhadap
tumbuh kembang organ selama masa embrional.
4. Insufisiensi zat.
Untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada
gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C dan Zn)
serta penggunaan vitamin A secara berlebihan dapat menigkatkan risiko melahirkan anak
dengan labio / palatoschizis.
5. Zat Kimia.
Penggunaan
obat
teratologi
termasuk
jamu
dan
kontrasepsi
hormonal.
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin. Akan tetapi
jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Kontrasepsi
hormonal pada ibu hamil terutama hormone estrogen yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi fetomaternal.
Pemberian aspirin, kortisol dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama dapat
menyebabkan terjadinya celah. Obat obatan seperti thalidomide, kortikosteroid dan obat
penenang (diazepam, phenytoin) serta alkohol, kafein juga dapat menyebabkan kelainan
ini.
6. Infeksi.
Terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia. Selain itu, Frases mengatakan
bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, namun hanya sedikit kemungkinan
dapat menyebabkan celah.
7. Trauma.
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan fisik dapat menyebabkan
terjadinya
celah.
(adrenocorticotropic
Stres
yang
hormone)
timbul
sehingga
menyebabkan
merangsang
terangsangnya
kelenjar
adrenal
ACTH
bagian
2.3.4 Klasifikasi
2.3.4.1 Klasifikasi berdasarkan The Royal College of Surgeons of England (2000)
Bibir sumbing diklasifikasikan berdasarkan lengkap/tidaknya celah yang terbentuk :
1. Komplit : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung
2. Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/jumlah kelainan:
a. Unilateral : apabila celah sumbing terjadi hanya pada salah satu bibir
b. Bilateral : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
Bisa tanpa atau disertai belah langit-langit.
Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil pada batas yang
merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung. 12 Biasanya disertai dengan
gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping
hidung bibir seringkali disertai dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer,
menghasilkan tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.
Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan hanya uvula saja
atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan palatum durum sampai ke foramen
incisivus. Apabila celah palatum ini terjadi bersamaan dengan celah bibir (sumbing), cacat ini
dapat melibatkan linea mediana palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu
atau kedua sisi, memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai celah palatum unilateral
atau bilateral.
2.3.4.3 Klasifikasi Kernahan
Klasifikasi Kernahan berdasarkan pada embriologi yang pakai foramen insisivum sebagai
batas yang memisahkan celah pada palatum primer dari palatum sekunder. Palatum primer terdiri
dari bibir atas, tulang alveolar dan palatum yang terletak di anterior foramen insisivum. Celah
komplit pada palatum primer akan melibatkan semua struktur ini, palatum sekunder terdiri dari
palatum keras dan palatum lunak dibelakang foramen insisivum.2,3
Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan untuk mengatasi
kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan identifikasi kondisi pasien
preoperatif secara tepat.2,3
Keterangan
a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibir
b) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolar
c) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivum
d) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum keras
e) Area 9 menunjukkan palatum lunak.
Gambar klasifikasi kernahan. Area yang diarsir hijau merupakam area yang terdapat
celah.3
2.3.5 Patogenesis
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, celah bibir dan palatum nyata sekali
berhubungan erat secara embriologis, fungsional dan genetik. Prosesnya karena terdapat
hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan prosesus nasalis media dan
prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau
mefusikan lempeng palatum. Cacat ini berupa celah pada bibir atas yang dapat meneruskan diri
sampai ke gusi, rahang dan langitan, sehingga besarnya cacat bervariasi. Juga dapat terjadi pada
dua sisi. Diagnosis dalam bahasa latin tergantung dari cacatnya, misalnya bila mengenai bibir,
gusi dan rahang disebut Labiognatopalatoschizis.2,9,11
Dua teori yang muncul tentang embryogenesis bibir sumbing :9-11
a. Teori klasik
Kegagalan fusi processus maksila dan processus nasalis medialis selama interval
waktu menghasilkan celah palatum primer.
b. Teori penetrasi mesodermal (dikemukakan oleh Stark)
Penutupan palatum didasari oleh penetrasi mesodermal, tanpa migrasi dan
penguatan oleh mesodermal ini, akan terjadi kerusakan epitel dan bagian yang telah
menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali sehingga terjadi pemisahan yang
berakibat adanya celah bibir / palatum.
Masalah yang ditimbulkan cacat ini adaah psikis, fungsi dan estetik, ketiganya saling
berhubungan. Masalah psikis yang mengenai orang tua dapat diatasi dengan penerangan yang
baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit-langit, bayi tak dapat menghisap. ASI harus
dimanfaatkan dengan cara lain, dipompa dulu dan diberikan per sendok atau dengan botol yang
lubang dotnya cukup besar. 9-11
2.3.6 Manifestasi Klinis
1. Labioschisis
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada
waktu menyusui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan
bicara. Labioschizis sering disertai dengan hidung yang asimetrik karena gnatoschizis dan
palatoschizis.4,9
2. Palatoschisis
Karena terdapat hubungan antara rongga mulut dan hidung pada palatoschizis, anak
pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Koreksi sebaiknya dilakukan
sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara.
Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama dalam cara memberikan minum agar
gizi anak memadai saat akan menjalani bedah rekonstruksi. Labiognatopalatoschizis
merupakan gabungan dari dua kelainan tersebut di atas. Koreksinya dapat dilakukan
bertahap maupun sekaligus.4,9
Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi pada labiopalatoschizis yaitu :
a. Masalah asupan makanan.
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschizis. Adanya kelainan
ini memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot.
Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschizis mungkin dapat juga meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflex
menelan pada bayi dengan laboschizis tidak sebaik pada bayi normal dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak
lurus dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk nepuk bayi secara berkala juga
dapat membantu.
Gambar The Haberman Feeder
Bayi yang hanya menderita labioschizis atau dengan celah kecil pada palatum
biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatoschizis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus (cairan dalam dot dapat keluar dengan tenaga hisapan
kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labiopalatoschizis dan bayi dengan masalah pemberian
makan / asupan makanan tertentu serta mencegah aspirasi.2,4,9
b. Masalah dental
Anak yang lahir dengan labioschizis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan malformasi dan malposisi dari gigi geligi pada area dari
celah bibir yang terbentuk. 2,4,9
c. Infeksi telinga
Anak dengan labiopalatoschizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.2,9
Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya
pengosongan pada telinga tengah. Karena sfingter pada muara tuba eustachii kurang normal
maka lebih mudah terjadi infeksi di ruang telinga tengah. Kemungkinan ini harus selalu
diingat supaya tidak sampai terjadi otitis media perforata.
d. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labiopalatoschizis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat
menutup ruang / rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada
yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Mekanisme velopharyngeal yang utuh
penting dalam menghasikan suara non asal dan sebagai modulator aliran udara dalam
pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling.
Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot otot tersebut di atas
untuk menutup ruang / rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat lagi kembali
sepenuhnya normal.
Anak mungkin mempunyai kesulitan berbicara atau memproduksi suara / kata p, b, d,
t, h, k, g, s, sh dan ch dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.2,4,9
kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat
mendeteksi dengan sukses celah bibir dan celah langit-langit secara antenatal. Tetapi,
pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien.
Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal
celah
bibir
dan
celah
langit-langit,
yang
memberikan
keamanan
dalam
prosedur,
Gambar (A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral , incomplete pada yang kiri, (B)
foto anak yang sama setelah lahir sebelum dioperasi 2
Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam pembedahan fetus yang merupakan
bentuk potensial dari pengobatan celah bibir dan celah langit-langit. Meskipun persoalan teknik
dan etika seputar konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada pembedahan in utero
manipulasi perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini mungkin diterapkan pada masa
kehamilan.2
2.3.7.2 Diagnosis postnatal
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosis pada saat kelahiran.
Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi
atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle, yang
terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh lapisan mulut (mouth's lining) karena
letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosis hingga beberapa waktu.2
2.3.8
Penatalaksanaan
Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi dipasangi penutup
plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu pengendalian cairan, memberikan bidang
referensi untuk pengisapan dan menjaga stabilitas segmen-segmen arkus lateral. Pertumbuhan
arkus gigi yang cepat memerlukan pengukuran alat penutup yang berulang-ulang setiap beberapa
minggu. Putting artificial lunak dengan lubang yang besar berguna pada penderita celah palatum.
Penderita dengan celah bibir (sumbing) murni mungkin dapat minum ASI.2
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir sumbing atau celah
palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu bertahun tahun, dari tim yang
terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan
mengikuti perkembangan rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan
membimbing kemampuan bicara.4
a) Penatalaksanaan pada labioschisis
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi 2,4,9
a. Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan
usia yang memadai tindakan operasi pertama dikerjakan untuk menutup celah
bibirnya, biasanya pada umur tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of
ten yaitu berat badan minimal empat setengah kilo (10 pon), kadar hemoglobin 10
gram persen dan umur sekurang kurangnya 10 minggu dan tidak ada infeksi,
leukosit dibawah 10.000.
b. Edukasi kepada orang tua
Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasihat yang seharusnya
diberikan kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak
bertambah parah. Misalnya, memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika
dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah optimal artinya tidak
terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga
membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang khusus ini tidak
tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan bantuan sendok secara
perlahan dengan posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu
melewati langit langit yang terbelah.
c. Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non alergenik.
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses
tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi ke arah depan (protrusion
pre maksila) akibat dorongan lidah prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan
koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang
didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai
waktu operasi tiba.
2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah umur 3 bulan,
ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang memuaskan dan bebas dari
infeksi oral, saluran nafas atau sistemik.2,9
Tujuan pembedahan/operasi :2
a.
b.
c.
d.
1)
1. Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris, kemudian otot
orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan dari sisanya.
2. Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara tajam, sampai kira
kira sulkus nasolabialis.
3. Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya, secukupnya,
kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap : mukosa,
otot dan kulit.
4. Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C, kemudian
dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung.
5. Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan gunting halus
melengkung.
6. Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke kulit.
7. Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung lebih
simetris. Kolumela dan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari depan ke
belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring.
8. Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa oral mulai dari cranial,
menghubungkan sulkus ginggivo labialis. Jahitan diteruskan sampai ke dekat
merah bibir.
9. Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik yang perlu
ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir.
Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang.
10. Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab selama 1 hari, untuk
menyerap rembesan darah / serum yang masih akan keluar. 1 hari sesudahnya,
barulah luka dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.
dan elektrolit seimbang, pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam pasca
bedah. Selama waktu yang singkat dalam masa pasca bedah, perawatan khusus sangat
diperlukan. Tindakan pengisapan nasofaring yang dilakukan secara lembut mengurangi
kemungkinan komplikasi yang lazim terjadi, seperti atelektasis dan pneumonia.2
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah rumatan kebersihan garis
jahitan dan menghindari ketegangan pada jahitan, karenanya bayi diberikan makan
dengan penetes obat dan tangan diikat
dipertahankan selama 3 minggu dan pemberian makanan dilakukan dengan tetesan atau
sendok. Tangan penderita, mainan dan benda benda asing harus dijauhkan dari palatum.
Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama status
kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara, dan juga keadaan
psikososial.2
b) Penatalaksanaan pada palatoschisis
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, tidak ada terapi medis khusus
untuk keadaan ini. Akan tetapi komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari
intake makanan, obstruksi jalan napas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis
terlebih dahulu sebelum diperbaiki.
Terapi pembedahan bukanlah suatu yang emergensi, dilakukan pada usia 12-18
bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena
memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan
luka sehingga sebelum penderita mulai bicara, soft palate dapat berfungsi dengan baik.
Jika operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan bicara
atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau, sulit dicapai.4,12
Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :2,12,15
1. Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar teknik ini yaitu memisahkan celah palatum yag terpisah. Pembedahan dan
penjahitan otot merupakan prosedur untuk membuat sling otot. Skematik palatoplasti
Von Langenbeck, melibatkan flap bipedikel mukoperiosteal untuk menutup celah
patum durum dan molle.
Karena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan derajat kerusaknnya;
penentuan waktu operasi koreksi seharusnya bersifat individual. Kriteria seperti lebarnya
celah, cukupnya segmen palatum yang ada, morfologi daerah sekitarnya (seperti lebarnya
orofaring) dan fungsi neuromuskuler palatum mulut serta dinding faring mempengaruhi
pengambilan keputusan.2
Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi-rigi alveoulus dan menganggu pembentukan
gigi pada daerah tersebut. Elemen elemen gigi yang hilang harus diganti dengan alat
alat prostetik; kemungkinan juga diperlukan perubahan posisi gigi. Setelah operasi, pada
usia anak dapat belajar bicara dari orang lain, speech therapist dapat diminta mengajar
atau melatih anak bicara yang normal. Bila ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar
masi sengau maka dapat dilakukan Faringoplasti. Operasi ini adalah membuat
bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya pada umur 6 tahun ke atas.2
Pada umur 8 9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan tulang pada celah
alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti nanti mengatur pertumbuhan
gigi dikanan kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari bagian spongius Krista
depan.
Bila
gusi
juga
terbelah
(gnatoschizis)
kelainannya
menjadi
labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8-9 tahun bekerja
sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.2,4
Pengelolaan
bibir
sumbing
langitan
merupakan
pengelolaan
terpadu
tidak berfungsi secara adekuat, orang itu sukar mencipatkan tekanan yang cukup di dalam
mulutnya untuk membuat suara sura tertentu. Kemungkinan terapi wicara diperlukan
setelah suatu operasi.
Komplikasi juga dapat dapat terjadi setelah operasi, yaitu berupa: 12,14
a. Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang berlebihan dari tempat
operasi.
b. Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini
terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana
pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi
yang terpisah.
c. Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki
pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi,
trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat
berkurang pascaoperasi, dan inflamasi local yang dapat terjadi akibat simpul yang
terbenam.
d. Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah
operasi.
e. Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan
retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total
dari segmen lateral otot orbikularis.
f. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir. Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran
intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung.
2.3.10 Prognosis
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi atau
disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih
dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secra signifikan. Dengan adanya teknik
pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak
labioschsis.14,15
2.3.11 Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bibir sumbing adalah:
1. Menghindari Merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terkait untuk terjadinya
celah. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan
peningkatan risiko terjadinya plate.
2. Menghindari Alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang yang normal bagi fetus.
a. Asam Folat
Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam
proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah terjadinya anemia dalam
kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh
kembang embrionik
b. Vitamin B6
Diketahui bahwa Vitamin B6 dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah pada
penelitian terhadap binatang. Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk
membuktikan peran vitamin B6 dalam terjadinya celah.
c. Vitamin A
Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu
menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainnya pada
mamalia. Penelitian klinis pada manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap
retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang
gawat.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate, Introduction. Dalam :
Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke 11. Volume 4. Philadelphia : WB Saunders.
2. Johnsen DC. Celah Bibir dan Palatum. Dalam : WE Nelson, RE Behrman, editor. Ilmu
kesehatan Anak Nelson. Edisi ke 15. Volume 2. Jakarta:EGC; 1999.1282 - 1284.
3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi Sumbing Bibir /
Langit Langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Diunduh dari
: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml
4. Widjoseno, Gardjito. Kelainan Bawaan Kepala dan Leher. Dalam : R Sjamsuhidajat, W
De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 2. Jakarta: EGC; 2004. 344 345.
5. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam :
Schwartzs Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen, TR Billiar, DL Dunn, JG
Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2. Library of Congress Cataloging in
Publication Data; 1999. 1796 1800.
6. Snell RS. Perkembangan Wajah dan Kelainana Kongenital. Dalam : Anatomi Klinik
Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 6. Jakarta: EGC. 2006. 714 - 716.
7. Sadler TW. Wajah Dalam : Embriologi Langman. Edisi ke 7. Jakarta: EGC; 1997. 334 338
8. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke 12. Jakarta: EGC. 2002
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita
Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
10. Muhammad AH. Cleft Lip and Palate :Etiological Factos, a Review. Indian J Adv (serial
online) 2012 June (diakses 25 Oktober 2013); 4(2): (8 layar).
11. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta: Binarupa Aksara. 393 396.
12. The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. Cleft Lip and Palate. Dalam :
Neonatal Network Handout. Januari 2013.
13. Karmacharya J. Cleft Lip Workout (online). Dalam: Medscape. Juli 2013 (diakses 25
Oktober 2013). Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/
14. Seattle Children Hospital, research and foundation Cleft lip and palate. Diunduh dari :
http://www.seattlechildren.org/