Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dalam mengajar, cara yang paling baik adalah dengan mengajarkan pengetahuan kepada
orang lain. Oleh karena itu, ketika kita mengajarkan sesuatu kepada orang lain, disana kita
juga sekaligus menjadi pembelajar. Kita mengajarkan kepada para peserta, dan kita belajar
dari para peserta. Para peserta belajar dari materi yang diberikan, sedangkan pengajar belajar
dari keunikan karakter-karakter peserta dan bagaimana solusi praktis yang terbaik untuk
mempercepat pemahaman mereka. Ternyata prinsip seperti itu telah diteliti oleh para ahli di
Jerman. Dan penelitian tersebut secara sederhana dituangkan kedalam bagan The Learning
Pyramid di bawah ini.
Bagan Piramida atau Learning Pyramid tersebut adalah hasil dari penelitian National
Training Laboratories, Bethel, Maine. Begini kira-kira yang diterangkan oleh gambar
tersebut. Berdasarkan gambar terbusebut retensi (bertahannya ingatan akan suatu ilmu)
dilihat dari cara bbelajarnya seseorang adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ternyata tingkat retensi yang paling tinggi adalah bila kita mengajarkan ilmu tersebut
pada orang lain, yaitu sebesar 90%.
Hands-on, Minds-on, dan Aunthentic learning
Hands-on
Melibatkan siswa kedalam matematika yang sebenarnya, bereksperimen dengan bendabenda fisik dan memiliki pengalaman yang konkret sebelum mempelajari konsep-konsep
matematika yang abstrak.
Siswa belajar dengan praktek langsung (learning by doing). Siswa belajar dengan
menyikapi masalah, mereka tidak lagi terjebak dalam kursi di dalam kelas ketika mereka
diberikan masalah. Pada setiap masalah mereka diminta untuk mengulangi kata-kata, sikap
mereka terhadap masalah yang telah diajarkan. Siswa dapat mengekstak informasi dari
pelajaran melalui sikap mereka terhadap masalah. Sehingga siswa dapat aktif di kelas, dan
mereka dapat belajar secara efektif. Selain itu, mereka dapat menemukan sesuatu yang
berbeda yang begitu menarik dari kelas matematika.
Minds-on
Berfokus pada konsep inti dan proses berpikir kritis diperlukan bagi siswa untuk
membuat dan menciptakan kembali konsep-konsep matematika dan hubungan dalam pikiran
mereka sendiri. Siswa dipicu untuk meningkatkan pemikiran mereka dan mencoba untuk
menghubngkannya dengan pengetahuan mereka sebelum mendapatkan informasi baru. Siswa
menganalisis dan menggambarkan komponen dari konsep matematika. jadi siswa dapat
mengembangkan pemikiran matematika mereka.
Authentic Learning
Authentic learning memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi, menemukan,
mendiskusikan, membangun konsep-konsep matematika dan hubungan dalam konteks yang
melibatkan masalah di dunia nyata dan proyek yang relevan dan menarik bagi pelajar.
Siswa membangun pengetahuan mereka tentang konsep matematika dan kemudian
membuat sebuah konsep dalam pikiran mereka. Mereka dapat menggali pengetahuan mereka
dan mencoba untuk memecahkan masalah kehidupan nyata untuk mendapatkan sesuatu yang
baru tentang konsep matematika.
Enactive, Iconic, dan Symbolic
Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada
di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut
di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya.
Hal tersebut adalah tahapan proses belajar menurut teori belajar Bruner yang menjadi
suatu model pembelajaran, yakni model enactive, iconic and symbolic. Tahapan proses
belajar tersebut adalah:
1. Tahap enactive; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau
memanipulasi obyek-obyek secara langsung berupa benda-benda konkrit atau situasi nyata.
2. Tahap iconic; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut
mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak
memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan
Terjemahan
Pemaknaan
Ekstrapolasi