Anda di halaman 1dari 7

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang

yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial,
fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejalagejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe
II ditemukan gejala-gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang
buruk.
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia. Skizofrenia terjadi
pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada
masa remaja atau awal dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang lebih awal daripada
wanita.
Faktor resiko penyakit ini termasuk :
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri,
dan/atau impulsivitas.
3. Stress lingkungan
4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat
kecil.
5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena
dideritanya gangguan ini

Penyakit Skizofrenia Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab
skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang
mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu
penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita
gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya penyakit,
probandnya. Penelitian Computed Tomography(CT) otak dan penelitian post mortem
mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun
belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain

Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada
beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus
mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi
penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita
skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan
tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan
sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil
berdasarkan sebagian pada
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Rriwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus
obat akut.
Terapi Penyakit Skizofrenia
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75%
penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi
meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan
thioridazine pada penderita dengan hipertrofiprostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara
sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun,
karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan
sebatas obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah disbanding
dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika
menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan
menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk
mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik
pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya
tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau
mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.
Tujuannya adalah :
1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita
memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya.
Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.
Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.

5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya


dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan bagi individu
skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi individual menguntungkan
bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik,
serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa
hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita,
ketakutan-ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.
Prognosis Penyakit Skizofrenia
Fase residual sering mengikuti remisi gejala psikotik yang tampil penuh, terutama selama
tahun-tahun awal gangguan ini. Gejala dan tanda selama fase ini mirip dengan gejala dan
tanda pada fase prodromal; gejala-gejala psikotik ringan menetap pada sekitar separuh
penderita. Penyembuhan total yang berlangsung sekurang-kurangnya tiga tahun terjadi pada
10% pasien, sedangkan perbaikan yang bermakna terjadi pada sekitar dua per tiga kasus.
Banyak penderita skizofrenia mengalami eksaserbasi intermitten, terutama sebagai respon
terhadap situasi lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami perjalanan gangguan
yang lebih berat dibanding wanita. Sepuluh persen penderita skizofrenia meninggal karena
bunuh diri.
Prognosis baik berhubungan dengan tidak adanya gangguan perilaku prodromal, pencetus
lingkungan yang jelas, awitan mendadak, awitan pada usia pertengahan, adanya konfusi,
riwayat untuk gangguan afek, dan system dukungan yang tidak kritis dan tidak terlalu
intrusive. Skizofrenia Tipe I tidak selalu mempunyai prognosis yang lebih baik disbanding
Skizofrenia Tipe II. Sekitar 70% penderita skizofrenia yang berada dalam remisi mengalami
relaps dalam satu tahun. Untuk itu, terapi selamanya diwajibkan pada kebanyakan kasus.

Psikologis
Sejumlah mekanisme non-kausal psikologis telah terlibat dalam pengembangan dan
pemeliharaan skizofrenia. bias kognitif yang telah diidentifikasi pada mereka dengan
diagnosis atau mereka yang berisiko, terutama ketika sedang stres atau dalam situasi
membingungkan, termasuk perhatian yang berlebihan terhadap ancaman potensial, melompat
ke kesimpulan, membuat atribusi eksternal, penalaran terganggu tentang situasi sosial dan
keadaan mental, kesulitan membedakan kata-kata hati dari pidato dari sumber eksternal, dan
kesulitan dengan pengolahan visual awal dan menjaga konsentrasi. Beberapa fitur mungkin
mencerminkan defisit kognitif neurokognitif global dalam memori, perhatian, pemecahan
masalah, fungsi eksekutif atau kognisi sosial, sementara yang lain mungkin terkait dengan
isu-isu tertentu dan pengalaman. Meskipun penampilan umum dari "tumpul mempengaruhi",
temuan baru menunjukkan bahwa banyak individu didiagnosis dengan skizofrenia sangat
emosional responsif, terutama terhadap rangsangan stres atau negatif, dan bahwa sensitivitas
tersebut dapat menyebabkan kerentanan terhadap gejala atau gangguan tersebut. Beberapa
bukti menunjukkan bahwa konten keyakinan delusi dan pengalaman psikotik dapat
mencerminkan menyebabkan gangguan emosional, dan bahwa bagaimana seseorang
menafsirkan pengalaman semacam itu dapat mempengaruhi simtomatologi. Penggunaan

"perilaku keamanan" untuk menghindari ancaman membayangkan dapat berkontribusi pada


kronisitas delusi. Bukti lebih lanjut untuk peran mekanisme psikologis berasal dari efek terapi
terhadap gejala skizofrenia.
Saraf
Studi menggunakan tes neuropsikologi dan teknologi pencitraan otak seperti fMRI dan PET
untuk menguji perbedaan fungsional dalam aktivitas otak telah menunjukkan bahwa
perbedaan yang tampaknya paling sering terjadi pada lobus frontal, hipokampus dan lobus
temporal. Perbedaan-perbedaan ini telah dikaitkan dengan defisit neurokognitif sering
dikaitkan dengan skizofrenia.
Fokus khusus telah ditempatkan pada fungsi dopamin di jalur mesolimbic otak. Fokus ini
sebagian besar berasal dari kebetulan menemukan bahwa kelompok obat yang Blok fungsi
dopamin, yang dikenal sebagai fenotiazin, bisa mengurangi gejala psikotik. Hal ini juga
didukung oleh fakta bahwa amfetamin, yang memicu pelepasan dopamin dapat memperburuk
gejala-gejala psikotik dalam skizofrenia. Sebuah teori yang berpengaruh, yang dikenal
sebagai hipotesis Dopamin skizofrenia, mengusulkan bahwa kelebihan aktivasi reseptor
D 2 adalah penyebab (gejala positif) skizofrenia. Meskipun dipostulasikan selama sekitar 20
tahun berdasarkan pengaruh 2 blokade D umum untuk semua antipsikotik, tidak sampai
pertengahan tahun 1990-yang PET dan pencitraan SPET memberikan bukti pendukung. Teori
ini kini dianggap terlalu sederhana sebagai penjelasan lengkap, sebagian karena obat
antipsikotik baru (disebut obat antipsikotik atipikal) dapat sama-sama efektif sebagai obat
yang lebih tua (disebut obat antipsikotik khas), tetapi juga mempengaruhi fungsi serotonin
dan mungkin sedikit kurang dopamin yang menghalangi efek.
Bunga juga berfokus pada neurotransmitter glutamat dan mengurangi fungsi dari reseptor
glutamat NMDA dalam skizofrenia. Hal ini sebagian besar telah disarankan oleh abnormal
rendahnya tingkat reseptor glutamat ditemukan dalam otak postmortem dari orang-orang
yang sebelumnya didiagnosis dengan skizofrenia dan penemuan bahwa glutamat
menghalangi obat-obatan seperti phencyclidine dan ketamin bisa meniru gejala dan masalah
kognitif yang terkait dengan kondisi tersebut. Fakta bahwa penurunan fungsi glutamat adalah
terkait dengan kinerja yang buruk pada tes memerlukan lobus frontal dan fungsi
hippokampus dan bahwa glutamat dapat mempengaruhi fungsi dopamin, semua yang telah
terlibat dalam skizofrenia, telah mengusulkan mediasi penting (dan mungkin kausal) peran
jalur glutamat dalam skizofrenia. gejala positif tetapi gagal untuk merespons obat
glutamatergic.
Ada juga temuan perbedaan dalam ukuran dan struktur daerah otak tertentu dalam
skizofrenia. Sebuah metaanlaysis 2006 dari studi MRI menemukan bahwa seluruh otak dan
volume hippokampus berkurang dan bahwa volume ventrikel meningkat pada pasien dengan
episode psikotik pertama relatif terhadap kontrol yang sehat. Perubahan volumetrik rata-rata
di studi ini namun dekat dengan batas deteksi dengan metode MRI, sehingga masih harus
ditentukan apakah skizofrenia adalah proses neurodegenerative yang dimulai pada waktu
onset gejala, atau apakah lebih baik ditandai sebagai perkembangan saraf proses yang
menghasilkan volume otak yang abnormal pada usia dini. Dalam antipsikotik psikosis
episode pertama khas seperti haloperidol dikaitkan dengan penurunan yang signifikan pada
volume abu-abu, sedangkan antipsikotik atipikal seperti olanzapine tidak. Studi pada primata

non-manusia ditemukan pengurangan materi abu-abu dan putih untuk kedua antipsikotik
tipikal dan atipikal.
A 2009 meta-analisis studi difusi tensor imaging mengidentifikasi dua lokasi yang konsisten
penurunan anisotropi pecahan dalam skizofrenia. Satu wilayah, di lobus frontal kiri, dilalui
oleh saluran materi putih interkoneksi lobus frontal, talamus dan cingulate gyrus, wilayah
kedua di lobus temporal, dilalui oleh saluran materi putih interkoneksi lobus frontal, insula,
hippocampus-amigdala, lobus temporal dan oksipital. Para penulis berpendapat bahwa dua
jaringan saluran materi putih mungkin akan terpengaruh di skizofrenia, dengan potensi untuk
"pemutusan" dari daerah abu-abu yang mereka link. Selama studi fMRI, konektivitas yang
lebih besar dalam jaringan default otak dan jaringan tugas-positif telah diamati pada pasien
skizofrenia, dan mungkin mencerminkan orientasi berlebihan perhatian untuk introspeksi dan
extrospection, masing-masing. Anti besar-hubungan antara dua jaringan menunjukkan
persaingan yang berlebihan antara jaringan.

Terapi dan rehabilitasi


Terapi somatikAntipsikotikAntipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama :Antagonis
resptor dopaminRisperidone ( risperdal )Clozapine ( clozaril )Obat
lainLithiumAntikonvulsanBenzodiazepinTerapi elektro konvulsif ( ECT )Seperti juga dengan
terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas.
Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek lamanya serangan skizofrenik
dan dapat mempermudah kontak dengan pasien.Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah
serangan yang akan datang. ECT lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulans,
bahaya lebih kecil, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang khususECT baik hasilnya
pada jenis katatonik terutama katatonikstupor. Terhadap skizofrenik simplex efeknya
mengecewakan, bila gejala hanya ringan lantas diberi ETC, kadang-kadang gejala menjadi
lebih berat.
Terapi psikososialTerapi perilakuRencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada
kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yanga dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapakan. Dengan
demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau mernyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat dan postur tubuh yang aneh dapat diturunkan.Latihan
keterampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan
simulasi dalam terapi dan pekerjaan rumah tentang keterampilan.Terapi berorientasi
keluargaPerilaku setelah periode pemulangan, topik penting yang dibahas adalah proses
pemulihan. Pusat terapi harus pada situasi untuk mengidentifikasi dan menghindari situasi
yang memungkinkan menimbulkan kesulitan. Terapi selanjutnya dapat diarahkan kepada
berbagai macam penerapan strategi menurunkan stress dan mengatasi masalah dan pelibatan
kembali pasien ke dalam aktivitas.Terapi kelompokTerapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi

ini juga efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia.
Terapi psikomotorTerapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan
gerakan tubuh sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang
mendasari suatu bentuk gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi. Analisa yang diperoleh
dapat dipakai sebagai bahan diskusi dinamika dari perilaku serta responnya dalam perubahan
perilaku dengan tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai dengan dirinya.Terapi
rekreasiTerapi reakreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media reakresi
(bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan tujuan
mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi tentang
kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingg perilaku yang baik diulang dan yang buruk
dihilangkan.Art terapiArt terapi ialah suatu bentuk yang menggunakan media seni ( tari,
lukisan, musik,pahat, dan lain-lain) untuk mengekspresikan ketegangan-ketegangan pskis,
keinginan yang terhalang sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni dan menyalurkan
dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni yang dibuat selain
dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan harga diri seseorang.Perawat
jiwa yang selalu dekat dengan pasien diharapkan dapat memberikan berbagai kegiatan yang
terarah dan berguna bagi pasien dalam berbagai terapi tersebut.
RehabilitasiPengertian rehabilitasi adalah :a.Suatu proses yang kompleks, meliputi berbagai
disiplin dan merupakan gabungan dari usaha medik, sosial, educational dan vaksional yang
terpadu untuk mempersiapkan , meningkatkan/mempertahankan dan membina seseorang agar
dapat mencapai kembali taraf kemampuan fungsional setinggi mungkin.b.Suatu proses
refungsionalisasi dan pengembangan bagi penderita cacat agar mampu melaksankan fungsi
sosilanya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Dalam proses kegiatan pelayanan rehabilitasi pasien mental ada 2 usaha pokok yaitu
persiapan , penyaluran/penempatan dan pengawasan.Kegiatan persiapanKegiatan persiapan
meliputi : seleksi/work assessment, okupasiterapi prevocational training (latihan kerja)
seleksi/work asessment yang bertyjuan untuk memilih dan memberikan pengarahan dalam
berbagai kegiatan yang cocok dengan kondisi pasien baik fisiknya, kecerdasannya, bakatnya,
sifat-sifat keperibadiannya serta minatnya sehingga kegiatan tersebut dapat mengurangi
gejala dan memperbaiki perilakunya. Okupasiterapi bertujuahn untuk memberikan berbagai
kergiatan yang cocok sesuai dengan hasil seleksi. Latihan kerja (prevocational training)
berusaha memberikan keterampilan kerja yang dapat dipakai sebagai bekal untuk hidup
mandiri dan berguna.Kegiatan penempatan/penyaluranKegiatan penempatan/penyaluran
adalah usaha untuk mengembalikan pasien ke keluarga/masyarakat dengan memperbaiki
hubungan yang retak antara pasien dan keluarga sehingga keluarga bersedia menerima
kembali ataupun mencari pengganti dan menyalurkan ke instansi lain.Kegiatan
pengawasanKegiatan pengawasan adalah usaha tindak lanjut terhadap pasien yang telah
dipulangkan dengan melakukan kunjungan rumah (home visit) atau menyelenggarakan
bengkel kerja terlindung (sheltered workshop) di rumah sakit jiwa.
Peran perawat dalam pelayanan rehabilitasi pasien mental khususnya pasien skizofrenik,
sangat penting, karena dalam kenyataan, pasien skizofrenik merupakan sebagian pasien
kronis di dalam rumah sakit jiwa. Pasien kronis inilah yang merupakan sasaran pertama
dalam upaya rehabilitasi agar mereka dapat dikembalikan ke masyarakat dan tidak mengisi

sebagaian besar rumah sakit jiwa.Perawat merupakan petugas yang kerab melakukan
pelayanan di rumah sakit jiwa, oleh karena itu informasi-informasi, pengalaman-pengalaman
serta usaha-usaha yang dilakukan seseorang perawat terhadap pasien mental akan sangat
berperan baik dalam persiapan, penyaluran/penempatan dan pengawasan rehabilitasi. Di
samping itu peran perawat dalam kegiatan rehabilitasi masih dibutuhkan terutama dalam
melibatkan keluarga atau masyarakat dalam pelaksanaan dan memperlancar upaya
rehabilitasi. Pada saat seperti itulah perawat dapat memberikan pengarahan mengenai
bagaimana keluarga dapat membantu agar pasien tidak menjadi kambuh kembali yaitu
dengan tetap memberikan kegiatan yang berguna kepada pasien dan jangan malah
disembunyikan. Bila di rumah sakit tersebut telah ada pelayanan pelayanan day care maka
perawat perlu menyarankan agar pasien tersebut mengikuti kegiatan day care.

Anda mungkin juga menyukai