Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis
yang disebabkan oleh salmonella paratyphi A, B, dan C. Gejala dan tanda
kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih
ringan. Kedua penyakit diatas disebut tifoid. Terminologi lain yang sering
digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus
abdominalis atau demam enterik.
Sejarah tifoid dimulai saat ilmuwan Perancis bernama Pierre Louis
memperkenalkan istilah typhoid pada tahun 1829. Typhoid atau typhus
berasal dari bahasa Yunani typhos yang berarti penderita demam dengan
gangguan kesadaran. Kemudian Gaffky menyatakan bahwa penularan
penyakit ini melalui air dan bukan udara. Gaffky juga berhasil membiakkan
salmonella typhi dalam media kultur pada tahun 1884. Pada tahun 1896
Widal akhirnya menemukan pemeriksaan tifoid yang masih digunakan
sampai saat ini. Selanjutnya, pada tahun 1948 Woodward dkk melaporkan
untuk pertama kalinya bahwa obat yang efektif untuk demam tifoid adalah
kloramfenikol.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

Apa definisi dari demam tifoid?


Bagaimana epidimiologi dari demam tifoid?
Apa saja etiologi dari demam tifoid?
Bagaimana pathofisiologi demam tifoid?
Bagaimana tanda dan gejala demam tifoid?
Bagaimana metode penegakan diagnosa medis?
Bagaimana penatalaksanaan medik demam tifoid?
Bagaimana metode penularan demam tifoid?
Bagaimana metode pencegahan dan pemberantasan demam tifoid?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk
mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya
pada mata kuliah penyakit tropis tentang demam tifoid.
2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui definisi demam tifoid


Untuk mengetahui epidimiologi dari demam tifoid
Untuk mengetahui apa saja etiologi dari demam tifoid
Untuk mengetahui pathofisiologi dari demam tifoid
Untuk mengetahui tanda dan gejala demam tifoid
Untuk mengetahui metode penegakan diagnosa medis
Untuk mengetahui penatalaksanaan medik demam tifoid
Untuk mengetahui metode penularan demam tifoid
Untuk mengetahui metode pencegahan dan pemberantasan penyakit
1.4 Manfaat
1.5 Teknis Penulisan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhy (S typhy) atau salmonella paratyphi (S paratyphi) yang
masuk kedalam tubuh manusia. Dan merupakan kelompok penyakit yang
mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah (Djoko Widodo, 2006).
Demam tifoid disebut juga dengan typhus abdominalis atau typhoid
fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
2.2 Epidimiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh


dunia, secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi
yang rendah yang mana di Indonesia dijumpai dalam keadaan endemis (Putra
A., 2012).
Dari laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003
terdapat 17 juta kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah
kematian mencapai 600.000 kematian dengan Case Fatality Rate (CFR =
3,5%). Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis berkisar antara
45 per 100.000 penduduk per tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk per
tahun. Tahun 2003 insidens rate demam tifoid di Bangladesh 2.000 per
100.000 penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3
per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per 100.000 penduduk, dan di Asia
274 per 100.000 penduduk (Crump, 2004). Indisens rate di Indonesia masih
tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000
penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000
1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi
dengan CFR sebesar 10%. Tingginya insidens rate penyakit demam tifoid di
negara berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta
keadaan sanitasi lingkungan di negara yang bersangkutan (Nainggolan R.,
2009).
2.2 Etiologi
Penyebab demam tifoid yaitu:
1. Salmonella Typhi, yang merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya 3
macam antigen, yaitu:

Antigen O (Antigen somatik), yang terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau
disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol
tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau


pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein

dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan
alkohol.

Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut diatas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin.

2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (wong, 2003)
2.3 Pathofisiologi
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman
dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka
basil Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya
menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di
ileum distal dan kelejar getah bening mesenterika.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari
usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk
sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai
tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar
plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses
patologis ini dapat berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan

mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel


endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan
neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran
sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua
dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke
empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks
(jaringan parut).
2.4 Tanda dan gejala
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari.
Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecahpecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi,
akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
2.5 Metode Penegekan diagnosa medis (Tes Lab)
Pemeriksaaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosa
demam tifoid, yaitu :
1. Pemeriksaan darah tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah


leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke
kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama
pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai
nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,
akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat
diagnosis demam tifoid.
Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo
Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid
berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%).
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
a) Teknik
pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c) Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.

d) Pengobatan dengan obat anti mikroba


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal:
a. Faktor yang berhubungan dengan klien:
Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan

antibodi.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah

setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai

puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.


Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi

seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.


Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat
anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut


dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi

sistem retikuloendotelial.
Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat.
Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun,
sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2
tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah

divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.


Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya :
keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun

dengan hasil titer yang rendah.


Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan
demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular

salmonella di masa lalu.


2.6 Metode Penatalaksanaan Medik Penyakit
Penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Pemberian antibiotik
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid.
Obat yang sering digunakan adalah:
Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari
Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali
Kotrimoksazol 480 mg, 2x2 tablet selama 14 hari
Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2x500 mg selama 6 hari;
ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari selama 3
hari).
2. Istirahat dan Perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selama 1 minggu
setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai
dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini,
kebersihan perorangan perlu dijaga Karena ketidakberdayaan pasien untuk
buang air besar dan air kecil.
3. Terapi Penunjang secara Simptomatis dan Suportif serta diet
Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi
makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan

yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan
kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar
dapat menunjang kesembuhan penderita.
2.7 Metode Penularan Penyakit
Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal-oral. Kuman berasal
dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang
tidak sakit) yang masuk kedalam tubuh manusia melalui air dan makanan.
Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri sangat
bervariasi. Pernah dilaporkan dibeberapa negara bahwa penularan terjadi
karena masyarakat mengkonsusi kerang-kerangan yang airnya tercemar
kuman. kontaminasi dapat juga terjadi pada sayuran mentah dan buah-buahan
yang pohonnya dipupuk dengan kotoran manusia. vektor berupa serangga
(antar lain lalat) juga berperan dalam penyakit.
Kuman salmonella dapat berkenbang biak untuk mencapai kadar
infektif dan bertahan lama dalam makanan. Makanan yang sudah dingin dan
dibiarkan ditempat terbuka merupakan media mikroorganisme yang lebih
disukai. Pemakaian air minum yang terccemar kuman secara masal sering
bertanggung jawab terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).
Selain penderita tifoid, sumber penularan utama berasal dari carrier. Di
daerah

endemik,

penularanpenyakit.

air

yang

Adapun

tercemar
didaerah

merupakan
non-endemik,

penyebab
makanan

utama
yang

terkontaminasi oleh carrier dianggap paling bertanggung jawab terhadap


penularan.
2.8 Metode Pencegahan
Kebersihan makanan dan minunan sangat penting dalam pencegahan
demam tifoid. Merebus air atau dan makanan sampai mendidih juga sangat
membantu. Sanitasi lingkungan, termasuk pembuangan sampah dan
imunisasi, berguna untuk mencegah penyakit. secara lebih detail, strategi
pencegahan demam tifoid mencakup hal-hal berikut:
1. Menjaga kebersihan air
Air yang kotor seringkali menyebabkan pertumbuhan bakteri atau
mikroba, sehingga kualitas air harus benar-benar terjamin kebersihannya
untuk minum, memasak, mencuci dan kebutuhan lainnya.
2. Menjaga kebersihan makanan
Kontaminasi makanan yang biasanya disebabkan oleh lalat atau debu
dapat menyebabkan demam tifoid.

3. Sanitasi
Sanitasi dapat mengurangi resiko tumbuhnya salmonella typhi. Karena jika
pada musim hujan aliran air lancar.
4. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan hal utama, karena memberi pesan,
penyuluhan

agar

masyarakat

sadar

akan

pentingnya

kebersihan

lingkungan.
5. Vaksinasi
Vaksinasi dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh sehingga tubuh
tidak mudah terserang oleh penyakit. Jenis-jenis vaksin tifoid yaitu:
a. Vaksin Parenteral utuh
Berasal dari sel S. Typhi utuh yang sudah mati. setiap cc vaksin
mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun
adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis
diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu.
b. Vaksin oral Ty21a
Ini adalah vaksin oral yang mengandung S.typhi strain Ty21a hidup.
Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul
setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa
memberikan perlindungan selama 5 tahun.
c. Vaksin parental polisakarida
Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman salmonella. vaksin
diberikan secara parentral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuscular
pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun.
Lama perlindungan sekitar 60-70%. jenis vaksin ini menjadi pilihan
utama karena relative lebih aman.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam Tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B, dan C. Organisme ini masuk
melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feces dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. Secara garis besar gejala

yang timbul dapat dikelompokan dalam demam satu minggu atau lebih,
gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

Anda mungkin juga menyukai