BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan komponen penting yang sangat berperan dalam kehidupan
manusia. Penggunaannya harus memenuhi konsep gizi seimbang yang mengacu pada
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Keamanan makanan sangat perlu diperhatikan
setiap orang demi terhindar dari berbagai masalah kesehatan yang timbul akibat
mengonsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman
serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan
dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto
dan Hidayati, 2006).
Pada umumnya
dalam
pengelolaan
makanan
selalu
diusahakan
untuk
menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji
harus tersedia dalam bentuk dan
aroma
konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan
maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan Bahan Tambahan
Pangan (BTP) yang disebut zat aktif kimia (food additive) (Widyaningsih, 2006).
BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang
meningkat. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai
aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal (Syah, 2005).
Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan
sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar,
oleh karena itu sangat penting bahwa populasi mikroba dari bahan pangan yang akan
diawetkan harus dipertahankan seminimum mungkin dengan cara penanganan dan
pengolahan
secara
higienis.
Jumlah
bahan
pengawet
mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroba yang normal untuk suatu jangka
waktu tertentu, tetapi akan kurang efektif jika dicampurkan ke dalam bahan-bahan
pangan membusuk dan terkontaminasi secara berlebihan. Disamping itu bahan kimia
berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan, justru ditambahkan kedalam makanan.
Hal ini tentu saja akan sangat membahayakan konsumen. Adapun bahan kimia berbahaya
yang bukan ditujukan untuk makanan, justru ditambahkan
kedalam
makanan
adalah
formalin, boraks, rhodamin B, methanil yellow. Diantara beberapa jenis bahan kimia
berbahaya tersebut yang paling sering digunakan secara bebas di masyarakat adalah
boraks.
Oleh karena itu, praktikum ini melakukan pengujian boraks untuk mengetahui
karakteristik boraks.
Borak berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Boraks adalah senyawa kimia turunan
dari logam berat boron (B), Boraks merupakan antiseptik dan pembunuh kuman.
Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik
pada kosmetik (Svehla, 1985). Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama bleng, di
Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama pijer. Digunakan/ditambahkan ke
dalam pangan/bahan pangan sebagai pengental ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2008).
Boraks mempunyai bentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium
hidroksida dan asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan
bahaya asam borat (Khamid, 1993). Senyawa senyawa asam borat ini mempunyai sifat
sifat kimia sebagai berikut : jarak lebur sekitar 171C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4
bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter.
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak
diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia
dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu
dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (Syah, 2005).
Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008):
a) Warna adalah jelas bersih
b) Kilau seperti kaca
c) Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptik (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya
dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata.
Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan
antiseptik kayu (Cahyadi, 2008).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks.
Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai
boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka
kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka, karena beracun
bila terserap oleh tubuh (Yuliarti, 2007).
Untuk mengetahui makanan mengandung boraks cirri cirinya sebagai berikut (Djoko
dkk, 2006):
1. Ciri ciri mi basah mengandung boraks: teksturnya kenyal, lebih mengkilat, tidak
lengket, dan tidak cepat putus.
2. Ciri baso mengandung boraks: teksturnya sangat kenyal, warna tidak kecokelatan
seperti penggunaan daging namun lebih cederung keputihan.
3. Ciri ciri jajanan (seperti lontong) mengandung boraks: teksturnya renyah dan bisa
menimbulkan rasa getir.
Kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk,
teksturnya bagus dan renyah. Ikan basah yang tidak rusak sampai 3 hari pada suhu
kamar, insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang, dan memiliki bau menyengat khas
formalin. Tahu yang berbentuk bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet hingga lebih
dari 3 hari, bahkan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es, dan berbau menyengat
khas formalin. Mie basah biasanya lebih awet sampai 2 hari pada suhu kamar (25 derajat
celcius), berbau menyengat, kenyal, tidak lengket dan agak mengkilap (Yuliarti,
2007).
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati,
lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan
dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat adonan bakso,
potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam
atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat
daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis
sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih
mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% berat daging (Ngadiwaluyo dan
Suharjito, 2003 dalam Wibowo, 2000).
2.5 Reaksi kimia yang terjadi
FORMALIN
LATAR BELAKANG
Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia dewasa ini, maka semakin banyak
jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet
dan lebih praktis dibandingkan dengan bentuk segarnya. Berkembangnya produk pangan
awet tersebut hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat
perkotaan terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet.
Semakin berkembangnya zaman, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek bahan
pangan yang memberikan cita rasa yang enak, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik
pada hal-hal yang dimana bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi, baik dalam hal cita rasa
maupun komposisi penyusun dari makanan itu sendiri.
Kebanyakan makanan yang dikemas mengandung bahan tambahan, yaitu suatu bahan
yang dapat mengawetkan makanan atau merubahnya dengan berbagai teknik dan cara. Bahan
Tambahan Makanan didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau
tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik
pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan produk
makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu makanan yang
lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Saat ini, bahan tambahan pangan sulit untuk kita hindari karena kerap terdapat dalam
makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari, khususnya makanan olahan. Apalagi
penggunaan bahan tambahan makanan yang melebihi batas maksimum penggunaan dan
bahan tambahan kimia yang dilarang penggunaannya (berbahaya) yang kerap menjadi isu
hangat di masyarakat. Sama halnya seperti bahan pengawet lainnya, bahan tambahan pangan
seperti formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam makanan
namun keberadaannya di sekitar kita sudah tidak dapat dihindari karena begitu banyaknya
produsen yang dengan sengaja menggunakan formalin dalam mengolah produksi pangan
guna tujuan tertentu tanpa memperdulikan dampak yang akan ditimbulkan.
Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini dengan menguji makanan yang mengandung
formalin untuk diidentifikasi karakteristiknya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Formalin dan karakteristiknya
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid.
Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan sebagai
antiseptik, germisida, dan pengawet non makanan. Formalin mempunyai banyak nama
kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, di antaranya formol, methylene aldehyde,
paraforin,
morbicid,
oxomethane,
polyoxymetylene
glycols, methanal,
formoform,
Digunakan pada pabrik sutera sintetik, fenilik resin, selulosa ester, bahan peledak
Dalam dunia fotografi digunakan untuk mengeraskan film, mencegah perubahan dan
mengkoagulasikan lateks
Dalam industri tekstil digunakan untuk mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan