Anda di halaman 1dari 7

6

Anggraeni, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pengaruh Volume Lumpur Aktif dengan Proses Kontak Stabilisasi pada


Efektivitas Pengolahan Air Limbah Industri Pengolahan Ikan
The Effect of Activated Sludge Volumes with Contact Stabilization Process on
Effectiveness of The Fish Processing Industry Wastewater Treatments
Destika Anggraeni1, Alexander Tunggul Sutanhaji2*, J. Bambang Rahadi W2
1Mahasiswa
2Fakultas

Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145


Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145
*Email

Korespondensi: alexandersutan@ub.ac.id

ABSTRAK
Proses industri menghasilkan air limbah dengan konsentrasi bahan polutan organik yang
tinggi. Air limbah memerlukan proses pengolahan untuk mereduksi bahan polutan organik
hingga memenuhi baku mutu air limbah yang diijinkan. Proses kontak stabilisasi dimaksudkan
untuk mengkondisikan mikroorganisme di dalam lumpur aktif kekurangan makanan sehingga
dapat mendegradasi air limbah secara optimal. Tujuan penelitian: (1) untuk mengetahui kinerja
lumpur aktif dengan proses kontak stabilisasi, dan (2) untuk mengetahui volume lumpur aktif
yang optimum menurunkan kandungan BOD, COD dan TSS air limbah industri cold storage.
Penelitian ini menggunakan 3 level perbandingan volume lumpur aktif dan air limbah yaitu 1:8
(V1); 1.5:8 (V2); dan 2:8 (V3). Hasil menunjukkan bahwa proses pengolahan ini dapat
menurunkan nilai BOD dan COD pada perlakuan V3 dengan efektifitas penurunan terbesar
masing-masing sebanyak 52.47% dan 56.35%. Nilai BOD pada perlakuan V3 lebih rendah dan
berbeda nyata dengan perlakuan V1 dan V2. Nilai COD pada perlakuan V3 lebih rendah
dibandingkan perlakuan V1 dan V2, tetapi tidak berbeda nyata. Penurunan nilai BOD dan COD
disebabkan adanya peningkatan aktivitas mikroorganisme di dalam lumpur aktif sebagai
akibat proses kontak stabilisasi, sehingga lebih efektif menguraikan bahan organik air limbah
secara aerobik dalam kondisi optimum.
Kata kunci: Air limbah, kontak stabilisasi, lumpur aktif, volume
Abstract
Industrial processing resulted wastewater generally contents higher concentration of organic pollutant.
The wastewater should be treated to reduce organic pollutant up to below the permitted concentration
standards. Contact stabilization process is intended to make the microorganisms in activated sludge
shortages of food, so it can degrade the waste water optimally. The objectives of the study are: (1) to
determine the performance of activated sludge with contact stabilization process, and (2) to determine the
optimum volume of activated sludge to decrease the content of BOD, COD and TSS from the cold storage
industrial wastewater. This study used three levels ratio the volume of the activated sludge and
wastewater, which are 1: 8 (V1); 1.5: 8 (V2); and 2: 8 (V3). The results indicate that this process can
reduce BOD and COD values of the V3 treatment with the largest decrease by the effectiveness of
52.47% and 56.35%, respectively. The V3 treatment has a significant lower in BOD and no significant
lower in COD than other treatments. The decrease of the BOD and COD in comparison with that of the
initial wasterwater due to the increase of microbial activities in activated sludge after the contact
stabilization process was done. Therefore, the microorganisms decomposed effectively organic matters in
the wastewater at the optimum aerobic conditions.
Keywords: Activated sludge, contact stabilization, volume, wastewater

7
Anggraeni, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENDAHULUAN
Limbah cair yang dibuang ke lingkungan
memerlukan proses pengolahan untuk
memenuhi baku mutu limbah cair yang
diijinkan oleh pemerintah agar air limbah
tersebut tidak mencemari lingkungan
disekitarnya. Said (2006) menjelaskan bahwa
reduksi konsentrasi bahan pencemar dalam
air limbah ke badan air agar sesuai baku
mutu yang diijinkan merupakan tujuan dari
pengolahan air limbah.
Proses pengolahan air limbah industri
cold storage yang dilakukan oleh PT D saat
ini masih kurang efektif terutama dalam
penurunan kandungan TSS. Industri cold
storage menghasilkan jenis limbah seperti
limbah cair dan limbah padat. Limbah yang
dihasilkan menimbulkan bau yang tidak
sedap di sekitar lingkungannya. Pengolahan
limbah cair dengan sistem lumpur aktif
dapat mengeliminasi bahan organik dan
nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah
cair terlarut (Dwiari, 2008).
Di dalam sistem lumpur aktif
ditemukan 4 tipe protozoa yaitu amoebae,
ciliates (free-swimming and stalked), flagellates
dan suctoreans. Selain itu, rotifera multi-sel
(metazoa) (Wisconsin Department of
Natural Resources, 2010). Dalam proses
lumpur aktif dibutuhkan aerator dan blower
untuk suplai oksigen dan pengadukan yang
sempurna (Fauziah, 2012).
Proses kontak stabilisasi merupakan
modifikasi dari proses lumpur aktif dengan
beberapa keuntungan seperti mengurangi
waktu aerasi air limbah, mampu menangani
greater shock dan beban beracun daripada
sistem konvensional karena kapasitas
penyangga biomassa di tangki stabilisasi
(Guyer, 2011). Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka penulis membuat skripsi
dengan judul Pengaruh Volume Lumpur
Aktif Terhadap Efektifitas Proses Kontak
Stabilisasi.
BAHAN DAN METODE
Aklimatisasi lumpur aktif
Lumpur aktif diambil dari bak sedimentasi
akhir PT D, Beji Pasuruan dengan koordinat
lokasi (07 34.897 LS 112 44.268 BT) satu
bulan sebelum proses pengolahan air
limbah pukul 09.00 WIB. Perbandingan
volume lumpur dan air limbah yang

digunakan dalam proses aklimatisasi


lumpur aktif adalah 1:1 dan ditambahkan
NPK dengan rasio 16-16-16 sebanyak 1 g L1.
Aerasi dilakukan selama 1 bulan
menggunakan 4 buah aerator dengan
kapasitas 4 mg L-1.
Karakteristik Air Limbah
Air limbah diambil dari bak sedimentasi
awal PT D pada tanggal 7 april 2014 pukul
18.20 WIB sebanyak 3 jerigen dengan
volume setiap jerigen 20 L dan dilakukan
dalam waktu yang sama. Air limbah
industri cold storage berwarna putih keruh
dan berbau amis. Air limbah ini memiliki
nilai BOD sebesar 18.033 mg L-1, nilai COD
sebesar 1734.667 mg L-1, nilai TSS sebesar
11200 mg L-1. Nilai pH air limbah ini bersifat
basa dengan nilai pH sebesar 7.57. Nilai
oksigen terlarut air limbah ini termasuk
rendah yaitu 0.9 mg L-1. Selain itu nilai NH4N yang terkandung dalam air limbah
sebesar 3.262 mg L-1, nilai NO2-N sebesar
0.097 mg L-1, dan nilai NO3-N sebesar 4.332
mg L-1.
Pengolahan Air Limbah
Proses pengolahan air limbah kontak
stabilisasi dilakukan di Laboratorium
Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
setelah proses aklimatisasi selesai. Lumpur
aktif yang akan diproses, diendapkan
terlebih dahulu selama 3 jam, kemudian
diambil
sesuai
perlakuan
yaitu
perbandingan 1:8 (500 mL lumpur aktif :
4000 mL air limbah), perbandingan 1.5:8
(750 mL lumpur aktif : 4000 mL air limbah)
dan perbandingan 2:8 (1000 mL lumpur
aktif : 4000 mL air limbah).
Proses stabilisasi lumpur aktif untuk
ketiga perlakuan dilakukan dengan proses
aerasi selama 6 jam, dimana lumpur aktif
sebanyak 500 mL dan 750 mL masingmasing dimasukkan kedalam 1000-mL
beaker glass, serta lumpur aktif sebanyak
1000 mL dimasukkan ke dalam 2000-mL
beaker glass. Lumpur aktif dari proses
stabilisasi ditambahkan ke dalam 7-L bak
kontak berisi 4000 mL air limbah, kemudian
diaerasi selama 1 jam.

8
Anggraeni, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Analisa sampel
Untuk analisis sampel dibutuhkan 600 mL
air limbah awal dan 600 mL air limbah
akhir. Pengujian sampel air limbah dengan
parameter BOD, COD, TSS, Amoniak,
Nitrat, Nitrit dilakukan di Laboratorium
Ilmu Ilmu Perairan Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan
Universitas
Brawijaya.
Sedangkan
parameter pH dan DO di Laboratorium
Reproduksi, Pembenihan dan Pemuliaan
Ikan Jurusan Budidaya Perikanan Fakultas
Perikanan Universitas Brawijaya. Prosedur
analisa sampel dilakukan sebagai berikut:
1. Biologycal Oxygen Demand
Analisa BOD dilakukan sesuai dengan
Haryadi (1992) yaitu 600 mL sampel air
limbah diambil, dikocok (peningkatan kadar
oksigen sampel), dituangkan ke botol gelap
dan botol terang hingga penuh. Pada botol
gelap disimpan untuk pengukuran DO hari
ke 5 (DO5) dan 40 ml sampel air limbah
pada botol terang diambil, diencerkan
sebanyak 5 kali, diukur nilai DOnya sebagai
DO hari pertama (DO1). Nilai BOD5
merupakan selisih dari DO hari pertama
dan DO hari ke lima dikalikan dengan
faktor pengenceran (FP) (Persamaan 1).
BOD5 = (DO1 DO5) x FP

(1)

2. Chemical Oxygen Demand


Analisa
COD
dengan
metode
spektrofotometer (Boyd, 1988) yaitu dibuat
larutan Digestion Solution dari 5.1 g
K2Cr2O7, 84 mL H2SO4 dan 16.7 g HgSO4
kedalam 250 mL air distilata, didinginkan
dan diencerkan sampai 500 mL larutan.
Kemudian COD reaktor dipanaskan selama
30 menit. 2.5 mL sampel air limbah
dimasukkan ke dalam 10-mL tabung reaksi,
1.5 mL larutan Digestion Solution dan 3.5
mL larutan Sulfuric Acid ditambahkan ke
dalam 10-mL tabung reaksi, ditutup rapat
dan dibalik sekali agar tercampur rata.
Setelah itu 10-mL tabung reaksi dimasukkan
ke COD reaktor dan dipanaskan selama 2
jam. Setelah 2 jam tabung reaksi dikeluarkan
dari COD reaktor dan dibiarkan dingin.
Tabung reaksi dibalik sekali dan dibiarkan
padatannya mengendap sebelum diukur
nilai
absorbansinya
pada
panjang
gelombang
600
nm
menggunakan

spektrofotometer
pharo 300.

UV-Vis

spectroquant

3. Total Suspended Solid


Analisa TSS dilaksanakan menurut Jasa
tirta (2012) yaitu kertas saring Whatman No.
42 ditimbang dan diletakkan pada alat
penyaring. Sampel air limbah dalam botol
uji dikocok, 25 mL sampel air limbah
diambil, dan disaring. Kemudian kertas
saring diambil dan diletakkan diatas cawan
yang sudah diketahui berat tetapnya. Kertas
saring dan cawan dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 105 selama 1 jam. Kertas
saring dan cawan didinginkan dalam
desikator hingga suhu ruang, ditimbang
menggunakan timbangan analitik. Nilai TSS
merupakan selisih dari berat akhir (berat
cawan, kertas saring dan residu) dan berat
awal (berat kertas saring dan cawan kosong)
terhadap volume contoh uji dalam mg L-1
(Persamaan 2).
TSS =

) ( )

( )

(2)

4. Parameter Penunjang
Analisis Derajat Keasaman (pH)
menggunakan pH Meter (pH 300 Eutech
Cyberscan) dan Analisis Dissolved Oxygen
(DO) menggunakan DO Meter (DO 300
Eutech Cyberscan).
Analisa Ammonium berdasarkan SNI
M-48-1990-03 yaitu 50 mL sampel air limbah
diambil, dimasukkan ke dalam 100-mL labu
erlenmenyer. 1 mL larutan Nessler
ditambahkan, dikocok dan dibiarkan selama
10 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam
kuvet, diukur nilai absorbansinya pada
panjang gelombang 425 nm menggunakan
spektrofotometer.
Analisa Nitrit menurut Boyd (1988)
yaitu 100 mL sampel air limbah disaring
dengan kertas saring Whatman No. 42,
diambil 50 mL sampel air limbah,
dimasukkan ke dalam 100-mL beaker glass,
ditambahkan 1 mL diazotizing reagent
(larutan sulfanilamid), diaduk dan diamkan
selama 2 4 menit. 1 mL coupling reagent
(larutan NED) ditambahkan, diaduk dan
diamkan selama 10 menit. Diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 543
nm menggunakan spektrofotometer.
Analisa Nitrat menurut Boyd (1988)
yaitu 100 mL sampel air limbah disaring

9
Anggraeni, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

dengan kertas saring Whatman No. 42,


diambil 50 mL sampel air limbah,
dimasukkan ke dalam cawan porselen dan
diuapkan hingga kering dengan cara
dipanaskan. Setelah cawan porselen dingin,
1 mL larutan phenoldisulfonic acid
ditambahkan dan dikerik menggunakan
spatula. Kemudian 25 35 mL aquades
ditambahkan dan larutan dipindahkan ke
dalam gelas ukur. Lalu 4 mL larutan
ammonium hydroxide ditambahkan hingga
sampel berwarna kuning (apabila dalam 1
3 mL sampel air limbah sudah berwarna
kuning maka pemberian ammonium
hydroxide dihentikan). Kemudian aquades
ditambahkan hingga sama dengan volume
awal sampel air limbah. Diukur nilai
absorbansinya pada panjang gelombang 410
nm menggunakan spektrofotometer.
Analisa Data
Rancangan penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok dengan satu
faktor yaitu volume lumpur. Data
pengamatan pada titik sampling limbah
outlet (LO) akan dilakukan uji analisis ragam
menggunakan SPSS v.16 dengan metode
univariate analysis of variance dan
dilakukan uji lanjutan Tukey HSD atau Beda
Nyata Jujur (BNJ) dengan alpha (0.05).
Data pengamatan pada titik sampling
limbah awal dan limbah outlet setiap
parameter uji diukur nilai efektifitasnya.
Menurut
Suyasa
(2013),
Efektifitas
merupakan selisih dari nilai COD awal (Qo)
dan COD akhir (Qa) terhadap COD awal
dalam persen (Persamaan 3).
% Efektifitas =

x 100%

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Biologycal Oxygen Demand
Hasil pengamatan menunjukkan semakin
banyak lumpur yang ditambahkan nilai
BODnya semakin rendah. Nilai BOD pada
perlakuan V3 lebih rendah dan berbeda
nyata dengan perlakuan V1 dan V3
(Gambar 1A).
Nilai efektifitas BODnya menunjukkan
bahwa semakin banyak lumpur yang
ditambahkan efektifitas penurunan BOD
semakin tinggi. Efektifitas penurunan BOD
perlakuan V3 lebih tinggi daripada

perlakuan V1 dan V3 (Gambar 1B). Nilai


BOD setelah proses pengolahan pada ketiga
perlakuan memenuhi baku mutu yang
diijinkan (<100 mg L-1). Hal tersebut
dikarenakan semakin banyaknya lumpur
dapat menambah jumlah mikroorganisme
untuk mendegradasi air limbah, sehingga
nilai BOD semakin turun.

(A)

(B)

Gambar 1. (A) Nilai BOD pada titik sampling limbah


outlet, (B) Efektifitas penurunan BOD. V1= perbandingan
1:8; V2= perbandingan 1.5:8; V3= perbandingan 2:8.
Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value
<0.05). Garis vertikal menunjukkan beda nyata menurut
nilai Tukey Honestly Significant Difference (n=3).

Chemical Oxygen Demand


Nilai COD pada ketiga perlakuan
setelah
dilakukan
pengolahan
tidak
memenuhi nilai baku mutu air limbah yang
diijinkan (>200 mg L-1). Hasil penelitian
menunjukkan nilai COD yang semakin
turun dalam setiap perlakuan dan semakin
besar volume perlakuan menghasilkan nilai
efektifitas penurunan COD yang semakin
besar.. Hal tersebut dikarenakan terjadi
proses degradasi pada air limbah. Menurut
Sani (2006), Semakin besar volume lumpur
yang digunakan maka semakin banyak
jumlah mikroba yang ada dalam lumpur.
Nilai COD pada perlakuan V3 lebih
rendah dibandingkan perlakuan V1 dan V2,
namun nilai ketiga perlakuan tidak berbeda
nyata (Gambar 2A). Nilai Efektifitas pada
perlakuan V3 lebih besar dibandingkan
perlakuan V1 dan V2 (Gambar 2B).

10
Anggraeni, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(A)

(B)
Gambar 3. Nilai TSS pada titik sampling limbah outlet.
Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value
<0.05). Garis vertikal menunjukkan beda nyata menurut
nilai Tukey Honestly Significant Difference (n=3).

Gambar 2. (A) Nilai COD pada titik sampling limbah


outlet, (B) Efektifitas penurunan COD. Notasi yang
berbeda menunjukkan beda nyata (P value < 0.05).

Zat organik yang terkandung dalam air


limbah
mengalami proses degradasi
sehingga
menyebabkan
terjadinya
penurunan nilai BOD. Turunnya nilai BOD
dan COD disebabkan oleh bakteri aerob
yang diberi aerasi dan nutrisi, tumbuh
berkembang biak memakan zat organik
tersebut sehingga terurai menjadi CO2 dan
H2O (Salimin, et al. 2012).
Total Suspended Solid
Hasil
pengamatan
menunjukkan
peningkatan nilai TSS yang berarti terjadi
aktivitas mikroorganisme yang semakin
tinggi menyebabkan banyaknya padatan
yang terlarut dalam air limbah yang
didukung dengan penurunan nilai DO.
Nilai TSS perlakuan V1 lebih rendah dan
berbeda nyata dengan perlakuan V2 dan V3
(Gambar 3). Perbedaan ini disebabkan oleh
perbedaan jumlah lumpur aktif yang
ditambahkan pada proses pengolahan,
dimana pengambilan sampel dilakukan
tanpa proses pengendapan. Hal ini
memungkinkan padatan tersuspensi ikut
dalam proses pengambilan sampel.
Nilai TSS belum memenuhi baku mutu
air limbah yang diijinkan (>200 mg L-1).
Kehadiran biomassa yang semakin besar
menyebabkan bertambahnya suplai O2 yang
diberikan
dan
menurunnya
proses
pengadukan oleh aliran udara/O2 (Dewanti,
2011).

Derajat Keasaman (pH)


Hasil pengamatan menunjukkan pH > 7.
Nilai pH berkisar antara 7.82 (V2) sampai
dengan 7.93 (V1). Nilai pH pada ketiga
perlakuan tidak berbeda nyata (Gambar 4).
Proses pengolahan air limbah memerlukan
kontrol pH untuk proses pengolahan
biologis. Untuk kehidupan di dalam air,
nilai pH normal sekitar 6 8. Nilai pH yang
terlalu rendah ataupun tinggi organisme
dalam air dapat mati (Isyuniarto et al, 2006).

Gambar 4. Nilai pH pada titik sampling limbah outlet.


Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value <
0.05).

Dissolved Oxygen
Hasil penelitian menunjukkan nilai DO
pada perlakuan V2 dan V3 setelah
dilakukan
aerasi
semakin
menurun.
Penurunan ini disebabkan karena oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk oksidasi semakin meningkat. Hal
tersebut
menandakan
bahwa
terjadi
peningkatan
aktivitas
mikroorganisme
dalam mendegradasi bahan organik dalam
air limbah. Selain itu juga terjadi
peningkatan jumlah mikroorganisme yang
ditunjukkan dari nilai TSS yang semakin
meningkat. Sedangkan nilai DO pada
perlakuan
V1
semakin
meningkat,
menunjukkan konsumsi oksigen oleh
organisme tidak semakin tinggi. Nilai DO
pada perlakuan V2 lebih rendah daripada

11
Anggraeni, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

perlakuan V1 dan V3. Ketiga perlakuan


memiliki nilai yang tidak berbeda nyata
(Gambar 5).

rendah daripada perlakuan V2 dan V3


(Gambar 6C).

(A)

(B)

Gambar 5. Nilai DO pada titik sampling limbah outlet.


Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value <
0.05).

Kebutuhan DO untuk mikroorganisme


semakin meningkat seiring dengan aktivitas
mikroorganisme yang semakin meningkat
dalam mendegradasi nutrisi dalam air
limbah (Sari, 2013). Pemberian oksigen pada
lumpur aktif menyebabkan terjadinya
proses biosynthesis dan biodegradasi.
Terjadinya
proses
biosynthesis
mengakibatkan peningkatan lumpur aktif
dan terjadinya biodegradasi mengakibatkan
bahan organik terurai menjadi CO2, NO3,
SO4 dan PO4 (Bitton, 1994).
Amonium, Nitrit, dan Nitrat
Nilai NH4-N semakin meningkat setelah
proses
pengolahan
disebabkan
oleh
penambahan bahan organik dari lumpur
aktif. Semakin banyak volume lumpur yang
ditambahkan, nilai NH4-N semakin banyak.
Nilai NH4-N pada perlakuan V1 lebih
rendah daripada perlakuan V2 dan V3 dan
nilai NH4-N pada semua perlakuan tidak
berbeda nyata (Gambar 6A).
Nilai NO2-N setelah proses pengolahan
semakin meningkat disebabkan terjadinya
proses nitrifikasi. Semakin banyak volume
lumpur yang ditambahkan nilai nitritnya
semakin banyak. Nilai NO2-N perlakuan V1
lebih rendah dan berbeda nyata dengan
perlakuan V2 dan V3 (Gambar 6B).
Semakin banyak volume lumpur aktif
yang ditambahkan maka nilai NO3-N
semakin banyak. Peningkatan tersebut
dikarenakan terjadinya proses nitrifikasi.
Nilai NO3-N perlakuan V2 tidak berbeda
nyata dengan perlakuan V1 dan V3, namun
perlakuan V1 berbeda nyata dengan
perlakuan V3 dan nilai NO3-Nnya lebih

(C)

Gambar 6. (A) Nilai NH4-N pada titik sampling limbah


outlet. (B) Nilai NO2-N pada titik sampling limbah outlet.
(C) Nilai NO3-N pada titik sampling limbah outlet. Notasi
yang berbeda menunjukkan beda nyata (P value < 0.05).
Garis vertikal menunjukkan beda nyata menurut Tukey
Honestly Significant Difference (n=3).

NO2-N dan NO3-N semakin meningkat


disebabkan terjadinya proses nitrifikasi saat
pengolahan air limbah. Proses nitrifikasi
adalah proses perubahan senyawa amonium
(NH4-N) menjadi senyawa nitrit (NO2-N).
Selanjutnya nitrit yang terbentuk dioksidasi
menjadi nitrat (NO3-N). Proses ini
berlangsung dalam keadaan aerobik
(Nugroho, 2010).
Pengolahan limbah menggunakan
proses lumpur aktif kontak stabilisasi dapat
menurunkan nilai BOD dan COD. Efektifitas
Penurunan
BOD terbesar terjadi pada
limbah outlet dengan perlakuan V3
(perbandingan
2:8)
sebesar
52.475%.
Penurunan COD terjadi pada limbah outlet
dengan perlakuan V3 (perbandingan 2:8)
sebesar 56.350%.
Pengolahan limbah menggunakan
proses lumpur aktif kontak stabilisasi tidak
dapat menurunkan nilai TSS pada limbah
outlet. Efektifitas kenaikan TSS terkecil pada

12
Anggraeni, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

perlakuan V1 (perbandingan 1:8) sebesar


32.148%.
Perbedaan volume lumpur aktif
memberikan pengaruh terhadap penurunan
nilai BOD air limbah industri cold storage.
Penurunan nilai BOD dengan hasil terbaik
yaitu pada perlakuan V3 (perbandingan 2:8)
dibandingkan perlakuan V2 (perbandingan
1.5:8) dan perlakuan V1 (perbandingan 1:8).
DAFTAR PUSTAKA
Bitton,
Gabriel.
1994.
Wastewater
Microbiology. Florida. A John Wiley
and Sons, InC, publication.
Boyd, Claude E. 1988. Water Quality in
Warmwater Fish Ponds. Forth Printing.
Alabama, Agricultural Experiment
Station, Auburn University. USA.
Dewanti, Beauty S.D,. 2011. Pengolahan
Limbah Cair Industri Secara Aerobic dan
Anoxic dengan membrane Bioreactor
(MBR). Dilihat tanggal 07 Oktober
2013.
<http://digilib.its.ac.id/public/ITSMaster-15612-Paper-1553412.pdf>.
Dwiari, Sri Rini et al. 2008. Teknologi Pangan
Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan. Jakarta.
Fauziah, Rahmia. 2012. Tugas 2 Lumpur
Aktif. Dilihat tanggal 9 November
2013.
<http://www.scribd.com/doc/78487
584/TUGAS-2-LUMPUR-AKTIF>.
Guyer J. Paul. 2011. Introduction to Secondary
Wastewater Treatment. Dilihat tanggal
16
November
2013.
<http://www.cedengineering.com/u
pload/Secondary%20Wastewater%20
Treatment.pdf>.
Haryadi, et al. 1992. Limnologi Penuntun
Praktikum dan Metoda Analisa Kualitas
Air. Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor.
Isyuniarto, et al. 2006. Pengolahan Limbah Cair
Industri Tahu Denganteknik Lucutan
Plasma. Prosiding PPI - PDIPTN 2005
Pustek Akselerator dan Proses Bahan
BATAN Yogyakarta. Dilihat tanggal 4
Juni
2014.
<http://digilib.batan.go.id/ppin/kat
alog/index.php/searchkatalog/down
loadDatabyId/1606/0216-3128-20063-020.pdf>.

Jasa Tirta. 2012. Prosedur Analisa Total


Suspended Solid. Jasa Tirta. Malang.
Nugroho,
Rudi.
2010.
Pengembangan
Teknologi Untuk Mengolah Senyawa
Nitrogen Dalam Air Limbah Dengan
Menggunakan Reaktor Berbahan Isian
Batu Belerang Dan Batu Kapur. Pusat
Teknologi Lingkungan-BPPT.
Said, Nusa Idaman. 2006. Daur Ulang Air
Limbah (Water Recycle) Ditinjau dari
Aspek Teknologi, Lingkungan dan
Ekonomi. Dilihat tanggal 17 November
2013.
http://digilib.bppt.go.id/ejurnal/ind
ex.php/JAI/article/view/64/21>.
Salimin, Zainus dan Jaka Rachmadetin.
2012. Denitrifikasi Limbah Radioaktif
Cair Yang Mengandung Asam Nitrat
Dengan Proses Biooksidasi. Dilihat
tanggal
23
Januari
2014.
<http://digilib.batan.go.id/eprosiding/file%20prosiding/lingkun
gan/pros_limbahix/data/zainus_sali
min_149.pdf>.
Sani, Elly Yuniarti. 2006. Pengolahan Air
Limbah Tahu menggunakan reaktor
anaerob bersekat dan aerob. Dilihat
tanggal
5
Juni
2014.<http://eprints.undip.ac.id/173
65/1/Elly_Yuniarti_Sani.pdf>.
Sari, F.R, et al. 2013. Perbandingan limbah dan
lumpur aktif terhadap pengaruh sistem
aerasi pada pengolahan limbah CPO.
Dilihat tanggal 16 November 2013.
<http://ejournal.unlam.ac.id/index.p
hp/konversi/article/download/490/
446>.
Suyasa, I Wayan Budiarsa dan I Made Arsa.
2013. Penurunan Kadar Minyak dan
COD
Air
Limbah
Operasional
Pembangkit Listrik dengan Flotasi dan
Lumpur Aktif. Dilihat tanggal 5 Juni
2014.
<http://ojs.unud.ac.id/index.php/blj
e/article/download/6521/5019>.
Wisconsin
Department
of
Natural
Resources. 2010. Introduction To
Activated Sludge Study Guide. Dilihat
tanggal
22
Agustus
2014.
<http://dnr.wi.gov/regulations/opc
ert/documents/WWSGActSludgeINT
RO.pdf>.

Anda mungkin juga menyukai