Refrat
Refrat
LAPORAN HASIL
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir karya tulis ilmiah
mahasiswa program srata-1 kedokteran umum
WICAKSONO N. UTOMO
G2A008193
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Ketua Penguji
Penguji
ii
: Wicaksono N. Utomo
NIM
: G2A008193
Alamat
Mahasiswa
Wicaksono N. Utomo
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Kami menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sejak penyusunan proposal sampai dengan terselesaikannya laporan hasil
Karya Tulis Ilmiah ini. Bersama ini, kami menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya serta penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. DR. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D., Rektor Universitas Diponegoro
Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba
ilmu di Universitas Diponegoro.
2. dr. Endang Ambarwati, Sp.KFR, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.
3. dr. Bantar Suntoko, Sp.PD-KR, FINASIM dan dr. Adhie Nur Radityo S,
Msi.Med, Sp.A selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga, pikiran, dan dengan penuh kesabaran membimbing kami dalam
menyusun Karya Tulis Ilmiah ini
4. dr. Dwi Lestari Partiningrum, Sp.PD-KGH selaku ketua penguji yang telah
memberikan saran yang sangat berarti dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah.
5. dr. Fathur Nurcholis, Sp.PD, selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran yang sangat berarti dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah.
6. Staf Instalasi Rekam Medik RSUP dr. Kariadi, Semarang, yang telah
membantu memperoleh data yang dibutuhkan dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini.
7. Seluruh responden pasien LES yang terlibat dalam penelitian ini yang telah
memperbolehkan penulis melakukan penelitian dan bersikap kooperatif.
iv
8. Orang tua dan adik tercinta, serta segenap keluarga, yang selalu mendukung,
mendoakan dan memberikan bantuan moril maupun material.
9. Teman-teman satu kelompok yang telah memberikan dukungan dan bantuan,
serta bekerjasama selama pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Serta pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuannya
secara langsung maupun tidak langsung sehingga Karya Tulis Ilmiah ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata,
kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
Tujuan umum. 4
1.3.2
Tujuan khusus 4
vi
vii
viii
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
HLA-DR3
LES
ANA
: Mycophenolate Mofetil
IVIG
ACR
WHO
QoL
: Quality of Life
HRQoL
NIAMS
xiv
xv
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
Manifestasi klinik dari LES beragam tergantung organ yang terlibat, dimana
dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia dengan perjalanan klinis
yang kompleks, sangat bervariasi dapat ditandai oleh serangan akut, periode aktif,
terkendali ataupun remisi. Berdasarkan berat-ringannya gejala yang muncul, LES
dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan berat3. Untuk menilai
aktivitas penyakit LES dapat dilakukan penilaian dengan skor, salah satunya
adalah MEX-SLEDAI. Sedangkan, untuk menilai status kesehatan pasien LES
dapat dilakukan penilaian dengan kuesioner SF-36.
Menurut kriteria MEX-SLEDAI,pasien yang memiliki skor < 2 memiliki
aktivitas penyakit LES ringan4. Kemudian, pasien yang memiliki skor 2-5
memiliki aktivitas penyakit LES sedang4. Terakhir, pasien yang memiliki skor > 5
memiliki aktivitas penyakit LES berat4. Pada SF-36, skor tertinggi yang dapat
dicapai adalah 1005. Setiap pertanyaan memiliki skor maksimal 100 dan skor
minimal 0. Setiap pertanyaan dibagi menjadi 8 sub penelitian, antara lain fungsi
fisik, peranan fisik, rasa nyeri, persepsi kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial,
peranan emosi, dan kesehatan jiwa. Semuanya dirangkum menjadi 2 skor
komponen, yaitu gabungan skor komponen mental dan gabungan skor fisik
sehingga didapatkan total skor status kesehatan/ kualitas hidup6. Pada beberapa
penelitian, aktivitas penyakit pada LES dianggap mempengaruhi status kesehatan
pasien LES sehingga akan mempengaruhi prognosis pada tiap pasien LES.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutcliffe N, Clarke AE, et al pada tahun 1999
di London, Inggris menghasilkan suatu kesimpulan bahwa terdapat hubungan
antara berat-ringan LES dengan status kesehatan pasien7. Studi yang dilakukan
terhadap 195 pasien selama 2 tahun menunjukkan bahwa pasien yang memiliki
aktivitas penyakit LES berat memiliki kemampuan fisik yang buruk, kondisi
kesehatan yang jelek, fungsi sosial yang jelek, dan nyeri berkelanjutan yang
berdampak pada pekerjaan yang dia lakukan7. Namun, penelitian yang dilakukan
oleh Chaiamnuay S, Lomaratana V, et al pada tahun 2010 di Phramongkutklao
Hospital, Bangkok, Thailand menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
aktivitas penyakit LES dengan status kesehatan pasien LES8. Berdasarkan
penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan di beberapa tempat, peneliti
melakukan penelitian guna mengetahui apakah ada hubungan antara berat-ringan
LES dengan status kesehatan pasien LES.
Pengarang
Judul
Waktu
Sampel
Desain
Hasil
Penelitian
1.
Tirza
Faktor-faktor yang
Gwendoline
Matulessy
2010
berhubungan
74
sampel
dengan
kualitas
hidup
pasien
Cross-
Faktor-faktor
sectional
yang
berkaitan
dengan
Lupus
kualitas hidup
Eritematosus
pasien
Sistemik ( LES ).
adalah
LES
aktivitas
penyakit,
lama
menderita
LES
dan
anxietas
dan
depresi.
2.
Joyce
Berkebile
C, disease activity in
Hastings
C, systemic
Yarboro
C, erythematosus.
Yocum D
lupus
1989
49
sampel
Cross-
Terdapat
sectional
hubungan
antara
aktivitas
penyakit LES
dengan status
kesehatan
pasien LES.
3.
Sutcliffe
Clarke
N, Associates
AE, health
of
status
1999
in
195
Cross-
Terdapat
sampel
sectional
hubungan
Levinton
C, patients
with
antara
berat-
Frost
C, systemic
lupus
ringan
LES
Gordon
C, erythematosus.
dengan status
Isenberg DA
kesehatan
pasien LES.
Kualitas
4.
Kiani AN ,
Petri M
Quality
of
life
2010
measurements
versus
50
sampel
Cross-
hidup
sectional
berkorelasi
disease
kuat
activity in systemic
tidak
dengan
kerusakan
lupus
organ
erythematosus.
dan
aktivitas
penyakit LES.
5.
Chaiamnuay S, Health-related
Lomaratana V, quality of life and
Sumransurp S, disease severity of
et al
SLE
patients
in
Phramongkutklao
Hospital.
2010
95
sampel
Cross-
Tidak
sectional
hubungan
ada
antara kualitas
hidup dengan
aktivitas
penyakit LES.
kuesioner
SF-36.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ini menyerang wanita muda dengan insiden puncak usia 15-40
tahun selama masa reproduktif dengan ratio wanita dan pria 5:1. Dalam 30 tahun
terakhir, LES telah menjadi salah satu penyakit penyakit reumatik utama di dunia.
Prevalensi LES di berbagai negara sangat bervariasi antara 2,9/100.000400/100.000. LES lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro,
Cina, dan mungkin saja Filipina2.
genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang
meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode
unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik
pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3
serta dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat
komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang
mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan
sitokin.
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan
dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen
MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi
spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen
komplemen, seperti C2,C4, atau C1q14-15. Kekurangan komplemen dapat merusak
pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga
membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit
gagal
membersihkan
sel
apoptosis
sehingga
komponen
nuklear
akan
10
menunjukkan
terdapat
hubungan
timbal
balik
antara
kadar
ANA dan anti-DNA). Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya
seperti
eritrosit,
trombosit
dan
fosfolipid.
Autoantibodi
terlibat
dalam
11
12
Pada penderita
LES,
manifestasi
pada muskuloskeletal
ditemukan
poliartritis, biasanya simetris dengan episode artralgia pada 90% kasus. Pada 50%
kasus dapat ditemukan kaku pagi, tendonitis juga sering terjadi dengan akibat
subluksasi sendi tanpa erosi sendi. Gejala lain yang dapat ditemukan berupa
osteonekrosis yang didapatkan pada 5-10% kasus dan biasanya berhubungan
dengan terapi steroid.
Selain itu, ditemukan juga mialgia yang terjadi pada 60% kasus, tetapi
miositis timbul pada penderita LES< 5% kasus. Miopati juga dapat ditemukan,
biasanya berhubungan dengan terapi steroid dan kloroquin. Osteoporosis sering
didapatkan dan berhubungan dengan aktifitas penyakit dan penggunaan steroid.
13
14
15
Pada LES, terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai
dengan anemia normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat penyakit
kronik, penyakit ginjal kronik, gastritis erosif dengan perdarahan dan anemia
hemolitik autoimun.
Selain itu, ditemukan juga lekopenia dan limfopenia pada 50-80% kasus.
Adanya leukositosis harus dicurigai kemungkinan infeksi. Trombositopenia pada
LES ditemukan pada 20% kasus. Pasien yang mula-mula menunjukkan gambaran
trombositopenia idiopatik (ITP), seringkali kemudian berkembang menjadi LES
setelah ditemukan gambaran LES yang lain.
anti-fosfolipid
dapat
merupakan
penyebab
terbanyak
kelainan
16
Untuk menilai aktivitas penyakit dari LES dapat dilakukan penilaian dengan
skor antara lain dengan menggunakan SLE Disease Activity Index ( SLEDAI ),
British Isles Lupus Assesment Group ( BILAG ), Systemic Lupus Activity
Measurement ( SLAM ), the European Consensus Lupus Activity Measurement (
ECLAM ) atau Lupus Activity Index ( LAM ).SLE Disease Activity Index (
SLEDAI ), British Isles Lupus Assesment Group ( BILAG ), dan Systemic Lupus
Activity Measurement ( SLAM ) terbukti valid dan sensitif terhadap aktivitas
penyakit LES26.
Penelitian yang dilakukan oleh Eutlia Andrade Medeiros Freire, Las
Medeiros Souto, dan Rozana Mesquita Ciconelli di Brazil pada tahun 2011
menunjukkan bahwa SLE Disease Activity Index ( SLEDAI ) memiliki validitas
yang sangat tinggi dibandingkan dengan British Isles Lupus Assesment Group (
17
BILAG ) dan Systemic Lupus Activity Measurement ( SLAM )26. Selain itu, SLE
Disease Activity Index ( SLEDAI ) tidak memerlukan biaya yang mahal dan
mudah digunakan. Oleh karena itu, SLE Disease Activity Index ( SLEDAI ) sering
digunakan untuk menilai aktivitas penyakit LES pada penelitian LES26.
18
19
20
Komplemen adalah suatu molekul dari sistem imun yang tidak spesifik.
Komplemen terdapat dalam sirkulasi dalam keadaan tidak aktif. Bila terjadi
aktivasi oleh antigen, kompleks imun dan lain lain, akan menghasilkan
berbagai mediator yang aktif untuk menghancurkan antigen tersebut.
Komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang terdiri dari
20 protein
plasma dan bekerja secara berantai (self amplifying) seperti model kaskade
pembekuan darah dan fibrinolisis.
Pada LES, kadar C1,C4,C2 dan C3 biasanya rendah, tetapi pada lupus
kutaneus normal. Penurunan kadar kompemen berhubungan dengan derajat
beratnya SLE terutama adanya komplikasi ginjal. Observasi serial pada
penderita dengan eksaserbasi, penurunan kadar komplemen terlihat lebih
dahulu dibanding gejala klinis.
21
22
kelompok
penderita
yang
bertemu
secara
berkala
untuk
kontraindikasi
untuk
kehamilan,
misalnya
antimalaria
atau
23
memiliki risiko tersendiri terhadap fetus. Oleh sebab itu, pengawasan aktifitas
penyakit harus lebih ketat selama kehamilan.
Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus diputuskan dulu apakah
penderita tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif yang
agresif. Pada umumnya, penderita LES yang tidak mengancam nyawa dan tidak
berhubungan dengan kerusakan organ, dapat diterapi secara konservatif. Bila
penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis
tinggi dan imunosupresan lainnya.
24
tidak memberikan efek yang baik, harus segera distop. Pemberian klorokuin
lebih dari 3 bulan atau hidroksiklorokuin lebih dari 6 bulan memerlukan
evaluasi oftalmologik, karena obat ini mempunyai efek toksik terhadap retina.
Pada beberapa penderita yang tidak menunjukkan respons adekuat dengan
analgetik atau obat antiinflamasi non steroid atau obat antimalaria, dapat
dipertimbangkan pemberian kortikosteroid dosis rendah, dengan dosis tidak
lebih dari 15 mg, setiap pagi. Metotreksat dosis rendah (7,5-15 mg/minggu),
juga dapat dipertimbangkan untuk mengatasi arthritis pada penderita LES.
lokal,
seperti
krem,
salep
atau
injeksi
dapat
dipertimbangkan pada dermatitis lupus. Pemilihan preparat topikal harus hatihati, karena glukokortikoid topikal, terutama yang bersifat diflorinasi dapat
25
26
2.8.1.4 Serositis1.
Nyeri dada dan nyeri abdomen pada penderita LES dapat merupakan tanda
serositis. Pada beberapa penderita, keadaan ini dapat diatasi dengan salisilat,
obat antiinflamasi non-steroid, antimalaria atau glukokortikoid dosis rendah
(15 mg/hari). Pada keadaan yang berat, harus diberikan glukokortikoid
sistemik untuk mengontrol penyakitnya.
27
2.8.2.1 Kortikosteroid1.
selama
hari
dapat
dipertimbangkan
sebagai
pengganti
28
Respons terapi dapat terlihat sedini mungkin, tetapi dapat juga dalam
waktu
2.8.2.2 Siklofosfamid1.
29
2.8.2.3 Azatioprin1.
30
LES; setelah penyakitnya dapat dikontrol dan dosis steroid sudah seminimal
mungkin, maka dosis azatioprin juga dapat diturunkan perlahan dan dihentikan
setelah penyakitnya betul-betul terkontrol dengan baik.
Toksisitas azatioprin meliputi penekanan sistem hemopoetik, peningkatan
enzim hati dan mencetuskan keganasan.
2.8.2.4 Siklosporin1.
31
2.8.2.6 Rituximab13.
Rituximab adalah monoklonal antibodi anti-CD20, yang dapat digunakan
dalam pengobatan penyakit autoimun sistemik, termasuk LES. Dosis rituximab
adalah 1 gram, 2 kali pemberian dengan jarak 2 minggu, dan dapat diulang
setiap 6 bulan.
Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang terlibat.
Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas pada pasien
dengan LES telah menurun selama 20 tahun terakhir. Sebelum 1955, tingkat
kelangsungan hidup penderita pada 5 tahun pada SLE kurang dari 50%. Saat ini,
tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-rata melebihi
90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita pada 15 tahun terakhir adalah
sekitar 80%. Tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir di Asia
32
dan Afrika secara signifikan lebih rendah, mulai dari 60-70%. Penurunan angka
kematian yang berhubungan dengan LES dapat dikaitkan dengan diagnosis yang
terdeteksi secara dini, perbaikan dalam pengobatan penyakit LES, dan kemajuan
dalam perawatan medis umum.
Status
kesehatan
dilihat
berdasarkan
pengukuran
kualitas
hidup
memiliki
pengaruh
yang
sangat
besar
terhadap
status
33
34
fungsi fisik, fungsi sosial, keterbatasan peran akibat masalah fisik, keterbatasan
peran akibat masalah emosional, kesehatan mental, energi/vitalitas, nyeri, dan
persepsi kesehatan secara keseluruhan. Semuanya dapat dirangkum menjadi 2
skor komponen : gabungan komponen fisik dan gabungan skor komponen mental.
Pada penelitian Stoll, dkk ( 1997 ), SF-36 menjadi suatu instrument pada LES
yang kesahihan dan keandalannya telah teruji ( validitas dan reliabilitasnya telah
teruji ) sehingga telah digunakan pada beberapa penelitian LES. Dengan SF-36
ini, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan LES mempunyai
status kesehatan yang secara signifikan lebih buruk dibandingkan pasien tanpa
penyakit kronik.
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN
HIPOTESIS
Genetik
Hormonal
Radiasi sinar UV
Virus
Obat-obatan
LES ( Lupus
Eritematosus
Sistemik )
Tembakau
Manifestasi
muskuloskeletal
Manifestasi klinis
LES pada
berbagai organ
Aktivitas penyakit
LES
Manifestasi
konstitusional
Status kesehatan
penderita LES
Manifestasi
kulit
Manifestasi
kardiovaskular
Manifestasi
paru-paru
Komponen Fisik :
Komponen Mental :
Fungsi fisik.
Fungsi sosial.
fisik.
emosional.
Nyeri.
Kesehatan mental.
Energi/vitalitas.
35
Manifestasi
ginjal
Manifestasi
hemopoetik
Manifestasi
Susunan Saraf
Pusat( SSP )
Manifestasi
gastrointestinal
36
Aktivitas Penyakit
LES menurut
MEX-SLEDAI.
Status Kesehatan
pasien LES menurut
SF-36.
3.3 Hipotesis.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
37
38
39
Z = 1,96
P = 0,5
Q = (1-0,5) = 0,5, d = 0,15
maka
n = 1,962 x 0,5 x 0,5 = 43
0,152
Jadi, jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 43 orang.
40
Variabel
Aktivitas
Penyakit LES.
Hasil
pengukuran
aktivitas
penyakit
LES
untuk
membedakan
remisi
dan
relaps
dengan
menggunakan
metode standar.
Cara Pengukuran
Metode MEX-SLEDAI.
Dikelompokkan :
- Ringan : skor < 2.
- Sedang : skor 2-5.
- Berat : skor > 5.
Unit
-
Skala
Ordinal
Hasil Ukur
- Ringan.
- Sedang.
- Berat.
41
2.
Status
Kesehatan
pasien LES.
Kesehatan
Fisik.
Wawancara
kepada
pasien dengan mengisi
kuesioner SF-36.
Ordinal
- Buruk.
- Baik.
Ordinal
- Buruk.
- Baik.
Penilaian
menggunakan
kuesioner terdiri
dari 36 butir
pertanyaan yang
dijawab/dilapor
kan
pasien
sendiri ( selfreport ), terdiri
dari
2
komponen
:
komponen fisik
dan mental.
Kesehatan
Wawancara
kepada
Mental.
pasien dengan mengisi
kuesioner SF-36.
Penilaian
menggunakan
Komponen mental terdiri
kuesioner terdiri dari 4 sub penilaian :
dari 36 butir
Fungsi sosial.
pertanyaan yang
Keterbatasan
peran
dijawab/dilapork
akibat
masalah
an pasien sendiri
emosional.
( self-report ),
Kesehatan mental.
terdiri dari 2
Energi/vitalitas.
komponen
:
Dikelompokkan :
komponen fisik
- Buruk : skor 0-49.
dan mental.
- Baik : skor 50-100.
42
43
44
Pasien LES
Memenuhi kriteria
Disertakan dalam
penelitian
Tidak memenuhi
kriteria
Dikeluarkan dari
penelitian
45
46
10
11
12
BAB 5
HASIL PENELITIAN
47
48
49
n (%)
Rerata (SD)
(Min-Maks)
1 (2.3)
43 (97.7)
30(7.4)
(14-50)
34 (77.2)
8 (18.2)
1 (2.3)
1 (2.3)
17 (38.6)
27 ( 61.4)
29 (65.9)
15 (34.1)
0
4 (9.1)
11 (25)
19 (43.2)
10 (22.7)
18.3(7.9)
(2-32)
9 (20.5)
13 (29.5)
22 (50)
19 (43.2)
25 (56.8)
10 (22.7)
12 (27.3)
3 (6.8)
10 (22.7)
8 (18.2)
1 (2.3)
50
Dari 44 responden yang kami teliti dengan menggunakan kriteria revisi ACR
1997, didapatkan hasil sebagai berikut. Fotosensitivitas, ulkus di mulut, dan
arthritis masing-masing 43 kasus (97.7%), Ruam malar 42 kasus (95.5%), Ruam
discoid 36 kasus (81.8%), Pleuritis/Perikarditis 35 kasus, (79.5%), dan gangguan
ginjal 33 kasus (75%). Sebagian kecil ada pada pasien LES berupa kejangkejang/psikosis 18 kasus (40.9%), gangguan imunologi dan kadar ANA + masingmasing 13 kasus (29.5%) dan gangguan hematologi 10 kasus ( 22.7%). Untuk
lebih jelasnya, bisa dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Karakteristik tanda dan gejala LES berdasarkan kriteria revisi ACR 1997
n (%)
42 (95.5)
36 (81.8)
43 (97.7)
43 (97.7)
43 (97.7)
35 (79.5)
33 (75)
18 (40.9)
10 (22.7)
13 (29.5)
13 ( 29.5)
5.2 Gambaran Status Kesehatan (SF-36) pasien LES di RSUP dr. Kariadi,
Semarang.
Dari 44 pasien LES yang kami teliti dengan menggunakan SF-36, kami
mendapatkan 9 pasien LES yang memiliki aktivitas penyakit ringan dengan nilai
rerata total skor status kesehatan adalah 50.9 (SD17.5). Kemudian, nilai rerata
total komponen fisik adalah 37.5 (SD15.1) dengan nilai terendah didapatkan
pada peranan fisik dengan nilai median 25. Terakhir, nilai rerata komponen
51
mental adalah 54.6 (SD15.7) dengan nilai terendah didapatkan pada peranan
emosi dengan nilai median 33.3.
Pada pasien yang memiliki aktivitas penyakit LES sedang sebanyak 13
orang, nilai rerata total skor status kesehatan adalah 49.8 (SD12.9). Nilai rerata
total komponen fisik adalah 45.8 (SD16.9) dengan nilai terendah didapatkan
pada peranan fisik dengan nilai median 25. Nilai rerata komponen mental adalah
54.9 (SD12.5) dengan nilai terendah didapatkan pada peranan emosi dengan
nilai rerata 33.3 (SD31.6).
Pada pasien yang memiliki aktivitas penyakit LES berat sebanyak 22 orang,
nilai rerata total skor status kesehatan adalah 43.8 (SD13.9). Nilai median
komponen fisik adalah 36.3 dengan nilai terendah didapatkan pada peranan fisik
dengan nilai median 0. Nilai rerata komponen mental adalah 49.1 (SD13.8)
dengan nilai terendah didapatkan pada peranan emosi dengan nilai median 0.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.3
52
Tabel 5.3 Gambaran Status Kesehatan (SF-36) Pasien LES di RSUP dr. Kariadi,
Semarang.
Area dalam
bekerja/beraktivitas
Fungsi Fisik
LES Ringan
(n=9)
63.925.3
LES Sedang
(n=13)
62.327.9
LES Berat
(n=22)
54.122.8
25 (0-100)*
25 (0-75)*
0 (0-100)*
Rasa Nyeri
56.917.7
55.615.5
52.5 (0-67.5)*
37.815.8
41.212.4
38.49.9
37.515.1
45.816.9
36.3 (17.5-79.3)*
Vitalitas
64.915.2
68.114.2
65.511.9
Fungsi Sosial
56.922.6
52.820.5
41.920.4
33.3 (0-100)*
0 (0-100)*
66.811.3
64.210.2
64.814.5
54.615.7
54.912.5
49.113.8
50.917.5
49.812.9
43.813.9
53
Tabel 5.4 Aktivitas Penyakit LES Ringan dengan Status Kesehatan Pasien LES di
RSUP dr. Kariadi, Semarang.
Status Kesehatan
Variabel
Buruk
Baik
4
22
26
9.1
50
59.1
5
13
18
11.4
29.5
40.9
Aktivitas Penyakit
LES Ringan
Ya
Tidak
Total
0.316
Buruk
Baik
6
20
26
13.6
45.5
59.1
7
11
18
15.9
25
40.9
Aktivitas Penyakit
LES Sedang
Ya
Tidak
Total
0.258
54
Buruk
Baik
16
10
26
36.4
22.7
59.1
6
12
18
13.6
27.3
40.9
Aktivitas Penyakit
LES Berat
Ya
Tidak
Total
0.066
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, diperoleh hasil sebagai berikut
yaitu korelasi antara skor aktivitas penyakit LES dengan total skor status kesehatan
didapatkan hubungan tidak bermakna ( p: 0.123 ).
Selain itu, arah korelasi antara skor aktivitas penyakit LES dengan total skor status
kesehatan (r -0.223) adalah negatif dengan kekuatan korelasi lemah. Dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas penyakit LES dengan status kesehatan
pasien LES. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Uji Korelasi antara Aktivitas Penyakit LES dengan Status Kesehatan Pasien
LES di RSUP dr. Kariadi, Semarang ( Uji korelasi Sommers ).
Status Kesehatan
Buruk
Baik
Total
9
13
22
44
-0.223
0.123
4
6
16
26
5
7
6
18
BAB 6
PEMBAHASAN
Seperti telah diketahui bahwa LES memang lebih banyak menyerang kaum
wanita pada masa-masa reproduktif dimana merupakan masa terpenting dalam
kehidupan seseorang. Dalam penelitian ini didapatkan 43 responden wanita dan 1
responden pria. Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, hanya diperoleh
1 responden pria (2.3%) dan sisanya 43 responden wanita (97.7%). Rerata usia
responden ini adalah 30 (SD7.4) tahun dalam rentang 20-50 tahun. Karakteristik
pada penelitian ini hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia
pada tahun 2007 oleh Riwanti, dkk pada odapus yang tergabung dalam Yayasan
Lupus Indonesia didapatkan 69 responden dengan 2 responden pria dan 67
responden wanita dengan rentang usia 20-58 tahun dan rerata 33.9 (SD8.0)
tahun27.
Berdasarkan status pekerjaan, terlihat bahwa 17 responden aktif bekerja
(38.6%) bekerja sedangkan 27 responden tidak bekerja (61.4%). Alasan mengapa
sebagian besar responden tidak bekerja karena beberapa responden berhenti
bekerja setelah didiagnosis LES dan sampai saat ini belum bekerja. Selain itu,
beberapa responden memilih menjadi ibu rumah tangga karena menganut
kebiasaan atau budaya wanita Indonesia yang lebih memilih menjadi ibu rumah
tangga dibandingkan bekerja.
55
56
57
6.2 Gambaran Status Kesehatan (SF-36) pasien LES di RSUP dr. Kariadi,
Semarang.
Pada penelitian ini, terlihat di sini bahwa gambaran status kesehatan pada
pasien LES yang memiliki aktivitas penyakit LES ringan, sedang, dan berat
menunjukkan hasil yang lebih rendah pada komponen fisik dibandingkan dengan
komponen mental. Nilai paling rendah pada komponen fisik terhadap pasien LES
yang memiliki aktivitas penyakit LES ringan, sedang, dan berat adalah peranan
fisik. Sedangkan, nilai paling rendah pada komponen mental terhadap pasien
LES yang memiliki aktivitas penyakit LES ringan, sedang, dan berat adalah
peranan emosi. Komponen fisik menunjukkan nilai yang lebih rendah karena ada
2 kemungkinan. Kemungkinan pertama, LES merupakan penyakit yang dinamis
dimana dalam perjalanan penyakitnya, pasien LES akan mengalami fase flare up
atau serangan akut yang berulang yang membatasi peranan fisik dari pasien LES
itu sendiri. Kemungkinan kedua, pembatasan peranan oleh pasien LES itu sendiri
dengan pertimbangan dapat mencegah terjadinya flare up. Sementara itu,
menurunnya skor komponen mental kemungkinan karena LES merupakan
penyakit kronik sehingga yang berperan disini adalah lamanya pasien sudah
menderita LES.
58
0.316 ). Kemudian,
aktivitas penyakit LES berat dengan status kesehatan didapatkan hubungan tidak
bermakna ( p: 0.066 ).
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, diperoleh hasil sebagai berikut
yaitu korelasi antara skor aktivitas penyakit LES dengan total skor status kesehatan
didapatkan hubungan tidak bermakna ( p: 0.123 ). Selain itu, arah korelasi antara skor
aktivitas penyakit LES dengan total skor status kesehatan (r -0.223) adalah negatif dengan
kekuatan korelasi lemah. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
aktivitas penyakit LES dengan status kesehatan pasien LES.
59
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan.
1. Tidak terdapat hubungan antara aktivitas penyakit LES dengan status
kesehatan pasien LES di RSUP dr. Kariadi, Semarang.
2. Gambaran status kesehatan pasien LES di RSUP dr. Kariadi, Semarang
menunjukkan hasil lebih rendah pada komponen fisik dibandingkan
dengan komponen mental.
3. Sebagian besar pasien LES di RSUP dr. Kariadi, Semarang memiliki
aktivitas penyakit LES berat.
7.2 Saran.
1. Penilaian aktivitas penyakit LES dilakukan secara teliti dan rutin sehingga
dapat meningkatkan keberhasilan terapi dalam upaya meningkatkan status
kesehatan pasien LES.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai LES (Lupus Eritematosus Sistemik)
dengan waktu penelitian panjang dan sampel penelitian banyak supaya
didapatkan hasil yang bermanfaat bagi dokter dan tenaga kesehatan
lainnya dalam penanganan LES.
60
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Bartels CM, Krause RS, Lakdawala VS, et al. Systemic Lupus Erythematosus
(SLE).
2011.
[cited
2011
Oct
6].
Available
from
:
http://emedicine.medscape.com/article/332244-overview
3.
NN. Lupus dan Penatalaksanaannya. 2010. [cited 2011 Oct 14]. Available
from
:
http://www.research.ui.ac.id/v1/images/stories/lupus/Lupus%20dan%20penat
alaksanaannya.pdf
4.
5.
NN. How to Score the RAND SF-36 Questionnaire. [cited 2012 Jan 4].
Available
From
:
http://www.chiro.org/LINKS/OUTCOME/How_to_score_the_SF-36.pdf
6.
Ware JE. SF-36 Health survey update. Spine; 2000; Vol.25;No. 24:3130-9.
7.
8.
9.
61
62
63