Pengontrolan Lingkungan
Green Mining
Green Mining bagi Perusahaan Pertambangan adalah mengedepankan pelestarian lingkungan
dan kepentingan masyarakat dalam kegiatan produksi, termasuk dalam mengatasi hambatan
produksi dan menyiapkan rencana produksi masa berikutnya. Lingkungan menjadi bagian
yang integral dalam seluruh siklus penambangan di mana aktivitas menambang adalah bagian
dari rencana penutupan tambang. Sehingga kami tidak memisahkan kegiatan penambangan
dengan kegiatan penutupan tambang dalam perencanaan. Kepentingan masyarakat dikelola
bersama-sama dan tidak erpisahkan dalam keseluruhan proses bisnis Kami, sehingga dampak
sosial yang merugikan dari kegiatan Perseroan dapat diminimalkan.
2. Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan secara rutin di sekitar area penambangan bertujuan
meminimalisasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi, sebagai bagian dari
upaya mitigasi risiko lingkungan. Kegiatan pemantauan lingkungan yang dilakukan
Perseroan terdiri dari 14 (empat belas) kegiatan mencakup pemantauan kualitas air,
kualitas udara, kualitas tanah, pencemaran tanah, erosi hingga satwa liar dan biota air
yang hidup di sekitar area pertambangan dan lainnya. Aktivitas pemantauan rutin
yang dilakukan Perseroan Kegiatan pemantauan secara rutin menunjukkan bahwa
seluruh indikator cemaran yang diukur mememenuhi ketentuan BML. Disamping itu,
terdapat berbagai kemajuan dari sisi kualitas lingkungan hidup di sekitar maupun
dalam area kelolaan seperti:
a. Pemantauan keanekaragaman hayati (Plankton, Benthos dan Nekton) di badan
perairan sekitar lokasi kegiatan Perseroan di Tanjung Enim Sumatera Selatan
oleh pihak ketiga menunjukan secara umum semakin baik dan dapat
mendukung kehidupan biota perairan.
b. Pemantauan satwa liar menunjukan bahwa lahan-lahan lokasi bekas
penimbunan yang telah direhabilitasi dan direvegetasi telah mampu
mendukung kehidupan satwa liar. Di beberapa lokasi dapat ditemui jenis-jenis
burung yang termasuk jenis langka dan dilindungi sesuai Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa, seperti Elang Alap Besar (Accipiter virgatus), Elang Kelelawar
(Macheiramphus alcinus), Raja Udang Meninting (Alcedo meninting) dan
Cekakak Batu (Lacedo pulchella). Selain itu dijumpai pula beberapa hewan
jenis mamalia, seperti Kera Hitam/Lutung, Kera Kecil/Simpai dan Rusa dan
hewan melata, yakni ular kobra.
c. Pemantauan revegetasi menunjukan bahwa secara keseluruhan kegiatan
penanaman sudah berjalan dengan baik, dengan tingkat keberhasilan tumbuh
tanaman revegetasi di atas 80%.
Menambang adalah bagian dari rencana penutupan tambang dan Reklamasi adalah
investasi untuk emanfaatan lahan bekas tambang.
Berdasarkan prinsip tersebut, Perseroan melakukan program revegetasi pada seluruh areal
kelolaan, baik bersifat tetap maupun sementara. Pada areal yang masih memiliki prospek
dalam jangka panjang, Perseroan melakukan program revegetasi rutin, yakni menanami areal
dimaksud dengan tanaman perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan. Area-area
dengan kegiatan vegetasi sementara umumnya adalah area timbunan dari aktivitas
penambangan berpola backfilling, maupun area penimbunan tanah pucuk.
Sedang pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka panjang
atau disebut area final, Perseroan telah melakukan program pasca tambang di tambang
Ombilin.
Pembaharuan
Realisasi
Program
Pasca
Tambang,
Reklamasi
dan
Rehabilitasi
Pembukaan lahan dan proses reklamasi areal tambang Perseroan telah dilaksanakan sesuai
dengan butir-butir ketentuan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri
No 18 tahun 2008 mengenai Reklamasi dan Penutupan Tambang yaitu:
Rehabilitasi DAS
Program
Konservasi
Air
Dalam memenuhi kebutuhan air bersih, Perseroan juga melakukan pengolahan air dengan
sumber dari air tambang. Instalasi pengolahan air tersebut berkapasitas 350 m3 per hari.
Tujuannya adalah untuk mengurangi (reduce) volume air sungai yang diambil untuk
kebutuhan air bersih dan mengkonversi (reuse & recycle) air tambang sebagai air limbah
untuk dijadikan air bersih.
Bentuk polusi yang paling banyak diakibatkan oleh pembakaran batubara adalah polusi
udara. Polusi udara adalah terkontaminasinya udara oleh bahan berbahaya yang karena
jumlah ataupun karakteristiknya, dapat membahayakan kesehatan manusia dan/atau
lingkungan sekitar. Selain menghasilkan gas-gas buang yang dapat mencemari udara,
akumulasi dari debu-debu hasil pembakaran batubara dapat menempel di pipa-pipa boiler dan
membentuk
semacam
kerak
yang
jatuh
disebut slag.
dalam
bentuk
Melalui
padatan
perlakuan
yang
khusus
selanjutnya
dikumpulkan untuk diperlakukan lebih lanjut. Namun kali ini saya akan menjelaskan kepada
Anda polutan-polutan pencemar udara, yang dihasilkan oleh pembakaran batubara.
Polutan-polutan penting yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara antara lain adalah
SO2, NOx, CO, dan material partikulat. Selain itu ada bahan polutan lain yang disebut udara
beracun. Ia adalah polutan yang sangat berbahaya meskipun jumlahnya hanya sedikit
dihasilkan oleh pembakaran batubara. Namun udara beracun ini perlu kita bahas juga lebih
lanjut karena sifatnya yang sangat membahayakan kesehatan manusia. Berikut adalah
penjelasan lebih detail mengenai polutan-polutan tersebut:
Sulfur Dioksida
Batubara memiliki kandungan sulfur yang dapat mencapai 10% dalam fraksi berat. Namun
rata-rata kandungan sulfur di dalam batubara berada di kisaran 1-4% tergantung dari jenis
batubara tersebut. Proses pembakaran batubara menyebabkan sulfur tersebut terbakar dan
menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2) dan sebagian kecil menjadi sulfur trioksida (SO3).
Secara langsung, sulfur oksida dapat menyebabkan iritasi pada alat pernapasan manusia,
mengurangi jarak pandang kita, sekresi muskus berlebihan, sesak napas, dan lebih lanjut
dapat menyebabkan kematian. Reaksi sulfur oksida dengan kelembaban ataupun hujan, dapat
menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi tanaman, hewan terutama hewan air,
serta sifatnya yang korosif dapat merusak infrastruktur-infrastruktur yang ada.
Sulfur Trioksida
Sebagian kecil sulfur dioksida yang terbentuk pada pembakaran batubara, terkonversi
menjadi sulfur trioksida (SO3). Rata-rata SO3 terbentuk sebanyak 1% dari total gas buang
pembakaran. Satu sistem pada boiler yang berfungsi untuk mengontrol gas buang NOx,
memiliki efek samping meningkatkan pembentukan SO3 dari 0,5% sampai 2%. SO3 sangat
mudah bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat (H2SO4) pada temperatur gas
buang di bawah 260oC. Seperti yang Anda ketahui bahwa asam sulfat bersifat amat sangat
korosif dan berbahaya.
SO3 memiliki sifat higroskopis yang sangat agresif. Higroskopis adalah sebuah sifat untuk
menyerap kelembaban dari lingkungan sekitarnya. Sebagai gambaran untuk Anda, SO3 yang
mengenai kayu ataupun bahan katun dapat menyebabkan api seketika itu juga. Kasus ini
terjadi karena SO3 mendehidrasikan karbohidrat yang ada pada benda-benda tersebut.
Polutan ini juga sangat jelas berbahaya bagi manusia, karena apabila terkena kulit, kulit
tersebut akan seketika mengalami luka bakar yang serius. Atas dasar inilah polutan SO3 harus
ditangani dengan sangat serius agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Nitrogen Oksida
Nitrogen Oksida yang dihasilkan oleh pembakaran batubara biasa disebut dengan NOx.
NOxmeliputi semua jenis senyawa yang tersusun atas atom nitrogen dan oksigen. Nitrat
oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NOx) menjadi penyusun utama dari polutan ini. NO,
yang paling banyak jumlahnya, terbentuk pada pembakaran bertemperatur tinggi hingga
dapat mereaksikan nitrogen yang terkandung pada bahan bakar dan/atau udara, dengan
oksigen. Jumlah dari NOx yang terbentuk tergantung atas jumlah dari nitrogen dan oksigen
yang tersedia, temperatur pembakaran, intensitas pencampuran, serta waktu reaksinya.
Bahaya polutan NOx yang paling besar berasal dari NO2, yang terbentuk dari reaksi NO
dengan oksigen. Gas NO2 dapat menyerap sprektum cahaya sehingga dapat mengurangi jarak
pandang manusia. Selain itu NOx dapat mengakibatkan hujan asam, gangguan pernapasan
manusia, korosi pada material, pembentukan smog dan kerusakan tumbuhan.
Karbon Monoksida
Gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau ini terbentuk dari proses pembakaran yang
tidak sempurna. Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari proses pembakaran batubara di
boiler dalam jumlah yang relatif sangat kecil. Bahaya paling besar yang diakibatkan oleh CO
adalah pada kesehatan manusia dan juga hewan. Jika gas CO terhirup, ia akan lebih mudah
terikat oleh hemoglobin darah daripada oksigen. Hal ini menyebabkan tubuh akan
kekurangan gas O2, dan jika jumlah CO terlalu banyak akan dapat menyebabkan penurunan
kemampuan motorik tubuh, kondisi psikologis menjadi stress, dan paling parah adalah
kematian.
Abu
(FlyAsh)
Hasil pembakaran batubara di boiler juga menghasilkan partikel-partikel abu dengan ukuran
antara 1 hingga 100 m. Abu tersebut mudah terlihat oleh mata kita, bahkan dapat
mengganggu jarak pandang jika tersebar di udara bebas. Selain itu fly ash sangat berbahaya
jika sampai terhirup oleh manusia, karena ia dapat melukai bagian-bagian penting sistem
pernapasan kita.
Fly ash tersusun atas beberapa senyawa padat, diantaranya adalah SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan
CaO. Di samping itu, fly ash juga mengandung logam-logam berat dan partikel-partikel lain
yang sangat beracun bagi manusia jika berada dalam jumlah yang cukup. Racun-racun
tersebut berasal dari batubara, diantaranya adalah arsenik, berilium, cadmium, barium,
chromium, tembaga, timbal, mercury, molybdenum, nikel, radium, selenium, thorium,
uranium, vanadium, dan seng.
Karbon
Dioksida
Sejak tahun 1980-an, efek dari meningkatnya jumlah emisi CO2 akibat ulah manusia semakin
diperhatikan. CO2 yang dikenal dengan sebutan gas rumah kaca, menjadi satu dari beberapa
gas buang yang mengakibatkan terjadinya global warming (pemanasan global). CO2 selalu
dihasilkan oleh semua jenis proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar fosil
berbasis hidrokarbon.
Menangani emisi CO2 tidak semudah menangani emisi gas buang lainnya, seperti
SO2 misalnya. Karena jumlah produksi CO2 dari proses pembakaran yang secara alamiah
selalu berjumlah banyak. Salah satu metode paling efektif untuk mengurangi pembentukan
CO2 adalah dengan memperbaiki tingkat efisiensi dari proses pembakaran (energi yang lebih
banyak dari bahan bakar yang lebih sedikit). Saat ini metode-metode untuk mengurangi
jumlah penggunaan bahan bakar karbon untuk menghasilkan energi yang lebih besar terus
dikembangkan.