Anda di halaman 1dari 13

Hubungan Masalah Lingkungan dan Pemanfaatan Batubara

Pertambangan adalah suatu kegiatan mencari, menggali, mengolah, memanfaatkan


dan menjual hasil dari bahan galian berupa mineral, batu bara, panas bumi dan minyak dan
gas.Seharusnya kegiatan pertambangan memanfaatkan sumberdaya alam dengan berwawasan
lingkungan, agar kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga.
Kegiatan penambangan khususnya Batubara dan lain-lain dikenal sebagai kegiatan yang
dapat merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan
kerusakan lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui bahwa
banyak sekali kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan kerusakan di tempat
penambangannya.
Konsumsi energi global meningkatkan sejumlah masalah lingkungan hidup. Untuk batu
bara, timbulnya polutan, seperti oksida belerang dan nitrogen (SOx dan NOx), serta
partikel dan unsur penelusuran, seperti merkuri, merupakan suatu masalah. Teknologi
telah dikembangkan dan dikerahkan untuk menekan emisi-emisi tersebut.

Pengontrolan Lingkungan
Green Mining
Green Mining bagi Perusahaan Pertambangan adalah mengedepankan pelestarian lingkungan
dan kepentingan masyarakat dalam kegiatan produksi, termasuk dalam mengatasi hambatan
produksi dan menyiapkan rencana produksi masa berikutnya. Lingkungan menjadi bagian
yang integral dalam seluruh siklus penambangan di mana aktivitas menambang adalah bagian
dari rencana penutupan tambang. Sehingga kami tidak memisahkan kegiatan penambangan
dengan kegiatan penutupan tambang dalam perencanaan. Kepentingan masyarakat dikelola
bersama-sama dan tidak erpisahkan dalam keseluruhan proses bisnis Kami, sehingga dampak
sosial yang merugikan dari kegiatan Perseroan dapat diminimalkan.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


Seluruh aktivitas Perseroan, didahului dengan Analisis Dampak Lingkungan untuk
mengidentifikasi dampak lingkungan yang dapat terjadi dan menyusun rencana untuk
memantau dan mengelola dampak tersebut. Sesuai dengan sifat dan skala kegiatan yang akan
dilakukan dan ketentuan yang berlaku, terdapat dokumen lingkungan berupa AMDAL dan
RKL/RPL untuk kegiatan yang lebih luas dan dampak lebih signifikan, serta dokumen
UKL/UPL untuk kegiatan usaha dengan skala dampak yang lebih kecil.
Perencanaan Penambangan
Green Mining dimulai dengan perencanaan tambang yang seksama yang memperhitungkan
kelestarian lingkungan sejak awal, perencanaan tambang memiliki tujuan akhir menata paska
tambang, buka sekedar memperoleh batubara yang sebesar-besarnya.

Pelaksanaan Kegiatan Lingkungan


1. Pengelolaan Lingkungan
Perseroan melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan untuk
mengurangi dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat.
Untuk mengukur efektivitas pengelolaan lingkungan, setiap tahun Perseroan
menetapkan parameter indikator sasaran lingkungan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, dalam hal ini Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 17 tahun 2005 dan
No. 8 tahun 2012 mengenai pemenuhan baku mutu lingkungan (BML).
Setiap program pengelolaan lingkungan yang dijalankan dipantau dan dievaluasi
dengan menggunakan parameter yang telah mempertimbangkan penilaian terhadap
dampak utama yang muncul akibat kegiatan penambangan. Evaluasi terhadap
indikator sasaran lingkungan tersebut kemudian dibahas secara rutin setiap tahun pada
forum manajemen lingkungan, sesuai Sistem Manajemen Lingkungan ISO
14001:2004, sehingga dampak lingkungan dari operasional kegiatan tambang dapat
dikendalikan.

2. Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan secara rutin di sekitar area penambangan bertujuan
meminimalisasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi, sebagai bagian dari
upaya mitigasi risiko lingkungan. Kegiatan pemantauan lingkungan yang dilakukan
Perseroan terdiri dari 14 (empat belas) kegiatan mencakup pemantauan kualitas air,
kualitas udara, kualitas tanah, pencemaran tanah, erosi hingga satwa liar dan biota air
yang hidup di sekitar area pertambangan dan lainnya. Aktivitas pemantauan rutin
yang dilakukan Perseroan Kegiatan pemantauan secara rutin menunjukkan bahwa
seluruh indikator cemaran yang diukur mememenuhi ketentuan BML. Disamping itu,
terdapat berbagai kemajuan dari sisi kualitas lingkungan hidup di sekitar maupun
dalam area kelolaan seperti:
a. Pemantauan keanekaragaman hayati (Plankton, Benthos dan Nekton) di badan
perairan sekitar lokasi kegiatan Perseroan di Tanjung Enim Sumatera Selatan
oleh pihak ketiga menunjukan secara umum semakin baik dan dapat
mendukung kehidupan biota perairan.
b. Pemantauan satwa liar menunjukan bahwa lahan-lahan lokasi bekas
penimbunan yang telah direhabilitasi dan direvegetasi telah mampu
mendukung kehidupan satwa liar. Di beberapa lokasi dapat ditemui jenis-jenis
burung yang termasuk jenis langka dan dilindungi sesuai Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa, seperti Elang Alap Besar (Accipiter virgatus), Elang Kelelawar
(Macheiramphus alcinus), Raja Udang Meninting (Alcedo meninting) dan
Cekakak Batu (Lacedo pulchella). Selain itu dijumpai pula beberapa hewan
jenis mamalia, seperti Kera Hitam/Lutung, Kera Kecil/Simpai dan Rusa dan
hewan melata, yakni ular kobra.
c. Pemantauan revegetasi menunjukan bahwa secara keseluruhan kegiatan
penanaman sudah berjalan dengan baik, dengan tingkat keberhasilan tumbuh
tanaman revegetasi di atas 80%.

d. Pemantauan Sosial Ekonomi dan Budaya (SOSEKBUD) menunjukan bahwa


secara keseluruhan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan
lingkungan telah sesuai dengan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang tertuang dalam dokumen AMDAL. Dari pemantauan
terhadap aspek SOSEKBUD tersebut persepsi masyarakat terhadap kegiatan
Perseroan sangat baik, dan mendukung penuh kegiatan penambangan yang
dilakukan.

3. Penelitian dan Pengembangan Lingkungan


Untuk menjaga lingkungan di areal kegiatannya, Perseroan melakukan sejumlah
kajian dan penelitian yang sekaligus merupakan bagian proses evaluasi kondisi
lingkungan area pertambangan dan sekitarnya, serta pengembangan potensi
lingkungan di masa mendatang. Kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan adalah:
a. Implementasi recycle air tambang menjadi air bersih di lokasi Tambang Air
Laya.
b. Pilot project agro-forestry seluas 12 hektar di lokasi timbunan Air Laya yang
bekerja sama dengan PT Perhutani (on progress).
c. Melakukan kerja sama jangka panjang (3 tahun) untuk pengelolaan
(pengangkutan dan pengolahan) limbah B3 dengan perusahaan yang telah
memiliki ijin dari KLH.
d. Pembangunan hutan kota seluas 50 hektar dilokasi timbunan Air Laya (on
progress).
e. Pembangunan hutan pendidikan seluas 100 hektar bekerja sama dengan IPB di
lokasi timbunan Endikat dan MTS (on progress).

f. Pelaksanaan rehabilitasi DAS di lokasi fasilitas umum (fasum) TNI Rindam


II/SWJ seluas 93 hektar, dan lokasi hutan produksi Semendo Darat Tengah
(SDT) seluas 260 hektar serta Mulak Ulu seluas 100 hektar (on progress).
g. Pelanjutkan pembuatan Rantek rehabilitasi DAS TN Sembilang seluas 100
hektar, SDT seluas 260 hektar, serta Mulak Ulu seluas 100 hektar (on
progress).
h. Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Lingkungan dan Keanekaragaman
Hayati (on progress).
i. Program penanggulangan AAT (Air Asam Tambang) melalui pengujian
keasaman batuan yang bekerja sama dengan LAPI ITB (on progress).

Rehabilitasi Tambang Terbuka


Pasca Tambang
Lokasi atau lahan Pertambangan yang telah selesai ditambang untuk dikelola secara
bertanggung jawab, melalui kegiatan reklamasi, revegetasi dan pasca tambang. Perseroan
melakukan amanat ini sesuai dengan peraturan perundangan dan mengikut sertakan
pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya. Tujuan pasca tambang adalah menciptakan
manfaat dari lahan bekas tambang untuk berbagai tujuan bagi pemangku kepentingan
Perseroan.
Perseroan telah merealisasikan berbagai program reklamasi/rehabilitasi lahan bekas tambang
yang telah benar-benar selesai dari kegiatan penambangan sejalan dengan prinsip bahwa

Menambang adalah bagian dari rencana penutupan tambang dan Reklamasi adalah
investasi untuk emanfaatan lahan bekas tambang.
Berdasarkan prinsip tersebut, Perseroan melakukan program revegetasi pada seluruh areal
kelolaan, baik bersifat tetap maupun sementara. Pada areal yang masih memiliki prospek
dalam jangka panjang, Perseroan melakukan program revegetasi rutin, yakni menanami areal
dimaksud dengan tanaman perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan. Area-area
dengan kegiatan vegetasi sementara umumnya adalah area timbunan dari aktivitas
penambangan berpola backfilling, maupun area penimbunan tanah pucuk.
Sedang pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka panjang
atau disebut area final, Perseroan telah melakukan program pasca tambang di tambang
Ombilin.

Taman Hutan Raya


Hutan Raya Enim (Tahura Enim) adalah salah satu rencana bentuk pemanfaatan lahan bekas
tambang selain untuk hutan tanaman. Tahura Enim dibangun di atas lahan seluas 5.640 ha di
lokasi pasca tambang IUP Air Laya dan IUP Banko Barat, terdiri dari tiga blok
pengembangan, yaitu blok perlindungan (696 ha), blok koleksi tanaman (2.508 ha), dan blok
pemanfaatan (2.346 ha). Tahura Enim dirancang untuk pemanfaatan yang dilakukan dalam 12
zona, yaitu:
1. Zona Penerima / Rekreasi
2. Zona Sarana Prasarana
3. Zona Hutan Tanaman
4. Zona Kebun Koleksi
5. Zona Kebun Buah
6. Zona Peternakan

7. Zona Wisata Air


8. Zona Penelitian Produktif
9. Zona Pertanian / Agroforestri
10. Zona Perikanan
11. Zona Bumi Perkemahan
12. Zona Satwa
Kegiatan yang telah dilakukan dalam pembangunan Tahura Enim, Perseroan telah
melaksanakan:
1. Pada blok pemanfaatan, hasil reklamasi Kayu putih: penyulingan tanaman kayu putih
menjadi minyak kayu putih.
2. Zona penerima: pemanfaatan sarana olah raga oleh masyarakat sekitar (GOR,
Bowling, Golf, Futsal).
3. Pengembangan bibit tanaman melalui pembibitan yang diambil dari bank benih pada
lokasi Endikat dan Bukit Tapuan.
4. Pemanfaatan lahan untuk penanaman Padi Sri sebagai kegiatan Ketahanan Pangan.

Pembaharuan

Realisasi

Program

Pasca

Tambang,

Reklamasi

dan

Rehabilitasi

Pembukaan lahan dan proses reklamasi areal tambang Perseroan telah dilaksanakan sesuai
dengan butir-butir ketentuan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri
No 18 tahun 2008 mengenai Reklamasi dan Penutupan Tambang yaitu:

1. Pembukaan lahan dilakukan bertahap.


2. Penataan lahan timbunan yang sudah final (pengaturan pola alir air, back slope,
penghamparan top soil).
3. Pengendalian erosi (pembuatan check dump, rip rap dan kolam pengendap lumpur).
4. Revegetasi lahan (cover crop dan tanaman tahunan).
5. Pengelolaan limbah B3 (incinerator, pengiriman limbah B3 ke pihak ketiga).
6. Pengendalian air asam tambang.
7. Perawatan tanaman dan sarana lingkungan.
8. Pemanfaatan tanaman kayu putih yang diolah menjadi minyak kayu putih, sumber
bahan diambil dari lahan reklamasi pasca tambang.
Perseroan telah merealisasikan berbagai program reklamasi/rehabilitasi lahan bekas tambang
yang telah benar-benar selesai dari kegiatan penambangan sejalan dengan prinsip bahwa
Menambang adalah bagian dari rencana penutupan tambang dan Reklamasi adalah
investasi untuk pemanfaatan lahan bekas tambang.
Berdasarkan prinsip tersebut, Perseroan melakukan program revegetasi pada seluruh areal
kelolaan, baik bersifat tetap maupun sementara. Pada areal yang masih memiliki prospek
dalam jangka panjang, Perseroan melakukan program revegetasi rutin, yakni menanami areal
dimaksud dengan tanaman perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan. Area-area
dengan kegiatan vegetasi sementara umumnya adalah area timbunan dari aktivitas
penambangan berpola backfilling, maupun area penimbunan tanah pucuk.
Sedang pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka panjang
atau disebut area final, Perseroan melakukan program rehabilitasi dan revegetasi seperti
pembangunan area wisata alam Bukit Kandi, Hutan Kota, Hutan Pendidikan dan
pembangunan TAHURA (Taman Hutan Raya) Enim. Selain kegiatan revegetasi di areal
kelolaan, Perseroan juga berpartisipasi pada program Rehabilitasi DAS.

Rehabilitasi DAS

Program

Konservasi

Air

Perseroan menggunakan air tambang untuk kegiatan penyemprotan batubara batubara di


stockpile dan areal kegiatan untuk mengurangi debu serta untuk keperluan MCK di lapangan
dan di kantor operasional.
Perseroan melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki kualitas air di sekitar areal
kegiatannya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas air adalah
melakukan pengolahan air asam tambang (AAT) di kolam pengendap lumpur baik secara
aktifdengan penambahan kapur maupun secara pasif dengan metoda wetland. Metoda
wetland dilakukan dengan memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan penyerap logam yang terbukti
berhasil menurunkan kandungan logam, khususnya Fe dan Mn, sehingga kualitas air
memenuhi baku mutu lingkungan (BML) sebelum dialirkan ke perairan umum.
Untuk menjaga ketersediaan air permukaan dan memelihara kelestarian sumber air, Perseroan
juga melakukan kegiatan konservasi sumber daya air melalui beberapa kegiatan, yakni :
1. Pemanfaatan air tambang untuk penyiraman jalan dan sarana produksi.
2. Pemanfaatan air hujan untuk pencucian unit alat berat.
3. Penggunaan air dengan sistem tertutup (closed loop).
4. Pembuatan embung-embung air untuk konservasi air dan lubang-lubang biopori di
perkantoran dan permukiman.
Upaya-upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh air yang digunakan dalam proses penunjang
kegiatan pertambangan Perseroan dapat didaur ulang dan dikembalikan ke perairan umum
dalam keadaan baik dan layak pakai, sesuai ketentuan peraturan perundangan. Volume air
yang digunakan dari tahun 2010 sampai 2013 adalah seperti pada tabel berikut:

Dalam memenuhi kebutuhan air bersih, Perseroan juga melakukan pengolahan air dengan
sumber dari air tambang. Instalasi pengolahan air tersebut berkapasitas 350 m3 per hari.
Tujuannya adalah untuk mengurangi (reduce) volume air sungai yang diambil untuk
kebutuhan air bersih dan mengkonversi (reuse & recycle) air tambang sebagai air limbah
untuk dijadikan air bersih.

Pencemaran Lingkungan Oleh Adanya Pembakaran Batubara

Bentuk polusi yang paling banyak diakibatkan oleh pembakaran batubara adalah polusi
udara. Polusi udara adalah terkontaminasinya udara oleh bahan berbahaya yang karena
jumlah ataupun karakteristiknya, dapat membahayakan kesehatan manusia dan/atau
lingkungan sekitar. Selain menghasilkan gas-gas buang yang dapat mencemari udara,
akumulasi dari debu-debu hasil pembakaran batubara dapat menempel di pipa-pipa boiler dan
membentuk

semacam

kerak

menggunakan sootblower, slagakan

yang
jatuh

disebut slag.
dalam

bentuk

Melalui
padatan

perlakuan
yang

khusus

selanjutnya

dikumpulkan untuk diperlakukan lebih lanjut. Namun kali ini saya akan menjelaskan kepada
Anda polutan-polutan pencemar udara, yang dihasilkan oleh pembakaran batubara.
Polutan-polutan penting yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara antara lain adalah
SO2, NOx, CO, dan material partikulat. Selain itu ada bahan polutan lain yang disebut udara
beracun. Ia adalah polutan yang sangat berbahaya meskipun jumlahnya hanya sedikit
dihasilkan oleh pembakaran batubara. Namun udara beracun ini perlu kita bahas juga lebih
lanjut karena sifatnya yang sangat membahayakan kesehatan manusia. Berikut adalah
penjelasan lebih detail mengenai polutan-polutan tersebut:
Sulfur Dioksida
Batubara memiliki kandungan sulfur yang dapat mencapai 10% dalam fraksi berat. Namun
rata-rata kandungan sulfur di dalam batubara berada di kisaran 1-4% tergantung dari jenis
batubara tersebut. Proses pembakaran batubara menyebabkan sulfur tersebut terbakar dan
menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2) dan sebagian kecil menjadi sulfur trioksida (SO3).
Secara langsung, sulfur oksida dapat menyebabkan iritasi pada alat pernapasan manusia,
mengurangi jarak pandang kita, sekresi muskus berlebihan, sesak napas, dan lebih lanjut
dapat menyebabkan kematian. Reaksi sulfur oksida dengan kelembaban ataupun hujan, dapat

menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi tanaman, hewan terutama hewan air,
serta sifatnya yang korosif dapat merusak infrastruktur-infrastruktur yang ada.
Sulfur Trioksida
Sebagian kecil sulfur dioksida yang terbentuk pada pembakaran batubara, terkonversi
menjadi sulfur trioksida (SO3). Rata-rata SO3 terbentuk sebanyak 1% dari total gas buang
pembakaran. Satu sistem pada boiler yang berfungsi untuk mengontrol gas buang NOx,
memiliki efek samping meningkatkan pembentukan SO3 dari 0,5% sampai 2%. SO3 sangat
mudah bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat (H2SO4) pada temperatur gas
buang di bawah 260oC. Seperti yang Anda ketahui bahwa asam sulfat bersifat amat sangat
korosif dan berbahaya.
SO3 memiliki sifat higroskopis yang sangat agresif. Higroskopis adalah sebuah sifat untuk
menyerap kelembaban dari lingkungan sekitarnya. Sebagai gambaran untuk Anda, SO3 yang
mengenai kayu ataupun bahan katun dapat menyebabkan api seketika itu juga. Kasus ini
terjadi karena SO3 mendehidrasikan karbohidrat yang ada pada benda-benda tersebut.
Polutan ini juga sangat jelas berbahaya bagi manusia, karena apabila terkena kulit, kulit
tersebut akan seketika mengalami luka bakar yang serius. Atas dasar inilah polutan SO3 harus
ditangani dengan sangat serius agar tidak mencemari lingkungan sekitar.

Nitrogen Oksida
Nitrogen Oksida yang dihasilkan oleh pembakaran batubara biasa disebut dengan NOx.
NOxmeliputi semua jenis senyawa yang tersusun atas atom nitrogen dan oksigen. Nitrat
oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NOx) menjadi penyusun utama dari polutan ini. NO,
yang paling banyak jumlahnya, terbentuk pada pembakaran bertemperatur tinggi hingga
dapat mereaksikan nitrogen yang terkandung pada bahan bakar dan/atau udara, dengan
oksigen. Jumlah dari NOx yang terbentuk tergantung atas jumlah dari nitrogen dan oksigen
yang tersedia, temperatur pembakaran, intensitas pencampuran, serta waktu reaksinya.
Bahaya polutan NOx yang paling besar berasal dari NO2, yang terbentuk dari reaksi NO
dengan oksigen. Gas NO2 dapat menyerap sprektum cahaya sehingga dapat mengurangi jarak
pandang manusia. Selain itu NOx dapat mengakibatkan hujan asam, gangguan pernapasan
manusia, korosi pada material, pembentukan smog dan kerusakan tumbuhan.

Karbon Monoksida
Gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau ini terbentuk dari proses pembakaran yang
tidak sempurna. Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari proses pembakaran batubara di
boiler dalam jumlah yang relatif sangat kecil. Bahaya paling besar yang diakibatkan oleh CO
adalah pada kesehatan manusia dan juga hewan. Jika gas CO terhirup, ia akan lebih mudah
terikat oleh hemoglobin darah daripada oksigen. Hal ini menyebabkan tubuh akan
kekurangan gas O2, dan jika jumlah CO terlalu banyak akan dapat menyebabkan penurunan
kemampuan motorik tubuh, kondisi psikologis menjadi stress, dan paling parah adalah
kematian.
Abu

(FlyAsh)

Hasil pembakaran batubara di boiler juga menghasilkan partikel-partikel abu dengan ukuran
antara 1 hingga 100 m. Abu tersebut mudah terlihat oleh mata kita, bahkan dapat
mengganggu jarak pandang jika tersebar di udara bebas. Selain itu fly ash sangat berbahaya
jika sampai terhirup oleh manusia, karena ia dapat melukai bagian-bagian penting sistem
pernapasan kita.
Fly ash tersusun atas beberapa senyawa padat, diantaranya adalah SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan
CaO. Di samping itu, fly ash juga mengandung logam-logam berat dan partikel-partikel lain
yang sangat beracun bagi manusia jika berada dalam jumlah yang cukup. Racun-racun
tersebut berasal dari batubara, diantaranya adalah arsenik, berilium, cadmium, barium,
chromium, tembaga, timbal, mercury, molybdenum, nikel, radium, selenium, thorium,
uranium, vanadium, dan seng.

Karbon

Dioksida

Sejak tahun 1980-an, efek dari meningkatnya jumlah emisi CO2 akibat ulah manusia semakin
diperhatikan. CO2 yang dikenal dengan sebutan gas rumah kaca, menjadi satu dari beberapa
gas buang yang mengakibatkan terjadinya global warming (pemanasan global). CO2 selalu
dihasilkan oleh semua jenis proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar fosil
berbasis hidrokarbon.

Menangani emisi CO2 tidak semudah menangani emisi gas buang lainnya, seperti
SO2 misalnya. Karena jumlah produksi CO2 dari proses pembakaran yang secara alamiah
selalu berjumlah banyak. Salah satu metode paling efektif untuk mengurangi pembentukan
CO2 adalah dengan memperbaiki tingkat efisiensi dari proses pembakaran (energi yang lebih
banyak dari bahan bakar yang lebih sedikit). Saat ini metode-metode untuk mengurangi
jumlah penggunaan bahan bakar karbon untuk menghasilkan energi yang lebih besar terus
dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai