KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1. Pengertian
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera
yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan Doenges,
(1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang
terjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar,
leserasi dan perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural,
intraserebral, batang otak. Cedera kepala merupakan proses dimana
terjadi
trauma
langsung
atau
deselerasi
terhadap
kepala
yang
terjadinya
penurunan
kesadaran
bahkan
dapat
menyebabkan kematiaan.
a. Ringan
1.) GCS = 13 15
2.) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit.
3.) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma.
b. Sedang
1.)
GCS = 9 12
2.)
3.)
c. Berat
1.)
GCS = 3 8
2.)
3.)
10
11
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang
subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana
sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluhpembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat . Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan
gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit
kepala yang menetap 2) rasa mengantuk yang hilang-timbul 3)
linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh
yang berlawanan.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam
dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah
arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang
di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga
12
oleh
spatium
subarakhnoid
yang
terisi
oleh
liquor
13
3. Otak
Menurut Ganong, (2002); price, (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara
lain yaitu:
a. Cerebrum
Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan
keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau
mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah
dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus frontalis
14
Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan
dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum.
Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari
daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi
pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian
tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis
menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kerusakan
yang
agak
luas
bisa
menyebabkan
hilangnya
15
Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus
temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan
memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur
emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan
menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan
gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari
dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak
suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif
dan kehilangan gairah seksual.
4)
Lobus Oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis
16
17
trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau
pendarahan otak. Kerusakan nervus yaitu:
a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan
saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola
mata.
18
otot-otot
pengunyah.
Serabut-serabut
sensorisnya
19
intestinum
minor,
kelenjar-kelenjar
pencernaan
dalam
6.
Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
20
D. PATOFISIOLOGI
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan
benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.
Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan
diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga
sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
21
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
22
23
F. KOMPLIKASI
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala addalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan
dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang
berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat
tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk
memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin
kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi
berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg,
yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah
paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan
difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut.
24
2. Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg,
dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah
yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang
merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal
pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas
paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk
mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang
paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.
Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
25
G. PENETALAKSAANAN
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi
hiperventilasi
(trauma
kepala
berat)
untuk
mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
7. Pembedahan.
(Smelzer, 2001)
H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Riwayat kesehatan
26
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Psikososial:
Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.
e. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalam berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus
otot.
27
f. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),
perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
g. Integritas Ego
S : Perubahan tingkah laku/kepribadian
O : Mudah tersinggung, delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive
dan depresi
h. Eliminasi
O : BAB/BAK inkontinensia/disfungsi.
i. Makanan/cairan
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
j. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran,
perubahan
penglihatan,
diplopia,
gangguan
pengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadara, koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon
terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan
pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
28
k. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
O : Wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri
yang hebat, gelisah
l. Keamanan
S : Trauma/injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus
otot hilang kekuatan paralysis, demam, perubahan regulasi
temperatur tubuh.
m. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat penggunaan alcohol/obat-obatan terlarang
(Doenges, 1999)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Scan CT (tanpa/denga kontras)
Mengidentifikasi
adanya
sol,
hemoragik,
menentukan
ukuran
29
30
31
I. Pathways Keperawatan
Benturan kepala
Trauma kepala
Trauma pada jaringan lunak
Rusaknya jaringan kepala
Cedera jaringan
otak
hematoma
Luka terbuka
Perubahan pada cairan lutra dan ekstra sel
Peningkatan suplai darah ke daerah trauma
Resiko tinggi terhadap
infeksi
edema
vasodilatasi
Merangsang
hipotalamus
Hipotalamus terviksasi (pd
diensefalon)
Kerusakan hemisfer
motorik
Penurunan kekuatan dan
tahanan otot
Hipoksia jaringan
Kerusakan pertukaran gas
Penurunan kesadaran
Gangguan
persepsi
sinsorik
Pernafasan dangkal
Gangguan
komunikasi
Tdk mampu
verbal katamenyampaiakan
kata
31
32
Rasional
Mengetahui kestabilan klien.
TIK meningkat.
hasilnya.
5. Kolaborasi pemberian
33
Oksigen.
6. Anjurkan orang terdekat
klien.
Rasional
34
menyebabkan akumulasi/atelektasi
sering terjadi).
mengi, krekels).
2. Atur posisi klien dengan
2000 ml/hari).
sebagai ekspektoran.
35
sekret
6. Kolaborasi dengan
oksimetri.
Rasional
Deteksi dini dan intervensi dapat
36
mencegah kekurangan/kelebihan
fluktuasi keseimbangan cairan.
albumin serum.
Kiteria Hasil:
1) Tidak mengalami tanda- tanda mal nutrisi dengan nilai lab. Dalam
rentang normal.
2) Peningkatan berat badan sesuai tujuan.
37
Rasional
Faktor ini menentukan terhadap
mengatasi sekresi.
2. Auskultasi bising usus, catat
adanya penurunan/hilangnya
teratur.
38
Rasional
Mengidentifikasi karakteristik nyeri
lamanya.
2. Catat kemungkinan
trauma servikal.
3. Berikan tindakan
nyeri
4. Kolaborasi dengan
39
dentren (dantrium)
meningkatkan istirahat.
mendemonstrasikan
aktivitas
yang
memungkinkan
dilakukannya
Rasional
Mengidentifikasi kerusakan secara
yang terjadi.
dilakukan.
40
rentang gerak
mobilisasi. Tingkatkan
sesuai kemampuan
Intervensi
Kaji kesadaran
Rasional
Semua sistem sensori dapat
41
terhadap gerakan.
perubahan orientasi,
pikir.
sederhana. Pertahankan
kontak mata.
4. Berikan lingkungan
42
memunculkan komunikasi.
5. Kolaborasi pada ahli
menciptakan rencana
kognitif.
hasil:
Mengidentifikasi
komunikasi
dan
pemahaman
klien
tentang
dapat
masalah
menunjukan
Rasional
Membantu menentukan daerah atau
derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam
proses komunikasi.
43
Rasional
Cara pertama untuk menghindari
44
infeksi.
Meningkatkan imun tubuh terhadap
infeksi
45