Anda di halaman 1dari 5

Kapita Selekta Pengembangan Kepribadian

Cerita Motivasi Tokoh Idola

Disusun oleh :
Muhammad Hanif Syamsudin
133060017992
5Q / 27

Politeknik Keuangan Negara STAN


Jl. Bintaro Sektor V, Tangerang Selatan

2015

B. J. Habibie

Siapa yang tak kenal dengan ilmuwan Islam di abad modern ini, manusia pintar, genius dan mungkin
diantara 130 juta penduduk Indonesia. Berbagai ilmu eksakta, sosial, politik dan aeronik telah
dikuasai walaupun secara otodidaks maupun akademik. Perjalan hidup B.J. Habibie merupakan
pelajaran hidup seorang ilmuwan tanah air yang sukses dimata dunia bukan hanya fiktif ataupun
rekayasa melainkan realitas yang nyata dan fakta. Oleh sebab itu pada rubrik ini kita akan
mengetahui, siapakah BJ. Habibie? Bagaimanakah beliau mendapatkan prestasi yang gemilang
dimata dunia? Faktor apakah yang mendasari kesuksesan beliau baik di Indonesia maupun dirantau?
Bj. Habibie lahir di Pare-Pare tepatnya provinsi Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936 dengan
nama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie, putra Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti Marini
Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, sejak kecil beliau telah
membangun begron masa depannya yang cemerlang baik dari segi spiritual maupun intelektual.
Belajar, membantu orang tua, mengaji dan shalat merupakan rutinitas sehari-hari yang tak pernah
ditinggalkan. Oleh sebab itu, sejak duduk di bangku sekolah beliau adalah murid yang jenius, ramah,
sopan dan tidak sombong. Sehingga pelajaran eksakta yang sulit seperti, matematika, fisika, kimia,
stereo dan geneo dalam sekejap dapat diselesaikan dengan nilai yang baik sekali.
Namun sejak 3 September 1950, bapak beliau meninggal karena mengalami serangan jantung ketika
menunaikan shalat Isya. Dengan perasaan duka yang mendalam R.A Tuti Marini menadahkan tangan
kepada Allah untuk meminta ketabahan dalam menghadapi hari-hari selanjutnya. Setelah beberapa
saat setelah kematian suaminya beliau langsung memutuskan kepada anak laki-laki pertamanya yaitu
Habibie untuk pindah ke Jawa (Bandung) agar dapat meneruskan pendidikannya.
Tetapi jauh dari kehidupan anaknya yang rajin dan tekun belajar, Ny. R.A Tuti Marini tidak merasa
tenang, sehingga memutuskan untuk meninggalkan Ujung Pandang sekeluarga untuk transmigrasi ke
Bandung dengan menjual rumah dan kendaraannya. Selama menjadi mahasiswa di ITB Habibie
memang banyak tertarik dibidang aeromodeling atau model pesawat terbang yang ia buat sendiri.

Menjadi Mahasiswa di Aachean

Pada tahun lima puluhan, belajar diluar negeri masih merupakan hal yang langka, baik dengan
beasiswa pemerintah maupun biaya sendiri. Tetapi Ny. R. A Tuti Marini sudah bertekad kepada anakanaknya untuk melanjutkan pendidikan semaksimal kemampuannya, termasuk keluar negeri B.J.
Habibie mendengar sendiri malam ketika ayahnya meninggal, ibunya yang waktu itu mengandung
delapan bulan berteriak-teriak dan bersumpah di depan jasad Alwi Jalal Habibie suaminya, bahwa
cita-cita suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskan. Itulah yang membuat
Habibie tidak heran ketika diajak runding ibunya. Nak, kamu sudah saya dapatkan beasiswa untuk
keluar negeri. Sudah ada izin dari P dan K, katanya.

Kebetulan pada suatu hari ia bertemu dengan Kenkie (Laheru) temannya di ITB. Laheru mengatakan
ia akan pergi ke Jerman melanjutkan pendidikan. B.J. Habibie langsung menyatakan bahwasannya ia
juga berniat, tetapi bagaimana bisa memperoleh izin dan visa ? Laheru menjawab, sementara ini yang
paling penting adalah menghubungi kementerian perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Jakarta.
Beliau langsung berangkat ke Jakarta dan menemui petugas yang berwenang. Waktu itu beliau
ditanya jurusan apa yang paling dikuasai? Beliau menjawab fisika yang termasuk jurusan aeronautika
atau intruksi pesawat terbang. Ibu beliau mengirim Habibie keluar negeri dengan alasan, Saya
memilih Habibie karena anak itu kelihatan lebih serius dalam hal belajar. Sampai-sampai dibalik
pintupun ia bisa membaca buku dengan asyiknya. Sebetulnya, adiknya ada yang ingin melanjutkan
sekolah ke luar negeri tapi bagaimana lagi waktu itupun, saya harus melepas seluruh uang tabungan,
dan sebagai janda saya tidak memiliki koneksi, sehingga terpaksa saya harus berjuang sendiri demi
anak.
Ketika sampai di Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses,
dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Sebelum
berangkat ke Jerman, beliau bertemu Prof. Dr. Muhammad Yamin selaku Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, yang waktu itu mengelus-ngelus kepalanya dan berkata, Kamu inilah harapan bangsa.
Nasehat tersebut merupakan ujian yang harus dilalui dengan sukses oleh B .J. Habibie.

Hidup di Rantau
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar di
sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau swasta dari pada
teman-temannya yang lain
Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan
mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan kecuali
belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu
liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.
Dalam kelas-kelas yang diikutinya Habibie kadang-kadang menarik perhatian. Pernah suatu hari
Habibie mengikuti kuliah yang diberikan oleh Prof. Ebner, tetapi karena terlambat beberapa menit ia
masuk ruangan kuliah dengan berhati-hati. Kira-kira setengah jam kemudian, Prof. Ebner berhenti
dan menanyakan kepada mahasiswa apakah ada yang belum jelas ataupun bertanya. Tiba-tiba beliau
angkat bicara dengan langsung mendebat, sehingga suasana mulai berubah. Dan semakin lama
perdepatanpun semakinseru, sampai akhirnya semua mahasiswa satu persatu meninggalkan tempat
karena makin panjangnya perdebatan.
Disamping aktif menjadi mahasiswa jurusan aeronik, ternyata kiprah Habibie dalam dunia sosial
sangat bagus, beliau mengadakan seminar PPI yang mengupas masalah pembangunan, politik,
ekonomi serta sosial di Indonesia.pada tahun 1959 dengan penuh perjuangan dan usaha yang tidak
mudah, sehingga beberapa perusahaan beliu kunjungi untuk meminta dana dari proposal yang beliau

buat sendiri. Seminar tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang
berdomisili di Eropa.
Sementara seminar terealisasikan, beliau terkapar sakit dan mendekam di klinik universitas Bonn
dikarenakan serangan influenza yang virus-virusnya masuk ke jantung. Sehingga selama 24 jam,
dalam keadaan tidak sadar tiga kali dikembalikan kekamar mayit dari bangsal biasa. Namun, Allah
masih memberikan kesempatan bagi beliau untuk meneruskan perjuangannya, dan saat sadar beliau
menciptakan sajak, yaitu:
Sajak ini, mengisahkan tekad dan kepasrahannya dalam mengabdi untuk mencapai kemakmuran
bangsa bukan untuk dilihat orang tetapi merupakan kewajiban generasi bangsa baik individu maupun
kelompok.
Memang tekad suci dan kuat, serta tujuan belajar serta hidup yang suci menjadi dasar kesuksesan
beliau dalam bidang akademik. Sehingga pada tahun 1960 meraih gelar Diploma Ing., dengan nilai
Cumlaude atau dengan angka rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk
bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan
sebuah wagon yang bervolume besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya
besar. Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba
mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia terapkan pada wagon
dan akhirnya berhasil.
Sedangkan pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian
summacumlaude dengan angka rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer
Maschinenwesen Aachean. Belum lagi penemuan beliau tentang pemecahan persoalan penstabilan
konstruksi di bagian ekor pesawat yang dihadapi oleh Perusahaan HFB (Hamburger Flugzeugbau)
yang kini berubah menjadi MBB (Messerschmitt Bolkow Blohm) selama tiga tahun akhirnya dapat
diselesaikan oleh Habibie dalam waktu enam bulan. Sehingga, penemuan-penemuan tersebut
diabadikan oleh berbagai pihak yang dikenal dengan teori, faktor dan metode Habibie. Kegigihannya
dalam mempertahankan pendapat, baik mengenai program-program penelitian maupun yang lainnya
membuahkan hasil baginya. Sehingga pada tahun 1974, beliau sudah diangkat menjadi Wakil
Presiden dan Direktur Teknologi MBB. Amanat tersebut merupakan jabatan tertinggi yang diduduki
oleh orang asing.
Prestasi-prestasi yang diukir di Jerman bukan kunci keberhasilan dan kejayaan bagi beliau, justru hal
tersebut sebagai sarana dalam mempersiapkan diri jika kelak berada di tanah air. Pada umur 28
tahun, ketika itu Habibie belum bisa kembali pulang ke Indonesia justru beliau diberi tugas untuk
membina kader-kader bangsa yang sedang mendalami konstruksi pesawat. Akhirnya, kader-kader
tersebut beliau berikan peluang untuk bekerja di MBB melalui prakarsa yang tidak mudah untuk
meyakinkan pihak perusahaan dalam menerima 30 orang Indonesia. Saat Habibie dipanggil untuk
pulang ke Indonesia, 30 orang tersebut bersama-sama beliau kembali ke tanah air guna menjalankan
tugas yang diberikan oleh presiden Suharto.

Kembali ke tanah air

Presiden Suharto langsung memberi instruksi kepada B.J. Habibie untuk merintis IPTN.
Bermodalkan semangat dan tekad yang kuat B.J.Habibie berangkat ke luar negeri guna mengajak
industri-industri pesawat terbang lainnya untuk bekerjasama. Di dalam usahanya itu, tantangan besar
siap dihalau. Bahkan tamparan keras dirasakan ketika akan berunding dengan sebuah industri
pesawat terbang di Kanada. Direktur utama perusahaan menolak untuk bertemu bahkan ketika
asisten direktur perusahaan menerimanya, dengan keras mereka menjawab tidak berminat untuk
bekerja sama dengan Indonesia dan yang perlu dimengerti oleh anda membangun industri pesawat
terbang itu tidak mudah Habibie seharusnya semua mengerti. Dengan kata lain, bangsa Indonesia
tidak akan becus membuat pesawat terbang. Karena itu jangan bermimpi.
Tidak ada usaha tanpa hasil didunia ini, akhirnya beliau mendapatkan mitra yaitu CASA Spanyol yang
setuju bekerjasama dalam pembuatan NC 212 Aviocar berbaling-baling ganda. Kemudian
berdasarkan pengalamannya di Eropa, beliau berhasil membuat persetujuan dengan MBB untuk
membuat Helikopter BO-105 dan sebagainya.
Menaiki jenjang karier di Indonesia banyak prestasi yang beliau raih, diantaranya: memimpin
industri IPTN, guru besar bidang konstruksi pesawat terbang di ITB, menjadi Menteri Riset dan
Teknologi, Wakil Presiden RI, Presiden RI, ketua ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia),
pemimpin umum The Habibie Center, dan masih banyak prestasi beliau yang diukir baik nasional
maupun Internasional. Beliau bagaikan mendayung diantara gelombang, kritik positif maupun tidak
membangun tiada henti. Namun apakah kata? Tiada orang yang sempurna didunia ini, maka tikaman
dan hujatan beliau hadapi dengan tenang serta tabah.

Charge dalam hidup


Walaupun sibuk dengan urusan bangsa, organisasi dan keluarga, namun nilai-nilai spiritual tetap
harus didepankan. Beliau tidak pernah lupa sholat lima waktu, sesekali shalat tahajjud, puasa SeninKamis serta menunaikan ibadah haji. Selama di rantau dalam keadaan rindu kepada Tuhan, di
manapun tidak memilih tempat, ia berhenti untuk berdoa. Beliau ingat dengan ayahnya yang saleh.
Beliau biasa membawa tasbih kemanapun berada. Karena ibadah spiritual merupakan charge
(mengisi tenaga) dan secara biologis hal itu berarti menambah kalori dan energi.
Kesimpulannya,
perjalan hidup B.J.Habibie tidak selalu lurus dan indah, namun ibarat mendayung di
antar ribuan orang pintar pastilah ada cobaan, tikaman dan hujatan dari orang lain
melalui kritik positif maupun yang tidak membangun. Namun, semuanya beliau atasi
dengan tenang serta ibadah spiritul sebagai charge dalam hidup. Dan, berbakti kepada
kedua orang tua bagi beliau merupakan kunci kesuksesan utama yang membawa beliau
kejenjang kesuksesan dan prestasi baik tingkat dunia maupun Internasional.

Anda mungkin juga menyukai