Anda di halaman 1dari 6

Tugas Metodologi Penelitian

KERANGKA TEORI

ITMA ANNAH
P1804214028

Program Pasca Sarjana


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
Makassar
2014

Kerangka Teori Kejadian ispa dan Pneumonia pada Balita


oleh Suripto (2003)

Pada gambar diatas dapat dilihat beerapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian
pneumonia pada balita baik secara langsung maupun tidak langsung. Dapat kita lihat ada faktor
yang mempengaruhi kejadian pneumonia secara langsung yaitu :
1. Imunitas,
2. Virus / Bakteri,
3. Tatalaksana MTBS.
Pneumonia sendiri merupakan salah satu penyakit Infeksi saluran Pernafasan Akut
(ISPA), yang menjadi penyebab kematian terbesar di dunia bagi anak di bawah 5 tahun, dan
menjadi pembunuh balita kedua di Indonesia.
1. Imunitas
Penyebab pneumonia ini terdiri dari 2 yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Dari
kerangka teori diatas dapat dilihat faktor-faktor intrinsik itu yaitu imunitas, dimana imunitas
itu dipengaruhi oleh status imunisasi, pemberian vitamin A, lama pemberian ASI, jenis
kelamin dan status gizi. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa pemberian imunisasi, pemberian
vitamin A, lama pemberian ASI, dan status gizi secara tidak langsung menjadi penyebab
kejadian pada pneumonia balita dengan cara mempengaruhi imunitas balita itu sendiri.
Imunisasi ialah sebagai salah satu intervensi utama yang efektif dan efisien dalam
upaya kelangsungan hidup anak dan menurunkan angka kematian bayi dan balita. Macammacam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan
kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya
harus didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan
tubuh biasa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun
yang kuat.
Faktor tidak langsung lainnya yaitu ASI. ASI kaya akan zat penting yang dibutuhkan
oleh bayi seperti; DHA, AA, Omega 6, laktosa, taurin, protein, laktobasius, vitamin A,
kolostrum, lemak, zat besi, laktoferin and lisozim yang semuanya dalam takaran dan
komposisi yang pas untuk bayi. ASI juga membantu pembentukan sistem Imun sang bayi.
Sistem imum merupakan sistim yang sangat krusial untuk sang bayi, semakin baik sistem
imun anak maka akan membuat anak jarang sakit. ASI menjadi pelindung yang baik untuk
sang bayi dari berbagai penyakit infeksi seperti pneumonia. ASI sebaiknya diberikan dari

bayi lahir hingga berusia 2 tahun. Dan sangat disarankan untuk memberikan ASI Eksklusif
kepada bayi, yaitu hanya memberikan ASI untuk konsumsi bayi tanpa tambahan makanan
dan minuman lain di 6 bulan pertama.
Vitamin A secara luas beperan pada fungsi imunitas. Vitamin A sangat penting untuk
memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Hal ini berkaitan dengan hambatan fisik
terhadap patogen dan imunitas mukosal. Tetapi vitamin A ini tidak dapat diproduksi oleh
tubuh sehingga harus diperoleh dari luar untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Karena
pentingnya vitamin A bagi tubuh ini maka Departemen Kesehatan telah melaksanakan
program pemberian suplementasi vitamin A dosis tinggi untuk bayi dan balita.
Status Gizi menjadi penyebab tidak langsung terjadinya pneumonia dikarenakan
rendahnya status gizi menyebabkan rendahnya imunitas. Penyakit anak yang biasanya tidak
gawat berubah menjadi penyakit yang mematikan. Untuk faktor Jenis Kelamin itu sendiri,
perbedaan jenis kelamin dapat membedakan tingkat kerentanan terhadap penyakit. Pada
beberapa kasus, suatu mikroba patogen dapat menginfeksi orang dengan jenis kelamin
tertentu, tetapi tidak dapat menginfeksi pada orang dengan jenis kelamin lainnya.
2. Virus / Bakteri
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti Bakteri dan
Virus. Bakteri penyebab pneumonia contohnya stapilokokus, streplokokus, aeruginosa,
eneterobacter. WHO dan UNICEF menyebutkan penyebab utama pneumonia 50% adalah
bakteri Streptococcus pneumoniae yang sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak
diri dan menyebabkan kerusakan.

Dari kelompok virus, contohnya virus influenza,

adenovirus, Respiratory Syncial Virus (RSV). Penyebab utama virus adalah Respiratory
Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B,
parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus.
Keberadaan bakteri dan virus yang dapat menyebabkan pneumonia pada balita sendiri
itu dapat diakibatkan oleh banyaknya keberadaan mikroorganisme di lingkungan rumah ini.
Mikroorganisme di lingkungan rumah disebabkan oleh Jenis Lantai, Kepadatan Hunian,
dan Kualitas Udara di dalam Rumah.

Ketiga faktor ini saling mempengaruhi secara timbal-balik. Jenis lantai sendiri
yang merupakan indikator penilaian tipe rumah bersama keadaan dapur. Tipe rumah sehat
ialah tempat untuk tumbuh berkembang biak secara jasmani, rohani, dan sosial, dibangun
sedemikian rupa hingga melindungi penghuni dari kejadian penularan penyakit dan
sebagainya. Jenis lantai pada suatu rumah tidak boleh basah dan dipasangi tegel atau diberi
plesteran. Untuk daerah tertentu dapat dipasangi padas, batu lempeng, atau kayu. Lantai yang
tidak memenuhi syarat inilah atau tidak sehat dapat menjadi tempat tumbuhnya organisme
seperti bakteri atau virus penyebab pneumonia.
Rumah sehat juga memiliki persyaratan terhadap Keadaan Dapur. Dapur harus
memiliki lubang asap dapur apalagi jika anggota keluarga memasak menggunakan jenis
bahan bakar seperti kayu bakar. Jenis bahan bakar dan lubang asap dapur juga secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas udara di dalam rumah. Jika yang digunakan ialah
kayu bakar maka hal tersebut sangat berbahaya dan berpengaruh secara tidak langsung
terhadap kejadian pneumonia. Apalagi jika anggota keluarga terpapar oleh lama
penggunaan bahan bakar. Adanya pencemaran udara dapat meningkatkan risiko terinfeksi
kuman pneumokokus. Begitu pula penyebab pencemaran Kualitas udara di dalam rumah
lainnya seperti merokok. Merokok menyebabkan stress pada saluran pernapasan yang dapat
menyebabkan masalah kesehatan jangka pendek maupun kronis. Asap rokok juga tercatat
mempengaruhi sel neuro endokrin, mengganggu fungsi rambut getar dalam paru sehingga
mengganggu proses pembersihan saluran paru dan saluran nafas. Oleh karena itu dibutuhkan
ventilasi yang baik minimal 15-20% dari luas lantai masing-masing. Ventilasi digunakan
untuk pergantian udara. Udara perlu diganti agar mendapat kesegaran badan. Selain itu agar
kuman-kuman penyakit dalam udara, seperti bakteri dan virus, dapat keluar dari ruangan,
sehingga tidak menjadi penyakit. Dengan adanya ventilasi yang baik maka udara segar dapat
dengan mudah masuk ke dalam rumah sehingga kejadian Pneumonia akan semakin
berkurang. Sedangkan ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan kelembaban tinggi dan
membahayakan kesehatan sehingga kejadian Pneumonia akan semakin bertambah. Ruangan
yang ventilasinya kurang baik akan membahayakan kesehatan khususnya saluran pernapasan.
Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya debu dan uap air. Jumlah bakteri udara akan
bertambah jika penghuni ada yang menderita penyakit saluran pernapasan.

Faktor penyebab kualitas udara di dalam rumah lainnya ialah Kepadatan


Hunian. Penghuni rumah yang padat memudahkan penularan penyakit. Rumah yang sehat
harus mempunyai ruangan khusus untuk tidur. Rumah dinyatakan Over Crowding apabila
orang yang tidur bersama yaitu dua individu dari dua jenis kelamin yang berbeda dan
berumur diatas 10 tahun dan tidak berstatus suami istri dan jumlah orang di dalam rumah
dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi ketentuan yang telah ditetapkan. Depkes RI
menentukan untuk daerah perkotaan 6m2 per orang dan daerah pedesaan 10m2 per orang.
3. Tatalaksana MTBS
MTBS merupakan faktor langsung kejadian pneumonia pada balita dikarenakan
MTBS adalah suatu program yang dicanangkan untuk menangani balita sakit. Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) umur 2 bulan 5 tahun adalah suatu manajemen melalui
pendekatan terpadu dalam tatalaksana balita sakit pada umur 2 bulan 5 tahun yang datang
di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit , status gizi, status
imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Depkes RI,
2008).

Anda mungkin juga menyukai