Anda di halaman 1dari 21

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu hasil produksi ternak adalah telur dari ayam dan itik. Telur
sebagai produk dari ternak yang merupakan penyuplai protein hewani terbesar
bagi Indonesia. Telur ayam dan telur itik merupakan sebagian produk ternak yang
dapat diolah menjadi berbagai produk sesuai dengan kebutuhan protein hewani
masyarakat.
Berbagai produk olahan telur salah satunya adalah abon telur. Bahan pangan
hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan nabati.
Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek daripada
bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya
simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan
hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada
hasil tanaman. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah
terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. Karakteristik masing-masing bahan
pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak bisa digeneralisasi.
Berdasarkan hal tersebut maka pengolahan menjadi penting. Pengolahan
penting karena dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya tahan,
meningkatkan kualitas, nilai tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk.
Dengan demikian maka suatu roduk menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih
setelah

mendapat

sentuhan

teknologi

pengolahan.

Hal

inilah

yang

melatarbelakangi dilakukannya praktikum abon telur.


1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum abon telur yaitu.
1. mengetahui cara pembuatan abon telur;
2. mengetahui titik kritis pembuatan abon telur;
3. mengetahui pengaruh telur yang digunakan terhadap sifat organoleptik
abon telur.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian dan Kandungan Gizi Abon Telur
Produk abon merupakan jenis lauk pauk kering, dimana umumnya proses
pengolahannya dilakukan dengan cara direbus, disuwir, dibumbui, digoreng dan
dipres. Abon dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku pokok berupa daging,
ikan dan telur (Ningrum et al, 2013).
Pembuatan Abon telur merupakan suatu produk pangan hasil pengolahan
dari telur yang diolah secara tradisional dengan cara yang sangat sederhana namun
memiliki kandungan protein yang tinggi yang meliputi proses menggoreng,
mengepres minyak, dan mencampur bumbu (Costa, 2012). Abon umumnya
memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dapat dikonsumsi sebagai makanan
ringan atau sebagai lauk pauk.
Abon sebagai salah satu bentuk produk olahan kering sudah dikenal
masyarakat luas karena harganya cukup terjangkau dan rasanya lezat. Pembuatan
abon dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengolahan bahan pangan
sehingga umur simpan bahan pangan lebih lama. Abon memiliki umur simpan
yang relatif lama karena berbentuk kering. Dengan cara pengolahan yang baik
abon dapat disimpan berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu.
2.2 Bahan yang Digunakan Beserta Fungsinya
2.2.1 Telur Itik dan Telur Ayam
Telur umumnya dihasilkan dari unggas. Yang sering kita jumpai atau
konsumsi dalam keseharian adalah telur ayam dan bebek. Telur ayam dan telur
bebek merupakan yang paling umum dikonsumsi dan sangat bernutrisi tinggi.
Karena mengandung gizi yang berlimpah, telur sangat bagus dikonsumsi untuk
anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, terutama untuk pertumbuhan otak.
Dilihat dari kandungan gizinya, telur itik memiliki kandungan gizi yang
cukup tinggi bahkan kandungan energy, protein, lemak, karbohidrat lebih tinggi
dari telur ayam. Selain itu, telur itik juga mengandung banyak vitamin,
diantaranya vitamin B-6, vitamin B-12, vitamin A, vitamin E, thiamin, riboflavin,

niacin, folate. Ukuran kuning telur itik juga lebih besar dari telur ayam dengan
warna yang lebih menarik. Selain kelebihan- kelebihan tersebut, telur itik yang
dikenal memiliki bau amis

lebih besar

dibandingkan

dengan

telur ayam

menyebabkan masyarakat kurang tertarik membuat berbagai jenis makanan yang


berbahan baku telur itik. Telur itik juga memiliki pori-pori yang lebih besar
sehingga lebih cocok untuk dijadikan telur asin karena proses penetrasi garam
akan berlangsung lebih baik (Setiarso dan Dewi, 2012).
Telur itik memiliki kualitas lebih baik bila dibandingkan dengan telur ayam
karena mengandung protein, kalori, dan lemak lebih tinggi (Sultoni dalam
Kastaman et al, 2009). Tetapi seperti telur unggas lainnya, telur itik memiliki sifat
mudah rusak. Kerusakan tersebut disebabkan kontaminasi pada kulit telur oleh
mikroorganisme yang berasal dari kotoran induk unggas maupun yang ada pada
kandang (Frazier dalam Kastaman et al, 2009).
Warna kuning telur itik lebih pucat dari telur ayam,karena pakan itik kurang
baik dan tidak menentu, tergantung pada musim, sedangkan pakan ayam ras
diberikan secara teratur dengan kualitas dan kuantitas yang baik untuk kebutuhan
ayam.Warna kuning telur yang disukai konsumen salah satunya dipengaruhi oleh
zat warna xantofil yang banyak terdapat dalam golongan hidroksi-karotenoid. Zat
tersebut selain mempengaruhi warna kuning telur juga warna kulit, shank, paruh,
dan pigmen ini akan disimpan di dalam kuning telur. Penyebab keragaman warna
kuning telur selain disebabkan oleh jumlah kandungan xantofil dalam bahan
pakan, juga disebabkan oleh perbedaan galur, keragaman

individu, sangkar,

angka kesakitan (morbiditas), cekaman, lemak dalam pakan oksidasi xantofil


dalam bahan pakan tertentu (Nugraha dalam Sabil, 2013).
Menurut BAEZA (2006), bahwa peningkatan kadar lemak seiring dengan
bertambahnya umur unggas, pakan, dan genetik ternak. Pada unggas air biasanya
perlemakan sebagian besar menyebar di bawah kulit. Hal ini dapat kita lihat pada
itik yang memiliki kulit agak tebal dibandingkan ayam. Kandungan lemak yang
tinggi, terutama asam-asam lemak tidak jenuh memberikan kecenderungan pada
daging itik untuk menghasilkan off-flavor. Bau amis pada daging itik merupakan
hasil proses oksidasi lipida.

Kandungan gizi telur ayam dan itik dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Kandungan gizi per 100 gram telur ayam dan telur itik
Zat Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Total lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium/Ca (mg)
Besi/Fe (mg)
Magnesium/Mg (mg)
Fosfor/P (mg)
Kalium/K (mg)
Natrium/Na (mg)
Seng/Zn (mg)
Tembaga/ Cu (mg)
Mangan/Mn (mg)
Selenium/Se (mkg)
Thiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Vitamin B6 (mg)
Kolin (mg)
Vitamin B12 (mkg)
Vitamin A (IU)
Vitamin E (mg)
Vitamin K (mkg)
Kolesterol (mg)
Sumber : USDA (2007)

Telur Ayam
143
12,58
9,94
0,77
53
1,83
12
191
134
140
1,11
0,102
0,038
31,7
0,069
0,478
0,143
251,1
1,29
487
0,97
0,3
423

Telur Itik
185
12,81
13,77
1,45
64
3,85
17
220
222
146
1,41
0,062
0,038
36,4
0,156
0,404
0,250
263,4
5,40
674
1,34
0,4
884

2.2.2 Garam
Garam berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, pengawetan dan melarutkan
protein. Konsentrasi garam yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri daging tidak mempunyai batasan yang pasti sebab hal ini tergantung pada
faktor-faktor lain yaitu pH dan suhu. Garam menjadi lebih efektif pada suhu yang
lebih rendah dan kondisi asam. Jumlah pemakaian garam menurut US Wheat
Associates 22.25%. Jika kurang dari 2% maka rasa akan hambar, sedangkan di
atas 2.25% akan menghambat aktivitas mikroba (Eddy dan Lilik, 2007).
2.2.3 Bawang Putih
Bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi
karena memiliki beragam kegunaan. Tidak hanya di dapur, bawang putih
memegang peranan sebagai tanaman apotek hidup yang sanggup berkiprah.

Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang
membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun
kebutuhan untuk bumbu masakan hanya sedikit, namun tanpa kehadirannya
masakan akan terasa hambar (Tim Penulis Swadaya dalam Damanik, 2010).
2.2.4 Bawang Merah
Bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran
rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap
bumbu masakan guna menambahkan cita rasa dan kenikmatan makanan. Hampir
setiap makanan menggunakan bawang merah sebagai bumbu pelengkap.
Walaupun penambahannya tidak begitu banyak, tetapi jika belum memakai
bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu dalam Ginting, 2014).
2.2.5 Ketumbar
Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh
komponen kimia yang terdapat dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai
kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1%, komponen utama ketumbar
adalah linalool sekitar 60-70%. (Wahab dalam Rahayu, 2013).
2.2.6 Cabai Merah
Cabai atau cabe merah dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu,
tergantung bagaimana digunakan yang menghasilkan rasa pedas pada masakan
dan memberi warna merah. Cabe rawit untuk menghasilkan rasa pedas yang lebih
tajam dibandingkan cabe merah. Cabe hijau untuk memberikan rasa pedas dan
warna hijau pada masakan (Nurani, 2010).
2.2.7 Gula Kristal Putih
Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena
dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi.
Biasanya digunakan untuk membuat masakan dengan rasa dan aroma yang lezat.
Gula memberikan rasa manis sehingga meningkat citarasa masakan
2.2.8 Minyak Goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih,
dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh
titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak

diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Pada umumnya
suhu penggorengan adalah 177-211oC (Winarno, 2004).
2.3 Teknologi Pembuatan Abon Telur
Pembuatan abon telur ayam merupakan suatu produk pangan hasil
pengolahan dari telur ayam yang diolah secara tradisional dengan cara yang
sangat sederhana namun memiliki kandungan protein yang tinggi yang meliputi
proses menggoreng, mengepres minya, mencampur bumbu. Hal-hal yg perlu
diperhatikan pada setiap tahapan proses pengolahan abon Telur ayam menurut
Costa (2012) adalah sebagai berikut :
1. Proses menggoreng telur
Proses ini sepintas terlihat tidak penting, namun tahapan ini justru yang
paling menentukan kualitas abon telur yg dihasilkan. Pada tahap ini perlu untuk
diperhatikan adalah metrampilan dalam memutar telur setelah berada dalam
minyak panas. Proses ini tidak dapat dilakukan oleh hanya 1 orang tetapi harus
ada yang membantu, karena tahapan menuangkan adonan telur ke dalam wajan
dilakukan oleh 1 orang dan saat adonan dalam minyak panas, sudah harus
langsung diputar dengan menggunakan bambu. Hal ini dilakukan karena apabila
tidak cepat diputar, maka telur akan menggumpal dan tenggelam sehingga tidak
menghasilkan abon yang baik. Tingkat intensitas warna abon tergantung dari lama
dan suhu penggorengan dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan
pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil.
Pemanasan

minyak

selama

proses

penggorengan

dapat

menghasilkan

persenyawaan yang dapat menguap. Komposisi persenyawaan yang dapat


menguap terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehida keton dan senyawa aromatik.
Jumlah persenyawaan yang dominan jumlahnya yakni aldehid termasuk di-enal
yang mempengaruhi bau khas hasil gorengan. Selain itu, sebagian besar minyak
tumbuhan memiliki kandungan pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna
yang menarik (kuning keemasan).

2. Proses mengepres abon


Yang dimaksud dalam proses ini adalah proses dimana telur yang telah
digoreng, di pres dengan menggunakan alat pengepres dari stenless. Pengepresan
bertujuan untuk mengekstrak minyak yang terkandung dalam telur hasil gorengan,
sehingga akan menghasilkan abon yang memiliki daya tahan simpan yang
panjang.
3. Pencampuran bumbu
Proses pembuatan bumbu harus dilakukan dengan cermat dimana dosis
bumbu harus sesuai anjuran sehingga rasa abon lezat dan gurih. Pencampuran
dengan bumbu harus benar-benar tercampur secara merata sehingga tidak ada
abon yang menggumpal dan bumbu yang menggumpal.Penyangraian bertujuan
untuk mengurangi kadar air bahan. Pada proses penyangraian harus selalu
dilakukan pengadukan agar panas dapat merata. Proses pengeringan dengan
penyangraian pada umumnya merupakan penerapan panas dalam kondisi
terkendali untuk mengeluarkan sebagian besar air dari dalam bahan pangan
melalui proses evaporasi (pengeringan secara umum). Perubahan sifat fisik dan
kimia terjadi selama proses penyangraian, terjadi seperti penguapan air,
tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar,
denaturasi protein, terbentuknya gas sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya
aroma. Selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi
menimbulkan aroma khas.
4. Pengemasan abon
Tahapan ini penting untuk diperhatkan, karena dapat berpengaruh terhadap
penampilan abon. Agar menarik maka abon dikemas dalam plastik transparan.
Abon akan bertahan lama dalam kemasan apabila kandungan minyak rendah.
Apabila kandungan minyak terlalu tinggi maka akan mengakibatkan abon cepat
tengik dalam kemasan.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Baskom
b. Mangkok
c. Wajan
d. Kompor
e. Spatula
f. Peniris
g. Piring
h. Saringan
i. Sumpit
j. Sendok
k. Cobek
l. Pisau
m. Telenan
n. Serbet
3.1.2 Bahan
a. Telur ayam kampung
b. Telur itik
c. Bawang putih
d. Cabe merah
e. Ketumbar
f. Gula
g. Garam
h. Minyak goreng
i. Kuisioner
j. Kain saring

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Pembuatan Bumbu Abon
Cabe merah

Bawang putih dan bawang merah

Pencucian
Pengupasan kulit
Pengirisan tipis-tipis memanjang

Penghalusan
Penggorengan

+ Gula halus, ketumbar, garam

Pencampuran
Pengadukan
Bumbu abon

3.2.2

Pembuatan Abon Telur


Telur ayam kampung / itik

Pencucian
Pengupasan cangkang
Pengocokan
+ Minyak goreng

Penggorengan
Pengepresan

+ Bumbu

Pencampuran

Abon Telur

Pengemasan

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Aroma
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
4.1.2

Nama
Novila Santi L.
M. Mardiyanto
Sri Surya S.
Putri Oktavilia S.
Furqoni Nurul U.
Wuln Suci W.
Rizqi Ridha Jawara
Kasang Heru Cokro F.
Dessy Putri S.
Yusuf Ali Fauzi
Elok B. Y.
Faiq F. Faqih
Nurlita Sari
Amelia Robby
Tyagita Pratiwi

Sampel
487
698
(telur itik)
(telur ayam)
2
3
3
4
3
5
3
2
4
2
4
3
4
3
1
2
4
3
3
3
4
3
3
2
2
5
3
4
3
4

Tekstur
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Nama
Novila Santi L.
M. Mardiyanto
Sri Surya S.
Putri Oktavilia S.
Furqoni Nurul U.
Wuln Suci W.
Rizqi Ridha Jawara
Kasang Heru Cokro F.
Dessy Putri S.
Yusuf Ali Fauzi
Elok B. Y.
Faiq F. Faqih
Nurlita Sari
Amelia Robby
Tyagita Pratiwi

Sampel
487
698
(telur itik)
(telur ayam)
2
3
3
3
4
3
4
2
3
4
4
3
4
3
4
2
3
4
4
3
3
4
3
4
2
4
5
4
2
3

4.1.3

Warna
Sampel
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Nama
Novila Santi L.
M. Mardiyanto
Sri Surya S.
Putri Oktavilia S.
Furqoni Nurul U.
Wuln Suci W.
Rizqi Ridha Jawara
Kasang Heru Cokro F.
Dessy Putri S.
Yusuf Ali Fauzi
Elok B. Y.
Faiq F. Faqih
Nurlita Sari
Amelia Robby
Tyagita Pratiwi

487
(telur itik)
3
4
3
4
3
3
4
3
3
3
5
4
3
4
3

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Aroma

4.2.2

4.2.3

Perlakuan

Rata-rata

Telur itik

3,07

Telur ayam kampung

3,2

Tekstur
Perlakuan

Rata-rata

Telur itik

3,33

Telur ayam kampung

3,27

Perlakuan

Rata-rata

Telur itik

3,47

Telur ayam kampung

3,07

Warna

698
(telur ayam)
4
4
4
3
2
4
3
1
4
3
3
3
2
2
4

BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
Pada praktikum pembuatan abon telur, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Bahan utama yang
digunakan dalam pembuatan abon adalah telur ayam kampung dan ayam itik.
Perbedaan jenis telur yang digunakan ini berfungsi untuk mengetahui kualitas
abon telur yang dihasilkan dari masing-masing jenis telur. Telur yang digunakan
sebanyak 3 butir saja. Cuci cangkang telur dengan air bersih untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih menempel pada cangkang. Setelah itu dilakukan
pengupasan cangkang. Pengupasan cangkang harus dilakukan dengan hati-hati
agar tidak ada cangkang yang terikut. Selain itu, pengupasan cangkang dilakukan
secara perlahan supaya kondisi telur dapat terlihat terlebih dahulu. Apabila telur
sudah rusak, sebaiknya jangan digunakan. Setelah itu, dilakukan pengocokan
telur. Pengocokan ini berfungsi agar seluruh komponen telur menjadi homogen
atau tercampur rata. Setelah pengocokan, dilakukan penggorengan. Sebelumnya,
siapkan alat-alat penggorengan. Wajan diisi dengan minyak goreng. Minyak yang
ditambahkan harus banyak, agar abon nantinya cepat matang dan tidak lengket
pada wajan. Setelah minyak mulai panas, penggorengan siap dilakukan. Sediakan
saringan di atas wajan, kemudian siapkan sumpit dan dekatkan pada wajan. Telur
yang sudah dikocok, siap digoreng dengan cara dimasukkan ke saringan. Maka
telur akan bertekstur serabut. Telur yang keluar dari saringan akan langsung
masuk pada minyak panas. Saat telur sudah tercelup di dalam minyak panas, telur
diaduk-aduk dengan sumpit supaya serabut telur tidak menggumpal lagi.
Penggorengan dilakukan sampai telur berubah warna menjadi kuning kecoklatan.
Penggorengan yang terlalu lama akan mengakibatkan warna abon menjadi terlalu
coklat. Setelah abon telur matang, tiriskan dengan peniris sampai kandungan
minyak pada abon berkurang. Setelah itu, abon diletakkan pada piring dengan
dilapisi tissue, supaya minyaknya meresap pada tissue. Kemudian lakukan
pengepresan dengan kain saring, supaya minyak yang masih ada pada abon benarbenar berkurang.

Selanjutnya adalah pembuatan bumbu abon. Pertama, bawang putih dan


bawang merah dikupas kulitnya. Kemudian siapkan cabe merah, cuci terlebih
dahulu untuk menghilangkan kotoran yang mungkin menempel pada cabe.
Selanjutnya cabe diiris-iris. Pengirisan cabe berfungsi untuk mempermudah
perlakuan selanjutnya. Kemudian, cabe merah, bawang putih, dan bawang merah
yang sudah dikupas, dihaluskan menggunakan cobek. Penghalusan bawang ini
agar bumbu dapat tercampur dan meresap pada abon. Setelah dilakukan
penghalusan, selanjutnya dilakukan penggorengan. Penggorengan berfungsi untuk
meningkatkan citarasa pada bumbu. Kemudian ditambahkan gula, garam, dan
ketumbar untuk menambah rasa dan flavor. Ketumbar berfungsi untuk
memberikan aroma yang sedap, gula dan garam berfungsi untuk menambah cita
rasa dan sebagai pengawet. Selanjutnya dilakukan pencampuran dan pengadukan
sampai semua bumbu tercampur rata.
Setelah bumbu abon jadi, siapkan penggorengan dengan ditambahkan
sedikit minyak. Masukkan bumbu abon, panaskan hingga muncul aroma bumbu
yang khas. Dalam pemanasan bumbu, sebaiknya ditambahkan sedikit air agar
bumbu tidak gosong sebelum aromanya muncul. Setelah bumbu mulai menyusut,
campurkan abon telur. Lakukan pencampuran sambil digoreng. Penggorengan
dilakukan sampai seluruh abon dan bumbu tercampur rata. Setelah digoreng, abon
telur siap untuk disajikan pada panelis. Parameter yang digunakan untuk
pembuatan abon adalah warna, tekstur, dan aroma.
5.2 Analisis Data
5.2.1 Aroma
Aroma dari abon telur yang dihasilkan dipengaruhi oleh bumbu-bumbu
yang ditambahkan, selain itu juga bau dari telur yang digunakan juga berpengaruh
pada aroma abon. Hasil dari uji organoleptik panelis terhadap aroma abon telur
ditunjukkan pada Gambar 1.

3.25

3.2

3.2
3.15
Rata-rata

3.1

3.07

3.05
3
Abon Telur Itik

Abon Telur Ayam Kampung

Perlakuan

Gambar 1. Hasil uji aroma abon telur


Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa abon yang berbahan dasar telur itik
memiliki kesukaan rata-rata aroma yang lebih tinggi dibandingkan dengan abon
telur ayam kampung. Abon telur yang terbuat dari telur itik memiliki nilai ratarata 3,07 sedangkan abon telur ayam kampung memiliki nilai rata-rata 3,2.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Ramli (2012) yang menyatakan bahwa
telur itik memiliki kandungan lemak yang sedikit lebih tinggi dibandingkan telur
ayam dan memiliki flavor yang kuat sehingga telur itik memiliki aroma yang lebih
amis atau lebih menyengat.
Selain dari bahan baku telurnya, aroma abon telur yang dihasilkan juga
dipengaruhi oleh penambahan bumbu. Pada praktikum yang dilakukan, terjadi
beberapa kesalahan pada saat pemanasan bumbu dan pencampuran bumbu dengan
abon. Bumbu yang akan dicampurkan dengan abon telur ayam kampung,
mengalami pemanasan yang terlalu lama sehingga bumbu menjadi sedikit gosong.
Hal ini juga mempengaruhi aroma abon telur yang dihasilkan.
5.2.2 Tekstur
Abon merupakan produk pangan yang memiliki sifat berserabut. Pada
pembuatan abon telur, dilakukan penyaringan saat menggoreng supaya terbentuk
serabut-serabut. Terbentuknya tekstur berserabut juga dikarenakan karakteristik
telur yang digunakan. Hasil uji organoleptik tekstur abon telur ditunjukkan pada
Gambar 3.

3.33

3.34
3.32
3.3
Rata-rata 3.28

3.27

3.26
3.24
Abon Telur Itik

Abon Telur Ayam Kampung

Perlakuan

Gambar 3. Hasil uji tekstur abon telur


Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis
terhadap tekstur abon telur itik adalah 3,33 sedangkan untuk abon telur ayam
kampung adalah 3,27. Panelis lebih menyukai tekstur abon telur itik daripada
tekstur abon telur ayam kampung.
Abon telur itik memiliki tekstur yang lebih berserabut dan kenyal daripada
abon telur ayam kampung. Hal ini dikarenakan telur itik memiliki karakteristik
yang kental jika dibandingkan dengan telur ayam kampung. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ramli (2012), telur itik memiliki bagian putih telurnya yang lebih kental
dan teksturnya agak kenyal (rubbery) bila direbus dibandingkan dengan telur
ayam. Telur ayam tidak cepat menggumpal pada saat penggorengan dibandingkan
dengan telur itik. Menurut Winarno (2004), kuning telur mengandung komponen
non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Tekstur abon telur itik yang
dihasilkan akan lebih kenyal daripada tekstur abon telur ayam kampung.
Abon telur yang empuk dikarenakan kandungan protein telur yang tingi.
Kandungan protein telur ayam adalah 12,58 dan telur itik adalah 12,81 gram.
Tekstur telur yang ditimbulkan dari kuning telur berhubungan erat dengan granula
yang terdapat di dalam kuning telur sehingga dapat meningkatkan penerimaan
konsumen Wulandari (2005).
5.2.3 Warna
Warna abon telur dapat disebabkan karena waktu menggoreng, tambahan
bumbu yang digunakan, ataupun karena pengaruh warna bahan-bahan yang

digunakan. Berikut ini hasil uji organoleptik warna abon telur, ditunjukkan pada
Gambar 2.
3.6

3.47

3.4
Rata-rata

3.2

3.07

3
2.8
Abon Telur Itik

Abon Telur Ayam Kampung

Perlakuan

Gambar 2. Hasil uji warna abon telur


Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa panelis lebih menyukai warna
abon telur dengan bahan dasar telur ayam kampung. Nilai rata-rata kesukaan
warna abon telur itik adalah 3,47 sedangkan abon telur ayam kampung memiliki
nilai rata-rata kesukaan 3,07. Warna abon yang dihasilkan sebelum ditambahkan
bumbu adalah warna kuning cerah. Warna kuning tersebut merupakan warna
kuning telur pada telur yang mengandung pigmen xantofil.
Warna abon yang terbuat dari telur itik cenderung lebih pucat daripada
warna abon yang terbuat dari telur ayam kampung. Menurut Sabil (2013), warna
kuning telur itik lebih pucat dari telur ayam, karena pakan itik kurang baik dan
tidak menentu, tergantung pada musim, sedangkan pakan ayam diberikan secara
teratur dengan kualitas dan kuantitas yang baik untuk kebutuhan ayam.Warna
kuning telur yang disukai konsumen salah satunya dipengaruhi oleh zat warna
xantofil yang banyak terdapat dalam golongan hidroksi-karotenoid. Selain itu,
penyebab keragaman warna kuning telur selain disebabkan oleh jumlah
kandungan xantofil dalam bahan pakan, juga disebabkan oleh perbedaan galur,
keragaman

individu, sangkar, angka kesakitan (morbiditas), cekaman, lemak

dalam pakan oksidasi xantofil dalam bahan pakan tertentu.


Selain karena jenis telur yang berbeda, lamanya waktu penggorengan juga
mempengaruhi warna abon telur yang dihasilkan. Terlalu lama menggoreng akan

menyebabkan warna abon menjadi lebih coklat. Pada praktikum ini,


penggorengan tidak ditentukan waktunya, sehingga warna abon yang dihasilkan
tidak merata.

BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dan praktium yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Cara pembuatan abon telur secara umum adalah menggoreng telur dengan
disaring terlebih dahulu, kemudian dilakukan pengepresan, dicampur bumbu,
dan digoreng untuk mencampurkan abon dengan bumbu.
2. Titik kritis pembuatan abon telur adalah pada saat penggorengan abon telur.
Apabila teknik menggoreng abon yang dilakukan salah, maka tidak akan
menghasilkan tekstur abon yang berserabut.
3. Panelis lebih menyukai tekstur dan warna abon telur itik, sedangkan aroma
yang disukai oleh panelis adalah aroma abon telur ayam kampung.
6.1 Saran
Sebaiknya jika ada jadwal pengumpulan laporan, juga diadakan waktu
pengembalian laporan kepada praktikan sehingga jika sewaktu-waktu akan
dilakukan responsi bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

BAEZA, E. 2006. Effects of genotype, age, and nutrition on intramuscular lipids


and
meat quality. Taiwan : Symposium COA/INRA Scientific
Cooperation in Agriculture. November 7 10, 2006. Taiwan, R.O.C. pp.
79 82.
Costa, W.Y. 2012. Pembuatan Abon Telur. Hasil Pelatihan Teknologi Pengolahan
Hasil Ternak. Kupang : Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang.
Damanik, R.M.S. 2010. Pengaruh Konsentrasi Kalsium Klorida (CaCl 2) dan
Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Tepung Bawang Putih. Skripsi.
Medan : Universitas Sumatera Utara.
Darwin Philips.2013.Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut .Perpustakaan Nasional:
Sinar Ilmu.
Eddy, S. dan Lilik, N. 2007. Membuat Aneka Roti. Jakarta : Penebar Swadaya.
Ginting, M. 2014. Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap
Luas Tanam Bawang Merah Di Kabupaten Dair. Skripsi. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Kastaman, R., Sudaryanto, dan B.H. Nopianto. 2009. Kajian Proses Pengasinan
Telur Metode Reverse Osmosis Pada Berbagai Lama Perendaman.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Ningrum, E.M. M.I. Said dan M. Hatta. 2013. Pengaruh Penggunaan Daging
Buah Semu Jambu Mete dan Telur Infertil Sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Abon Telur. Makassar : Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.
Nurani, A.S. 2010. Bumbu. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Rahayu, S. 2013. Pengaruh Perangkap Warna Berperekat Dan Aroma Rempah
Untuk Mengendalikan Hama Gudang Lasioderma Serricorne F.
(Coleoptera: Anobiidae) Di Gudang Tembakau. Skripsi. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Ramli, K. 2012. Food Material-Pengetahuan Bahan Pangan. Semarang : Unika
Soegijapranata Semarang.
Sabil, S. 2013. Praktikum Telur Asin, Abon Telur Ayam, dan Dangke. Makassar :
Universitas Hasanuddin.
Setiarso, O dan A.S Dewi.2012. Diversifikasi Produk Olahan Telur Itik (Studi
UMKM Di Desa Pesurungan Kota Tegal). Semarang : Universitas Jenderal
Soedirman.

USDA. 2007. The USDA Food Search for Windows. Human Nutritition Research
Center of Agricultural Research and Service
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai