PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penguasaan dan penggunaan IPTEK merupakan kunci penting dalam kehidupan abad
ini. Oleh karena itu, peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami dan
menguasai IPTEK dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk
mempersiapkan hal tersebut dilakukan melalui pendidikan formal dan nonformal.
Pendidikan sains (IPA) sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peranan
penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Pada peningkatan ini, khususnya di dalam
menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis,
kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh
dampak perkembangan ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi (IPTEK). Namun,
pembelajaran IPA masa sekarang ini kurang dikaitkan dengan isu sosial dan teknologi yang
ada di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan perkembangan teknologi dan kehadiran
produk-produk teknologi di masyarakat, serta akibat yang ditimbulkannya. Pengajaran IPA di
sekolah semata-mata hanya berorientasi pada tuntutan kurikulum yang telah dituangkan di
dalam buku teks. Pembelajaran di kelas pun masih didominasi oleh ceramah dari guru.
Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal
yang dianggap penting. Guru hanya menjelaskan sebatas produk dan sedikit proses.
Seorang guru tidaklah mudah menciptakan kondisi yang kondusif bagi semua siswa.
Ada siswa yang proaktif, ada siswa yang tidak banyak bicara (pendiam) tetapi memiliki
kemampuan akademik di atas temannya, dan terdapat pula siswa yang banyak bicara tetapi
memiliki kemampuan rendah. Bahkan, ada siswa dengan kemampuan akademik menengah ke
bawah merasa tertekan dengan materi IPA yang penuh dengan teori, konsep, rumus-rumus,
dan praktikum yang rumit bahkan sulit di pahami.
Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan kurang bermaknanya pelajaran IPA ini,
sehingga menyebabkan aktivitas belajar siswa menjadi rendah dan pembelajaran cenderung
pasif. Padahal, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendekatan pengajaran
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran seharusnya siswa diposisi kan sebagai pusat
perhatian atau dengan kata lain siswa yang aktif.
Selain itu, menurut Sardiman aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat
saja tetapi lebih menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses
1
4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin dan
sebagainya.
5. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola dan
sebagainya.
6. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang dan sebagainya.
7. Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, mengana lisis,
melihat hubungan, mengambil keputusan dan sebagainya.
8. Emosional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang,
gugup dan sebagainya (Paul B. Diedrich dalam Sardiman A.M, 2000: 101).
Berdasarkan pengertian aktivitas belajar di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas
belajar merupakan kegiatan belajar yang harus dilaksanakan dengan giat, rajin, selalu
berusaha dengan sungguh-sungguh melibatkan fisik maupun mental secara optimal yang
meliputi Visual activities, Oral activities, Listening activities, Writing activities, Drawing
activities, Motor activities, Mental activities, Emosional activities supaya mendapat prestasi
yang gemilang. Aktivitas belajar seperti di atas dapat dialami seorang siswa di sekolah
maupun pada waktu belajar di rumah. Bentuk aktivitas belajar yang lain adalah diskusi di
antara teman, mengerjakan pe kerjaan rumah yang diberikan oleh guru, dan lain sebagainya
dimana semua aktivitas itu bertujuan untuk memberikan peran aktif kepada siswa dalam
proses pembelajaran. Oleh sebab itu, besar harapannya seorang siswa yang benar-benar aktif
akan memperoleh hasil belajar yang baik.
Dalam upaya meningkatkan penguasaan materi siswa terhadap konsep-konsep dan
prinsip-prinsip IPA serta meningkatkan literasi sains dan teknologi siswa, mestinya penyajian
materi ajar IPA di sekolah selalu dikaitkan dan disepadankan dengan isu sosial dan teknologi
yang ada dimasyarakat. Dalam hal ini, pendekatan yang sesuai dengan perkembangan IPTEK
adalah
pendekatan
Sains
Teknologi
Masyarakat
(STM),
karena
pendekatan
ini
memungkinkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan
sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat. Tujuan utama pendekatan STM ini
adalah menghasilkan siswa yang cukup mempunyai bekal pengetahuan, sehingga mampu
mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat (Iskandar, 1996 :
1). Melalui pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat dikembangkan 6 ranah sains yaitu
ranah konsep, proses, aktivitas, sikap, aplikasi, dan keterkaitan (Anna Poedjiadi, 2005: 131132)
3
Hasil penelitian Myers dan Varrella menyatakan bahwa pembelajaran sains dengan
pendekatan STM sangat efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep, dan siswa lebih
mampu menerapkan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
(Myers dan Varrella dalam Iskandar, 1994: 5)
1.2 Rumusan Masalah
pendekatan lainnya
Apa keunggulan dari model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat?
Bagaimana implementasi model sains, teknologi dan masyarakat
pembelajaran?
Bagaimana manfaat atau penerapan pembelajaran dengan mengunakan model
dalam
pembelajaran STM?
1.3 Tujuan
Mengetahui model pembelajaran sains teknologi masyarakat
Mengetahui karakteristik model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat
Mengetahui perbedaan model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat dengan
pendekatan lainnya
Mengetahui keunggulan dari model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat
Mengetahui implementasi model sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran
Mengetahui manfaat atau penerapan pembelajaran dengan mengunakan model
pembelajaran STM
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat
Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan istilah yang diterjemahkan dari
bahasa Inggris science technology society, yang pada awalnya dikemukakan oleh John
Ziman dalam bukunya Teaching and Learning about Science and Society. Pembelajaran
science technology society berarti menggunakan teknologi sebagai penghubung antara sains
dan masyarakat (Anna Poedjiadi, 2007: 99). Beberapa pengertian STM menurut para ahli :
a. Menurut Rusmansyah & Yudha Irhasyuarna
STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu
tujuan, masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi, dan persiapan guru.
4
Masalah yang diangkat sebagai bahan pembelajaran bersifat setempat, nyata (real life
situation), penting (bermakna) dan berdampak pada siswa.
Pendekatan sains teknologi dan masyarakat (STM) menuntuk semua siswa untuk ikut
serta terlibat secara aktif untuk memperoleh informasi-informasi untuk memecahkan
masalah yang diangkat dalam kegiatan pembelajaran yang bersumber dari situasi
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya penerapan science technology and society approah (pendekatan sains
teknologi dan masyarakat) ini membutuhkan alokasi yang lebih banyak dibanding
pendekatan tradisional. Untuk itu seringkali dibutuhkan perpanjangan waktu belajar
siswa saat di sekolah maupun di luar jam belajar sekolah (di rumah).
Agar masalah yang diangkat dalam pembelajaran mempunyai makna yang mendalam
bagi siswa maka masalah difokuskan pada dampak-dampak sains dan teknologi bagi
siswa itu sendiri.
Pembelajaran yang juga menekankan materi pembelajaran berupa proses sains (tidak
sekedar produk) akhirnya akan memberikan siswa keterampilan sains yang mantap
yang nantinya dapat mereka gunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan sains dan teknologi dalam hubungannya dengan
masyarakat.
Saat guru menggunakan penerapan sains teknologi dan masyarakat dalam sebuah
pembelajaran dan mengangkat isu-isu atau masalah dalam kehidupan nyata mereka
sehari-hari, maka siswa mendapatkan sebuah kesempatan untuk berperan sebagai
seorang warga masyarakat (warga negara) di mana mereka akan belajar memecahkan
maslah-masalah tersebut.
Pada sebuah pembelajaran dengan penerapan sains teknologi dan masyarakat, siswasiswa saat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan belajar mencermati apa dan
bagaimana dampak sains dan teknologi di masa depan.
Adalah ciri khas lain pembelajaran STM, yaitu adanya kebebasan atau otonomi dalam
proses belajar, sehingga mereka benar-benar membangun sendiri pengetahuan dan
pemahamannya tentang sains, teknologi, dan masyarakat.
9. Menggunakan sumber daya yang ada di dalam masyarakat baik materi maupun
manusia sebagai nara sumber untuk informasi ilmiah maupun informasi teknologi
yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata dari kehidupan sehari-hari.
10. Meningkatkan pengajaran IPA melampaui jam pelajaran dalam kelas, ruang kelas, dan
gedung sekolah.
11. Meningkatkan kesadaran murid akan dampak ilmu pengetahuan alam dan teknologi.
12. Memperluas wawasan murid mengenai ilmu pengetahuan alam lebih dari sesuatu
yang dikuasi untuk lulus ujian.
13. Mengikutsertakan murid untuk mencari informasi ilmiah maupun informasi teknologi
yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata yang diangkat dari kehidupan
sehari-hari.
14. Memperkenalkan peranan ilmu pengetahuan alam di dalam suatu institusi dari dalam
masyarakat.
15. Memfokuskan pada karir yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam.
16. Meningkatkan kesadaran murid akan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam
memecahkan masalah yang timbul di dalam masyarakat terutama masalah-masalah
yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
17. Ilmu pengetahuan alam merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi murid.
18. Ilmu pengetahuan alam yang mengacu pada masa depan (Srini M. Iskandar dalam
Rusmansyah & Irhasyuarna, 2003: 99).
Tiga landasan penting dari pendekatan STM, yaitu: adanya keterkaitan yang erat
antara sains, teknologi, dan masyarakat, proses belajar mengajar, pandangan konstruktivisme,
yang pada pokoknya menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan, yang terdiri atas ranah pengetahuan,
ranah sikap, ranah proses sains, ranah aktivitas, dan ranah hubungan dan aplikasi (Hadiat
dalam Rusmansyah & Irhasyuarna, 2003: 100).
2.3 Perbedaan Model Pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat dengan
Pendekatan Lainnya
Pada analisis deskriptif tentang minat dan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA
menunjukkan:
1. Rata-rata minat pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran
STM lebih besar dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung,
dan
8
2. Rata-rata prestasi belajar pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model
pembelajaran STM lebih besar dari pada siswa yang diajar dengan model
Pembelajaran langsung.
Dengan kata lain, minat dan prestasi belajar pada pelajaran IPA yang diajar dengan
model pembelajaran STM lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model
pembelajaran langsung. Maka hipotesis yang menyatakan tidak terdapat perbedaan prestasi
belajar siswa pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM dan
siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung dinyatakan nol. Dengan kata lain,
bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model
pembelajaran STM dan siswa yang diajar dengan model Pembelajaran langsung.
Secara empiris dalam penelitian ini telah terbukti bahwa: Pertama, minat dan prestasi
belajar siswa pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM dan
yang diajar dengan model pembelajaran langsung berbeda secara signifikan. Hal ini
disebabkan karena model pembelajaran STM dalam implementasinya di kelas diawali dengan
penyampaian isu-isu sains dan teknologi yang sering dialami oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wartawan
(2005) pada penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran PSE (Pendekatan
Starter Eksperimen) terhadap Minat dan Prestasi Belajar Siswa pada Pelajaran Sains di
Sekolah Dasar, mengungkapkan bahwa minat dan prestasi belajar siswa pada pelajaran sains
yang diajar dengan model pembelajaran PSE lebih tinggi dibandingkan yang diajar dengan
model Langsung.
Pada kegiatan pembelajaran IPA dengan model STM peran guru adalah sebagai
pemimpin, pembimbing, dan fasilitator. Dalam pembelajaran IPA dengan STM yang paling
utama adalah memberikan kondisi yang seluas-luasnya kepada siswa untuk memperoleh
pengalaman bagaimana mengkontruksi pengetahuan sendiri. Sehingga dalam pembelajaran
ini siswa menjadi pusat proses kegiatan belajar mengajar, baik secara individu maupun
kelompok terlibat langsung untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Melalui implementasi
model STM memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja seperti ilmuan yaitu
melakukan pengamatan dan menginformasikan hasil pengamatannya. Oleh karena itu melalui
implementasi model pembelajaran STM minat siswa pada pelajaran IPA dapat
ditumbuhkembangkan dan prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.
Kedua, minat siswa pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran
STM dan yang diajar dengan model Pembelajaran langsung berbeda secara signifikan. Hal ini
9
disebabkan karena model pembelajaran STM mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam
pembelajaran. Dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang telah ditetapkan,
keterlibatan siswa mendapat proporsi yang jelas. Misalnya siswa menyimak isu-isu sains dan
teknologi
yang
terjadi
di
masyarakat,
melakukan
pengamatan,
melaporkan
dan
Konsep alternatif inilah yang melalui proses asimilasi dan akomodasi diarahkan untuk
diubah menjadi konsep ilmiah. Akibatnya siswa akan memiliki pengalaman dan menguasai
metode ilmiah, yaitu prosedur-prosedur pemenuan yang bermanfaat bagi dirinya dan
berkemampuan untuk menggene-ralisasiknnya ke dalam situasi baru. Oleh karena itu
pengetahuan yang diperoleh adalah berkat pengalaman dengan prosedur penemuan, maka
hasil belajar akan terpendam lama dalam ingatan siswa dan dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwita (2012) pada
penelitian yang berjudul Pengaruh Model STM dan CTL terhadap Pemahaman Konsep
Fisika dan Keterampilan Berpikir Kritis menemukan bahwa terdapat perbedaan pemahaman
konsep Fisika dan keterampilan berpikir kritis pada siswa yang mengikuti pembelajaran
model STM, CTL dan konvensional. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Jumantoro (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa
yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan
(STML) dan siswa yang belajar dengan model Pembelajaran langsung.
2.4 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat
Beberapa kelebihan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) antara lain:
Siswa dapat melihat hubungan (nilai) tentang apa-apa yang mereka pelajari di bangku
sekolah dengan kehidupan nyata sehari-hari (real life situation)
1. Siswa dapat melihat relevansi teknologi yang digunakan saat ini dengan konsepkonsep dan prinsip sains yang sedang mereka pelajari.
2. Siswa menjadi lebih kreatif, hal ini akan terlihat dari banyaknya pertanyaanpertanyaan yang mereka ajukan karena besarnya rasa ingin tahu mereka. Mereka juga
menjadi lebih mudah dan terampil mengidentifikasi penyebab atau dampak
penggunaan suatu teknologi.
3. Siswa dapat melihat bahwa sains adalah alat yang dapat digunakan atau mampu
memecahkan masalah-masalah.
4. Siswa akan menyadari bahwa proses-proses sains penting untuk dipelajari karena
mereka merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai dalam tujuan
memecahkan suatu masalah.
11
5. Siswa akan mempunyai retensi yang kuat terhadap pembelajaran yang dilangsungkan
karena berlandaskan konstruktivisme dan kontekstual
Sedangkan kekurangan dari pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) yaitu
1. Guru memiliki hambatan dalam penerapan pendekatan ini dan menunjukkan
kekhawatiran berupa ketidaknyamanan dengan pengelompokan, ketidakpastian
tentang evaluasi dan frustrasi tentang populasi siswa, dan kebingungan peran guru.
2. Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi waktu yang rendah bagi
peran guru dalam transfer pengetahuan kepada anak. Penanaman konsep lebih banyak
dilakukan pada momen-momen tertentu secara tepat, sehingga memiliki tingkat
retensi yang lebih lama.
3. Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas, dapat menjadi masalah
tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam kelas banyak, guru akan
kewalahan dalam pendampingan kelompok dan pembimbingan kajian masalah.
Sedangkan
ketika
kelompok
dikurangi
(populasi
dalam
kelompok
tinggi)
konsekuensinya dapat terjadi peran yang tidak efektif bagi anak. Sehingga
penggunaan pendekatan STM, harus dirancang untuk melibatkan pihak lain dalam
proses pembelajaran.
4. Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi pada beragamnya
fokus anak dalam mengkaji konsep pengetahuan.
5. Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM. Biaya dibutuhkan
untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM dari mulai
identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar kasus (show case). Umumnya, pihak
sekolah belum mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena
itu, pihak sekolah khusunya hendaknya memberi dorongan moril maupun materil
untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan materil, dapat
dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah, 2007).
6. Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM, terutama dalam
penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan interpersonal. Umumnya guru
belum memiliki pengetahuan yang baik tentang pendekatan STM sehingga penerapan
pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan.
12
7. Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait diperlukan pada saat
siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau kawasan
yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi rumah sakit
daerah, observasi pada pabrik produk bahan makanan dan sebagainya. Selain itu,
komunikasi dengan orang tua perlu diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman
sehingga seluruh aktivitas anak yang menyita waktu dapat dimaklumi atau mendapat
support dari orang tua
8. Siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di
lapangan, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan
dan membimbing siswa dalam pembelajaran.
2.5 Implementasi model Sains Teknlogi dan Masyarakat
Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM adalah suatu bentuk
pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi
juga menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan masyarakat
dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang
terjadi di masyarakat (Prayekti, 2002: 777). Dalam hal ini, Hidayat dan Poedjiadi
berpendapat sama, bahwa belajar IPA melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya
dengan IPA dan teknologi dirasakan lebih dekat, dan lebih punya arti dibandingkan dengan
konsep-konsep dan teori IPA itu sendiri (Hidayat dan Poedjiadi dalam Prayekti, 2002: 777).
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki ciri yang paling
utama, yang dilakukan dengan memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru
sebelumnya sudah memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan.
Pembelajaran IPA bukan hanya mentransfer apa saja yang disebutkan dalam buku teks, tetapi
IPA diperoleh melalui penelitian dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang disebut
metode ilmiah (Prayekti, 2002: 777). Selanjutnya, Poedjiadi menyatakan bahwa pendekatan
STM menitikberatkan pada penyelesaian masalah dan proses berpikir yang melibatkan
transfer jarak jauh. Artinya, menerapkan konsep-konsep yang diperoleh di sekolah pada
situasi di luar sekolah yang ada di masyarakat, misalnya pesawat sederhana, merupakan alat
bantu yang dapat memudahkan manusia dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari di
masyarakat (Poedjiadi dalam Prayekti, 2002: 777).
1.
2.
3.
Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/masalah yang
telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasarkan konsep yang telah dipahami
siswa.
4.
Tahap pemantapan konsep, guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi
kesalahan konsep pada siswa.
5.
Tahap evaluasi, dapat berupa evaluasi proses maupun evaluasi hasil (Hidayati, Mujinem
dan Anwar Senen, 2008: 6-34).
Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga
macam strategi, yaitu: Strategi pertama, menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut
konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal
pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik
adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu
produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan
masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru
membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok
yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak.
Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu
yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas
konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama
dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen
dari kurikulum. Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi
konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela
kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah,
sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi
peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta
didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.
Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999)
dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif
merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM
yang berhubungan preservice guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase
14
invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan
mengambil tindakan.
1. Fase Invitasi
Pada Preservice teachers (PSTs) tahap ini, guru melakukan brainstorming dan
menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global
atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk
penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007), Apersepsi dalam kehidupan juga dapat
dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan
dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali
dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang
ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
2. Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Datadata dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara,
kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui
telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumbersumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan
untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan
asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa.
Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis,
dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep
yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan
keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi,
eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap
kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep
yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang
benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam
kehidupan.
3. Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah
kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut
dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji
15
hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk
solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan
kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan
(Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap
ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir
analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep
melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian
tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir
pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak
dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
4. Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan
dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial.
Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah
berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan
temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal
ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama
pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran
atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan
sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan
dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada
pengembangan evaluasi dalam unit STM.
Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM
meliputi ruang lingkup aspek:
1.
2.
3.
4.
16
5.
6.
Siswa yang mengalami pembelajaran IPA dengan pendekatan STM akan tampak
berbeda dari siswa yang mengalami pengajaran IPA secara tradisional. Pada pengajaran
dengan pendekatan STM, siswa melihat proses sains sebagai keterampilan yang dapat mereka
gunakan, menjadi lebih ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di dunia ini, memandang
guru sebagai fasilitator, dan lebih banyak bertanya, terampil dalam mengajukan sebab akibat
dari hasil pengamatan dan penuh dengan ide murni (Eddy Hidayat dalam Prayekti, 2002:
778). Hal ini semua, akan meningkatkan Aktivitas Siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran IPA di kelas.
2.6 Manfaat dari Model Pembelajaran Saains Teknologi Masyarakat
Manfaat dari Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan belajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga
bermakna sebab siswa dihadapkan pada situasi dan kaadaan yang sebenarnya atau
bersifat alami.
2. Bahan yang dipelajari lebih faktual dan akurat.
3. Kegiatan belajar siswa menjadi konprenhensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan
dengan berbagai cara.
4. Sumber belajar menjadi lebih kaya.
5. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek kehidupan yang ada di lingkungannya
(Lestari, 2004).
17
Berdasarkan uraian di atas perlu dikaji lebih jauh pengaruh MPSTM terhadap
penguasaan materi dan keterampilan pemecahan masalah siswa. Penelitian ini yang
digunakan adalah kuasai eksperimen. MPSTM diharapkan mampu meningkatkan hasil
belajar karena materi yang dibahas dengan model STM berkaitan dengan hal-hal nyata yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat meminimalis pandangan siswa bahwa pelajaran
IPA sulit untuk dipahami. Hasil belajar dengan menggunakan model STM memanfaatkan
sumber belajar diluar diperoleh dari rata-rata nilai laporan, nilai presentasi, dan nilai tes.
Kegiatan pembelajaran dengan model STM memanfaatkan sumber belajar diluar ruangan
mengarahkan siswa untuk mengoptimalkan kemampuan belajar dan memberikan pengalaman
langsung kepada siswa dalam belajar. Misalnya kegiatan pembelajaran pada pertemuan
pertama siswa diminta oleh guru untuk mengamati komponen-komponen
yang ada di
yang didesain melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam rangka
peningkatan keterampilan proses, dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kendala.
Kendala tersebut yang utama adalah keterbatasan waktu atau jam pelajaran.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat
pada hakekatnya dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek,
membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri
dalam kehidupan siswa sehari-hari sebagai anggota masyarakat. Implementasi pendekatan
STM, dapat dilakukan melalui empat fase yaitu invitasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan
dan solusi, dan mengambil tindakan. Problematika dalam penerapan pendekatan dapat berupa
concerns over conkekhawatiran konten, discomfort with grouping, ketidaknyamanan dengan
pengelompokan, uncertainties about evaluation, ketidakpastian tentang evaluasi, frustrations
about student population, andfrustrasi tentang populasi siswa, dan confusion over the
teachers role, kebingungan peran guru, waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi
dengan stakeholder. Manfaat dari Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah
sebagai berikut kegiatan belajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga
bermakna sebab siswa dihadapkan pada situasi dan kaadaan yang sebenarnya atau bersifat
alami.
19
DAFTAR PUSTAKA
and Society) dalam Pembelajaran Sistem Periodik dan Struktur Atom kelas X SMA
X SMA. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 34(6), 1-12. Tersedia pada
tanggal 28 Novembe2014)
http://e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi
Pendidikan Sains (Volume 3 Tahun 2013) Pengaruh model pembelajaran sains
teknologi Masyarakat (stm) terhadap penguasaan materi dan Keterampilan
pemecahan masalah siswa pada mata Pelajaran ipa di mts. Negeri patas (Diunduh
tanggal 28 Novembe2014)
P Rintayati, SP Putro - Jurnal Didaktika Dwija Indria (SOLO), 2012 -
20
21