Anda di halaman 1dari 16

METODOLOGI PENELITIAN AGAMA

A. Pendahuluan
Pemahaman terhadapAgama sebagai suatu objek kajian ilmiah tentu saja merupakan suatu
langkah yang niscaya. Dalam kenyatannya, bahkan umat Islam sudah merealisasikannya dalam
bentuk pencarian ilmu-ilmu keislaman, baik melalui pesantren, sekolah maupun perguruan
tinggi. Para santri menyebut penggembara intelektual semacam itu. Dan untuk mengetahui
sebuah ajaran agama secara utuh diperlukan ajaran agama tersebut secara menyeluruh contohnya
Islam, dalam memahami ajaran agama Islam harus secra Integral dan kaffah. Pemahaman ini
memerlukan pisau bedah yang tajam, agar tidak terjadi kesalah pahaman yang fatal.
Dan yang paling utama ialah pemahaman Islam itu harus berangkat dari sumber aslinya,
yakni Al-Quran dan Al-Hadits atau Al-sunnah. Pemahaman yang demikian ini disebut
pemahaman Islam Ideal. Meskipun kadang-kadang pemahaman Islam model ini membawa suatu
keraguan bagi kita, karena tidak tahu mana yang sebenarnya Islam yang bersal dari kedua
sumber tersebut, dan mana yang bukan Ideal, karena secara realitas dan faktual kwedua sumber
tersebut telah tersentuh pikiran manusia dan telah mendapat interpretasi atau tafsir oleh berbagai
kalangan, ulama atau cendekiawan dalam rentangan sejarah yang panjang. Dan lebih jelasnya
akan kami paparkan dalam pembahasan tentang sumber dari Ajaran Agama Islam yaitu AlQuran dan Al-sunnah dilihat sejarah dan proses penulisanya.
B. Pembahasan
Sejarah Penelitian Agama
Penelitian ilmiah dalam bidang sejarah Indonesia yang menggunakan sumber-sumber
(tertulis) yang tergolong langka tampaknya masih belum berkembang terutama yang dilakukan
oleh peneliti Indonesia. Boleh jadi, hal itu disebabkan antara lain oleh sifat langka yang melekat
pada sumber penelitian itu sendiri. Di sini, kelangkaan itu dipahami bukan saja jarang atau sukar
diperoleh, tetapi juga unik, bahkan eksekutif. Jadi, sumber langka adalah sumber yang unik

sekaligus sukar diperoleh koleksinya. Dengan kata lain, pada sumber langka melekat (inherent)
kelangkaan. Juga menjadi jelas bahwa jangkauan peredaran sumber langka bersifat terbatas
karena umumnya tidak digandakan secara masih melalui mesin cetak ataupun media transmisi
lainnya, disinilah letak dan peran serta para peneliti agama dan metodologinya serta agama yang
akan dijadikan sebagai obyek yang akan diteliti, dan juga terjadinya sejarah adanya penelitian
agama.
Pada awal perkembangannya, penelitian dan penulisan sejarah agama boleh dikata tidak
bersifat ilmiah. Cara kerja para penulis sejarah masih terbatas pada usaha menemukan sumber
sejarah berupa buku-buku kuno ataupun surat-surat resmi dan berbagai laporan. Dokumendokumen itu dibaca oleh penelitinya untuk kemudian dikutip bagian-bagian yang sesuai dengan
tema sejarah yang akan ditulis. Tidak ada usaha mengkaji sumber-sumber sejarah itu; temanya
pun biasanya terbatas mengenai riwayat hidup orang-orang penting, kejayaan dan kejatuhan
kerajaan, peperangan dan diplomasi antar-kerajaan. Singkat kata, tema umum penulisan sejarah
pada masa-masa itu cenderung pada aspek politik dan militer, itulah awal sejarah penelitian.
Bukan saja sejarah penelitian cenderung pada aspek politik dan militir melainkan pada sejarah
penelitian agama juga.
Kini, secara umum, perkembangan metode ilmiah dalam ilmu sejarah penelitian agama boleh
dikata makin berkembang. Hal itu tidak terlepas dari diterimanya sejarah penelitian sederajat
dengan ilmu-ilmu lain dan menjadi bagian dari kurikulum perguruan tinggi, setidaknya sejak
abad ke-19. Pada dasarnya, metode penelitian sejarah agama menyangkut tiga hal penting.
Pertama, mengenai cara-cara menemukan sumber sejarah agama, yang juga lazim disebut
heuristik. Para peneliti sejarah penelitian masa kini boleh dikata diuntungkan oleh berdirinya
lembaga/instansi pemerintah dan swasta yang berfungsi sebagai tempat menyimpan sumber
sejarah panelitian, seperti perpustakaan nasional/daerah, kantor arsip nasional/daerah, pusatpusat penelitian agam, peninggalan dan sebagainya. Sistem untuk menemukan sumber sejarah
juga sudah dirancang, ditunjang oleh tenaga staf yang berpengalaman atau terdidik secara
profesional ditambah sistem teknologi informasi yang canggih. Meskipun demikian, proses
menemukan sumber sejarah apabila yang tergolong langka - tetap merupakan pekerjaan yang
tidak mudah karena munculnya berbagai kendala.

Kedua, setelah sumber ditemukan, adalah mengkaji isi sumber itu. Seberapa jauh isi sumber
itu bisa diterima sebagai keterangan yang dapat dipercaya. Untuk dapat mengorek keterangan
yang terkandung dalam sumber diperlukan keahlian tersendiri, seperti diplomatika (bidang);
Ketiga, berkaitan dengan penulisan hasil penelitian atas sumber-sumber tersebut. Penulisan
tidak saja membutuhkan keterampilan menulis dan penguasaan kaidah bahasa, tetapi juga
menyangkut pemahaman atas terminologi serta teori-teori tertentu yang relevan dengan tema
sejarah yang diteliti. Pada umumnya, para ahli sejarah berpendapat bahwa kemahiran penelitian
dan kemahiran penulisan hasil penelitian merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dan
semua hal ini berkaitan dengan proses pwenulisan mushaf al-Quran serta penulisan dan
pembukuan hadits.
Metode penelitian Agama merupakan cara bagaimana penelitian agama dilakukan secara benar
dan sistematis. Hal ini meliputi desainnya, kerangka kerjanya, populasinya, sampelnya, dan
teknik sampling. Selain itu akan dijelaskan bagaimana identifikasi variabel dan definisi
operasionalnya, bagaimana cara pengumpulan data, analisa data, apa keterbatasannya dan lainlain.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian dapat dibedakan menjadi 6 jenis yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penelitian eksploratif
Penelitian deskriptif
Penelitian historis
Penelitian korelasional
Penelitian sebab akibat dan komparatif
Penelitian eksperimen

berikut adalah penjabaran dari penelitian tersebut :

A. Penelitian eksploratif

Penelitian ini disebut sebagai penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan digunakan untuk
mengetahui atau mengamati gejala-gejala sosial dan keagamaan secara dini yang terjadi di masa
kini atau masa lalu. Data dikumpulkan oleh peneliti untuk melihat fenomena yang terjadi
kemudian dihubungkan dengan tujuan penelitian.
Contoh penelitian ini adalah dengan melakukan gejala-gejala keagamaan yang terjadi misalnya
gejala berkembangnya berbagai macam aliran yang menyimpang dari ajaran agama Islam yang
telah diyakini kebenarannya. Gejala ini bisanya marak pada daerah-daerah pinggir perkotaan
atau di daerah pedesaaan yang kurang kesejahteraannya. Mereka melakukan kegiatan keagamaan
yang cenderung berbeda dengan kebanyakan orang, berdasarkan pemikiran dan pengalaman
spiritual pemimpinnya. Misalnya penelitian yang mengarah kepada komunitas Ahmadiyah,
komunitas Lia Eden dan sebagainya. Berdasarkan penelitian ini maka dapat dikembangkan
berbagai penelitian lain seperti penelitian historis, penelitian korelasi, deskriptif atau sebab
akibat.
B. Penelitian deskriptif
Arti deskriptif adalah uraian, paparan atau keterangan. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
mengetahui paparan, uraian terhadap suatu kasus yang sedang diteliti. Dengan mengetahui
paparan ini maka diharapkan peneliti dapat menganalisis dan memecahkan suatu masalah secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang didapat di suatu daerah tertentu.
Penelitian deskrptif ini mempunyai ciri-ciri yaitu untuk membuat suatu keterangan dan paparan
terhadap suatu situasi atau kejadian tertentu. Menurut Usman dan Abdi (2008:30) penelitian
deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata, tidak perlu mencari
hubungan korelasi, hubungan sebab akibat dan tidak perlu mencari hipotesis sebagai jawaban
sementara terhadap suatu penelitian. Sebagian para ahli menyatakan bahwa penelitian deskriptif
lebih luas cakupan penelitiannya, kecuali dalam penelitian sejarah dan penelitian ekperimental.

Berikut adalah contoh penelitian deskriptif :

1. Survei mengenai pendapat para umat mengenai pernikahan poligami studi kasus
terhadap suatu tokoh pimpinan daerah tertentu
2. Analisis demografik terhadap umat muslim yang menjadi umat minoritas di wilayah
tertentu
3. Analisis kebutuhan pelatihan ketrampilan bagi para mubaligh di daerah daerah
terpencil di Kabupaten Pandeglang, Banten
Dalam penelitian deskriptif maka peneliti harus dapat menyajikan data yang diperoleh melalui
pengamatan, wawancara, kuesioner, angket maupun dokumentasi. Pada prinsipnya data yang
disajikan haruslah mempunyai karakter adalah lengkap, mudah dipahami, menarik dan
komunikatif. Penyajian data yang baik dapat menggunakan bentuk sebagai berikut :
1.

Tabel
Tabel merupakan bentuk penyajian yang banyak digunakan karena lebih efisien dan
komunikatif. Tabel terdiri dari kolom dan baris yang berkaitan satu dengan yang lain.
2.

Grafik
Grafik bentuknya bermacam-macam, ada yang berbentuk garis, batang dan lain-lain. Dari

bentuk ini muncul pula bermcam-macam variasi misalnya berbetuk 2 dimensi dan 3 dimensi.
3.

Pie
Adalah grafik yang berbentuk bulat seperti kue pie, dan biasa digunakan untuk

menunjukkan perbandingan persentase, sehingga mudah dibaca dan dibandingkan antara bagian
satu dengan bagian lain.
4.

Pictogram
Adalah bentuk grafik dengan menggunakan gambar sesuai dengan obyek yang sedang

diamati / diteliti.
C. Penelitian historis

Penelitian historis erat hubungannya dengan kejadian masa lalu yang ingin diteliti oleh peneliti.
Peneliti dapat melakukan rekontruksi terhadap gejala masa lampau yaitu gejala keagamaan yang
berkaitan dengan sosial, budaya, poltik dan ekonomi. Penelitian ini sangat populer di lingkungan
pemerintahan termasuk di lingkungan Departemen Agama. Salah satu yang sering dilakukan
obyek penelitian adalah mengenai kesenjangan ekonomi dan sosial di Indonesia dihubungkan
dengan keadaan sejarah masa lampau di masa penjajahan Belanda. Contoh lainnya misalnya
keterbelakangan sosial dan ekonomi di beberapa daerah dihubungkan dengan keyakinan
beragama yang masih dipengaruhi oleh kepercayaan akan kekuatan magis suatu benda atau roh.
Penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memahami keberadaan masyarakat di masa lalu dengan upaya melakukan rekontruksi
terhadap fenomena masa lalu
2. Pengungkapan gejala keagamaan masa lalu dengan pendekatan terkait dengan masalah
politik, sosial ekonomi dan budaya.
3. Penelitian historis cenderung menggunakan data sekunder yang berasal dari orang lain.
4. Analisis mendalam mengenai data apakah data tersebut asli sesuai denngan standar yang
telah ditetapkan. Selanjutnya harus diteliti pula apakah data tersebut relevan / sesuai atau
tidak dengan rumusan masalah yang akan diteliti. Jangan lupa untuk memberikan batasan
batasan serta kelemahan-kelemahan penelitian.
5. Pada pengungkapan sejarah masa lalu maka pelaku atau saksi atas peristiwa tersebut
dapat dilakukan dengan cara wawancara lisan mendalam (deep interview).
6. Bila saksi hidup sudah tidak ada maka pengambilan dan penelusuran data dapat digali
dari jurnal, perpustakaan, arsip-arsip di museum, informasi-informasi tua di suatu tempat,
majalah-majalah tua, koran lama, penggalian bahan-bahan rujukan yang sudah tidak
diterbitkan dan keturunan dari saksi yang hidup di masa tersebut.

D. Penelitian korelasional
Korelasi adalah menghubungan antara satu dengan yang lain. Penelitian korelasional adalah
penelitian untuk mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, dengan tingkatan
hubungan dapat dilihat berdasarkan koefisien korelasi. Nilai korelasi ini disimbolkan dengan
huruf, dengan nilai r antara -1 sampai dengan 1. Nilai -1 sangat kuat sempurna, dan berbanding
terbalik, sedangkan nilai 1 sangat kuat sempurna, dan berbanding lurus. Sedangkan nilai 0,5
berarti sedang, atau cukup kuat.
Menurut Usman dan Abdi (2008 : 35) penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Penelitian ini dilakukan bila variabel yang diteliti cukup rumit dan data-datanya tidak
dapat dimanipulasi
2. Penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa variabel secara serentak.
Hasil yang didapat adalah berupa taraf tinggi atau rendahnya hubungan antara dua
variabel atau lebih.
3. Penelitian ini terdapat kelemahan-kelemahan yaitu : Penelitian ini tidak menggunakan
variabel kontrol, pola hubungan antara kedua variabel tidak saling mempengaruhi dan
cenderung tidak jelas atau kabur. Hasil penelitian tidak menunjukkan saling hubungan
yang bersifat kausal
E. Penelitian sebab akibat (Causal-Comparative Research)
Penelitian sebab akibat adalah penelitian yang mengungkapkan pengaruh sebab akibat
berdasarkan variabel yang ada, dengan melakukan pengamatan. Tujuan penelitian kausal
komparatif adalah untuk mengetahui hubungan antara dua atau beberapa variabel tentang
kemungkinan sebab akibat berdasarkan suatu pengamatan. Pada penelitian ini berbeda dengan
penelitian eksperimen karena pada penelitian eksperimen terdapat variabel kontrol dan situasinya
dikondisikan pada keadaan tertentu.

Penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :


1. Penelitian ini biasanya terdiri dari satu dependen variabel (variabel terikat, yaitu variabel
Y), dengan satu independen variabel (variabel bebas, yaitu variabel X ). Penelitian ini
dapat dikembangkan dengan menggunakan lebih dari satu variabel bebas, yang disebut
dengan regresi ganda atau regresi multivariate
2. Penelitian ini hanya berlaku searah, dan tidak otomatis berlaku bolak balik. Misalnya
pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y, dan tidak berlaku atau belum tentu
berlaku pengaruh sebaliknya yaitu pengaruh variabel Y terhadap X.
3. Dari penelitian ini maka akan juga dihasilkan nilai koefisien korelasi atau nilai kekuatan
hubungan antar dua variabel, dengan simbol r.
4. Penelitian ini mempunyai keunggulan yaitu ini sangat bagus untuk berbagai keadaan, bila
metode yang lebih kuat, yaitu metode eksperimental tak dapat digunakan. Selain itu dapat
digunakan bila kontrol di laboratorium untuk berbagai tujuan dan penelitian adalah tidak
praktis, terlalu mahal, atau dipandang dari segi etika diragukan/dipertanyakan. Metode ini
juga menghasilkan informasi yang sangat berguna mengenai sifat-sifat gejala yang
dipersoalkan, misalnya variabel A sejalan dangan variabel lain, bagaimana kondisi nya,
dan pada urutan dan pola yang bagaimana dan yang sejenis dengan itu.
5. Sedangkan kelemahan penelitian ini adalah tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas.
Peneliti harus mengambil fakta-fakta yang dijumpainya di lapangan tanpa kesempatan
untuk mengatur kondisi-kondisi yang ideal dalam suatu penelitian. Untuk mencapai
kesimpulan akurat, peneliti harus mempertimbangkan segala alasan yang mungkin ada
atau hipotesis-hipoesis alternatif yang mungkin diberikan untuk memperkuat argumen
penelitian.
F. Penelitian eksperimen

Penelitian eksperimen tidak hanya dilakukan oleh kalangan eksak saja di laboratorium.
Penelitian ini dapat juga dilakukan di ranah agama dan sosial yang sering terjadi bukan
disebabkan oleh satu variabel melainkan dari berbagai variabel. Selain digunakan untuk
mengetahui hubungan antar dua variabel atau lebih, penelitian ini juga digunakan untuk
mengetahui pengaruh satu variabel atau beberapa variabel terhadap variabel lain secara
kasualitas.
Menurut Maman KH et al ( 2006 : 32) penelitian eksperimen mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
1. Penelitian eksperimen tidak hanya melihat hubungan antara satu variabel dengan yang
lainnya, tetapi juga untuk melihat pengaruh variabel satu terhadap variabel lainnya.
2. Bila ada variabel yang dianggap dapat mengganggu penelitian tersebut, maka diusahakan
untuk mengurangi atau menghilangkan variabel, sehingga peneliti dapat melihat
pengaruh variabel tersebut secara kasualitas dengan melihat fenomena sosial yang terjadi.
Pengurangan gangguan ini dapat dilakukan dengan kontrol
3. Penelitian eksperimen lebih cenderung dilakukan dengan dengan pendekatan kuantitatif,
dan tidak dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
Selanjutnya berdasarkan pendekatan penelitian maka terdapat dua jenis penelitian utama yaitu
penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Sepintas maka kedua jenis penelitian terlihat
sangat kontras. Penelitian kualitatif dalam mengumpulkan data menganalisis data tidak
berdasarkan angka, atau hanya sedikit menggunakan angka. Sedangkan pada penelitian
kuantitatif metode pokoknya adalah statistik yang berupa perhitungan angka, grafik dan tabel.
Pada penelitian kualitatif dilaksanakan dengan alamiah yaitu dengan menggunakan data apa
adanya, dan tidak dimanipulasi. Peneliti menggunakan data lalu menganalisisnya berdasarkan
teori yang ada dan lebih menekankan pada dekriptif secara apa adanya. Penelitian kualitatif
menggunakan pemahaman yang mendalam dengan menggunakan wawancara mendalam dan
utuh, terhadap realitas sosial yang ada.

Berbeda dengan penelitian kualitatif, maka penelitian kuantitatif lebih banyak berbicara dengan
angka. Berdasarkan teorinya maka penelitian ini mengurai dan menarik hipotesis yang kemudian
dibuktikan dengan data. Menurut Abdullah (2006 : 191) peneliti tidak semata-mata
mendiskripsikan situasi itu apa adanya, tetapi mendeskripsikan berdasarkan teori yang
diperkirakan sama dengan keadaan yang sedang dihadapi. Oleh karena itu seorang peneliti harus
menggunakan teori dan metode kuantitatif yang tepat untuk menghasilkan informasi yang akurat
dan penting. Salah satu ciri dari penelitian ini adalah bersifat deduktif, artinya dalam
pengambilan kesimpulan maka hasilnya mengerucut apakah sesuai dengan hipotesis yang telah
dibuat atau tidak sesuai dengan hipotesis awalnya. Berikut adalah ulasan ringkas mengenai
penelitian kualitatif dan kuantitatif :
G. Penelitian Kualitatif
Sebagai pedoman ringkas bagi mahasiswa calon sarjana, magister atau doktor yang akan
memilih metode penelitian kualitatif bagi rancangan penelitiannya, maka dibutuhkan
kesepakatan dan kesamaan persepsi ciri penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut :
a. Paradigma penelitian kualitatif adalah Interpretive/Constructivist.
2) Bahwa realitas dibangun (dikonstruksi) dalam suatu konteks dan kehidupan sosial. Studi
ini mengarahkan peneliti kepada pemahaman dan penafsiran makna menurut apa yang
dikontruksi subjek yang diteliti berdasarkan interaksi sosialnya, dan bukan menurut
rumusan peneliti. Variabel-variabel adalah kompleks, saling berkaitan, dan sulit untuk
diukur.
3) Studi dilakukan oleh peneliti dalam konteks alamiah subjek (naturalistic inquiry),
peneliti melakukan kontak langsung dengan subjek di lapangan.
4) Alasan atau tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pemahaman menyeluruh
(holistic), penafsiran makna, yang bersifat kontekstual.
5) Pendekatan analisis data induktif, dan kemungkinan berpeluang cukup tinggi untuk
6)
7)
8)
9)

menghasilkan hipotesis dan teori-teori yang bersifat substansial.


Penelitian kualitatif menekankan kepada proses.
Desain penelitian adalah fleksibel (bersifat sementara)
Peneliti merupakan instrumen kunci
Pengambilan sampel purposive, sifat naturalistik menghindari pengambilan sampel acak,

dengan maksud agar memperoleh kasus-kasus yang akan diteliti.


10) Ada kesepakatan makna dan tafsir dari data yang diperoleh dengan sumber-sumbernya.

11) Modus laporan studi kasus.


12) Penafsiran idiografik (dalam arti keberlakuan khusus), bukan nomotetik (mencari hukum
keberlakuan umum).
Laporan Hasil Penelitian Kualitatif
Setiap kampus perguruan tinggi memiliki format yang mirip satu dengan yang lain. Berdasarkan
ciri karakteristik penelitian kualitatif maka penyusunan laporan hasil penelitian dapat mengikuti
format laporan hasil penelitian yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Landasan Teori, Bab III
Metodologi Penelitian, Bab IV Temuan-temuan penelitian, dan Bab V Pembahasan Hasil
Penelitian dan Bab VII Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran
Uraian lebih lengkap mengenai penelitian dengan pendekatan kualitatif dapat dilihat pada bab
berikutnya.
B. Penelitian Kuantitatif
Dalam penelitian agama terdapat pula metode penelitian selain metode penelitian kualitatif, yaitu
dengan menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah suatu metode penelitian
yang banyak menggunakan data angka dengan segala bentuk analisisnya. Metode ini mempunyai
sifat deduktif artinya hasil penelitian diarahkan menuju suatu kesimpulan yang menyempit, fokus
untuk dijadikan rujukan general.
Ada beberapa anggapan bahwa metode penelitian agama lebih mengutamakan penelitian
kualitatif karena agama bersifat abstrak, sulit diukur, berhubungan dengan sosiologi dan
psikologi jiwa individu dan masyarakat. Pendapat ini tentu saja tidak selamanya benar. Memang
pada kasus-kasus tertentu penelitian agama banyak menggunakan pendekatan kualitatif, namun
demikian pendekatan kuantitatif juga banyak digunakan.
Sejarah dan Proses Penulisan Mushaf al-Quran
Sejarah dan proses penulisan Mushaf Al Quran: Pengumpulan Qur`an dalam Arti
Penulisannya pada Masa Nabi Rasullullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur`an dari
sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, `Ubai bin K`ab dan Zaid bin Sabit, apabila

ayat-ayat turun ia memerintahkan mereka (sahabat) menulisnya dan menunjukkan tempat ayat
tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan didalam hati.
Disamping itu sebagian sahabatpun menuliskan Qur`an yang turun itu atas kemauan mereka
sendiri, tanpa diperintah oleh nabi. Mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu,
daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit:
Kami menyusun Qur`an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang.
Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menulis Qur`an.
Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selain sarana-sarana tersebut. Dan dengan
demikian, penulisan Qur`an ini semakin menambah hafalan mereka.
Jibril membacakan Qur`an kepada Rasulullah pada malam-malam bulan ramadan setiap
tahunnya Abdullah bin Abbas berkata: `Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak
kemurahan pada bulan ramadhan, ketika ia ditemui oleh jibril. Ia ditemui oleh jibril setiap
malam; jibril membacakan Qur`an kepadanya, dan ketika Rasulullah ditemui oleh jibril ia
sangat pemurahsekali. Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur`an kepada Rasulullah baik
dalam bentuk hafalan maupun tulisan.

Tulisan-tulisan Qur`an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada
seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan
dari mereka, diantaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka`ab, Zaid bin Sabit dan
Abdullah bin Mas`ud telah menghafalkan seluruh isi Qur`an dimasa Rasulullah. Dan mereka
menyebutkan pula bahwa Zaid bin Sabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur`an
dihadapan Nabi, diantara mereka yang disebutkan diatas.
Rasulullah berpulang kerahmatullah disaat Qur`an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf
dengan susunannya; ayat-ayat dan surat-surat dipisah-pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya
saja dan setiap surat berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf. Tetapi Qur`an
belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah
dihafal oleh para qiro dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan

membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari
waktu ke waktu.
Disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang manasih (menghapuskan) sesuatu yang
turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur`an itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi
setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi menjelaskan
bahwa ayat A harus diletakkan dalam surah A. Andaikata (pada masa Nabi) Qur`an itu
seluruhnya dikumpulkan diantara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan
membawa perubahan bila wahyu turun lagi. Az-zarkasyi berkata: `Qur`an tidak dituliskan dalam
satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu,
penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur`an turun semua, yaitu dengan wafatnya
Rasulullah.`
Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Sabit yang
mengatakan: `Rasulullah telah wafat sedang Qur`an belum dikumpulkan sama sekali.`
Maksudnya ayat-ayat dalam surat-suratnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.
Al-Katabi berkata: ` Rasulullah tidak mengumpulkan Qur`an dalam satu mushaf itu karena ia
senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah
berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan
mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada
umat ini tentang jaminan pemeliharaannya . Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu
Bakar atas pertimbangan usulan Umar.
Penulisan dan Pembukuan Hadits
Pada dasarnya hadits mempunyai fungsi yang sangat urgen dalam pertumbuhan dan
perkembangan hukum Islam Di samping fungsi Hadits tersebut secara khusus sebagai salah satu
sumber dalam penetapan hukum, Hadis juga tidak sama dengan al-Quran, sebab al-Quran telah
ditulis pada masa Nabi dan telah dibukukan pada masa pemerintahan Usman bin Affan.
Sedangkan Hadis baru dibukukan pada akhir abad pertama dan awal abad kedua hijrah yaitu

pada masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz (61-101 H) yang mana pada masa ini merupakan
masa penutup sikap pro dan kontra tentang penulisan dan pembukuan Hadis.
Disebabkan lamanya tenggang waktu antara Rasulullah dengan masa pembukuan Hadis ini,
menjadikan Hadis sebagai sasaran empuk bagi orang yang tidak senang dengan agama Islam,
khsusnya oleh kaum orientalis yang ingin menginginkan agar umat Islam tidak percaya kepada
Hadis, atau paling tidak membuat umat Islam meragukan sumber hukum Islam yang kedua itu
dari hasil penelitian yang mereka lakukan. Salah seorang orientalis yang sangat
mengguncangkan dunia Islam oleh hasil penelitiannya adalah Joseph Schacht, salah seorang
murid Ignaz Goldziher, yang mengatakan bahwa sanad Hadis itu merupakan buatan para qadhi
yang yang ingin melegitimasi pendapat mereka dengan menyandarkannya kepada Rasul, atau
kepada tokoh-tokoh yang ada di belakang mereka, yang dikenal dengan teori projecting back.
Teori yang dikatakn oleh Joseph Schacht ini, terlihat ada kelemahan-kelemahan yang
kemungkinan akan muncul dari teori itu sendiri. Kelemahan tersebut di antaranya adalah bahwa
bila sanad itu diciptakan oleh seorang qadhi dalam melegitimasi pendapat mereka, maka
mustahil akan terdapat banyak jalur dalam satu sanad Hadis.
Kemudian apabila Hadis itu berasal dari para qadhi, maka tidak akan mungkin antara qadhi
yang terdapat di kufah, umpamanya sama lafaz atau bunyi yang ia ucapkan dengan qadhi yang
berada di tempat yang lain. Dan dari sinililah banayk bermunculan aliran-aliran figh klasik yang
mempelajari bagaimnana proses pembukuan dan penulisan sebagai hal yang diterima atau
ditolak dan juga banyak para penelti yang mempalajari ilmu-ilmu tentang hadis.

C. Penutup
Dan dari makalah kami diatas dapat kami simpulkan bahwa yang pertama: Metode penelitian
agama merupakan suatu metode untuk meneliti sebuah agama dilihat dari sejarah dan proses
serta sumber-sumbernya, agama juga dapat diteliti dengan menggunkan berbagai paradigma.
Realitas keagaman yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran yang sesuai dengan kerangka
pardigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian sosial,
penelitian legalistik, atau penelitian filosofis.
Yang Kedua: Wahyu Ilahi itu adalah dasar rukun Islam. Membaca beberapa ayat merupakan
bagian pokok dari sembahyang sehari-hari yang bersifat umum atau khusus. Melakukan
pembacaan ini adalah wajib dan sunah, yang dalam arti agama adalah perbuatan baik yang akan
mendapat pahala bagi yang melakukannya. Inilah sunah pertama yang sudah merupakan
konsensus. Dan itu pula yang telah diberitakan oleh wahyu. Oleh karena itu yang hafal Qur'an di
kalangan Muslimin yang mula-mula itu banyak sekali, kalau bukan semuanya. Sampai-sampai di
antara mereka pada awal masa kekuasaan Islam itu ada yang dapat membaca sampai pada ciricirinya yang khas. Tradisi Arab telah membantu pula mempermudah pekerjaan ini (proses
penulisan mushaf).

DAFTAR PUSTAKA
Abd. Hakim A. & Mubarok Jaih. 2006. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Abdullah, Taufik. & Karim, M. Rusli. 1989. Metolodologi Penelitian Agama: Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Tiarawacana
Syukur, Amin.1998. Metologi Studi Islam. Semarang: Gunung Jati.
Kasijanto. 2004. Makalah Tentang: Penelitian Sejarah, Sumber Langka dan
Kelangkaan Sumber. Jakarta: Wacana Nusantara
ani. Makalah tentang: Kriteria Hadits Shahih. Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Qasim
Pekanbaru
http: www. Syariah online// Penyusunan Mushaf Al Qur'an.

Anda mungkin juga menyukai