Anda di halaman 1dari 38

EKSTRAKSI VAKUM

PENDAHULUAN
Simpson memperkenalkan gagasan ekstraksi vakum pada tahun 1840-an, dan sejak
saat itu dilakukan banyak upaya untuk merekatkan alat penarik melalui sebuah penghisap
ke kulit kepala janin. Di Amerika Serikat, alat ini disebut sebagai ekstraktor vakum,
sedangkan di Eropa alat ini biasanya disebut sebagai ventouse (dari bahasa Perancis,
secara harafiah, mangkuk lembut). Keunggulan teoritis ekstraktor vakum dibandingkan
forseps adalah tidak adanya pemasangan sendok baja yang memakan tempat di dalam
vagina dan penempatan yang pas di kepala janin, seperti disyaratkan untuk pelahiran
dengan forceps; kemampuan memutar kepala janin tanpa mengganggu jaringan lunak ibu;
dan penekanan intracranial yang lebih kecil saat traksi. Semua alat yang dilaporkan
sebelumnya gagal sampai Malmstrom (1954) menerapkan suatu prinsip baru, yaitu traksi
pada sebuah mangkok logam yang dirancang sedemikian rupa sehingga pengisapan akan
menimbulkan pembentukan kaput artifisial atau chignon, di dalam mangkuk yang menahan
dengan kuat sehingga janin dapat ditarik. Seperti pada pemilihan forceps, keputusan
menggunakan mangkuk logam atau lunak tampaknya bersifat regional. Di Amerika Serikat,
mangkuk logam umumnya telah digantikan oleh ekstraktor vakum mangkuk lunak yang lebih
baru. Namun, seperti ditekankan Duchon dkk (1988), vakum tekanan tinggi menghasilkan
gaya yang besar, apapun mangkuk yang digunakan. Mangkuk vakum silastik adalah alat
yang dapat dipakai ulang dengan mangkuk lunak diameter 65 mm dan CMI Tender Touch
menggunakan mangkuk 62 mm. Bofil dkk (1996) melaporkan hasil yang memuaskan
dengan mangkuk Mityvac-M. Loghis dkk(1992) membandingkan hasil dari 200 wanita yang
melahirkan dengan mangkuk lentur. Tidak dijumpai perbedaan angka trauma jalan lahir 11%
berbandng 13%, trauma mayor pada kulit kepala janin 6,5% berbanding 5,5 %, ikterik
neonatorum atau skor Apgar 15,5% berbanding 13,5%. Kuit dkk (1993) mendapatkan bahwa
mangkuk lunak memiliki kegagalan lebih tinggi (1,65 kali) tetapi lebih jarang menyebabkan
cedera kulit kepala (0,45 kali) daripada mangkuk kaku. Mereka melaporkan tingkat kejadian
ekstraksi dengan memerlukan episiotomi 14-persen dengan kedua cup baik logam maupun
yang lunak. Untuk laserasi perineal ekstraksi dengan cup logam 16 berbanding 10 persen
dengan cup lentur. Johanson dan Menon (2000) menganalisis hasil dari sembilan percobaan
acak. Mereka menemukan bahwa cup lunak memiliki tingkat kegagalan hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan menggunakan cup logam, tapi hanya setengah jumlah cedera kulit
kepala dibandingkan dengan cup logam.
1

Dalam review yang sama, Vacca (2002) menyimpulkan bahwa ada lebih sedikit terjadinya
lecet kulit kepala dengan menggunakan cup lunak, sementara tingkat cephalohematom dan
perdarahan

subgaleal

adalah

sama

antara

cup

lunak

dengan

cup

logam. (1,2)

PENGERTIAN
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat
kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh
karena itu, kerjasama dan kemampuan ibu untuk mengekspresikan bayinya, merupakan
faktor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan
ke arah yang sama. Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkraman
yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif (vakum). Mangkuk logam atau silastik akan
memegang kulit kepala yang akibat tekanan vakum, menjadi kaput artifisial. Mangkuk
dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan), melalui seutas
rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan interauterin (oleh kontraksi)
tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengedan) dan gaya tarik (ekstraksi vakum). 1,2,4

INDIKASI EKSTRAKSI VAKUM1,2,4


1. Kala II memanjang
o

Pada Nulipara 2 jam

Pada Multipara 1 jam

2. Mempersingkat Kala II :
o

Kelainan jantung

Kelainan serebrovaskuler

Kelainan neuromuskuler
2

Ibu lelah

3. Gawat janin
KONTRA INDIKASI EKSTRAKSI VAKUM :5,6

Dokter tidak memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan EV

Aplikasi cawan penghisap secara tepat tidak dapat dilakukan

Riwayat gangguan kemajuan persalinan kala I yang nyata

Indikasi tindakan EV tidak jelas

Posisi dan penurunan kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas

Terdapat dugaan gangguan imbang sepalopelvik

Kelainan letak (letak muka, letak dahi)

Diduga atau terdapat gangguan faal pembekuan darah pada janin.

KONTRAINDIKASI RELATIF : 5,6

Kehamilan preterm - Masih lunaknya kepala dan rentannya vaskularisasi kepala


janin prematur.

Riwayat pengambilan darah dari kulit kepala janin sebelumnya.

Aplikasi cunam sebelumnya gagal Struktur dan konsistensi kepala janin pasca
aplikasi cunam yang sudah berubah. Selain itu, kegagalan aplikasi tersebut dapat
membuktikan bahwa terdapat gangguan imbang sepaloelvik.

Molase dan pembentukan caput succadenum yang berlebihan - keadaan ini


sering terjadi pada kasus gangguan imbang sepalopelvik.

Dugaan makrosomia (Berat badan janin > 4.5 kg).

Janin mati Oleh karena tidak dapat terbentuk caput succadeneum.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan ekstraksi vakum adalah: 1,2,4,5
1. Pembukaan serviks sudah lengkap, sekurang-kurangnya 7 cm pada multigravida.
2. Janin sudah cukup bulan.
3

3. Presentasi belakang kepala/verteks.


4. Kepala di H III-IV atau 1/5-2/5.
5. Tidak ada disproporsi sefalopelvik.
6. Ketuban sudah pecah
7. Harus ada kontraksi rahim dan tenaga mengejan ibu

TEHNIK EKSTRAKSI VAKUM

7,8,9,10

Tehnik aplikasi yang tepat diperlukan agar tindakan EV dapat dilakukan dengan aman dan
berhasil.
1. Akurasi aplikasi cawan penghisap
2. Pemilihan kasus yang tepat
3. Tehnik traksi :
o

Kekuatan traksi

Vektor ( arah tarikan )

Metode aplikasi kekuatan yang intermiten

4. Posisi dan derajat penurunan kepala


5. Desain cawan penghisap
6. Imbang fetopelvik
PROTOKOL TINDAKAN EKSTRAKSI VAKUM 11,12

Ghosting - Pasien dalam posisi litothomi didepan operator. Operator memegang


cawan penghisap didepan pasien dan membayangkan bagaimana kedudukan cawan
penghisap pada kepala janin nantinya didalam jalan lahir. Posisi janin dapat
dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan ultrasonografi transperineal.

Insersi - Cawan penghisap dilumuri dengan jelly atau cairan pelicin. Bila
menggunakan cawan penghisap lunak, maka sebagian cawan penghisap dapat
dikempiskan dengan tangan operator dan dimasukkan jalan lahir diantara labia. Bila
sifat cawan penghisap yang digunakan kaku, maka insersi kedalam jalan lahir
dilakukan secara miring setelah kedua labia disisihkan. Setelah berada dalam jalan
lahir maka cawan penghisap ditempatkan pada kepala janin.

Aplikasi cawan penghisap secara tepat :


o

Setelah cawan penghisap sudah berada pada posisi yang tepat, dibuat
tekanan vakum secukupnya agar cawan tidak bergeser dan dipastikan bahwa
tidak ada bagian jalan lahir yang terjepit

Pusat diameter cawan penghisap harus berada di satu titik penentu berupa
titik imajiner anatomis yang berada di sutura sagitalis kira kira 6 cm di
belakang ubun ubun besar atau 1 2 cm di depan ubun ubun kecil ( titik
fleksi atau pivot point )

Semakin jauh titik pusat cawan penghisap bergeser dari sutura sagitalis
semakin besar pula kegagalan tindakan ekstraksi vakum dan semakin besar
pula tenaga yang diperlukan untuk melakukan traksi oleh karena arah tarikan
miring akan menyebabkan terjadinya defleksi kepala janin.

Ultrasonografi transperineal dapat digunakan untuk melihat ketepatan


pemasangan cawan penghisap.

Traksi
o

Bila pemasangan cawan penghisap sudah tepat, maka diberikan tekanan


vakum sebesar 550 600 mmHg dan dilakukan traksi bersamaan dengan
adanya kontraksi uterus dan usaha ibu untuk meneran. Traksi tidak perlu
menunggu sampai terbentuknya chignon.

Arah tarikan berubah sesuai dengan penurunan kepala dalam jalan lahir.
6

Bila kontraksi uterus mereda maka tekanan vakum diturunkan sampai sekitar
200 mmHg dan traksi dihentikan; traksi kepala diluar kontraksi uterus akan
memperbesar cedera pada kepala janin.

Bila kontraksi uterus mulai timbul kembali, tekanan dinaikkan sampai besaran
yang telah ditentukan dan dilanjutkan dengan traksi kepala janin.

Selama traksi, tangan kiri ( non dominan hand ) ditempatkan dalam vagina
dengan ibu jari pada cawan dan satu atau dua jari pada kepala janin. Aktivitas
ini dilakukan untuk mencegah terlepasnya cawan dari kepala.

Umumnya dengan traksi pertama sudah dapat diketahui apakah kepala janin
semakin turun atau tidak. Bila tidak maka operator dapat melakukan satu kali
tarikan lagi untuk memastikan apakah tindakan ekstraksi vakum dapat
dilanjutkan atau dihentikan.

Pada 85% kasus, persalinan diselesaikan dengan kurang dari 3 kali traksi.

CEDERA PERSALINAN

13

Cedera pada Neonatus


Tidak ada satu tindakan persalinan operatif per vaginam yang tidak disertai peningkatan
resiko ibu dan atau anak.
Angka kejadian kematian janin atau cedera neonatus yang berat akibat EV sangat rendah
dan berada pada rentang 0.1 3 kasus per 1000 tindakan EV.
Secara klinik, cedera kulit kepala terutama disebabkan oleh sifat fisik cawan penghisap yang
digunakan. Saat diberikan tekanan negatif, kulit kepala akan masuk kedalam cawan
penghisap sehingga terjadi chignon. Traksi yang terlalu kuat akan menyebabkan
terpisahnya kulit kepala dari dasarnya sehingga meski jarang namun dapat menyebabkan
perdarahan (cephalohematoma dan hemoragia subgaleal ).
7

Resiko lain yang dapat terjadi pada tindakan EV adalah :

Laserasi kulit kepala

Hemoragia retina

Fraktura kranium

Perdarahan subarachnoid

Laserasi kulit kepala janin

Akibat EV sering terjadi ekimosis dan laserasi kulit kepala dan ini umumnya terjadi bila
cawan penghisap dengan tekanan tinggi berada diatas kulit kepala janin dalam waktu yang
relatif lama ( 20 30 menit ).
Cawan penghisap bukan suatu alat yang di masksudkan sebagai rotator ; usaha melakukan
rotasi kepala dengan menggunakan EV akan menyebabkan cedera pada kulit kepala janin.
Bila operator menghendaki terjadi rotasi kepala maka hal itu dilakukan secara manual tanpa
paksaan dan bukan dengan menggunakan cawan penghisap.
Outcome neonatus jangka panjang
8

Tidak terdapat perbedaan outcome jangka panjang antara anak yang lahir secara spontan
dengan yang dilahirkan melalui EV atau EC.
Pengamatan outcome jangka panjang dalam berbagai penelitian dilakukan sampai usia 18
tahun dan skoring dibuat atas kemampuan sekolah, berbicara, perawatan diri sendiri dan
status neurologi.

Cedera maternal
Resiko cedera ibu pada tindakan ekstraksi vakum lebih rendah dibandingkan dengan
tindakan ekstraksi cunam atau seksio sesar.
Laserasi jalan lahir
Laserasi perineum adalah komplikasi paling sering terjadi pada persalinan operatif per
vaginam. Seringkali terjadi robekan perineum berkaitan dengan episiotomi. Ruptura perinei
tingkat III dan IV pada tindakan EV berkisar antara 5 30% .
Angka kejadian ruptura perinei pada tindakan EV lebih rendah dibandingkan tindakan
ekstraksi cunam. Tindakan ekstraksi cunam sering menyebabkan ruptura perinei totalis.
Episiotomi elektif merupakan predisposisi terjadinya ruptura perinei tingkat IV dan banyak
ahli berpendapat bahwa episiotomi sebaiknya dikerjakan bila perineum yang tegang
mengganggu jalannya persalinan. Jenis episiotomi sebaiknya dari jenis medio lateral yang
meskipun rekosntruksinya lebih sulit namun jarang meluas sehingga menyebabkan ruptura
perinei tingkat IV ( ruptura perinei totalis ).
Inkontinensia urine dan inkontinensia alvi
Predisposisi

genetik,

distosia,

persalinan

spontan

pervaginam,

laserasi

obstetrik,

multiparitas dan cara persalinan dapat menyebabkan cedera permanen atau reversibel pada
jaringan ikat panggul. Cedera pada struktur penyangga pelvik merupakan resiko tak
terhindarkan pada persalinan spontan per vaginam atau persalinan operatif pervaginam.
Organ visera panggul bergantung dari atas dan disangga dari bawah. Keutuhan struktur
penyangga tersebut tergantung pada faktor intergritas otot, fascia dan persyarafan dari
struktur terkait. Struktur penggantung merupakan struktur pseudoligamen longgar yang
dinamakan ligamentum panggul. Jaringan ikat yang loggar tersebut bersama dengan
struktur pembuluh darah berada disekitar servik. Struktur penyangga uterus adalah struktur
komplek muskulofascial berupa diafrgama pelvik dan diafragma urogenital. Diafragma pelvik
9

terutaja terbentuk dari muskulevator ani. Diafragma urogenitalis terdiri dari berbagai otot
kecil dan jaringan ikat yang terbentang dari central perineal body menyebar secara radial
dan melekat pada berbagai tulang dan ligamentum pada dinding lateral panggul. Perjalanan
janin melalui jalan lahir akan menyebabkan distorsi dan cedera jaringan panggul. Selama
proses persalinan per vaginam, ligamentum dan otot panggul mengalami robekan kecil yang
juga menyebabkan trauma syaraf. Berbagai laserasi spontan atau ekstensi dari luka
episiotomi dapat menyebabkan cedera lebih lanjut antara lain cedera sfingter rectum.

PREEKLAMPSIA BERAT

PENDAHULUAN
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu
dan bayi yang tertinggi di Indonesia.

Penyakit yang disebut sebagai disease of

theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi.

(14,15)

Insidens yang terjadi bervariasi

tergantung populasi yang diteliti dan kriteria yang digunakan untuk diagnosis. (16)
Preeklampsia merupakan suatu perjalanan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, walaupun proses terjadinya penyakit ini masih belum pasti.14
Hipertensi biasanya muncul terlebih dulu dari tanda-tanda yang lainnya.

(14,17)

Hipertensi merupakan timbulnya desakan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90
mmHg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita istirahat. (18)
Preeklampsia

merupakan

suatu

sindroma

yang

berhubungan

dengan

vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi


organ. Umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Komplikasi yang tejadi termasuk:
eklampsia, HELLP Syndrome, edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi,
encephalopathy hypertension, dan buta kortikal. (14,17)
DEFENISI
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil di atas 20
minggu, bersalin, dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya: hipertensi dan
proteinuria. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya. (14,17,19)

10

Kumpulan gejala ini berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi


pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ.

Kelainan yang berupa lesi

vaskuler terdapat pada banyak sistem organ termasuk plasenta, juga terdapat
peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi.

(17)

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala
dan tanda di bawah ini:
a. Desakan darah dalam keadaan istirahat sistolik 160 mmHg dan diastolik 110
mmHg.
b. Proteinuria 5 gr/ jumlah urine selama 24 jam atau dipstick + 4
c. Oligouria: produksi urine 400 500 cc / 24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum.
e. Edema paru dan sianosis.
f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen .
g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan
pandangan kabur.
h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanin dan aspartat amino transferase.
i. Hemolisis mikroangiopati.
j. Trombositopenia < 100.000/mm3
k. Sindroma HELLP (18)
ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang
memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai penyakit teori.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.
3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
11

4. Sebab

jarangnya

kejadian-kejadian

preeklampsia

pada

kehamilan-kehamilan

berikutnya.
5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat 4 hipotesis
mengenai etiologi preeklampsia: (14)
1. Iskemia plasenta; invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis
menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi
iskemia plasenta.

12

Implantasi plasenta normal yang memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus


membentuk satu kolom di bawah vilus penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi
desidua dan berjalan sepanjang bagian dalam arteriol spiralis. Hal ini menyebabkan
endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti diikuti oleh pembesaran pembuluh
darah (Dari Rogers et al., 1999).
2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh selsel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan
pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
4. Genetik
Teori yang dapat dikemukakan saat ini adalah akibat dari iskemia plasenta. Banyak
faktor yang menyebabkan preeklampsia, di antara faktor-faktor itu yang ditemukan
seringkali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat. (14,17)

13

INSIDENS DAN FAKTOR RESIKO


Insidens preeklampsia relatif stabil antara 4 5 kasus per 10.000 kelahiran
hidup pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6 10
kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0 - 4%.
Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem
tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan edema
paru. Kematian perinatal berkisar antara 10-28%. Penyebab terbanyak kematian
perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan solutio
plasenta.
Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan
12% pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada
multigravida terutama primigravida usia muda. (14)
Pencegahan sangat penting dalam mengantisipasi kejadian preeklampsia, hal ini
termasuk mengetahui wanita-wanita hamil yang mana yang mempunyai faktor resiko
tinggi untuk timbulnya preeklampsia (14).
Faktor-faktor resiko preeklampsia adalah: (14,15)
1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Abnormal uterine Doppler pada kehamilan 18 dan 24 minggu
7. Diabetes mellitus gestasional
8. Adanya trombofilia
9. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

PATOFISIOLOGI
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus
arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan
darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan
perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan edema
yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum
14

diketahui sebabnya.Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar


aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air
dan natrium.

Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein

meningkat. (14,17,19)
a. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat
meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatkan
produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga
akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum
hamil.

(14)

b. Regulasi Volume Darah


Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana hal
ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai
adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih
rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi.
Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat
menjadi tanda awal hipertensi. (14,17)
c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan
hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan
BBLR. (14)
d. Aliran Darah di Organ-Organ
1. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan
suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun
perdarahan otak. (14,17,20)
2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
15

Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal ratarata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600 ml/menit) dan filtrasi glomerulus
berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120 ml/menit) sehingga terjadi
penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada
sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. (14,17)
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya
mungkin untuk dicadangkan untuk menaikkan tekanan darah dan menjamin
perfusi

plasenta

yang

adekuat.

Pada

kehamilan

normal

renin

plasma,

angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata


di atas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi
akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal
efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun
keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsia. Sperof (1973) menyatakan
bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi
sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan
dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan
meningkatnya

kepekaan

pembuluh

darah,

di

samping

itu

angiotensin

menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai


mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus. (14)
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada
preeklampsia tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30%
sampai 50%, maka nilai pada preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai
wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang
beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat
merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya
ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar
sindrom nefrotik pada kehamilan. (14,17)
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian
dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler
glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia. (14,17)
3. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan
patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan faktor
16

penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun metode
pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun di desidua. (14,17)
4. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya oleh karena edema
paru yang menimbulkan dekompensasi cordis. (17)
5. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi halhal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah ke
eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina. (17)
6. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara,
asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik
dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan
terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih
kembali. (14,17)
MANIFESTASI KLINIS
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada
waktu keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai
timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat. (14,17)
Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah
peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik
yang lebih andal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg
atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
Kenaikan Berat badan

17

(14,17)

Peningkatan

berat

badan

yang

terjadi

tiba-tiba

dapat

mendahului

serangan

preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda
pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per
minggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam seminggu atau 3 kilo dalam
sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat
badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan
selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen yang terlihat jelas,
seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. (14,17)
Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional
(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin
hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat,
proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu
timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan
daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. (14,17)
Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasuskasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis,
dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang
mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului
serangan kejang pertama. (14,17)
Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering
ditemukan preeklampsia berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan
terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema
atau perdarahan. (14,17)
Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.
Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital

PEMBAGIAN PREEKLAMPSIA BERAT (18)


18

Dibagi dalam beberapa kategori :


a. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
b. Preeklampsia berat dengan impending eklampsia, dengan gejala-gejala impending :
Nyeri kepala
Mata kabur
Mual dan muntah
Nyeri epigastrium
Nyeri kuadran kanan atas abdomen

KOMPLIKASI (17,23)
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini
biasanya terjadi pada preeklampsia berat adalah
1. Eklampsia
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita preeklampsia disertai dengan
timbulnya kejang.
2. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut atau lebih sering
terjadi pada preeklampsia. Di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta
disertai preeklampsia.
3. Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia, maka
dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
4. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinis
hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.

5. Perdarahan otak
19

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita preeklampsia.


6. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda
gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
7. Edema paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.
8. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat vasospasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
9. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low platelet.

PROGNOSIS (16,17,24)
Preeklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8% - 25,5%
sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya kematian ibu
dan janin di negara maju lebih kecil. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan
otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung
ke dalam jalan pernafasan sewaktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia
intrauterine dan prematuritas.
PENCEGAHAN

(16,17)

Yang dimaksud dengan pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya


preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai resiko terjadinya preeklampsia.
Preeklampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehinnga tidak secara
keseluruhan dapat dicegah.

Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal :


20

a. Pencegahan dengan non medikal


Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara yang
paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih
diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya preeklampsia
meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah
persalinan preterm. Restriksi garam

tidak terbukti dapat mencegah terjadinya

preeklampsia. Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung (a) minyak ikan
yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya Omega 3 PUFA, (b) antioksidan :
vitamin C, vitamin E, -karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik, dan (c) elemen
logam berat: zinc, magnesium, dan kalsium.
b. Pencegahan dengan medikal
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti
yang

kuat dan sahih. Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah terjadinya

preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia. Anti hipertensi tidak terbukti


mencegah terjadinya preeklampsia. Pemberian Kalsium : 1500-2000 mg/hari dapat
dipakai sebagai suplemen pada resiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat
pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat anti trombotik yang
dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata dibawah
100 mg/hari atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat anti oksidan, misalnya
vitamin C, vitamin E, -karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik.
DASAR PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA BERAT(17,18)
Sikap terhadap kehamilan :
Ekspektatif (konservatif) : bila umur kehamilan < 37 minggu,
artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa.
Aktif (agresif) : bila umur kehamilan 37 minggu ,
artinya kehamilan diakhiri setelah mendapatkan terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu.

Pemberian terapi medikamentosa :


a. Tirah Baring
21

b. Oksigen
c. Kateter menetap
d. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Koloid
Jumlah input cairan : 1500 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible water
loss dan CVP. Awasi balans cairan.
e. Magnesium Sulfat

Loading dose

: 20cc MgSO4 20% IV (4-5 menit)

Maintanance dose : 30cc MgSO4 40% dalam 500cc RL 14 tetes/ menit

Syarat pemberian MgSO4 :


1. Refleks Patella Normal
2. Respirasi > 16x per menit
3. Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100cc ; 0.5 cc/kgBB/jam
4. Siapkan ampul Kalsium Glukonas 10% dalam 10 cc
Antidotum : bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4 maka diberikan injeksi
Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit.
Refrakter terhadap MgSO4 dapat diberikan salah satu regimen di bawah ini:
- 100 mg IV sodium thiopental
- 10 mg IV diazepam
- 250 mg IV sodium amobarbital
- Phenytoin :
dosis awal 100 mg IV
16,7 mg/menit/jam
5000 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

f. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin per oral 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat
diberikan nifedipin ulangan 10 mg per oral dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam
sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan
darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah maksimal
22

30%. Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah


didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
Edema paru
Gagal jantung kongestif
Edema anasarka
h. Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih.
Perawatan konservatif (ekspektatif)
a. Tujuan :
1. Mempertahankan

kehamilan,

sehingga

mencapai

umur

kehamilan

yang

memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.


2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan
ibu.
b. Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpartu dan gejalagejala impending eklampsia.
c. Terapi Medikamentosa

Lihat terapi medikamentosa seperti diatas (Pemberian MgSO4 sama seperti


pemberian MgSO4 diatas)

Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsia ringan, maka masih dirawat
2-3 hari lagi, baru diijinkan pulang

Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama


48 jam.

d. Perawatan di Rumah Sakit

Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut :
nyeri kepala, penglihatan kabur, nyeri perut kuadran kanan atas, nyeri
epigastrium, kenaikan berat badan dengan cepat.

Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan diikuti tiap hari

Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi tiap 2 hari

Pengukuran tekanan darah sesuai standar yang telah ditentukan

Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentusn diatas


23

Pemeriksaan USG sesuai standar diatas, khususnya pemeriksaan ukuran


biometrik janin dan volume air ketuban.

e. Penderita boleh dipulangkan :


Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklampsia berat, masih tetap di rawat
3 hari lagi baru diizinkan pulang.
f.

Cara persalinan
1) Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm.
2) Bila penderita inpartu perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya
(misalnya dengan grafik Friedman)
3) Bila penderita inpartu maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali ada
indikasi untuk pembedahan cesar.

Perawatan Aktif (agresif)


Tujuan

: Terminasi kehamilan

Indikasi

a.Indikasi Ibu :
1) Kegagalan terapi medikamentosa :

Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan


darah yang persisten.

Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi


kenaikan desakan darah yang persisten.

2) Tanda dan gejala impending eklampsia


3) Gangguan fungsi hepar.
4) Gangguan fungsi ginjal.
5) Dicurigai terjadi solusio plasenta
6) Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.
b.Indikasi Janin
1) Umur kehamilan 37 minggu
2) IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
24

3) Timbulnya oligohidramnion
c. Indikasi Laboratorium
Trombositopenia progresif yang menjuruskan ke sindrom HELLP
d. Terapi medikamentosa
Lihat terapi medikamentosa di atas.
e. Cara persalinan
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
1) Penderita belum inpartu
a.Dilakukan induksi persalinan bila skor bishop 8
Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi
persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak,
induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan pembedahan
cesar.
b.Indikasi Pembedahan Cesar:
Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam.
Induksi persalinan gagal
Terjadi maternal distress
Terjadi fetal distress
Bila umur kehamilan < 33 minggu
2) Bila penderita sudah inpartu
a.Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
b.Memperpendek kala II
c.Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal
distress.
d.Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar.
e.Anastesi :

Regional Anastesia,
General Anastesi.
25

Epidural

anastesia. Tidak dianjurkan

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Ektraksi Vakum. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi pertama. Cetakan
ketujuh. Jakarta, YBP Sarwono Prawirohardjo, 2007 : 80-87
26

2. Prawirohardjo

S, Wiknjosastro H.

Ektraksi dengan Ekstraktor Vakum. In:

Wiknjosaastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. eds. Usaha Melahirkan Janin Hidup


Per Vaginam. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan kelima. Jakarta, YBP Sarwono
Prawirohardjo, 1997 : 831-6
3. Dutta DC. Operative Obstetrics, In: Dutta DC, Konar H, eds. Text Book of Obstetrics,
5th edition. Calcutta : New Central Book Agency (P) Ltd, 2001 : 599-641
4. Mochtar R. Ekstraksi Vakum (Ventouse). In : Lutan D, ed, Sinopsis Obstetri. Jilid 2,
Edisi kedua. Jakarta. EGC, 1998 : 63-7
5. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Vakum Ekstraktor. In: Ronardy DH. Ed.
Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta, EGC, 2005 : 552-5
6. Leveno KJ, Cunningham Fg, Gant NF, eds. Labor and Delivery. Williams Manual of
Obstetrics, UA : Mc Graw Hill Companies, 2003 : 194-5
7. Vacca A. Vacuum-assisted delivery. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. Feb
2002;16(1):17-30.
8. Mola GD, Amoa AB, Edilyong J. Factors associated with success or failure in trials of
vacuum extraction. Aust N Z J Obstet Gynaecol. Feb 2002;42(1):35-9.
9. Murphy DJ, Liebling RE, Patel R, Verity L, Swingler R. Cohort study of operative
delivery in the second stage of labour and standard of obstetric care. BJOG. Jun
2003;110(6):610-5.
10. O'Grady JP. Instrumental delivery: A critique of current practice. In Nichols D, ed.
Gynecologic, Obstetric, and Related Surgery. Mosby;2000:1081-1105.
11. Lim FT, Holm JP, Schuitemaker NW, Jansen FH, Hermans J. Stepwise compared
with rapid application of vacuum in ventouse extraction procedures. Br J Obstet
Gynaecol. Jan 1997;104(1):33-6.
12. Bofill JA, Rust OA, Schorr SJ. A randomized trial of two vacuum extraction
techniques. Obstet Gynecol. May 1997;89(5 Pt 1):758-62.
13. Widjanarko,

B,

Ektraksi

Vakum,

January

2010,

available

at:

http://reproduksiumj.blogspot.com/2010/01/ekstraksi-vakum.html

14. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics, 21st


ed. Prentice

Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2001. 653 -

694.
27

15. Lange. Hypertension in Pregnancy. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, 10th ed. The McGraw-Hill Companies. 2006. 1-14.
16. Reece, EA and Hobbins, JC. Hypertensive diseases in pregnancy.Clinical Obstetrics,
The Fetus & Mother, 3rd ed. Blackwell publishing. Victoria. 2007. 683 695.
17. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999. 281-308.
18. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan Hipertensi
dalam Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.
19. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi; Edisi 5;
1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 2 1 8 - 2 3 0 .
20. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Preeklampsi
berat dan Eklampsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
21. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity; Second
edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.
22. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and
Gynaecology ;Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ; 75 - 79.
23. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal;
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.
24. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and Gynecologyic.Diagnosis and
Treatment, 8th ed, Appleton ang Lange, Norwalk 1994 : 380-8
25. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High Pregnancy
and Delivery, 2nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210.

STATUS PASIEN
Anamnesis
Ny. S, 30 tahun, G1P0A0, Jawa, Islam, S-1, IRT, i/d Tn. N, 38 tahun, Bugis, Islam, S-1,
wiraswasta, datang ke IGD RSUD Pirngadi pada tgl 08-11-2012 jam 20.20 wib, dengan :
28

Keluhan utama

: Ingin mengedan

Telaah

: Hal ini dialami Os pada tanggal 08-11-2012 pukul 20.00 wib.


Riwayat mules-mules mau melahirkan (+) sejak tanggal 07-11-2012
pukul 08.00 WIB dan disertai keluar lendir dan darah. Riwayat
keluar air dari kemaluan (+) sejak tanggal 08-11-2012 pukul 17.00
WIB. Os juga mengalami tekanan darah tinggi yang diketahui Os
sejak tanggal 20-10-2012 pada saat memeriksakan kehamilannya di
bidan. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat sakit
kepala (-). Riwayat mual muntah (-). Riwayat nyeri ulu hati (-).
Riwayat pandangan kabur (-).

RPT

: DM (-), Hipertensi (-), Asma (-)

RPO

:-

HPHT

: 09 - 02 - 2012

TTP

: 16 - 11 - 2012

ANC

: Bidan 3x

Riwayat persalinan

1. Hamil ini
STATUS PRESENS
Sensorium

: Compos Mentis

Anemis

: (-)

Protein uria

: +2

TD

: 170/110 mmHg

Ikterus

: (-)

Volume urin

: 100 cc

Nadi

: 96 x/menit

Sianosis : (-)

RR

: 22 x/menit

Dispnoe

: (-)

Suhu

: 37C

Edema

: (+) pretibial

STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen

: Membesar asimetris

TFU

: 4 jari bpx (30 cm)


29

Reflex Patella : (+) N

Teregang

: Kanan

Terbawah

: Kepala (2/5)

Gerak Janin

: (+)

His

: 4 x 30/10

DJJ

: (+) 142 x/menit, reguler

EBW

: 3000 - 3200 gram

Setelah pemberian MgSO4 dilakukan pemeriksaan dalam


Kemajuan Persalinan: Cx pembukaan lengkap, selaput ketuban (-), SRM 5 jam, Kepala
H III, UUK arah jam 12
Adekuasi Panggul

: sulit dinilai

Sarung Tangan

: lendir darah (+), air ketuban (+) jernih

Hasil Laboratorium 01-05-2012 :


- Darah rutin

- Faal Hati

- Faal Ginjal

: - Hb

: 11,6 gr/dl

- Ht

: 37,0 %

- Leukosit

: 17.300 /mm3

- Trombosit

: 401.000 /mm3

: - SGOT

: 51 U/L

- SGPT

: 14 U/L

: - Ureum
- Creatinin

: 12 mg/dl
: 0,45 mg/dl

- KGD Ad random

: 102 mg/dl

- LDH

: 540 U/I

- Hemostasis

: - Prothrombine Time
- aPTT

: 14,9
: 24,7

30

- INR
- Urin rutin

: - Proteinuria

: 1,19
: +2

Dx

: PEB + PG + KDR (38-40 mgg) + PK + AH+ Kala II

Th/

- O2 2-4 liter/ menit


- Inj. MgSO4,20% 4 gr (20 cc) Loading dose
- IVFD RL + MgSO4 40% 12 gr (30 cc) 14 gtt/i (maintenance dose)
- Nifedipine 10 mg/30 menit jika TD 180/110 mmHg maks 120 mg/24 jam.
Maintenance 3 x 10 mg.

R/

: Partus pervaginam dengan persingkat kala II (ekstraksi vakum)

Lapor supervisor jaga dr. Riza H. Nst, SpOG ACC

Follow Up Tanggal 08-11-2012 pukul 20.40 WIB


KU : Ingin mengedan
Status Presens :
Sensorium

: Compos mentis

Anemia
31

: (-)

TD

: 160 / 100 mmHg

Ikterus

: (-)

HR

: 98 x/menit

Sianosis

: (-)

RR

: 22 x/menit

Dispnu

: (-)

Temperatur

: 37 0C

Edema

: (+) pretibial

Status Obstetri :

VT

Gerak

: (+)

His

: (+) 4 x 40/10

DJJ

: (+) 148 x/i

: Cx pembukaan lengkap, selaput ketuban (-), SRM 5 jam, Kepala H III+, UUK
arah jam 12

ST

: Lendir darah (+), air ketuban (+) jernih

Dx

: PEB + PG + KDR (38-40 mgg) + PK + AH+ Kala II

R/

: Pimpin persalinan dengan persingkat kala II (Ekstraksi Vakum)

Lapor supervisor jaga ACC

Pada tanggal 08-11-2012 pkl 20.40 wib dengan Ekstraksi Vakum a/i persingkat kala II lahir
bayi , BB 3100 gr, PB 48 cm, AS: 7/9, anus (+).

Laporan Ekstraksi Vakum a/i persingkat kala II


(Lahir bayi , BB 3100 gr, PB 48 cm, AS: 7/9, Anus (+))

Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi litotomi dan infus terpasang baik.
Dilakukan vulva hygiene dan pengosongan kandung kemih.
32

Pada his yang adekuat tampak kepala maju di introitus vagina, kemudian dilakukan

episiotomi mediolateralis.
Dilakukan pemasangan cup vakum sedekat mungkin dengan UUK.
Evaluasi cup vakum tidak ada bagian serviks atau vagina yang terjepit vakum.
Tekanan vakum diturunkan menjadi -0,2 kg/cm2, -0,4 kg/cm2, -0,6 kg/cm2 dengan

selang waktu 2 menit sambil dilakukan evaluasi untuk melihat jepitan pada jalan lahir.
Pada his yang adekuat berikutnya dilakukan traksi terkendali searah dengan jalan

lahir.
Berturut-turut lahir UUK, UUB, dahi dan muka, cup vakum dilepaskan.
Dilakukan pembersihan mulut dan hidung bayi dengan kasa steril.
Dengan pegangan biparietal dilakukan tarikan ke bawah untuk melahirkan bahu

depan dan keatas untuk melahirkan bahu belakang.


Dengan sanggah susur lahir seluruh badan bayi dengan jenis kelamin bayi , BB

3100 gr, PB 48 cm, AS: 7/9, Anus (+).


Tali pusat di klem didua tempat dan digunting di antaranya.
Dengan PTT plasenta dilahirkan, kesan: lengkap.
Evaluasi jalan lahir tampak luka bekas episiotomi kemudian dilakukan repair dengan

chromic cat gut 2.0


Evaluasi perdarahan kala III kesan 100 cc (tidak aktif), kontrakasi uterus baik.
KU ibu post partum baik.

33

Follow Up Tanggal 09-11-2012 pukul 08.00 WIB


KU : (-)
Status Presens :
Sensorium

: Compos mentis

Anemia

: (-)

TD

: 140 / 90 mmHg

Ikterus

: (-)

HR

: 86 x/menit

Sianosis

: (-)

RR

: 20 x/menit

Dispnu

: (-)

Temperatur

: 36,7 0C

Edema

: (+) pretibial

Status Lokalisata :
Abdomen

: Soepel, peristaltik (+) N

TFU

: 2 jari bawah pusat

Kontraksi

: (+) Baik

P/V

: (-), lokia rubra (+)

BAK

: (+) terpasang kateter, volume: 50 cc/ jam Protein uria : (+1)

BAB

: (-), flatus (+)

ASI

: (+)

Diagnosa : Post Ekstraksi Vakum a/i Persingkat Kala II (PEB) + NH1

Terapi :

Diet MB

IVFD RL + MgSO4 40% (30 cc) 14 gtt/i (sampai tgl 09-11-2012 pkl 21.00
wib)

IVFD RL + Oksitosin 10-10-5 IU 20 gtt/i


34

Cefadroxil 2 x 500 mg

Nifedipine 3 x 10 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg

B Comp 2 x 1 tab

Hasil Laboratorium 2 jam post ekstraksi vakum


Darah rutin

: - Hb

: 10,9 gr/dl

- Ht

: 33,4 %

- Leukosit

: 26.700 /mm3

- Trombosit

: 252.000 /mm3

Follow Up Tanggal 10-11-2012 pukul 08.00 WIB


KU : (-)
Status Presens :
Sensorium

: Compos mentis

Anemia

: (-)

TD

: 120 / 80 mmHg

Ikterus

: (-)

HR

: 80 x/menit

Sianosis

: (-)

RR

: 22 x/menit

Dispnu

: (-)

Temperatur

: 36,9 0C

Edema

: (-)

Status Lokalisata :
Abdomen

: Soepel, peristaltik (+) N

TFU

: 2 jari bawah pusat

Kontraksi

: (+) Baik

P/V

: (-), lokia rubra (+)


35

BAK

: (+) terpasang kateter,volume 50 cc/ jam Protein uria : (-)

BAB

: (-), flatus (+)

ASI

: (+)

Diagnosa : Post Ekstraksi Vakum a/i Persingkat Kala II + NH2


Terapi :

Diet MB

Cefadroxil 2 x 500 mg

Nifedipine 3 x 10 mg

Asam Mefenamat 3 x 500 mg

B Comp 2 x 1 tab

Rencana : Aff infus dan kateter

Follow Up Tanggal 11-11-2012 pukul 08.00 WIB


KU : (-)
Status Presens :
Sensorium

: Compos mentis

Anemia

: (-)

TD

: 120 / 80 mmHg

Ikterus

: (-)

HR

: 84 x/menit

Sianosis

: (-)

RR

: 20 x/menit

Dispnu

: (-)

Temperatur

: 36,8 0C

Edema

: (-)

Status Lokalisata :
Abdomen

: Soepel, peristaltik (+) N


36

TFU

: 2 jari bawah pusat

Kontraksi

: (+) Baik

P/V

: (-), lokia rubra (+)

BAK

: (+) Proteinuria (-)

BAB

: (+)

ASI

: (+)

Diagnosa : Post Ekstraksi Vakum a/i Persingkat Kala II + NH2


Terapi :

Diet MB

Cefadroxil 2 x 500 mg

Nifedipine 3 x 10 mg

Asam Mefenamat 3 x 500 mg

B Comp 2 x 1 tab

Rencana : PBJ

Lapor Supervisor Ruangan ACC

37

ANALISA KASUS

Os datang dengan ingin mengedan, yang dialami os sejak tanggal 08-11-2012 pukul
20.00 wib. Mules-mules mau melahirkan (+) dialami os sejak tanggal 07-11-2012
pukul 08.00 wib disertai keluar lendir darah. Riwayat keluar air dari kemaluan (+)
sejak tanggal 08-11-2012 pukul 17.00 WIB. Os juga mengalami tekanan darah tinggi
yang diketahui OS sejak tanggal 20-10-2012. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum
hamil (-). Riwayat sakit kepala (-). Riwayat mual muntah (-). Riwayat nyeri ulu hati
(-). Riwayat pandangan kabur (-).

Tekanan darah masuk 170/110 mmHg, Proteinuria (+3). Pada pemeriksaan dalam
ditemukan pembukaan lengkap, selaput ketuban sudah pecah secara spontan 5 jam
yang lalu, kepala berada di H III. Pasien didiagnosa dengan PEB + PG + KDR ( 3840 minggu ) + PK + AH + Kala II.

Pada tanggal 08-11-2012 pukul 20.40 wib ibu dipimpin bersalin, dengan Ekstraksi
Vakum a/i persingkat kala II lahir bayi , BB 3100 gr, PB 48 cm, AS: 7/9, anus (+).
Kemudian Os dirawat selama 2 hari lalu Os diperbolehkan pulang dan berobat jalan
ke poli-8 RS Pirngadi Medan.

PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa dan penanganan pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah sudah tepat dilakukan persalinan pervaginam dengan persingkat kala II pada
pasien ini?

38

Anda mungkin juga menyukai