Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik),
yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu
zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum
distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam
kedua cairan dan temperatur adalah konstan :
Dimana KD adalah sebuah tetapan, yang dikenal sebagai koefisien distribusi (atau
koefisien partisi) (Basset, 1994).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur
yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang
konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada
spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan
sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla, 1990).
Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang
didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa tersebut.
Pada penerapan praktis ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan fraksi zat
terlarut total dalam fasa yang satu atau yang lainnya, tidak peduli bagaimanapun caracara disosiasi, asosiasi atau interaksinya dengan spesi-spesi lain yang terlarut. Untuk
memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding distribusi D (atau koefisien ekstraksi
E).
Disini aA1 menyatakan aktivitas zat terlarut A dalam fasa 1. tetapan sejati K D disebut
A
Dimana :
Wn = W gram zat terlarut yang tersisa setelah n kali ekstraksi
W = W gram zat terlarut mula-mula
V = V ml larutan fasa 1
D = angka banding distribusi
S = S ml pelarut lain fasa 2 yang tidak saling bercampur dengan fasa 1
n = n kali ekstraksi
Ini memperlihatkan bahwa ekstraksi sempurna jika S kecil dan n besar. Jadi hasil yang
baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dan jumlah pelarut yang kecil
(Khopkar, 1990)
perhitungan diperoleh perbedaan nilai koefisien distribusi asam asetat pada pelarut organik
yang berbeda (kloroform, dan CCl4) yang tidak bercampur. Dimana koefisien distribusi pada
kloroform lebih besar daripada koefisien distribusi pada CCl4 yaitu berturut-turut sebesar
0,1075 dan 0,044. Perbedaan ini menunjukkan proses ekstraksi cair-cair dengan kloroform
memberikan tingkat distribusi asam asetat yang lebih besar daripada kemampuan pelarut lain
atau CCl4.
Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi
suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu,
temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada
tempertur konstan.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet
yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu
bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat
larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak
akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik.
Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan
salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.
Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada larutan yang sudah
diberi minyak, untuk membandingkan distribusi zat dalam satu pelarut dan distribusi zat yang
dipengaruhi pelarut lainnya.
Koefisien distribusi=1 artinya bahwa zat terdistribusi merata dalam pelarut air dan
minyak atau zat dapat larut dalam air dan minyak. Sedangkan koefisien distribusi<1 artinya
bahwa zat tidak terdistribusi merata dalam dua pelarut, dan zat tersebut lebih cenderung
untuk menuju ke salah satu pelarut yaitu air.
Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan
0,1362 g berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform, dan CCl4. Hal ini
menunjukkan, semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa terlarut pada
pelarut air yang besar.
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur didasarkan pada metode ekstraksi
cair-cair tidak kontinyu, dimana kelarutan spesi zat terlarut dalam sistem organik-air
tergantung pada kedua jenis pelarut.
2. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur digunakan untuk proses pemisahan
suatu cairan organik dari suatu campuran (pelarut organik dan air).
3. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam fasa pelarut organik
dengan konsentrasi terlarut dalam air.
4. Koefisien distribusi (Kd) pada kloroform (CHCl3) adalah sebesar 0,1075 dan koefisien
distribusi pada karbon tetraklorida (CCl4) adalah sebesar 0,044.
5. Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan 0,1362 g
berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform dan CCl4.
6. Semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa terlarut pada pelarut air yang
besar.
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid I Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Rivai, H. 1995. Azas Pemeriksaan Kimia.. Jakarta: UI-Press
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid II Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Cammarata, S. 1995. Farmasi Fisika. Jakarta: UI-Press