Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI PANGAN
Optimasi Penambahan Konsentrasi Urea dalam
Substrat terhadap Ketebalan Nata de Soya

Disusun oleh:

1. Ach. Zaimul Khaqqi P.

(13.250.0030)

2. Siti Kusnul Sholikah

(13.250.0031)

3. Winda Tri Setyoningsih

(13.250.0024

Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Tatang Sopandi, M.P

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA

Jl. Dukuh Menanggal XII Surabaya 60234


Tahun 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga laporan praktikum mikrobiologi pangan tentang optimasi penambahan
konsentrasi urea dalam substrat terhadap ketebalan nata de soya ini akhirnya
selesai. Laporan praktikum ini kami buat untuk memberikan wawasan
pengetahuan utamanya bagi para pemuda-pemudi atau para mahasiswa tentang
pengaruh penambahan konsentrasi urea pada nata de soya, sehingga bisa
mengenali fungsi urea pada nata de soya tersebut.
Penulisan laporan praktikum ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah mikrobiologi pangan. Dalam
penulisan laporan praktikum ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan praktikum ini,
khususnya kepada:
1.

Dr. Ir. Tatang Sopandi, M.P selaku dosen mata kuliah mikrobiologi
pangan yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
pelaksanaan bimbingan, pengarahan serta dorongan dalam rangka
penyelesaian penyusun laporan praktikum ini.

2.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dan semangat dalam penulisan laporan praktikum ini.
Laporan praktikum ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab

itu dengan penuh rendah hati, kami mohon agar para pembaca beserta dosen
pembimbing berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun guna
sempurnanya tugas ini. Dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, semoga
laporan praktikum ini dapat bermanfaat dan berguna terutama bagi para
mahasiswa, Amiin.

Surabaya, Januari 2015

penyusun
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | ii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

BAB 1

i
ii
iii
v
vi

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................... 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2

Limbah Industri Tahu .............................................................


Acetobacter xylinum ...............................................................
2.2.1 Klasifikasi Acetobacter xylinum. ...............................
2.2.2 Kebutuhan Nutrisi Acetobacter xylinum ..................
2.2.3 Kebutuhan Nitrogen Acetobacter xylinum ................
2.3. Kerangka Pikiran ......................................................................
2.4. Hipotesis ..................................................................................
BAB III

4
6
6
8
9
9
11

METODE PENELITIAN
3.1

Materi Penelitian ..................................................................... 12


3.1.1 Bahan dan alat penelitian............................................. 12

3.2

Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 12

3.3

Penentuan Sampel ................................................................... 12

3.4. Metode Penelitian ................................................................... 12


3.4.1. Rancangan penelitian ................................................... 12
3.4.2. Rancangan operasional................................................. 13
3.5. Metode Analisis Data...............................................................

14

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | iii

BAB IV

HASIL PENELITIAN
4.1

BAB V

PEMBAHASAN
5.1

BAB VI

Hasil Penelitian ....................................................................... 15

Pengaruh Urea terhadap Ketebalan Nata de Soya .................. 17

PENUTUP
6.1

Kesimpulan ............................................................................. 19

6.2

Saran ....................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20


LAMPIRAN
A.

................................................................................................ 22
Hasil Pengukuran Ketebalan Nata De Soya ........................... 22

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | iv

DAFTAR TABEL

Tabel
Tabel 1

Halaman
Karakteristik limbah cair tahu........................................................ 5

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | v

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

Gambar 1

Acetobacter xylinum ............................................................... 6

Gambar 2

Skema Proses Pembentukan Nanofiber. ................................... 8

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | vi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pabrik tahu terkenal sebagai sumber pencemaran sungai dan bau busuk.

Jumlah industri tahu di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 84.000 unit usaha.
Kapasitas produksi tahu lebih dari 2,56 juta ton per tahun. Industri tahu ini
memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter kubik per tahun. Sebagian besar
industri tahu yang ada di Indonesia merupakan industri berskala kecil dan
menengah yang belum mengelola limbahnya secara baik. Dari data tersebut dapat
dibayangkan betapa banyaknya limbah cair industri tahu yang dibuang ke
lingkungan dan berpotensi menimbulkan pencemaran.
Limbah industri tahu merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses
pembuatan tahu. Limbah dari proses pembuatan tahu dapat berupa air bekas
cucian kedelai, air rendaman kedelai, ampas tahu, dan cairan sisa penggumpalan
tahu (whey) (Hastuti dan Raharjo, 1983). Untuk setiap 1 kg bahan baku kedelai
dibutuhkan rata-rata 45 liter air dan akan dihasilkan limbah cair berupa whey tahu
rata-rata 43,5 liter (Nuraida, 1985). Limbah cair industri tahu mengandung BOD,
COD, TSS, Nitrogen dan Fosfor tinggi (Tay, 1990 dan Husin, 2003). Apabila
tidak ditangani limbah cair ini akan mencemari lingkungan dan menimbulkan bau
busuk. Bau busuk ini disebabkan karena penguraian protein terlarut oleh bakteri
proteolitik.
Whey belum banyak dimanfaatkan, hanya sebagian kecil digunakan
sebagai cairan induk untuk memadatkan susu kedelai, sisanya dibuang sebagai
limbah. Padahal jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata limbah cair tahu
(whey) ini mengandung bahan-bahan organik berupa protein, karbohidrat dan
lemak tinggi (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987). Salah satu cara terpadu yang
mungkin adalah pemanfaatan limbah yang masih mengandung bahan organik
melalui proses bioteknologi sederhana dengan bantuan mikrobia bakteri asam
cuka yakni Acetobacter xylinum untuk mendapatkan suatu produk baru, yaitu
nata, yang dapat dikonsumsi dengan aman dan tidak mengurangi rasa estetika.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 1

Nata merupakan padatan berwarna putih, tidak larut, bersifat

seperti

gelatin yang merupakan lapisan tipisa dari sel dan polisakarida yang dibentuk
oleh bakteri Acetobacter xylinum (Mendoza, 1961). Substansi nata itu sendiri
adalah selulosa (Dimaguila, 1976). Secara teknis, pemanfaatan whey hanya pada
sisa protein dan beberapa zat organik yang masih di kandungnya, sehingga unsurunsur tersebut diharapkan dapat mendukung perkembang biakan Acetobacter
xylinum. Dari segi ekonomis, untuk mendapatkan whey tahu masih cuma-cuma,
tidak seperti air kelapa (bahan baku nata de coco) yang sudah harus dibayar
dengan uang.
Menurut

Alaban

(1962),

faktor

utama

yang

berpengaruh

pada

pembentukan nata adalah sumber gula, suhu inkubasi, tingkat keasaman medium,
lama inkubasi dan aktifitas bakteri. Pada proses inkubasi media nata yang telah
diinokulasi dengan starter yang mengandung Acetobacter xylinum, setelah 3648
jam inkubasi akan terbentuk lapisan tembus cahaya pada permukaan medium.
Secara bertahap lapisan ini akan menebal dan membentuk lapisan yang kompak
dan kenyal. Sedangkan menurut Wahyudi (2003), keberhasilan dalam pembuatan
nata dipengaruhi oleh viabilitas (kemampuan hidup) bakteri, kandungan nutrisi
media pertumbuhan dan lingkungannya. Viabilitas bakteri yang baik akan
menghasilkan nata yang baik dan cepat.
Nitrogen yang diperlukan oleh Acetobacter xylinum berguna untuk
pembentukan protein yang penting pada pertumbuhan sel dan pembentukan
enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan sel kurang tumbuh dengan baik dan
menghambat pembentukan enzim yang diperlukan sehingga proses fermentasi
dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna. Urea merupakan sumber
nitrogen yang umum digunakan dalam produksi nata karena harganya yang relatif
murah, mudah didapat dan memiliki kandungan nitrogen tinggi yaitu 46%
(Austin, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsentrasi urea yang
optimum dari pembuatan nata terhadap ketebalan nata dari whey (air limbah
industri tahu).

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 2

1.2.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat disusun dari uraian latar belakang tersebut,

yakni sebagai berikut:


1. Apakah penambahan konsentrasi urea berpengaruh terhadap ketebalan
nata de soya?
2. Berapakah konsentrasi urea yang optimal dalam meningkatkan
ketebaan nata de soya?

1.3.

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun maka tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui

pengaruh

penambahan

konsentrasi

urea

terhadap

ketebalan nata de soya.


2. Mencari konsentrasi urea yang optimal dalam meningkatkan ketebalan
nata de soya.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Limbah Industri Tahu


Limbah industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan padat.

Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan
berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan
bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses
penggumpalan dan penyaringan yang disebut air didih atau whey. Sumber limbah
cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengusapan kulit,
pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah
cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan
air untuk pemrosesannya. Menurut Nuraida (1985) jumlah kebutuhan air proses
dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan
43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri
tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air didih) dimanfaatkan
kembali sebagai bahan penggumpal (Dhahiyat, 1990).
Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks
yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino (EMDI-Bapedal, 1994) dalam
bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut (BPPT,1997a). Adanya senyawasenyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung
BOD,COD dan TSS yang tinggi (Tay,1990; BPPT, 1997a; dan Husin, 2003).
Karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain sebagai berikut
dan ditunjukkan pada Tabel 1:
1.

Padatan tersuspensi, yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut


dalam air. Padatan tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat
kekeruhan air, semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut,
maka air akan semakin keruh (MetClaf & Eddy, 2003).

2.

Biochemical Oxygen Demand (BOD), merupakan parameter untuk


menilai jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah
oksigen yang diperlukan oleh aktivitas mikroba dalam menguraikan
zat organik secara biologis di dalam limbah cair (MetClaf & Eddy,
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 4

2003). Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik


terlarut yang tinggi.
3.

Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimiawi


merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator (misal
kalium dikhromat) untuk mengoksidasi seluruh material baik organik
maupun anorganik yang terdapat dalam air (MetClaf & Eddy, 2003).

4.

Nitrogen-Total (N-total) yaitu fraksi bahan-bahan organik campuran


senyawa kompleks antara lain asam-asam amino, gula amino dan
protein (polimer asam amino). Dalam analisis limbah cair, N-total
terdiri dari campuran N-organik, N-amonia, nitrat dan nitrit (Sawyer
et al, 1994). Nitrogen organik dan nitrogen amonia dapat ditentukan
secara analitik menggunakan metode Kjeldahl, sehingga lebih lanjut
konsentrasi total keduannya dapat dinyatakan sebagai Total Kjeldahl
Nitrogen (TKN). Senyawa-senyawa N-Total adalah senyawa-senyawa
yang mudah terkonversi menjadi amonium (NH4+) melalui aksi
mikroorganisme dalam lingkungan air atau tanah (MetClaf & Eddy,
2003). Menurut kuswardani (1985) limbah cair tahu mengandung NTotal sebesar 434,78 mg/L.

5.

Derajat keasaman (pH). Air limbah industri tahu sifatnya cenderung


asam (BPPT, 1997a), pada keadaan asam ini akan terlepas zat-zat
yang mudah menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri
tahu mengeluarkan bau busuk.

Tabel 1. Karakteristik limbah cair tahu


No.

Parameter

Satuan

Nilai

4-5

2. COD

mg/L

30.000 40.000

3. BOD

mg/L

10.000 15.000

4. N-NH3

mg/L

30 40

5. N Total

mg/L

300 350

0,30 0,40

mg/L

6.000 8.000

1. pH

6. Protein
7. Padatan tersuspensi
(Sumber : Wagiman et al., 2003)

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 5

Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4) atau asam asetat
sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion
logam. Kuswardani (1985) melaporkan bahwa limbah cair industri tahu
mengandung pb (0,24 mg/l); ca (34,03 mg/l); Fe (0,19 mg/l) ; Cu (0,12 mg/l) dan
Na (0,59 mg/l).

2.2.

Acetobacter xylinum

2.2.1. Klasifikasi Acetobacter xylinum


Menurut Moss (1995) klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum :
Kerajaan

: Bacteria

Filum

: Proteobacteria

Kelas

: Alpha Proteobacteria

Ordo

: Rhodospirilia

Famili

: Pseudomonadaceae

Genus

: Acetobacter

Spesies

: Acetobacter xylinum

Gambar 1. Acetobacter xylinum

Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek dan


tergolong ke dalam jenis bakteri Gram negatif, memiliki lebar 0-5-1 m dan
panjang 2-10 m. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa
menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat yang
paling menonjol

dari

bakteri

itu

adalah

memiliki

kemampuan untuk

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 6

mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut


membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Tomita dan Kondo, 2009).
Acetobacter xylinum mempunyai tiga enzim yang aktif, yaitu enzim
kinase, enzim ekstraseluler selulosa polimerase, dan enzim protein sintetase.
Enzim ekstraseluler selulosa polimerase aktif pada pH 4 yang berfungsi untuk
membentuk benang- benang selulosa (nata). Enzim protein sintetase aktif pada pH
3-6 yang berfungsi untuk mengubah makanan yang mengandung C, H, O, dan N
menjadi protein (Mandel, 2004).
Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu
lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap
dalam benangbenang yang dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh,
kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi
(inkubasi), komposisi medium dan pH medium.
Menurut Tomita dan Kondo (2009), bakteri Acetobacter xylinum
memiliki bagian perakitan atau penggabungan sintesis selulosa dan tempat untuk
mengkatalisis (subunit) yang tersusun secara linier pada sumbu utama sel.
Setiap tiga subunit akan membentuk terminal complex (TC). Setiap subunit
akan

menghasilkan

digabung

secara

sub-elemen fibril,
spontan

oleh

dimana

masing-masing

rantai
tempat

molekul selulosa
katalisis

dan

membentuk formasi yang lebih stabil. Selanjutnya, TC dan subunit mengatur


penggabungan sub-elemen fibril menjadi mikrofibril. Kemudian mikrofibilmikrofibil bergabung dan membentuk nanofiber yang memiliki lebar 50 nm
dan tebal 10 nm. Pada tahap ini, masing-masing formasi proses sintesis
individu rantai molekul menjadi nanofiber diatur menjadi penggabungan
secara spontan. Penggabungan secara spontan ini dinamakan self-assembly
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 7

Gambar 2. Skema Proses Pembentukan Nanofiber

2.2.2. Kebutuhan Nutrisi Acetobacter xylinum


Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk
membentuk produk metabolisme selama proses kehidupannya adalah makanan
yang mengandung unsur C, H, O dan N yang berguna untuk menyusun
protoplasma. Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh
Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk
perbanyakan sel.
Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas
Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah
menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin
trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase,
kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada
permukaan medium. Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum
terjadi proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa
6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P
yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan oleh Acetobacter
xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan
metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 8

dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter


xylinum

sebagai

substrat

agar

tercipta

kondisi

yang

optimum

untuk

pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O. Menurut Mandel (2004)
bakteri Acetobacter xylinum bersifat overoxidizer yaitu dapat mengubah asam
asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O, apabila gula dalam
medium fermentasi telah habis dimetabolisir. Banyaknya mikroba yang tumbuh
pada suatu media sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di medium.
Acetobacter xylinum yang difermentasi di dalam medium dengan suasana
asam (pH 4) dan kadar gula yang tinggi akan membentuk nata. Menurut Mandel
(2004) bakteri Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada medium yang
mengandung gula akan menggunakan sebagian glukosa untuk aktivitas
metabolisme dan 19% gula menjadi selulosa.

2.2.3. Kebutuhan Nitrogen Acetobacter xylinum


Nitrogen yang diperlukan oleh Acetobacter xylinum berguna untuk
pembentukan protein yang penting pada pertumbuhan sel dan pembentukan
enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan sel kurang tumbuh dengan baik dan
menghambat pembentukan enzim yang diperlukan sehingga proses fermentasi
dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna.
Sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik.
Nitrogen anorganik yang sering digunakan berupa ammoonium sulfat dan
diammonium hidrogen fospat (Budhiono et al, 1999). Sedangkan nitrogen
organik yang banyak digunakan adalah asam amino, monosodium glutamat,
seperti yang digunakan oleh Son et al (2003). Pada penelitian Melliawatti
(2006) menggunakan pupuk ZA (Urea) sebagai sumber nitrogen. Ramana et
al (2000) menggunakan hidrolisat protein, ammonium sulfat, glisin, sari
kacang kedelai, pepton, dan sodium glutamat. Sedangkan Saibuatong (2010)
menggunakan ammonium sulfat.

2.3.

Kerangka Pikiran
Menu makanan di jaman modern banyak yang diawetkan dan tidak alami

sehingga kandungan seratnya kurang. Menurut penelitian Puslitbang Gizi Depkes


Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 9

RI, rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia hanya 10,5 gram serat per hari,
padahal kebutuhan serat orang dewasa sekitar 30 gram per hari. Kebutuhan serat
salah satunya dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nata dari berbagai limbah
industri.
Nata merupakan hasil fermentasi air kelapa atau sari bahan lainnya dengan
melibatkan bakteri Acetobacter xylinum yang mengandung serat tinggi dan rendah
kalori. Hasil fermentasi membentuk sekumpulan biomassa terdiri dari selulosa
dan memiliki penampilan seperti agar-agar putih.
Bakteri

Acetobacter

xylinum

akan

dapat

membentuk

nata

jika

ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen,
melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan
menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan
rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut,
akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak
padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Prinsip utama suatu bahan pangan dapat diolah menjadi nata adalah
adanya kandungan karbohidrat yang cukup memadai dalam bahan tersebut.
Mengingat kemungkinan limbah industri tahu yang digunakan dalam penelitian
ini diperkirakan masih mengandung relatif banyak karbohidrat (glukosa), maka
diharapkan penelitian ini dapat membuat nata dari limbah industri tahu yang
dimaksud. Disamping itu, terbentuknya nata merupakan hasil kerja bakteri
Acetobacter xylinum yang untuk dapat bekerja secara optimal tentunya
memerlukan makanan, salah satunya adalah memerlukan sumber karbon.
Pemanfaatan limbah industri tahu sangat membantu perekonomian
masyarakat. Kandungan karbohidrat yang tinggi memungkinkan limbah industri
tahu ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan nata, yaitu nata de
soya. Dalam penelitian ini ditambahkan variasi massa urea (5, 6,5, 8, 9,5, 11 gr/l)
sebagai sumber nitrogen. Kadar pH air limbah industri tahu adalah 4 sehingga
tanpa menggunakan asam cuka. Produk nata yang dihasilkan akan diteliti
mengenai ketebalan sehingga menjadi produk nata de soya yang siap dipasarkan.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 10

Rancangan pikiran dapat dituliskan pada bagan berikut :


Gula
Karbohidrat

Whey
(Limbah cair industri tahu)

NPK
Urea

Media / Substrat

Inokulasi
Acetobacter xylinum

Inkubasi 10 hari

Pertumbuhan Bakteri

Glukosa

Selulosa

Produksi nata

Analisa data

Simpulan

2.4.

Hipotesis
Hipotesis secara umum merupakan jawaban sementara yang berfungsi

sebagai pedoman dalam pemecahan masalah penelitian yang ada. Maka pada
permasalahan diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Penambahan urea dapat berpengaruh pada ketebalan nata de soya.
2. Peningkatan penambahan konsentrasi urea dapat meningkatkan
ketebalan nata de soya.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 11

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Materi Penelitian

3.1.1 Bahan dan alat penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca, kompor gas,
plastik, timbangan analitik, pisau, panci, aluminum foil, beaker glass, gelas ukur,
sendok, saringan, pipet dan pengaduk. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama, yaitu Whey (limbah cair industri
tahu), urea, NPK, gula, starter Acetobacter xylinum.

3.2.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada hari rabu, 10 Juni 2015 22 Juni 2015

yang bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Prodi Biologi kampus II UNIPA


Surabaya Jl. Dukuh Menanggal XII Surabaya.

3.3.

Penentuan Sampel
Sample adalah kegiatan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Jumlah

sample yang dipakai dalam penelitian ini diberi 5 perlakuan masing masing
dengan perbandingan konsentrasi urea (5, 6,5, 8, 9,5, 11 gr/l). Sample yang berupa
whey (limbah cair industri tahu) diambil dari industri tahu di daerah Jambangan,
Surabaya.

3.4.

Metode Penelitian

3.4.1. Rancangan penelitian


Penelitian ini di laksanakan dengan metode eksperimental di laboratorium,
dengan metode rancangan acak lengkap dengan menyiapkan whey dengan
pemberian sebanyak 5 perlakuan konsentrasi urea. Kemudian ditambahkan gula
10-20% dan NPK sebanyak 0,2 gr/l. Dalam pembuatan nata de soya, tanpa
menggunakan cuka karena whey memiliki pH sekitar 4. Setelah tercampur
ditambahkan starter pembentuk nata 10%

yang kemudian larutan akan

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 12

dipindahkan ke gelas kaca dan di tutup rapat-rapat dengan aluminium foil. Gelas
kaca yang telah berisi larutan disimpan pada ruang bersuhu kamar dengan lama
penyimpanan selama 10 hari atau sampai membentuk nata. Mengambil lembaran
nata dan membersihkan dari lendir sisa fermentasi dengan bantuan sendok makan.
Mencuci lembaran nata de soya dalam bak pencucian. Pengukuran ketebalan nata
de soya menggunakan jangka sorong.

A1

A2

A3

A4

A5

U1

A1U1

A2U1

A3U1

A4U1

A5U1

U2

A1A2

A2U2

A3U2

A4U2

A5U2

U3

A1A3

A2U3

A3U3

A4U3

A5U3

U4

A1U4

A2U4

A3U4

A4U4

A5U4

3.4.2. Rancangan operasional


Gula 100 gr/l
Karbohidrat

Whey
(Limbah cair industri tahu)

NPK 0,2 gr/l


Urea (5, 6.5, 8, 9.5, 11 gr/l)

Pemasakan suhu 100 OC

Penuangan pada gelas kaca

Inokulasi
Acetobacter xylinum

Fermentasi 10 hari

Pengukuran ketebalan

Analisa data

Simpulan

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 13

3.5.

Metode Analisis Data


Penelitian ini menggunakan metode analisa uji F (anova) dua arah atau dua

faktor dengan percobaan rancangan acak lengkap (RAL). Dimana F hitung < F
tabel jadi ada pengaruh yang nyata, maka H0 ditolak dan Hi diterima. Analisa data
menggunakan software SPSS 16.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 14

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1.

Hasil Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan dengan metode rancangan acak lengkap

dengan menyiapkan whey dengan pemberian sebanyak 5 perlakuan konsentrasi


urea. Kemudian ditambahkan gula 10-20% dan NPK sebanyak 0,2 gr/l. Setelah
tercampur ditambahkan starter pembentuk nata 10% yang kemudian larutan akan
dipindahkan ke gelas kaca dan di tutup rapat-rapat dengan aluminium foil. Gelas
kaca yang telah berisi larutan disimpan pada ruang bersuhu kamar dengan lama
penyimpanan selama 10 hari atau sampai membentuk nata. Pengukuran ketebalan
nata de soya menggunakan jangka sorong.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi urea yang
berbeda berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap ketebalan nata de soya.
Ketebalan nata de soya yang diberi perlakuan 1 (9,46 1,63 mm) berbeda
signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan ketebalan nata de soya yang diberi
perlakuan 2 (16,98 1,074 mm), perlakuan 3 (15,54 0,84 mm), perlakuan 4
(13,39 1,005 mm) dan perlakuan 5 (13,28 1,14 mm) seperti yang ditunjukkan
pada Grafik 1. Penambahan konsentrasi urea pada perlakuan 2 (16,98 0,84 mm)
signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 4 (13,39 1,005
mm) dan perlakuan 5 (13,28 1,14 mm). Akan tetapi, penambahan konsentrasi
urea pada perlakuan 2 (16,98 0,84 mm) tidak berbeda signifikan (P>0,05)
dibandingkan perlakuan 3 (15,54 0,84 mm). Penambahan konsentrasi urea pada
perlakuan 3 berbeda signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan 4 (13,39
1,005 mm) dan perlakuan 5 (13,28 1,14 mm). Namun demikian, pada
Perlakuan 4 (13,39 1,14 mm) tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan
perlakuan 5 (13,28 1,074 mm).

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 15

Ketebalan Nata de Soya


20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

16,98 b

15,54 b
13,39 c

13,28 c

9,46 a

ketebalan

Grafik 1. Ketebalan nata de soya, angka rata-rata yang diberi notasi huruf (a, b
dan c) tidak sama menunjukkan berbeda signifikan (P<0,05).

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 16

BAB V
PEMBAHASAN
5.1.

Pengaruh Urea terhadap Ketebalan Nata de Soya


Nata de soya merupakan bahan pangan hasil fermentasi dari pengolahan

whey (limbah cair industri tahu) dengan bantuan Acetobacter xylinum. Bakteri ini
bisa hidup pada media whey yang mengandung gula, gula akan digunakan sebagai
sumber penyedia kebutuhan energi oleh bakteri tersebut. Media whey yang
mengandung gula digunakan untuk pembentukan felikel nata, dimana dengan
adanya kandungan sukrosa didalam gula berfungsi sebagai sumber karbon yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri (Suratiningsih, 1994 dikutip Nurhayati,
2006). Akan tetapi, Acetobacter xylinum juga membutuhkan suplai nitrogen
anorganik dalam pertumbuhannya.
Nitrogen yang diperlukan oleh Acetobacter xylinum berguna untuk
pembentukan protein yang penting pada pertumbuhan sel dan pembentukan
enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan sel kurang tumbuh dengan baik dan
menghambat pembentukan enzim yang diperlukan sehingga proses fermentasi
dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna. Urea merupakan sumber
nitrogen yang diperlukan untuk sintesis komponen sel dan pertumbuhan bakteri
(Bhakti, 1974).
Menurut Sutarminingsih (2004), penggunaan ammonium sulfat sebesar
0,5% menghasilkan rendemen nata de coco sebesar 70,64% dengan warna putih,
penggunaan ekstrak khamir menghasilkan rendemen 64,54% dengan warna
kuning, dan penggunaan urea sebesar 0,3% akan memberikan rendemen yang
tinggi yaitu 93,3%. Penambahan konsentrasi urea dapat meningkatkan jumlah
polisakarida yang terbentuk, namun penambahan yang terlalu tinggi (lebih dari
1%) dapat menyebabkan penurunan rendemen dan penurunan derajat putih pada
nata yang dihasilkan. Hal tersebut diduga karena konsentrasi yang terlalu tinggi
akan menurunkan pH optimum yang dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan bakteri dan dapat mempengaruhi selulosa bakteri yang terbentuk.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ketebalan nata de soya pada
penambahan urea 5 11 gr/l berkisar antara 16,981,074 mm dan konsentrasi
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 17

urea yang optimum pada ketebalan nata de soya diperoleh pada konsentrasi 6,5
gr/l.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ketebalan nata de soya pada
penambahan urea 5 11 gr/l berkisar antara 16,981,074 mm dan konsentrasi
urea yang optimum untuk kekenyalan nata diperoleh pada konsentrasi 6,5 gr/l.
Penggunaan air whey (limbah cair industri tahu) memilik keunggulan, diantaranya
tanpa penggunaan cuka karena air whey memiliki pH sekitar 4 dan air whey yang
masih baru dari pengolahan tahu memiliki suhu sekitar 90 OC sehingga dapat
meminimalkan biaya produksi nata de soya. Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh dan beberapa keunggulan air whey sebagai bahan nata tersebut maka
produksi nata de soya layak untuk dilakukan.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 18

BAB VI
PENUTUP
6.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pemberian konsentrasi urea berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap


ketebalan nata de soya.

Pemberian konsentrasi urea yang berbeda memberikan pengaruh


ketebalann nata yang berbeda. Konsentrasi urea yang paling optimal
ditambahkan adalah 6,5 gr/l dengan ketebalan sekitar16,98 1,074
mm.

6.2.

Saran
Saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai berat, kekenyalan


dan uji organoleptik pada nata de soya dan juga perlu dilakukan
analisa kadar nitrogen dan kadar karbon yang tersisa pada nata de
soya.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 19

DAFTAR PUSTAKA
Basrah Enie, A., (1994) , Nata de So ya Hasil Konversi Air tahu Menjadi
bahan Industri Proses Bioteknologi, BBIHP, Bogor.
Basrah Enie, A ., (1993), P embuatan Nata de Soya, BBI HP, Bogor.
Committee for the Recommended Daily Intake of Nutrients for Thai Citizens.
1989. Guidelines for daily nutrient intake and consumption methods for
Thai citizens. Department of Health, Ministry of Public Health. (In Thai).
Darmajana, D. dan Cucu Hindasah, (1994), Pemanfaatan Limbah Cair Tahu
Untuk

Nata de Soya, Balai Pengembangan teknologi Tepat Guna,

Puslitbang Fisika Terapan LIPI. Subang .


Dimaguila, L.S.,(1967), The Nata de Coco 1. Carateri zation and Identity of
The Causal Organism. Philippine Journ al of Agriculturist Vol. 51 (6):
475-484.
Fardiaz. S. 1992. Mikrobiologi pengolahan pangan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Garrity, M. G. 2004. Taxonomic Outline of the Prolcargotes Bergeys Marvel of
Systemic Bacteriology. Second Edition. New York.
Hastuti, P. dan Rahardjo, A.P., 1983. Pengolahan Hasil Tanaman Serealia
dan Palawija. Direktorat Menengah Kejuruan. Depdikbud, Jakarta.
Jawetz. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.
Mesomya, W., V. Pakpeankitvatana, S. Komindr, P. Leelahakul, Y. Cuptapun, D.
Hengsawadi, P. Tammarate and P. Tangkanakul. 2006. Effects of health
food from cereal and nata de coco on serum lipids in human.
Nutraceutical and Functional Food . Vol.28 (Suppl.1).
Munawar. 2009. Bakteri Nata de Coco. PT. Gramedia pustaka utama:Jakarta.
Pelczar. 2007, Dasar Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia: Jakarta.
Ramona, Yan,

(1989 ), Pengaruh penambahan Gula dan Nitrogen Organik

Terhadap Aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam Pembuatan Nata


de Coco, Tesis. Jurusan Biologi ITB. Bandung.
Schlegel. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 20

Stanier, RE Alderberg dan Ingraham. 1982. Dunia Mikroba 1. Bharata Karya


Aksara. Jakarta.
Suryadientina. 2009. Denitrifikasi. Diakses dari http://biogen.litbang.deptan.go.id.
Pada tanggal 26 April 2011.
Sutarminingsih L. 2004.

Peluang Usaha Nata de Coco.

Agromedia

Pustaka,Tangerang
Warisno S dan Kres Dahana. 2009. Inspirasi Usaha Membuat Aneka Nata.
Jakarta. PT Agro Media Pustaka.

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 21

LAMPIRAN
A.

Hasil Pengukuran Ketebalan Nata De Soya

A1

A2

A3

A4

A5

U1

9,9

17,25

14,475

14,75

14,4

U2

10,05

17,45

15,9

12,85

11,7

U3

7,075

15,4

15,9

12,45

13,35

U4

10,8

17,8

16,45

13,475

13,7

Descriptives
Ketebalan
95% Confidence Interval for
Mean
N

Mean

Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

9.4562

1.63559

.81780

6.8537

12.0588

7.08

10.80

16.9750

1.07432

.53716

15.2655

18.6845

15.40

17.80

15.5438

.84221

.42111

14.2036

16.8839

14.48

16.45

13.3812

1.00527

.50264

11.7816

14.9809

12.45

14.75

13.2875

1.14483

.57241

11.4658

15.1092

11.70

14.40

20

13.7288

2.81152

.62867

12.4129

15.0446

7.08

17.80

Total

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 22

ANOVA
Ketebalan
Sum of
Squares

df

Mean Square

Sig.

Between
Groups

129.608

32.402

23.617

.000

Within Groups

20.580

15

1.372

Total

150.188

19

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable:Ketebalan
(I)
(J)
Perlaku Perlaku Mean Difference
an
an
(I-J)
Std. Error
LSD

95% Confidence Interval


Sig.

Lower Bound

Upper Bound

-7.51875*

.82824

.000

-9.2841

-5.7534

-6.08750*

.82824

.000

-7.8529

-4.3221

-3.92500*

.82824

.000

-5.6904

-2.1596

.82824

.000

-5.5966

-2.0659

7.51875*

.82824

.000

5.7534

9.2841

1.43125

.82824

.105

-.3341

3.1966

3.59375*

.82824

.001

1.8284

5.3591

3.68750

.82824

.000

1.9221

5.4529

6.08750*

.82824

.000

4.3221

7.8529

-1.43125

.82824

.105

-3.1966

.3341

2.16250*

.82824

.020

.3971

3.9279

2.25625

.82824

.016

.4909

4.0216

3.92500*

.82824

.000

2.1596

5.6904

-3.59375*

.82824

.001

-5.3591

-1.8284

-2.16250*

.82824

.020

-3.9279

-.3971

.09375

.82824

.911

-1.6716

1.8591

3.83125*

.82824

.000

2.0659

5.5966

-3.83125

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 23

-3.68750*

.82824

.000

-5.4529

-1.9221

-2.25625*

.82824

.016

-4.0216

-.4909

-.09375

.82824

.911

-1.8591

1.6716

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Menyiapkan botol yang sudah


di autoklaf

Penimbangan bahan pembuatan


nata de soya

Bahan (urea dan NPK) yang


Sudah ditimbang

Pencampuran air soya dan gula

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 24

Penambahan urea dan NPK

Pemanasan media untuk melarutkan


urea,NPK dan gula

Pemasukan media pada nampan


dan botol

Pengukuran starter

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 25

Anda mungkin juga menyukai