Anda di halaman 1dari 20

2.

4
2.4.1
2.4.2
2.4.3

Parameter Penting Dalam Pencemaran Air


Sifat Fisik
Sifat Kimia
Sifat Biologi

3.1.4 3.1.6
3.1.4

Topografi dan Geologi

3.1.4.1 Geologi dan Geomorfologi/Topografi Kabupaten Sleman


a) Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta tahun 1977, secara
umum wilayah perencanaan termasuk dalam formasi Yogyakarta yang
merupakan formasi endapan vukanik Merapi Muda, yang terbentuk pada
jaman kuarter. Material penyusun yang dominan adalah pasir dan debu
vulkanik, di samping itu terdapat pula sisipan tuff, abu, breksi, aglomerat dan
lelehan lava yang tidak terpisahkan. Secara keseluruhan kondisi airtanah di
kawasan perencanaan cukup baik, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Kondisi geologi pada formasi Yogyakarta mempunyai sifat yang stabil,
apalagi didukung dengan topografi yang landai. Sehingga, kawasan perkotaan
Sleman secara geologis merupakan kawasan yang stabil, bahkan mempunyai
tingkat absorbsi tinggi terhadap guncangan gempa.
Peta Geologi Kawasan Kabupaten Sleman

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman, 2010


Jenis tanah merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap
terjadinya peresapan air ke bawah (infiltrasi), di samping beberapa faktor lain
yang berpengaruh seperti lereng, vegetasi penutup, kejenuhan dan lainnya.
Menurut Dames (1955), secara keseluruhan daerah perencanaan yang berada
di Kabupaten Sleman termasuk jenis tanah abu vulkanis muda hasil pelapukan
erupsi Gunung Api Merapi; yang merupakan hasil pelapukan lava, pasir, debu
dan puing-puing hasil erupsi Merapi yang masih sangat sedikit mengalami

perkembangan tanah.
Jenis tanah wilayah perencanaan di perkotaan Kabupaten Sleman
berupa Regosol dan Kambisol yang berstruktur lepas-lepas (porus) dan
berkesuburan sedangbaik. Jenis tanah ini juga dikenal mempunyai tingkat
meloloskan (porositas) air yang besar. Sehingga, di sisi lain mempunyai
dampak yang patut diwaspadai untuk kawasan bawahannya, dimana setiap
pembuangan limbah cair pada kawasan atas (utara) akan diresapkan dengan
cepat ke bagian bawahnya (selatan), yakni wilayah Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Bantul.
Peta Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Kabupaten Sleman

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman, 2010


b) Geomorfologi dan Topografi
Kondisi geomorfologi wilayah terdiri atas relief/topografi, proses dan
struktur. Geomorfologi wilayah perencanaan secara umum dipengaruhi oleh
aktivitas vulkan Merapi. Bentuk lahan Dataran Kaki Gunungapi (VDk),
mempunyai topografi datar hingga hampir datar, dengan kemiringan lereng
rata-rata 2% ke arah selatan atau 0-3%. Proses erosi lembar yang disebabkan
oleh aliran permukaan merupakan proses yang dominan. Selain itu, proses
deposisional pada daerah-daerah yang lebih rendah sudah terjadi. Material
penyusun berupa pasir sedang hingga halus pada bagian atas, sedangkan
material vulkanik yang agak kasar terdapat di lapisan bawahnya.
Kondisi geomorfologi yang agak beda adalah pada kawasan-kawasan
lembah sungai, dimana pada lembah sungai banyak dipengaruhi proses
alluvial, bahkan pada kawasan perkotaan Sleman yang agak utara (Ngaglik,
Ngemplak) proses erosi dari material Gunung Merapi masih aktif berlangsung.
Hal ini mengingat aktivitas gunungapi dari Gunung Merapi yang terbilang
aktif. Secara geomorfologis, kawasan perkotaan Kabupaten Sleman
merupakan kawasan yang stabil dengan topografi ideal untuk pengembangan
budidaya pertanian pangan dan hortikultura, juga untuk pengembangan
kawasan permukiman.

Peta Geomorfologi Kawasan Kabupaten Sleman

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman, 2010


3.1.4.2 Geologi dan Topografi Kota Yogyakarta
a) Geologi dan Jenis Tanah
Struktur geologi Yogyakarta dan sekitarnya menunjukkan adanya
gejala pengaruh yang nyata dari tumbukan antar dua lempeng utama dunia
yaitu Eurasia dengan Indoaustralia di sebelah selatan Pulau Jawa. Lempeng
Eurasia yang mengalasi Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga
subzona, yaitu Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung
Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001).
Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun
membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, 507 m, antara ImogiriPatuk), utara (G. Baturagung, 828 m), hingga ke sebelah timur (G.
Gajahmungkur, 737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung
membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung ( 706 m) dan G.
Gajahmungkur ( 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling
kasar dengan sudut lereng antara 100 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta
hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi ( 190 m) yang terletak
di bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan
sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan
utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona
Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir
ke barat dan menyatu dengan K. Opak. Sebagai endapan permukaan di daerah
ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan
dasarnya adalah batugamping.
Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang
alamkarts, yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk
banyak kerucut dengan ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit

ini dijumpai telaga, luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua
batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini
membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah
timur.
Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang
disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400
km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun
oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas
vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van
Bemmelen,1949).
Peta Geologi Yogyakarta

Sumber: rovicky.files.wordpress.com
b) Topografi dan Geomorfologi
Kota Yogyakarta yang merupakan bagian dataran lereng Gunung
Merapi secara umum memiliki topografi datar. Sebesar 88,94% lahan berada
pada kemiringan 0-2%, 9,64% berada pada kemiringan 2-15%, dan 1,09%
berada pada kemiringan 15-40%, serta sisanya 0,34% berada pada kemiringan
diatas 40%. Kecamatan Kraton dan Pakualaman yang merupakan pusat
pemerintahan pada zaman Keraton Yogyakarta merupakan dua kecamatan
yang semua wilayahnya terletak di lahan yang datar (flat). Kemiringan lereng
landai (2-15%) terluas berada di kecamatan Gondokusuman (67,76 ha) dan
Umbulharajo (45,04 ha). Lahan dengan kemiringan lereng curam yang terluas
berada di Kecamatan Tegalrejo (8,82 ha), Wirobrajan (6,06 ha) dan Danurejan
(5,94). Kemiringan lereng akan sangat berpengaruh terhadap perancangan
sistem drainase, karena sifat air yang mengalir menuju tempat yang rendah
mengikuti hukum grafitasi. Lahan dengan kemiringan datar akan membuat
perencanaan drainase dan pembuangan limbah menjadi lebih kompleks karena
air cenderung sulit mengalir di tempat datar.
Sebagian wilayah Kota Yogyakarta berada pada ketinggian kurang dari
100 meter dpa (1.657 Ha), sementara sisanya sebesar 1.593 Ha berada pada
ketinggian antara 100-700 meter dpa. Kecamatan yang semua wilayahnya
terletak pada ketinggian diatas 100 - 700 m merupakan kecamatan yang
terletak di bagian utara Kota Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan Kota
Yogyakarta merupakan dataran lereng gunung merapi yang terletak di bagian
utara. Wilayah yang memiliki ketinggian 100 m 700 m dari permukaan laut
tersebut berada di kecamatan Mergangsan, Gondokusuman, Danurejan,
Pakualaman, Gedongtengen, Jetis dan Tegalrejo. Sedangkan kecamatan yang
terletak semua wilayahnya berada pada di ketinggian 0-100 m dpa adalah
kecamatan Mantrijeron dan Kraton.
3.1.4.2 Geologi dan Topografi Kabupaten Bantul
a) Geologi dan Jenis Tanah
Formasi geologi adalah suatu susunan batuan yang mempunyai
keseragaman ciriciri geologis yang nyata, baik terdiri dari satu macam jenis
batuan, maupun perulangan dari dua jenis batuan atau lebih yang terletak di
permukaan bumi atau di bawah permukaan. Formasi Geologi menunjukkan
kelompok-kelompok batuan yang berguna sebagai indikator terdapatnya suatu
bahan tambang. Jenis batuan yang terdapat di Kabupaten Bantul secara umum
terdiri dari tiga jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan endapan.
Berdasarkan sifat-sifat batuannya dapat dirinci menjadi 5 (lima)
formasi yaitu Formasi Yogyakarta dengan jenis batuan vulkanik, Formasi
Sentolo dengan jenis batuan batu gamping, Formasi Semilir dengan jenis
batuan pasir dan tufaan, formasi Nglanggran mempunyai jenis batuan breksi
dan vulkanik, dan Formasi Wonosari jenis batuannya batu gamping.
Sebaran untuk masing-masing formasi geologi tersebut yakni formasi
Sentolo berada di wilayah bagian barat, khususnya di wilayah Kecamatan

Sedayu, wilayah Kecamatan Pajangan, wilayah Kecamatan Kasihan, dan


wilayah Kecamatan Pandak. Untuk formasi Yogyakarta merupakan formasi
yang paling dominan dengan sebaran terutama di wilayah bagian tengah dan
sebagian lagi di wilayah bagian barat Kabupaten Bantul.
Sebaran formasi Nglanggran berada di bagian timur wilayah
Kabupaten Bantul memanjang dari selatan ke utara pada kawasan perbukitan
di wilayah Kecamatan Pundong, wilayah Kecamatan Imogiri, wilayah
Kecamatan Dlingo, dan wilayah Kecamatan Pleret. Formasi Wonosari
terutama berada di bagian timur wilayah Kabupaten Bantul khususnya di
Kecamatan Dlingo, sedang formasi Semilir berada di lereng bagian barat
perbukitan di wilayah Kecamatan Imogiri, Kecamatan Pleret dan Kecamatan
Piyungan. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran formasi geologi yang
terdapat di wilayah Kabupaten Bantul dapat dilihat pada peta berikut ini.
Peta Geologi Kabupaten Bantul Tahun 2011

Sumber: dewiultralight08.wordpress.com
a) Topografi dan Geomorfologi
Dari peta topografi dan klasifikasi kelas lereng wilayah Kabupaten
Bantul, diketahui bahwa sebagian besar wilayahnya termasuk dalam kelas
lereng datar dengan kelerengan 0-2% yang mencapai luas 31.421 Ha
(61,99%). Selanjutnya luas wilayah dengan kelas lereng curam dan sangat
curam (25-40% dan > 40%) masing-masing sekitar 4.264 Ha (8,41%) dan
4.009 Ha (7,90%). Sebaran kelas lereng datar tersebut berada di bagian Tengah
Kabupaten Bantul memanjang dari pantai selatan ke Utara yang meliputi
wilayah Kecamatan Sanden, Kretek, Srandakan, Pundong, Pandak, Bantul,
sebagian Imogiri, Jetis, sebagian Pleret, Sewon, Kasihan, Banguntapan,
sebagian Piyungan dan sebagian di wilayah bagian Barat khususnya di
Kecamatan Sedayu. Selanjutnya sebaran kelas lereng curam dan sangat curam
berada di bagian Timur Kabupaten Bantul, khususnya di sebagian kecil

Kecamatan Kretek, Pundong, Pleret dan Piyungan, sebagian besar Kecamatan


Imogiri dan Dlingo. Berdasarkan klasifikasi kelas lereng tersebut, secara
umum fisiografi wilayah Kabupaten Bantul dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
Bagian Barat : merupakan daerah landai dan bergelombang,
kesuburan tanah cukup untuk kegiatan budidaya pertanian tanaman
pangan lahan basah;
Bagian Tengah : merupakan daerah datar dan landai yang
membentang dari selatan ke utara, kesuburan tanah tinggi dan cocok
untuk budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah;
Bagian Timur : merupakan daerah yang perbukitan yang memanjang
dari selatan ke utara, kesuburan tanah rendah sehingga hanya jenis
tanaman tahunan yang mampu bertahan hidup, sedang untuk
pertanian tanaman pangan terbatas untuk pertanian tadah hujan;
Bagian Selatan : merupakan daerah pesisir dan sebenarnya
merupakan bagian dari bagian tengah, keadaan alam wilayah ini
berpasir dan sedikit berlagun, terbentang di Pantai Selatan dari
Kecamatan Srandakan, Sanden sampai Kretek. Wilayah ini dapat
dibudidayakan pertanian palawija dengan pengairan intensif, dan
tanaman tahunan.
Peta Topografi Kabupaten Bantul Tahun 2011

Sumber: dewiultralight08.wordpress.com
3.1.5

Kependudukan

3.1.5.1 Kependudukan Kabupaten Sleman


Kawasan perkotaan Kabupaten Sleman berdasar ketentuan pada tahun
2008 memiliki jumlah penduduk sebanyak 387.159 jiwa dengan jumlah

keluarga sebanyak 114.849 KK. Selengkapnya data kependudukan kawasan


perkotaan Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut:
Tabel Kependudukan Kawasan Perkotaan Kabupaten Sleman

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman 2010


Secara umum jumlah penduduk di kawasan perkotaan Kabupaten
Sleman mencapai 37,2% dari total penduduk Kabupaten Sleman yang pada
tahun 2008 mencapai 1.040.220 jiwa. Namun demikian, jumlah penduduk ini
secara riil harus mempertimbangkan penduduk semi permanen dan temporal,
yakni para mahasiswa dan tamu hotel. Lebih dari 50 PTS dan PTN yang
berlokasi di kawasan perkotaan Sleman, diperkirakan ada 100.000 mahasiswa,
yang pada dasarnya berasal dari luar Kabupaten Sleman, dan sebagian besar
indekost di sekitar kampus. Demikian juga dengan tamu hotel, dimana pada
kawasan yang sama terdapat lebih dari sepuluh hotel berbintang dan non
bintang. Sehingga, penduduk riil yang bertempat tinggal di kawasan perkotaan
Kabupaten Sleman tak kurang dari 500.000 ribu jiwa. Jumlah penduduk yang
sama dengan penduduk Kota Yogyakarta.
Berdasarkan kepadatan netto, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik
yang sejak 30 tahun yang lalu dikembangkan menjadi salah satu kawasan
perumahan kelas menengah ke bawah merupakan desa yang paling padat,
yakni 142 jiwa/ha. Kepadatan penduduk netto terendah terdapat di Desa
Tirtoadi dan Sumberadi. Kecamatan Mlati, serta Desa Wedomartani
Kecamatan Ngemplak dengan kepadatan 44 jiwa/ha.

Grafik Komposisi Penduduk Kabupaten Sleman Menurut Kelompok


Umur Tahun 2009

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman 2010


Peta Kepadatan Penduduk Netto Kawasan Perkotaan Kabupaten Sleman

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman 2010


3.1.5.2 Kependudukan Kota Yogyakarta
Jumlah penduduk Kota Yogyakarta berdasarkan perhitungan tahun
2010 adalah sebesar 388.627 jiwa, yang terdiri dari 189.137 jiwa berjenis
kelamin laki-laki dan 199.490 perempuan. Dengan luas wilayah sebesar 32,50
km2, kepadatan penduduk rata-rata kota Yogya adalah sebesar 11.958 jiwa per
kilometer persegi. Lebih lengkapnya data jumlah dan kepadatan penduduk

Kota yogyakarta tahun 2011, dapat dilihat dalam Tabel 2. 3. berikut :


Tabel Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Yogyakarta
Tahun 2011

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Yogyakarta 2012


Kepadatan penduduk Kota Yogyakarta tahun 2011 adalah 11.958
jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Ngampilan
yaitu sebesar 19.902 jiwa/km2. Kecamatan lain dengan kepadatan penduduk
tinggi adalah kecamatan Gedongtengen (17.901 jiwa) dan Danurejan (16.675
jiwa). Keberadaan pusat perdagangan dan wisata Kota Yogyakarta yaitu
kawasan Malioboro, Pasar Beringharjo dan Kraton yang dekat dengan tiga
kecamatan tersebut, membuat penduduk memilih ketiga kecamatan tersebut
menjadi tempat bermukim. Sedangkan kecamatan yang memiliki kepadatan
penduduk rendah adalah kecamatan Umbulharjo dengan kepadatan 9.451
jiwa/km2, dan kecamatan Kotagede dengan 10.147 jiwa/km2.

Gambar Peta Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta tahun 2011

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Yogyakarta 2012


Laju pertumbuhan penduduk kota yogyakarta tahun 2010 adalah minus
2,24%. Menurunnya pertumbuhan penduduk Kota Yogyakarta dapat
disebabkan karena beberapa hal. Migrasi penduduk yang tinggi ke Kabupaten
lain di sekitar Kota Yogya dapat menjadi penyebab utama. Kepadatan
penduduk yang tinggi, dan mahalnya harga lahan di Kota Yogyakarta, dan
mudahnya akses menuju dan keluar Kota Yogya membuat keluarga baru
memilih untuk bertempat tinggal di luar Kota Yogyakarta, seperti kabupaten
Sleman, dan Bantul. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah
perumahan baru di Kabupaten Sleman dan Bantul dalam 2 dasawarsa terakhir.
Keberhasilan pemerintah kota yogyakarta menekan laju pertumbuhan
penduduk juga disebabkan suksesnya implementasi programa keluarga
berencana.

Gambar Peta Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Yogyakarta tahun 2011

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Yogyakarta 2012


3.1.5.3 Kependudukan Kabupaten Bantul
Perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Bantul dipengaruhi
oleh pertumbuhan alami (lahir dan mati), penduduk datang dan peduduk
keluar (migrasi). Berdasarkan data penduduk dari tahun 2002 sampai tahun
2009 dapat diketahui bahwa rata-rata pertambahan jumlah penduduk di
Kabupaten Bantul sebesar 2.53% pertahun, untuk kurun waktu yang sama,
kecamatan yang mempunyai rata-rata tingkat pertambahan penduduk tertinggi
adalah Kecamatan Banguntapan yaitu 2,40% per tahun. Kabupaten Bantul
yang meliputi luas 50.685 Ha, sampai dengan tahun 2008, memiliki kepadatan
penduduk rata-rata sebesar 18 jiwa/ha yang artinya setiap hektar rata-rata
dihuni 18 jiwa. Kepadatan tertinggi dimiliki Kecamatan Banguntapan yaitu
sebesar 34 jiwa/ha, sedangkan kepadatan terendah dimiliki Kecamatan Kretek,
Pundong sebesar 1 jiwa/ha. Dengan demikian, secara keseluruhan kepadatan
penduduk di wilayah ini dapat dikatakan masih cukup tinggi.

Tabel Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantul 2009

Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bantul 2010


Kepadatan penduduk dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang, antara lain kepadatan penduduk geografis, kepadatan
penduduk agraris, kepadatan penduduk daerah terbangun,
kepadatan penduduk kelompok umur, dan sebagainya. Kepadatan
penduduk geografis menunjukkan jumlah penduduk pada suatu
daerah setiap kilometer persegi. Selain itu, kepadatan penduduk
geografis menunjukkan penyebaran penduduk dan tingkat
kepadatan penduduk di suatu daerah. Penyebaran penduduk Bantul
tidak merata. Wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk
geografis tinggi terletak di wilayah Kabupaten Bantul yang
berbatasan dengan kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan
Banguntapan (4.458 jiwa/km2), Sewon (3.978 jiwa/km2), dan
Kasihan (3.581 jiwa/km2), sedangkan kepadatan penduduk geografis
terendah terletak di Kecamatan Dlingo (643 jiwa/km 2).

Grafik Kepadatan Penduduk Geografis Per Kecamatan Tahun 2013

Sumber: LAKIP Kabupaten Bantul 2013


Pengertian dan pemahaman kawasan kumuh di Kabupaten Bantul
sangat berbeda dengan kawasan kumuh di kota metropolitan/kota besar seperti
Jakarta. Secara khusus di Kabupaten Bantul belum ada data tentang kawasan
kumuh, data yang kami sajikan hanya menggambarkan bahwa pada kawasan
yang kami sajikan terdapat lokasi kumuh dan dilihat dari sudut pandang
infrastruktur sanitasi. Untuk menyajikan data yang akurat tentang kawasan
kumuh di Kabupaten Bantul, diperlukan pendataan atau studi tentang kawasan
kumuh. Kawasan kumuh di Kabupaten Bantul terdapat di Kawasan Desa
Ngestiharjo, Kec. Kasihan Singosaren, Kec. Banguntapan, Panggungharjo,
Kec. Sewon, Bangunharjo Kecamatan Sewon ,Segoroyoso, Kec. Pleret,
Trimurti, Kec. Srandakan.

Gambar Peta Kawasan Kumuh Kabupaten Bantul

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bantul


3.1.6

Sarana dan Prasarana

3.1.6.1 Sarana dan Prasaran Kabupaten Sleman


a) Sarana Perhubungan
Wilayah Kabupaten sleman dilewati jalur jalan negara sebagai jalur
ekonomi utama di wilayah selatan Pulau Jawa, baik ke Jawa Timur, Jawa
Tengah maupun Jawa Barat. Bandar udara Internasional Adisucipto terletak di
Kecamatan Berbah, berdekatan dengan jalan raya Yogyakarta-Solo dan jalur
kertea api Jakarta-Surabaya. Sarana jalan kabupaten di Sleman sepanjang
1.085.13 Km dengan 455 buah jembatan dan 3.788 buah gorong-gorong. Jalan
desa sepanjang 2.764 Km, jalan negara 61,65 Km dan jalan propinsi 139,69
Km. banyaknya kendaraan angkutan penumpang 6.215 buah dan kendaraan
wisata 85 buah.
b) Sarana Irigasi
Untuk memenuhi kebutuhan irigasi, sampai dengan akhir tahun 2009 telah
dibangun 954 buah bending teknis, 205 buah bendung setengah teknis, dan
923 buah bending sederhana. Selain itu, terdapat pula 12 buah embung, 346,8

Km saluran irigasi primer, 421,4 Km saluran irigasi sekunder, 1.960,9 Km


saluran tersier, 6,38 Km saluran pembuangan/suplesi, dan 1.579 buah pintu air
c) Sarana Jaringan Listrik
Kebutuhan listrik masyarakat Kabupaten Sleman dipasok oleh PT.PLN
(Persero), dengan daya terpasang pada tahun 2009 362.802 KVA untuk
melayani 263.508 pelanggan (89,80% dari banyaknya KK yang ada).
Penerangan jalan umum (PJU) terpasang sebanyak 9.192 buah.
d) Sarana Telekomunikasi
Sarana telekomunikasi yang tersedia berupa jaringan telepon 39.598
SST, warung telekomunikasi 657 buah, sarana telepon umum 582 buah,
pelayanan instansi pemerintah 5.492 buah, pelayanan swasta perorangan
32.866 buah. Pada tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Sleman memiliki 573
buah sarana telekomunikasi, 1 unit website, 500 unit internet/LAN,
pengembangan SIM 16 buah, server 9 buah dan pengembangan infrastruktur
WAN 36 buah. Kunjungan ke website http://www.slemankab.go.id pada tahun
2005 mencapai 15.526 kali dan pada tahun 2008 meningkat tajam menjadi
257.391 kali
e) Sarana Perdagangan
Di Kabupaten Sleman terdapat 37 buah pasar kabupaten dengan luas
158.266 m2, ditempati oleh 13.031 pedagang dan dilengkapi 1.192 kios, 472
los dan 1.547 bango. Selqin pasar kabupaten, terdapat 1 buah mal, 3
hypermarket, 73 swalayan, 40 buah pasar desa, 5 pasar hewan dan 16 pasar
ikan. Terdapat pula 44 lokasi pergudangan yang mendukung kegiatan
perdagangan di Kabupaten Sleman.
f) Sarana Pendukung Parawisata
Saran pendukung pariwisata meliputi 14 buah hotel berbintang dengan
1.548 kamar, 113 buah hotel melati dengan 1.786 kamar dan 236 buah pondok
wisata dengan 1.081 kamar. Sarana penunjang pariwisata lainnya berupa 110
biro perjalanan wisata, 6 agen perjalanan wisata, 49 restoran dan 179 rumah
makan.
g) Sarana Air Bersih
Rumah tangga yang memperoleh sambungan air bersih dari PDAM
Sleman sebanyak 18.405 SRT. Untuk jenis pelanggan sosial sebanyak 158,
kran umum 112, instansi 160 dan niaga sebanyak 46. Bahan baku air bersih
PDAM Sleman sebagian besar berasal dari mataair pegunungan (Umbul
Wadon) yang didistribusikan dengan sistem gravitasi, sedangkan sebagian
lainnya berasal dari sumur bor. Ke depan, PDAM Sleman secara bertahap akan
terus membangun jaringan baru yang diharapkan dapat terus meningkatkan
pelayanan bagi 10.000 SRT baru.
f) Sarana Olahraga
Prasarana dan sarana untuk kegiatan berbagai cabang olah raga di
Kabupaten Sleman tersedia cukup, sampai ke tingkat desa bahkan
pendukuhan. Semua pihak, baik pemerintah daerah, perguruan tinggi, pihak
swaata, maupun masyarakat, terlibat dalam pembangunan dan pemeliharaan

sarana olah raga tersebut. Perguruan tinggi yang memberi andil besar dalam
hal ini adalah Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada.
Salah satu sarana olah raga yang menjadi kebanggaan masyarakat Sleman
adalah Stadion Maguwoharjo, sebuah lapangan sepakbola bertaraf
internasional dengan kapasitas 30.000 tempat duduk. Ke depan, lingkungan
stadion ini akan dilengkapi dengan berbagai venue seperti : sirkuit go-kart,
kolan renang, lapangan tenis indooor dll
Peta Rancana Struktur Ruang Kabupaten Sleman

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sleman 2010


3.1.6.1 Sarana dan Prasarana Kota Yogyakarta
a) Komponen Air Bersih
Prasarana air bersih cukup banyak mengalami masalah-masalah
kualitas air yang disebabkan oleh prasarana kota lainnya. Dalam hal ini
sumber-sumber air bersih baik sumur gali maupun perpipaan tercemar
kualitasnya akibat manusia, baik dari perkembangan industrinya maupun oleh
kotoran manusia (air buangan). Kualitas air non-perpipaan (sumur dangkal)
tidak memenuhi persyaratan sebagai air minum, karena kandungan bakteri coli
mencapai 240 MPN/ml, meskipun secara fisik dan kimia memenuhi
persyaratan. Jumlah keseluruhan pelanggan PDAM Tirta Marta sebanyak
40.000 SR Disamping melayani wilayah Kota Yogyakarta, melayani pula
wilayah Kabupaten Sleman dan Bantul . Cakupan wilayah pelayanan PDAM
Tirta Marta meliputi wilayah :

Tabel Cakupan Wilayah Pelayanan PDAM Tirtamarta di Kabupaten


Selman, Bantul, Yogyakarta

Sumber: DPU 2011

b) Komponen Persampahan
Pengelolaan persampahan Kota Yogyakarta secara umum telah mampu
melayani wilayah kota, dengan menggunakan mekanisme off-site
management, sehingga sampah yang dikumpulkan kemudian dibuang di TPA
yang terletak di Piyungan-Bantul. Tingkat pelayanan pengelolaan sampah
sistem terpusat sebanyak 83%. Jumlah sampah pada tahun 2000 kurang lebih
1.567 m/hari. Dengan sarana prasarana persampahan yang ada, maka jumlah
sampah yang dapat dibuang ke TPA kurang lebih 87,75% dari volume sampah
atau sebesar 1.375 m/hari. Dengan sempitnya wilayah Kota Yogyakarta,
Pemerintah Daerah tidak memiliki TPA dan harus dibuang ke daerah Bantul
(Piyungan), bekerjasama dengan ketiga daerah (Kota Yogyakarta, Kabupaten
Bantul, dan Kabupaten Sleman).
c) Komponen Sanitasi dan Limbah Cair
Penanganan limbah domestik di Kota Yogyakarta dengan sistem
terpusat, sistem komunal dan setempat. Sistem terpusat dialirkan melalui
jaringan riol menuju IPAL Sewon dan mencakup pelayanan kurang lebih 25%
penduduk kota, sedangkan lainnya menggunakan sistem setempat yaitu
menggunakan septic tank dan sumur resapan untuk pembuangan limbah dari
tiap persil rumah tangga dan sedikit sekali yang menggunakan sistem
komunal. Sistem penanganan limbah setempat mempunyai andil yang besar

dalam pencenaran air tanah. Saluran air kotor (riol) sebagian besar lama dan
sebagian besar baru.
d) Komponen Drainase
Jaringan drainase di Kota Yogyakarta merupakan satu kesatuan sistem
jaringan drainase perkotaan Yogyakarta, karena dinamika perubahan
penggunaan lahan yang terjadi maka dimensi dan sistem drainase yang ada
saat ini juga perlu penyesuaian lewat penyempurnaan sistem jaringan drainase
perkotaan Yogyakarta yang mencakup batas administrasi Kota Yogyakarta,
sebagian wilayah Sleman dan Bantul.
Sarana drainase atau pematusan pada tahun 2000 meliputi drainase
utama berupa Sungai Winongo, Code, dan Gajahwong. Saluran drainase
sekunder (pembawa) tertutup sepanjang 38 km dengan kondisi baik 58,19%,
sedang 41,63% dan rusak 5,32%. Kemudian, saluran tertier (pengumpul)
tertutup sepanjang 10,8 km, dengan kondisi baik 32,34% , sedang 52,24% dan
rusak 15,53%. Sedangkan saluran tertier (pengumpul) terbuka sepanjang
30,110 km, dengan kondisi baik 50,89%, sedang 42,06% dan rusak 7,05% .
(Sumber: Dinas Prasarana Kota)
e) Komponen Jalan dan Transportasi
Pembangunan jaringan riol tidak bisa terlepas dengan fasilitas jalan,
baik itu jalan kelas propinsi maupun jalan lokal karena pada dasamya
pembangunan jaringan roil ditempatkan pada fasilitas jalan untuk
mempermudah pemeliharaan dan perbaikanperbaikan apabila terjadi
kerusakan-kerusakan saluran riol. Kapasitas jalan atau kemampuan jalan
dalam menampung jumlah lalulintas di beberapa ruas jalan sudah melebihi
kapasitas, hal ini nampak terjadinya panjang antrian, kondisi ini masih
diperberat dengan adanya parkir pada badan jalan, serta sulitnya memperlebar
jalan karena keterbatasan lahan.
Tabel Jenis Perkerasan Jalan di Kota Yogyakarta

Sumber: DPU 2011


3.1.6.1 Sarana dan Prasaran Kabupaten Bantul
a) Komponen Air Bersih
Jaringan air minum di Kabupaten Bantul yang dibangun oleh Perusahaan Air
Minum Daerah (PDAM) telah berkembang cukup baik. Pembangunan jaringan
air minum telah diupayakan untuk memenuhi kebutuhan di daerah pemukiman
perkotaan, baik berupa kota kecamatan maupun kota kabupaten. Secara umum

kualitas air minum cukup baik namun masih perlu diupayakan peningkatannya
.
Tabel Presentase Penduduk Berakses Air Bersih Tahun 2012

Sumber: http://bantulkab.go.id/
b) Sarana Perumahan Rakyat
Jumlah rumah tidak layak huni dengan kriteria rumah berlantai tanah,
berdinding bambu dan beratap rumbia pada tahun 2012 berjumlah 17.961
rumah. Penurunan ini diantaranya dikarenakan Pemerintah Kabupaten Bantul
mendapatkan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sejak
tahun 2008 dari Kementrian Perumahan Rakyat, stimulan bantuan material
dan dana tukang dari APBD DIY, serta stimulan partisipasi masyarakat APBD
Kabupaten.
c) Sarana Transportasi
Sarana transportasi merupakan hal penting yang sangat menunjang di
berbagai sektor. Penyediaan sarana terminal (baik terminal penumpang
maupun terminal barang) sangat berkaitan erat dengan perkembangan
kemajuan suatu wilayah serta sejalan dengan kemajuan pembangunan di
bidang perekonomiannya. Pada saat sekarang kemajuan suatu wilayah dapat
terlihat melalui tinggi rendahnya mobilitas orang maupun barang. Mobilitas
yang tinggi akan menuntut tersedianya sarana terminal yang memadai.
Pendataan sarana terminal secara spasial diperlukan untuk merencanakan
pengadaan terminal dan melalui analisis yang tepat, dapat diharapkan
pembangunan serta pengembangan sarana terminal beserta kelengkapannya
akan tepat sasaran.
Tabel Jumlah Pelabuhan Laut / Udara / Terminal Bus Data Terminal
Kabupaten Bantul

Anda mungkin juga menyukai