Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Banjir menjadi permasalahan rutin yang sering dihadapi oleh warga
masyarakat yang tinggal pada wilayah aliran sungai. Meskipun masyarakat sadar
akan risiko bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir, namun
masyarakat tetap bersikeras untuk tinggal di wilayah rentan tersebut dan sulit
untuk direlokasi ke lokasi yang lebih aman dari bahaya banjir. Salah satu wilayah
di Indonesia yang menghadapi permasalahan banjir pada wilayah aliran sungai
adalah di Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Permasalahan banjir yang terjadi
di wilayah tersebut diakibatkan meluapnya Kali Lamong.
Kali Lamong dalam beberapa tahun terakhir kian menjadi sorotan. Sungai
sepanjang 131 kilometer itu setiap tahun membuat sengsara puluhan ribu warga di
sepanjang alirannya dari Lamongan, Mojokerto, Sidoarjo, Gresik, hingga
Surabaya. Kali Lamong berhulu di Gunung Kapur perbatasan Desa Gedog,
Kecamatan Kepohbaru, Kabupaten Bojonegoro, dan Sukorame, Kecamatan
Ngimbang, di Kabupaten Lamongan dan bermuara di Laut Jawa wilayah Gresik.
Dalam perjalanannya, Kali ini juga melintasi sejumlah kelurahan di Kota
Surabaya, seperti di Kecamatan Pakal dan Benowo.
Di Gresik bagian selatan, luapan Kali Lamong setiap tahun menggenangi
dan bahkan merendam wilayah Kecamatan Kecamatan Balongpanggang, Benjeng,
Cerme, Menganti, Wringinanom, dan Kedamean juga di kawasan perkotaan
Gresik, seperti Sukorejo, Kedanyang, dan Prambangan di Kecamatan Kebomas.
Banjir paling parah terjadi di wilayah Gresik karena dari 131 kilometer (km)
aliran Kali Lamong, sepanjang 54 km diantaranya adalah di wilayah Gresik.
Selain pendangkalan dan penyempitan badan sungai, bantara sepanjang 6 km dari
Sedapurklagen hingga Munggugianti, 1 km di Desa Gluranploso di Kecamatan
Benjeng, dan 1 km di Morowudi, Kecamatan Cerme bahkan tanpa tanggul.
Sejumlah tanggul juga kritis karena rusak dan berubah fungsi menjadi

permukiman atau tempat usaha. Apalagi waduk-waduk di sekitar Kali Lamong


yang semestinya berfungsi sebagai retensi atau tempat penampungan sementara
air kini sebagian disewakan untuk memelihara ikan atau ditanami.
Wilayah Kota Surabaya yang terkena dampak banjir Kali Lamong adalah
Kecamatan Benowo dan Kecamatan Pakal yang mencakup 3 kelurahan. Wilayah
terdampak

merupakan

kawasan peri-urban

yang

secara

umum

sedang

berkembang. Di awal 2011 tepatnya 30 Januari, Kali Lamong kembali meluap dan
genangan air di Desa Morowudi dan Iker-iker Geger, Kecamatan Cerme serta
Cermen Lerek di Kecamatan Kedamean berlangsung lima hari. Di seluruh Gresik,
banjir menerjang 51 desa di enam kecamatan dan menggenangi 715 rumah, 2.273
hektar sawah dan 620 hektar tambak. Air juga merendam 64,35 km jalan desa,
7,95 km jalan kabupaten, dan 8,35 km jalan poros desa. Dua orang meninggal dan
satu anak balita kritis akibat tercebur di genangan air.
Sedangkan di tahun 2014 menurut informasi Pemerintah Kabupaten
Gresik, banjir Kali Lamong yang terjadi sejak pertengahan Desember 2013
sampai awal Januari 2014 telah menenggelamkan sekitar 2.658,2 hektar areal
pertanian, dimana tanaman padi yang terkena banjir di areal seluas 1985 hektar
telah dinyatakan puso atau gagal panen. Produksi padi turun 30 persen, dari
normalnya 6 ton per hektar menjadi 4 ton per hektar. Banjir juga mengganggu
produksi dan distribusi industri camilan di Dusun Ngebret, Desa Morowudi.
Sementara itu menurut BNPB (2014) meluapnya Kali Lamong menyebabkan
sebagian Kabupaten Gresik terendam banjir yang dampaknya 7.957 rumah,
ratusan hektar sawah, dan tambak terendam banjir di 42 desa dari 5 kecamatan,
serta 2 orang meningggal dunia akibat hanyut banjir dan 350 jiwa mengungsi.
Sebelum tahun 1980-an, kondisi Kali Lamong masih normal. Fungsi Kali
Lamong berubah seiring perkembangan penduduk dan industri, dengan ditandai
banyaknya bangunan di tepi sungai. Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Gresik menyebutkan di Bantaran Kali Lamong yang melintasi Gresik
kini terdapat kurang lebih 1300 bangunan dan 1 unit industri. Pendangkalan
terjadi terus menerus dengan laju sedimentasi (pengendapan) 12 sentimeter per
tahun. Kini pendangkalan bahkan mencapai lebih dari 4 meter.

Secara topografis, badan Kali Lamong di Gresik sangat landai sehingga


tidak cepat mengalirkan air ke laut lepas. Jika turun air hujan deras dan laut
pasang, permukaan air Kali Lamong mengahambat aliran air ke laut. Akibatnya,
sedimentasi Kali Lamong bertambah parah. Aktivitas tujuh industri di Desa
Sukorejo serta lima industri di Segoromadu dan Karangkiring, Kecamatan
Kebomas, berkontribusi merusak fungsi Kali Lamong. Dampak yang bisa
ditimbulkan kedepannya bisa lebih parah dengan proyek besar Waterfront City,
terminal peti kemas, dan perluasan Pelabuhan Tanjung Perak.
Seperti di daerah lain, banjir selalu diakibatkan oleh ulah manusia, baik itu
di hulu, hilir, maupun daerah bantarannya. Oleh sebab itu, upaya penertiban
daerah bantaran, pengerukan, normalisasi, dan tentu rehabilitasi hutan haruslah
menjadi prioritas penanggulangannya. Meski berkali-kali terjadi banjir, upaya
penanganan serius tampaknya belum terlihat, kecuali upaya darurat. Misalnya
inisiatif warga untuk bergotong-royong menutup tanggul jebol sepanjang 7 meter
di Desa Cermen Lerek, Kecamatam Kedamean; 5 meter di Desa Gluranpolso,
Kecamatan Benjeng; dan 5 meter di Desa Jono, Kecamatan Cerme.
Penanganan Kali Lamong perlu dilakukan secara terpadu dengan
koordinasi lintas wilayah dan sektoral, termasuk melibatkan jasa tirta dan industri
di sekitar Kali Lamong. Pada wilayah-wilayah potensial terjadi genangan yang
mempunyai tingkat risiko tinggi terjadinya bencana banjir, pihak-pihak terkait
harus mampu secara signifikan menurunkan tingkat risikonya. Menurut Widiati
(2008) risiko bahaya dan kerugian dapat dikurangi dengan menerapkan
manajemen risiko bencana, yang manfaatnya dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat
dihindarkan. Oleh karena itu, pada kasus DAS Kali Lamong yang mempunyai
tingkat risiko banjir tinggi, banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam penurunan
risiko menjadi tantangan tersendiri agar pengendalian bencana banjir dapat
dilakukan secara efektif.

1.2 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan bobot prioritas dari setiap
faktor risiko dalam upaya untuk meminimalkan risiko terjadinya bencana banjir di
wilayah Kali Lamong dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy
Process).
1.3 BATASAN MASALAH
1. Survey yang dilakukan terhadap responden hanya mengenai faktor-faktor
risiko penyebab banjir.
2. Survey yang dilakukan pada penulisan ini terbatas pada responden
mahasiswa Teknik Sipil Kelas SMTS05-A Universitas Gunadarma.
3. Lokasi studi kasus pada penulisan ini adalah Kali Lamong yang berada di
Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

1.4

SISTEMATIKA PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi penjelasan mengenai latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisi landasan teori dan pedoman perhitungan yang berhubungan
dengan penulisan yang mendukung pengolahan data.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang metode untuk perencanaan, pengumpulan data, dan
analisis topik yang ditinjau.
BAB 4 DATA DAN ANALISIS DATA
Berisi kumpulan data yang didapat dan analisis data.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Berisi kesimpulan yang didapat dari perhitungan dan analisis data serta
saran dari penulis.

Anda mungkin juga menyukai