Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Sistem Pernapasan Manusia

2.1.1. Pengertian Pernapasan


Pernapasan adalah saluran proses ganda yaitu terjadinya pertukaran gas di
dalam jaringan (pernapasan dalam), yang terjadi di di dalam paru-paru disebut
pernapasan luar. Pada pernapsan melalui paru-paru atau respirasi eksternal,
oksigen (O2) dihisap melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen
masuk melalui batang tenggorok atau trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan erat
hubungannya dengan darah di dalam kapiler pulomonaris (Kus Irianto, 2008).
2.1.2. Fungsi Pernapasan
Fungsi utama pernapasan adalah untuk pertukaran gas yakni untuk
memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeleminasi
karbondioksida yang dihasilkan oleh sel. Fungsi pernapasan secara rinci adalah
sebagai berikut:
a. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)
untuk mengadakan pembakaran.
b. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran,
kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak
berguna lagi oleh tubuh).
c. Melembabkan udara (Syaifuddin, 1996).

8
Universitas Sumatera Utara

Sumber: Dorce Mengkidi, 2006


Gambar 2. 1 : Saluran Pernapasan

2.1.3. Proses Pertukaran Gas dalam Paru-Paru


Fungsi paru-paru ialah pertukaran gen dan gas karbondioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru oksigen dihirup melalui rongga hidung. Pada waktu
bernapas, oksigen masuk melalui batang tenggorok (trakea) dan pipa bronkial ke
alveoli, dan erat hubungannya dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu
lapis membran yaitu membran alveoli kapiler, memisahkan oksigen dari darah merah
dan di bawa ke jantung. Dari sini di pompa di dalam pembuluh nadi (arteri) ke semua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmhg dan
pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen (Pearce,2002).
Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronkial dan trakea, dinapaskan melalui hidung. Ada empat proses yang
berhubungan erat dengan paru-paru, yaitu:

9
Universitas Sumatera Utara

a. Ventilasi pulmoner, yaitu gerak pernapasan yang menukar udara dalam


alveoli dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru.
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat
dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh.
d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.
Karbondioksida lebih mudah daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian rupa sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat karbondioksida dan oksigen. Pada
waktu olahraga lebih banyak darah datang dari paru-paru membawa terlalu banyak
karbondioksida dan terlampau sedikit oksigen. Jumlah karbondioksida itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam pembuluh nadi bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan
dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi
mengeluarkan karbondioksida dan menghirup lebih banyak oksigen. Sebenarnya
udara yang masuk ke paru-paru bukan hanya oksigen saja tetapi juga gas-gas lain
(Kus Irianto, 2008).
2.1.4. Proses Pernapasan
Menurut Kus Irianto (2008), udara dapat masuk atau keluar paru-paru
karena adanya tekanan antara udara luar dan udara dalam paur-paru. perbedaan
tekanan ini terjadi disebabkan oleh terjadinya perubahan besar-kecilnya rongga
dada, rongga perut, dan rongga alveolus. Perubahan besarnya rongga ini terjadi

10
Universitas Sumatera Utara

karena pekerjaan otot-otot pernapasan, yaitu otot antara tulang rusuk dan otot
pernapasan tersebut, maka pernapasan dibedakan menjadi dua yaitu:
a.

Pernapasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang menggunakan gerakan-gerakan
otot antartulang rusuk. Rongga dada membesar karena tulang dada dan tulang
rusuk terangkat akibat kontraksi otot-otot yang terdapat di antara tulang-tulang
rusuk. Paru-paru turut mengembang, volumenya menjadi besar, sedangkan
tekanannya menjadi lebih kecil daripada tekanan udara luar. Dalam keadaan
demikian udara luar dapat masuk melalui batang tenggorok (trakea) ke paruparu (pulmonum).

b.

Pernapasan perut
Pernapasan perut adalah pernapasan yang menggunakan otot-otot
diafragma. Otot-otot sekat rongga dada berkontraksi sehingga diafragma yang
semula cembung menjadi agak rata, dengan demikian paru-paru dapat
mengembang ke arah perut (abdomen). Pada waktu itu rongga dada bertambah
besar dan udara terhirup masuk.

2.1.5. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan


Menurut Kus Irianto (2008), mekanisme terjadinya pernapasan terbagi dua
yaitu:
1.

Inspirasi (menarik napas)


Sebelum menarik napas (inspirasi) kedudukan diafragma melengkung ke
arah rongga dada, dan otot-otot dalam keadaan mengendur. Bila otot diafragma
berkontraksi, maka diafragma akan mendatar. Pada waktu inspirasi maksimum,
11
Universitas Sumatera Utara

otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat. Keadaan
ini

menambah

besarnya

rongga

dada.

Mendatarnya

diafragma

dan

terangkatnya tulang rusuk, menyebabkan rongga dada bertambah besar, diikuti


mengembangnya paru-paru, sehingga udara luar melalui hidung, melalui
batang tenggorok (bronkus), kemudian masuk ke paru-paru.
2.

Ekspirasi (menghembus napas)


Bila otot antar tulang rusuk dan otot diafragma mengendur, maka
diafragma akan melengkung ke arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk akan
kembali ke posisi semula. Kedua hal tersebut menyebabkan rongga dada
mengecil, akibatnya udara dalam paru-paru terdorong ke luar. Inilah yang
disebut mekanisme ekspirasi.

2.2.

Volume Paru
Menurut Dorce (2006), volume paru akan berubah-ubah saat pernapasan

berlangsung. Saat inspirasi akan mengembang dan saat ekspirasi akan mengempis.
Pada keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung tanpa
disadari.
Beberapa parameter yang menggambarkan volume paru adalah :
a. Volume tidal (Tidal Volume = TV), adalah volume udara paru yang masuk dan
keluar paru pada pernapasan biasa. Besarnya TV pada orang dewasa sekitar
500 ml.

12
Universitas Sumatera Utara

b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume = IRV), volume


udara yang masih dapat dihirup kedalam paru sesudah inpirasi biasa, besarnya
IRV pada orang dewasa adalah sekitar 3100 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (Expiratory Reserve Volume = ERV), adalah
volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa,
besarnya ERV pada orang dewasa sekitar 1000-1200 ml.
d. Volume Residu (Residual Volume = RV), udara yang masih tersisa didalam
paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1100ml. TV, IRV, ERV dapat
langsung diukur dengan spirometer, sedangkan RV = TLC VC

2.3.

Kapasitas Paru
Menurut Syaifuddin (1996), kapasitas paru-paru adalah kesanggupan paru-

paru dalam menampung udara di dalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan


sebagai berikut:
a.

Kapasitas total, adalah jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung beberapa hal:
kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang.

b.

Kapasitas vital, adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal.
Dalam keadaan yang normal, kedua paru-paru dapat menampung udara

sebanyak -5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter


udara. Pada saat kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paruparu 2.600
cm3 (21/2 liter).
13
Universitas Sumatera Utara

Menurut Hood (1992), ada dua macam kapasitas vital berdasarkan cara
pengukurannya:
a. Vital Capacity (VC): pada pengukuran jenis ini individu tidak perlu
melakukan aktivitas pernapasan dengan kekuatan penuh.
b. Forced Vital Capacity (FVC): pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan
dengan kekuatan maksimal.
Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas
vital paksa, tetapi pada keadaan ada gangguan obstruktif terdapat perbedaan antara
kapasitas vital dan kapasitas vital paksa. Vital Capacity merupakan refleks dari
kemampuan elastisitas jaringan paru, atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC
yang menurun dapat diartikan adanya kekakuan jaringan paru atau dinding toraks,
dengan kata lain VC mempunyai korelasi yang baik dengan compliance paru
atau dinding toraks. Pada kelainan obstruksi yang ringan VC hanya mengalami
penurunan sedikit atau mungkin normal.

2.4.

Indikasi Pemeriksaan Faal Pru


Beberapa indikasi pemeriksaan faal paru menurut Hood (1992), adalah

sebagai berikut:
a.

Perokok yang berumur lebih dari 40 tahun


Merokok dapat menimbulkan berbagai kelainan paru, antara lain bronkitis
kronis, kanker paru dan sebagainya. Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
sering kali dapat diidiagnosis hanya dengan pemeriksaan jasmani dan foto
toraks. Sedangkan anamnesa juga sering kali tidak informatif. Oleh karena itu
14
Universitas Sumatera Utara

faal paru disini memegang peranan yang penting sebelum terjadinya enfisema
yang irreversibel. Dalam satu penelitian dikatakan bahwa 5-10 tahun sebelum
terjadinya hiperinflasi, sudah didapatkan gangguan faal paru.
Pada perokok yang berumur lebih dari 40 tahun, apabila pada pemeriksaan
pertama telah diketahui adanya faal paru yang abnormal, maka sebaiknya
diulang secara rutin setiap tahun. Apabila pemeriksaan pertama tidak
menunjukkan adanya faal paru yang abnormal, maka pemeriksaan ulang dapat
dilakukan tiga tahun sekali.
b.

Sesak napas
Banyak penyakit, baik dari paru maupun yang di luar paru, dapat
menimbulkan sesak napas. Pemeriksaan yang tidak invasif tetapi cukup
informatif untuk membedakan apakah dari paru atau dari organ lain adalah
dengan pemeriksaan faal paru. oleh karena itu pada penderita dengan sesak
napas rutin dilakukan pemeriksaan faal paru.

c.

Batuk kronis
Penyakit yang dapat menimbulkan batuk kronis antara lain, tuberkulosa paru,

bronkitis kronis, bronkietasis, asma bronkial, tumor paru dan masih banyak lagi
baik yang dari paru maupun yang dari luar paru. pada asma bronkial diluar
serangan seringkali sukar untuk mendeteksinya.
d.

Pekerja-pekerja di lingkungan udara tidak bersih.


Deteksi dini kelompok orang-orang tersebut harus diprogram agar tidak
berlanjut menjadi PPOM yang irriversibel. Terutama pada pekerja-pekerja di
tempat yang terpapar dengan debu dan gas dianjurkan untuk memeriksa faal
15
Universitas Sumatera Utara

paru setiap tahun, pada mereka yang abnormal, jangka waktu pemeriksaan
ulangan dapat diperpendek.

2.5.

Inhalasi Zat Toksik Di Tempat Kerja


Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan
oleh debu, asap, gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat kerja.
Berbagai penyakit paru dapat terjadi tergantung jenis paparannya. Riwayat
pekerjaan yang akurat dan terperinci merupakan kunci yang penting dalam
menegakkan diagnosis penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.
Bahan-bahan yang terhirup di tempat kerja dapat berupa gas, uap dan
debu. gas dan uap bila dihirup ke dalam paru akan menimbulkan efek iritasi
dan efek toksik. Umunya zat yang mempunyai daya larut dalam air yang besar,
mempunyai efek iritasi di daerah saluran napas bagian atas sedangkan yang
mempunyai daya larut dalam air yang rendah mempunyai efek yang besar di
daerah saluran pernapasan bagian bawah, apalagi yang tidak mempunyai bau
sama sekali.
Efek toksik dan iritasi dapat terjadi secara akut dan kronik. Yang akut,
efek iritasi disebabkan karena rangsangan pada reseptor saraf mukosa saluran
pernapasan

yang

menimbulkan

rasa

sakit

sehingga

timbul

refleks

penghambatan pernapasan yaitu penyempitan bronkus dan refleks batuk


(Yunus, 1992)
2.6.

Alat-Alat Ukur Faal Paru

16
Universitas Sumatera Utara

Beberapa alat ukur yang dapat dipergunakan dalam pemeriksaan faal


paru adalah sebagai berikut:
1. Spirometer basah (water filled)
Terdiri dari:
a. Spirometer collins, dengan kapasitas 9 dan 13,5 liter
b. Steads wells, dengan kapasitas 10 liter
c. Goddart, dengan kapasitas 9 liter
d. Krogh, dengan kapasitas 2,5 dan 10 liter
e. Tissot, dengan kapasitas 12 liter
2. Spirometer kering (waterless)
Terdiri dari:
a. Spirometer wedge, dengan kapasitas 10 liter.
b. Spirometer piston (rolling seal).
c. Auto spirometer (Hood, 1992).

Sumber: Dorce Mengkidi, 2006.


Gambar 2. 2 : Spirometer

17
Universitas Sumatera Utara

Menurut Amin (1996), ada beberapa interpretasi fungsi paru yang biasa
dibuat di klinik, yaitu sebagai berikut:
a. Obstruktif (kelainan pada ekspirasi)
Adalah hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan
saluran nafas. Kelainan obstruktif akan mempengaruhi kemampuan
ekspirasi yang ditandai dengan penurunan pada FEV1, vital capacity.
b. Kelainan restriktif (kelainan pada inspirasi)
Adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga
membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif mempengaruhi
kemampuan inspirasi yang ditandai dengan penurunan pada vital capacity,
residu volume.
c. Mix (Campuran)
Gabungan antara obstruksi dan restriktif.
Oleh karena itu untuk menetapkan lokasi dari kelainan ini beberapa tes
perlu dilakukan antara lain:
a. Kapasitas Vital (Vital Capacity)
b. Aliran Udara Ekspirasi (Expiratory Air Flow)
c. Fungsi Difusi
d. Analisis Gas
Dasar pemeriksaan fungsi paru-paru, terbagi dua yaitu nilai restriktif
dan nilai obstruktif, kriterianya seperti pada tebel berikut:
Tabel 2.1 Nilai Restriktif

18
Universitas Sumatera Utara

No
1
2
3

%FEV/FVC

%FVC
>80
60-79
30-59

>75

<30

4
Sumber : Budiono, 2007

Kesimpulan
Normal
Restriktif ringan
Reskriktif
sedang
Reskriktif berat

Tabel 2.2 Nilai Obstruktif


No
1
2

%FEV/FVC

%FVC
>75
60-74

>75

30-59

<30

4
Sumber :Budiono, 2007

Kesimpulan
Normal
Obstruktif
ringan
Obstruktif
sedang
Obstruktif berat

Volume udara ini dalam keadaan normal nilainya kurang lebih sama
dengan kapasitas vital. Pada penderita obstruktif saluran nafas akan mengalami
pengurangan yang jelas karena penutupan pengatur saluran nafas. Dalam
melakukan kapasitas vital paksa tekniknya mula-mula orang tersebut inspirasi
maksimal sampai kapasitas paru total, kemudian ekspirasi ke dalam spirometer
dengan ekspirasi maksimal paksa secepatnya dan sesempurna mungkin.
Kapasitas vital kuat hampir sama, hanya terdapat perbedaan pada volume dasar
paru antara orang normal dan penderita obstruktif. Sebaliknya terdapat
pebedaan besar pada kecepatan aliran maksimal yang dapat dikeluarkan
seseorang terutama selama detik pertama. Oleh karena itu biasanya merekam
volume ekspirasi paksa selama detik pertama (FEV 1) dan membandingkan
antara yang normal dan abnormal. Pada orang normal persentase kapasitas
vital kuat yang dikeluarkan pada detik pertama (FEV1/FVC%) adalah 80%.

19
Universitas Sumatera Utara

Pada obstruksi saluran nafas yang serius, yang sering terjadi pada asma akut,
kapasitas ini dapat berkurang menjadi kurang dari 20%. (Budiono, 2007).

2.7.

Karakteristik Pekerja

2.7.1. Umur
Dikatakan bahwa fungsi pernapasan dan sirkulasi darah akan meningkat
pada masa anak-anak dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun, kemudian
akan menurun lagi sesuai dengan pertambahan umur. Kapasitas difusi paru,
ventilasi paru, ambilan oksigen kapasitas vital dan semua parameter faal paru yang
lain akan menurun sesuai dengan pertambahan umur, setelah mencapai titik
maksimal pada usia dewasa muda. Kekuatan otot maksimal pada umur 20-40
tahun dan akan berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun Kebutuhan zat
tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun
berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan
fisik (Prasetyo, 2010).
Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan
kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali
permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30
kali permenit. Walaupun orang dewasa penurunan frekuensi pernapasan lebih kecil
dibandingkan dengan anak-anak dan bayi akan tetapi kapasitas vital paru pada
orang dewasa lebih besar dibandingkan dengan anak-anak dan bayi. Dalam kondisi
tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan

20
Universitas Sumatera Utara

bisa bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifuddin, 1996). Usia berhubungan


dengan proses penuaan atau bertambahnya umur.
2.7.2. Riwayat Penyakit
Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang.
Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit (Prasetyo, 2010).
Terdapat riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan menyebabkan
pneumonokiosis dan salah satu pencegahan yang dapat dilakukan dengan
menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Sumamur,
2009).
2.7.3. Kebiasaan Merokok
Menurut Hood Alsagaff (1992), merokok dapat menimbulkan kelainan
paru antara lain, bronkitis kronis, kanker paru dan sebagainya. Penyakit paru
obstruktif menahun (PPOM) sering kali tidak dapat didiagnosis hanya dengan
pemeriksaan jasmani dan foto toraks. Sedangkan anamnesa juga sering kali tidak
informatif. Oleh karena itu faal paru di sini memegang peranan yang penting
sebelum terjadinya emfisemma yang irreversibel. Dalam satu penelitian dikatakan
bahwa 5-10 tahun sebelum terjadinya hiperinflasi, sudah didapatkan gangguan faal
paru. Pada perokok yang berumur lebih dari 40 tahun, apabila pada pemeriksaan
pertama telah diketahui adanya faal paru yang abnormal, maka sebaiknya diulang
secara rutin setiap tahun. Apabila pemeriksaan pertama masih normal,
pemeriksaan ulang dapat 3 tahun sekali dilakukan.
Menurut Amin (1996), rokok merupakan faktor risiko PPOM yang utama.
Asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar saluran pernapasan, fungsi
21
Universitas Sumatera Utara

makrofag dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Pengidap PPOM yang


merokok mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi (6,9-25 kali) dibandingkan
dengan bukan perokok. Risiko PPOM yang diakibatkan oleh rokok empat kali
lebih besar daripada bukan perokok.
Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan
menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok
yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun.
Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan tersebut akan dimasukkan dalam tiga
katergori, yaitu:
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : > 600 (Karabella, 2011).

2.7.4. Penggunaan Alat Pelindung diri


Budiono (2007), menyatakan pemakaian APD sangat penting sebagai garis
pertahanan untuk melindungi pemakai sebagai akibat dari kelalaian atau kondisi
yang tak diperkirakan. Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan
tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi
bahaya atau kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan
pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya
tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat
pelindung diri ini tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubunhya tetapi akan
dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi.
22
Universitas Sumatera Utara

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat,


perlatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan, namun, kadangkadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga
digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung diri haruslah enak dipakai, tidak
menggangu pekerjaan dan memberikan perlindungan yang efektif (Sumamur,
1996)
2.7.5. Status gizi
Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi
seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat makanan untuk pemeliharaan tubuh,
perbaikan kerusakan sel jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan untuk
bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Sumamur,
2009). Orang yang tinggi kurus biasanya mempunyai kapasitas vital lebih
besar dari orang yang gemuk pendek, status gizi yang berlebihan dengan
adanya timbunan lemak dapat menurunkan compliance dinding dada dan paru
sehingga ventilasi paru akan tergangggu akibatnya kapasitas vital paru akan
menurun (Prasetyo, 2010).
Manifestasi klinis dan kompikasi yang sering ditemukan pada
seseorang yang obesitas yang berkaitan dengan paru antara lain, sindrom
pickwickian dan infeksi saluran pernapasan (Misnadiarly, 2007). Adapun status
gizi diukur dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT).
IMT=BB (kg)/TB2(m)
Tabel 2.3 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia
Kategori

IMT

23
Universitas Sumatera Utara

Kurus

Kekurangan BB tingkat berat


Kekurangan
BB
tingakt
rendah

Normal
Gemuk

Kelebihan BB tingakt ringan


Kelebihan BB tingakt berat
Sumber: Supariasa, 2001

<17
17,0-18,5
>18,5-25,00
25,00-27,00
>27

2.7.6. Masa kerja


Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor,
badan dan sebagainya) (KBBI, 2001). Menurut Morgan Parkes waktu yang
dibutuhkan seseorang yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan KVP
kurang lebih 10 tahun. Masa kerja dapat dikategorikan menjadi:
1. 5 tahun
2. >5 tahun (Karbella, 2011).
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah
terpapar

bahaya

yang

ditimbulkan

oleh

lingkungan

kerja

tersebut

(Sumamur,2009).

2.8.7. Kebiasaan Olahraga


Kebiasaan olah raga dapat membantu meningkatkan kapasitas vital
paru. Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga memiliki tingkat
kesegaran jasmani yang baik. Penelitian Schenker et al pada pekerja pertanian
di Kosta Rika menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai tingkat kesegaran
jasmani yang baik, dapat menjadi faktor protektif terhadap penurunan fungsi

24
Universitas Sumatera Utara

paru. Sementara itu penelitian Debray et al di India pada pekerja yang terpapar
debu juga menunjukkan bahwa hasil yang sama (Budiono, 2007). Keadaan
latihan olahraga dapat menambah VC sebesar 30- 40% di atas nilai normal
yaitu mencapai 6-7 liter (Syaifuddin, 1996).
KVP dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga.
Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga
menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume
yang lebih besar dan maksimum. Kapasitas vital pada seorang atlet lebih besar
daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Karbella, 2011).

2.8.

Aspal
Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat dalam

konsistensinya di mana unsur pokok yang menonjol adalah bitumen yang terjadi
secara alam atau yang dihasilkan dengan penyulingan minyak (Petroleum). Aspal
Petrolium dan aspal liquid adalah material yang sangat penting (Rian, 2006).
Menurut Asiyanto (2008), pada dasarnya ada dua macam aspal dilihat dari
proses terbentuknya, yaitu:
a. Aspal alam adalah aspal yang terbentuk oleh proses alam. Contohnya aspal
buton(Butas). Aspal alam ini biasanya kualitasnya tidak seragam.
b. Aspal pabrik, adalah aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam pabrik,
sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal pabrik ini
mempunyai kualitas yang standar.
Aspal pabrik ada tiga jenis, yaitu:
25
Universitas Sumatera Utara

a. Aspal keras, disebut juga aspal cement (AC) yang dibagi-bagi menurt angka dan
penetrasinya. Misal AC 40/60, AC 60/70, AC 80/100 dan seterusnya.
b. Aspal cair, disebut juga cut back, yang dibagi-bagi menurut proses curingnya.
Misalnya slow curing (SC), medium curing (MC), dan rapid curing (RC). Aspal
cair dalam temperatur biasa berbentuk seperti cairan. Aspal cair ini biasanya
digunakan untuk pekerjaan prime coat, yaitu sebagai lapis dasar dari aspal
campuran yang berbatasan dengan lapisan subbace yang terdiri dari material
granular. Selain itu material aspal cair juga digunakan untuk tack coat, yang
berfungsi sebagai material perekat antar lapisan aspal campuran.
c. Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan
emulsi (1%-2%).
Komposisi aspal
Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat komplek,sangat sukar
memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Secara umum
komposisi dari aspal adalah sebagai berikut:
a. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang larut
dalam heptane.
b. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils, dan larut
dalam heptanes
c. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat
adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang
selama masa pelayanan jalan.
d. Oils adalah media dari asphaltenes dan resin, berwarna lebih muda.
26
Universitas Sumatera Utara

Proporsi dari asphaltenes, resins, oils berbeda tergantung dari banyak


faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan dan ketebalan aspal
dalam campuran (Rian, 2006).

2.9.

Aspal Hotmix
Aspal hotmix (campuran beraspal panas) adalah campuran yang terdiri dari

kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal. Pencampuran dilakukan


sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam.
Untuk mengeringkan agregat dan memperoleh kekentalan aspal yang mencukupi
dalam mencampur dan mengerjakannya, maka kedua-duanya harus dipanaskan
masing-masing pada temperatur tertentu (Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jendral Bina Marga. 2007).
2.9.1. Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral
lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jendral Bina Marga. 2007). Beberapa tipikal ketentuan penggunaan dalam
penggambaran agregat adalah sebagai berikut :
1. Fine Aggregate (sand size/ukuran pasir) : Sebagian besar partikel agregat
berukuran antara 4,75mm (no.4 sieve test) dan 75m (no.200 sieve test).
2. Coarse Aggregate (gravel size/ukuran kerikil) : Sebagian besar agregat
berukuran lebih besar dari 4,75mm (no.4 sieve test).
3. Pit run : agregat yang berasal dari pasir atau gravel pit (biji kerikil) yang
terjadi tanpa melewati suatu proses atau secara alami.
27
Universitas Sumatera Utara

4. Crushed gravel : pit gravel (kerikil dengan pasir atau batu bulat) yang mana
telah didapatkan dari salah satu alat pemecah untuk menghancurkan banyak
partikel batu yang berbentuk bulat untuk menjadikan ukuran yang lebih kecil
atau untuk memproduk lapisan kasar (rougher surfaces).
5. Crushed rock : agregat dari pemecahan batuan. Semua bentuk partikel
tersebut bersiku-siku/tajam (angular), tidak ada bulatan dalam material
tersebut.
6. Screenings : kepingan-kepingan dan debu atau bubuk yang merupakan
produksi dalam pemecahan dari batuan (bedrock) untuk agregat.
7. Concrete sand : pasir yang (biasanya) telah dibersihkan untuk menghilangkan
debu dan kotoran.
8. Fines : endapan lumpur (silt), lempung (clay) atau partikel debu lebih kecil
dari 75m (no.200 sieve test), biasanya terdapat kotoran atau benda asing
yang tidak diperlukan dalam agregat.
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul
beban lalu lintas karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung
memikul beban di atasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya (Rian,
2006).
2.9.2. Identifikasi Bahaya Aspal Hotmix dengan Paparan Terhirup
Emisi dari aspal minyak yang dipanaskan mungkin mengeluarkan bau yang
tidak enak, dan dapat menyebabkan mual dan iritasi pada saluran pernapasan
bagian atas. Uap komponen naptha (aspal panas) pada konsentrasi tinggi di ruang
tertutup dapat menyebabkan gejala euforia, iritasi pernapasan dan edema, sakit
28
Universitas Sumatera Utara

kepala, pusing, mengantuk, koma, sianosis dan depresi umum. Hidrogen sulfida
menyebabkan iritasi pernapasan pada konsentrasi 4-100 ppm. Pada konsentrasi
rendah H2S memiliki bau seperti telur busuk. Pada konsentrasi tinggi H2S
bertindak sebagai racun sistemik, menyebabkan ketidaksadaran dan kematian
dengan kelumpuhan pernapasan. Inhalasi kronis emisi aspal minyak dapat
menyebabkan iritasi pernapasan (MSDS, 1999).

2.10. Kerangka Konsep


Kerangka konsep pada penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
karakteristik pekerja dan kapasitas vital paksa paru pekerja bagian produksi aspal
hotmix PT. Sabaritha Perkasa Abadi. Adapun kerangka konsep penelitian ini
adalah sebagai berikut:

29
Universitas Sumatera Utara

Umur
Riwayat penyakit
Kebiasaan merokok
Karakteristik

Kebiasaan penggunaan

Pekerja

APD
Masa kerja
Status gizi
Kebiasaan olahraga

Normal
Kapasitas Vital Paksa
Tidak normal:
Paru
a. Restriktif
b. Obstruktuif
c. Campuran

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

30
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai