MOLA HIDATIDOSA
DI SUSUN OLEH:
VIDIA AMRINA RASYADA
2011730167
BAB I
PENDAHULUAN
Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu
keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan
janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di dalam tubuh wanita sel trofoblas
hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan
pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan
disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma
disebut Non Gestational Throphoblastic Disease.
Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan
menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba,
2007).
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan
parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan
tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus
berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam
jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
2. Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,
mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi
(data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata
serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa
terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat
obstetri, etnis dan genetik
3. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit
ini.
4. Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin
maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau
bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole
Gambaran
Mola Komplit
Mola Parsial
Kariotipe
Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi
Edema villus
Difus
Bervariasi,fokal
Proliferasi trofoblastik
Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin
Tidak ada
Sering dijumpai
Tidak ada
Sering dijumpai
Diagnosis
Gestasi mola
Missed abortion
Ukuran uterus
kehamilan
kehamilan
Kista teka-lutein
25-30%
Jarang
Penyulit medis
Sering
jarang
Penyakit pascamola
20%
<5-10%
Tinggi
Rendah tinggi
merah janin
Gambaran klinis
Kadar hCG
5. Patofisiologi
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu
karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik
yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 5 minggu
dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di
dalam jaringan mesenkim villi.
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola
hidatidosa adalah mola lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus
menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik,
sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur
kosong (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang
kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).
Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.
Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY.
Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering
disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat.
Gambar Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap.
B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas:
6. Gambaran Klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui.
Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya
terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 1214. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara
intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau
kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai
terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian
pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang
tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan
asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai
pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada
pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan
normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan
trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying
mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,
terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang
lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca
lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
c. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan
adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda
dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta
yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola
inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup.
d. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia atau
preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24
minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum waktunya harus
dicurigai sebagai mola hidatidosa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat,
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan
mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus
inkomplet atau missed abortion.
Perdarahan pervaginam
7. Diagnosis
1.
Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
kehamilan biasa
-
terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan
pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia
kehamilan seharusnya
keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan.
Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap
bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan
kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27%
kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl),
dan edema dengan hiperefleksia
2.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
3.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan
srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti
preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa,
sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain
dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada
dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit.
Oksitosi diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan
dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasidan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan
menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi 8.Bila sudah
terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi
abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria
atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan
mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan
menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi
label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila
kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2
dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus
sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan
dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin
diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau
2.
3.
meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang
umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu
sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan
selama 6 bulan.
menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala
yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.
9. Komplikasi
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar.
Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.
DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua
pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan
pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari
diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 2560% penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola
menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa
nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi.
Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang
berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang
disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden
kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai
50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar
untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus
tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu yang biasanya
seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila
ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi.
umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu.
Infeksi sekunder
10. Prognosis
__________________________________________________________________
Prognosis baik
Prognosis buruk
Kehamilan terakhir
< 4 bulan
> 4 bulan
B-hCG
< 40.000
> 40.000
mola
term
tidak ada
gagal
Kehamilan sebelumnya
Terapi sebelumnya
Metastase
otak, hati
1. Usia
< 35 th
>35 th
2. Kehamilan sebelumnya
mola
aborsi
term
3. Interval
<4bln
4-6 bln
7-12 bln
>12 bln
4. B-hCG
<1000
<10.000
<100.000
>100000
5. ABO maternal-paternal
OxA,AxO
Total score :
3-5
1-4
8. Kemoterapi terdahulu
B,AB
4-8
tunggal
>5
>8
multiple
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnose dini dan
terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk
menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat
menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.
Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor
persisten. Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor gestasional trofoblastik.
Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola hidatidosa, 81%
mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor trofolastik gestasional.
Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani
evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80%
pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 2,6%, dengan resiko yang
lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya proses
keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling
banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplet menjadi
metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif.
Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi, preeklamsia,
payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola
hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar
2,2-5,7%.
DAFTAR PUSTAKA
Cunninngham. F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri
Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.
Departemen Obstetri & Ginekologi FK UNPAD. 2015. Panduan Praktik Klinis Obstetri dan
Ginekologi. FK UNPAD : Bandung.
Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta
Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2011. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin,
dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo:
Jakarta