Anda di halaman 1dari 19

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Fluorosis Gigi
Fluoride dapat mempengaruhi ameloblast selama tahap pembentukan gigi

dan dapat menyebabkan fluorosis gigi atau mottled enamel. Fluorosis gigi hanya
terbatas pada permukaan enamel dan menunjukkan perubahan warna menjadi
lebih putih opak atau kecokelatan dengan atau tanpa disertai pembentukan pit
pada permukaan enamel (McDonald et al., 2011).
Pada saat fluoride dalam air minum melebihi 1 ppm, perubahan akan
tampak pada stuktur gigi permanen yang sedang berkembang menjadi rusak atau
terjadi pembentukan enamel yang tidak sempurna. Secara klinis, fluorosis gigi
ditemukan pada anak-anak yang tinggal di daerah dengan kadar fluoride dalam air
sedikitnya 1 ppm. Selain air minum, terjadinya fluorosis gigi juga didukung oleh
asupan fluoride yang berasal dari makanan, suplemen fluoride, pasta gigi
berfluoride, dan sumber fluoride lainnya, sehingga jumlah fluoride yang
dikonsumsi melebihi kadar fluoride optimum dan menghasilkan perubahan pada
gigi. Perubahan pada gigi yang bervariasi dengan kadar fluoride yang sama di
suatu daerah dapat dikarenakan bervariasinya jumlah fluoride yang dikonsumsi
oleh masing-masing individu (Neville, 2003).
Penambahan asupan fluoride lebih dari 1 ppm dalam air minum dapat
menyebabkan fluorosis, akan tetapi perubahan ini dapat terjadi juga tergantung
pada banyaknya air yang dikonsumsi. Hipomaturasi enamel gigi terjadi karena
banyaknya asupan fluoride yang dikonsumsi dengan kadar fluoride yang cukup

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

tinggi selama perkembangan gigi, biasanya antara 2-3 tahun (Sciubba et al.,
2002).
Gambaran mikroskopis dari fluorosis gigi tergantung pada hebatnya efek
hipoplastis. Pada fluorosis gigi ringan (mild) dan sedang (moderate), keutuhan
permukaan enamel tetap ada, namun dalam bentuk parah (severe), permukaan
enamel terputus-putus oleh lekukan-lekukan kecil. Sepertiga bagian luar fluorosis
gigi menunjukkan adanya pigmentasi dan radiodensitas yang berkurang,
menandakan adanya hipokalsifikasi. Permukaan ini kurang larut dalam asam,
mempunyai permeabilitas lebih besar terhadap warna, dan memancarkan sinar
dengan intensitas lebih tinggi daripada enamel normal. Pengamatan mikroskopis
pada enamel yang sedang berkembang menunjukkan adanya gangguan pada
lapisan ameloblast dan suatu keterlambatan pada peletakan dan mineralisasi
matriks enamel yang dihasilkan oleh sel-sel tersebut (Rai, 1980).

2.2

Mekanisme Fluoride Mempengaruhi Gigi


Selama beberapa tahun fluoride dipercaya dapat menggunakan pengaruh

toksiknya terhadap enamel hanya selama tahap tertentu dari pembentukan gigi,
yaitu pada saat enamel dibentuk oleh ameloblast. Fase pembentukan enamel ini
berjalan beberapa tahun dan merupakan tahap yang peka terhadap fluoride. Akan
tetapi, semakin mendekati waktu erupsi, keparahan fluorosis gigi yang terjadi
akan semakin berkurang (Fejerskov et al., 1996). Menurut Kidd dan Sally (1991),
fluoride dapat mempengaruhi enamel pada ketiga tahap pembentukannya. Tahap
pembentukan enamel meliputi tahap pembentukan matriks enamel, mineralisasi,
dan maturasi. Pada saat asupan fluoride melebihi kadar optimum, yaitu sekitar 1,0

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ppm, perubahan akan tampak pada struktur gigi yang sedang berkembang menjadi
rusak atau terjadi pembentukan enamel yang tidak sempurna (Neville, 2003).
Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa fluoride mempengaruhi ameloblast
dan pembentukan enamel secara berbeda pada tahap pembentukan enamel yang
berbeda, yang mengakibatkan tingkat kerusakan enamel yang berbeda pula
(Bronckers et al., 2009).
Telah sejak lama diasumsikan bahwa fluoride dapat mengubah komposisi
matriks enamel, menyebabkan perubahan pada pertumbuhan kristal enamel.
Penelitian ultrastuktural menyebutkan bahwa matriks yang disekresi setelah
terpapar fluoride menunjukkan lebih amorf, jumlah crystallite yang sangat sedikit,
dan meningkatnya jarak intercrystalline jika dibandingkan dengan matriks enamel
normal. Pada kasus parah, prismless enamel ditemukan dalam prismatic inner
enamel. Pada lokasi tersebut, pembentukan prismatic enamel terganggu oleh
paparan fluoride, dimana prismless enamel terbentuk. Setelah paparan fluoride
dihilangkan, prismatic enamel kembali terbentuk (Bronckers et al. 2009).
Dinamika pertumbuhan kristal enamel, ukuran kristal, dan bentuk kristal
dikontrol dengan baik oleh protein matriks selama masa pembentukan enamel.
Telah diketahui sejak lama bahwa fluoride mengakibatkan kerusakan mineralisasi
dan menurunkan kekerasan enamel. Hal ini dibuktikan dengan fluoride mengubah
ukuran kristal, jumlah, bentuk, atau kualitas dengan cara ikut terlibat dalam
pembentukan kristal enamel, sebagaimana yang terjadi pada kristal tulang.
Sayangnya, tidak terdapat banyak informasi lengkap yang tersedia tentang kristal
enamel pada kasus fluorosis pada manusia dewasa. Empat penelitian melaporkan
bahwa kristal fluorotik memiliki diameter lebih besar daripada kristal enamel

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

normal, yang ditentukan dengan high-resolution electron microscopy, x-ray


diffraction of powdered enamel samples, atau dengan scanning microscopy of
fractured inner-enamel specimens. Dalam penelitian lebih lanjut pada fluorosis
enamel

parah,

permukaan

hipermineralisasi

ditemukan

mengisi

kristal

heksagonal. Sedangkan pada dua penelitian lainnya, tidak ditemukan perbedaan


antara kristal enamel yang fluorosis dengan yang normal. Keenam penelitian
tersebut sulit dibandingkan satu sama lain karena variasi dari beberapa aspek,
meliputi tahap erupsi, keparahan fluorosis, besarnya dimensi kristal, prosedur
analitik, memasukkan kasus nonfluorosis sebagai kontrol, atau aspek lainnya yang
sesuai dengan keadaan fluorosis pada kristal enamel yang dijadikan sebagai
sampel. Meskipun beberapa penelitian tersebut menyebutkan bahwa kristal pada
gigi yang mengalami fluorosis berbeda dalam morfologi dan dimensi, data
tersebut masih belum meyakinkan. Isu apakah kristal pada fluorosis enamel
memiliki karakteristik berbeda dari enamel normal masih memerlukan kepastian
pengambilan sampel fluorosis enamel yang tepat, terutama gigi yang belum
erupsi, untuk mencegah kemungkinan perubahan pasca erupsi (Bronckers et al.
2009).
Dampak fluoride terhadap morfologi kristal banyak diketahui dari penelitian
eksperimental terhadap rodent. Pada gigi insisif tikus, dimensi kristal fluorotik
yang dipisahkan dari enamel insisif pada fase sekretori dan maturasi enamel yang
terpapar 75 ppm fluoride dari air minum, tidak didapatkan perbedaan yang besar
dengan kristal kontrol. Akan tetapi, pada tingkat skala nano, dilihat dengan atomic
force microscopy, kristal fluorotik memiliki permukaan yang lebih kasar secara
signifikan dibandingkan dengan kristal nonfluorotik. Kekasaran permukaan

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kristal, tampak seperti kristal kecil yang terlihat di permukaan kristal besar,
meningkat seiring dengan kadar fluoride yang lebih tinggi dalam air minum
(Bronckers et al. 2009).
Pada paparan fluoride yang lebih tinggi, fluoride juga mengubah bentuk dan
ukuran kristal pada tingkat skala mikro. Perubahan yang sama dari struktur kristal
juga dimungkinkan terjadi karena keterlibatan fluoride pada fase late-secretory
transitional dari enamel yang terpapar fluoride, dimana menyebabkan rapuh dan
sulit untuk diseksi. Kristal fluorotik dalam prismatic secretory enamel lebih
sedikit dipengaruhi, tergantung dari kristal individu, dengan jarak intercrystalline
yang lebih besar daripada pada saat fase early-secretory (Bronckers et al. 2009).
Analisa

biokimia

terhadap

fluorotic

secretory

matrix

belum

mengidentifikasi perubahan dalam komposisi atau kualitas protein matriks.


Bahkan, studi fungsional terhadap kultur organ mengindikasikan bahwa matriks
fluorotik menahan pembentukan mineral, jika dilihat dari pembentukan enamel
secara in vivo yang pulih dari paparan fluoride. Penghilangan fluoride dari kultur
medium -mimicking fluoride clearance from the plasma- menempatkan struktur
ameloblast dan menginduksi inisiasi pembentukan kristal dalam matriks fluorotik
(Bronckers et al. 2009).
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa fluoride tidak secara langsung
berikatan dengan protein amelogenin, tetapi fluoride tampak berikatan dengan
kalsium yang terdapat dalam matriks protein. Oleh karena itu, pada kadar fluoride
yang tinggi, fluoride mungkin berikatan dengan amelogenin dan protein matriks
lainnya selama proses kalsium berikatan dengan protein. Secara reversibel,
interaksi ini dapat mengganggu matriks yang memperantai pertumbuhan kristal.

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Ketika kadar fluoride diturunkan, fluoride akan tidak lebih lama mengikat kalsium
dalam matriks dan pertumbuhan kristal normal akan berlanjut (Bronckers et al.
2009).

2.3

Periode Risiko Tinggi Terbentuknya Fluorosis Gigi


Fluorosis gigi merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masa

pembentukan gigi, maka hanya anak berusia 8 tahun ke bawah yang memiliki
risiko tinggi tekena fluorosis gigi. Sedangkan anak berusia di atas 8 tahun tidak
berisiko terkena fluorosis gigi (Centers for Disease Control and Prevention,
2011). Pada masa ini apabila seseorang terpapar fluoride lebih dari 1 ppm setiap
harinya selama minimal 2 tahun, maka dapat menimbulkan noda cokelat
kehitaman pada permukaan gigi. Namun, proses ini akan berhenti saat anak
berusia 13 tahun karena proses pembentukan enamel telah sempurna (Centers for
Disease Control and Prevention, 2001).

2.4

Faktor yang Mempengaruhi Fluorosis Gigi

2.4.1 Karakteristik Individu


2.4.1.1 Usia
Pengaruh usia dalam proses terjadinya fluorosis gigi berhubungan dengan
masa erupsi gigi, dimana pada gigi yang erupsinya lebih lama memiliki potensi
terpapar fluoride lebih banyak sehingga penyerapan fluoride menjadi lebih banyak
dibandingkan gigi yang erupsi lebih awal.
Pada setiap tingkatan usia, perkembangan gigi akan berbeda. Waktu erupsi
gigi pada masing-masing anak dapat berbeda tergantung pada faktor lokal dan

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

sistemik yang mempengaruhi matriks pembentukan dan proses kalsifikasi. Oleh


karena itu, penting bagi dokter gigi untuk mengetahui faktor waktu yang
berhubungan dengan tahap awal masa kalsifikasi gigi, baik intrauterine maupun
saat bayi (McDonald et al., 2011). Kronologi masa pembentukan gigi sulung dan
permanen adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1. Kronologi Masa Pembentukan Gigi menurut Logan dan Kronfeld
(McDonald et al., 2011).
Tooth
PRIMARY
Maxillary
Central incisor
Lateral incisor
Cuspid
First molar
Second molar
Mandibular
Central incisor
Lateral incisor
Cuspid
First molar
Second molar
PERMANENT
Maxillary
Central incisor
Lateral incisor
Cuspid
First bicuspid
Second bicuspid
First molar
Second molar
Third molar
Mandibular
Central incisor
Lateral incisor
Cuspid
First bicuspid
Second bicuspid
First molar
Second molar
Third molar

Hard tissue
formation
begins

Amount of enamel
formed at birth

Enamel
completed

Eruption

Root
completed

4 mo IU
4 mo IU
5 mo IU
5 mo IU
6 mo IU

Five sixths
Two thirds
One third
Cusps united
Cusp tips still isolated

1 mo
2 mo
9 mo
6 mo
11 mo

7 mo
9 mo
18 mo
14 mo
24 mo

1 yr
2 yr
3 yr
2 yr
3 yr

4 mo IU
4 mo IU
5 mo IU
5 mo IU
6 mo IU

Three fifths
Three fifths
One third
Cusps united
Cusp tips still isolated

2 mo
3 mo
9 mo
5 mo
10 mo

6 mo
7 mo
16 mo
12 mo
20 mo

1 yr
1 yr
3 yr
2 yr
3 yr

4-5 yr
4-5 yr
6-7 yr
5-6 yr
6-7 yr
2-3 yr
7-8 yr
12-16 yr

7-8 yr
8-9 yr
11-12 yr
10-11 yr
10-12 yr
6-7 yr
12-13 yr
17-21 yr

10 yr
11 yr
13-15 yr
12-13 yr
12-14 yr
9-10 yr
14-16 yr
18-25 yr

4-5 yr
4-5 yr
6-7 yr
5-6 yr
6-7 yr
2-3 yr
7-8 yr
12-16 yr

6-7 yr
7-8 yr
9-10 yr
10-12 yr
11-12 yr
6-7 yr
11-13 yr
17-21 yr

9 yr
10 yr
12-14 yr
12-13 yr
13-14 yr
9-10 yr
14-15 yr
18-25 yr

3-4 mo
10-12 mo
4-5 mo
1 -1 yr
2-2 yr
At birth
2-3yr
7-9 yr
3-4 mo
3-4 mo
4-5 mo
1-2 yr
2-2 yr
At birth
2-3 yr
8-10 yr

Sometimes a trace

Sometimes a trace

Pada gigi permanen, gigi yang lebih banyak dipengaruhi fluorosis adalah
molar kedua rahang bawah, kemudian molar kedua dan premolar kedua rahang
atas. Pada umumnya gigi yang memiliki fluorosis gigi parah adalah molar kedua
rahang atas, kemudian molar pertama dan premolar pertama rahang atas. Gigi

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yang dipengaruhi oleh fluorosis gigi ringan adalah gigi insisif kedua rahang
bawah. Gigi yang paling sedikit mendapatkan serangan adalah gigi-gigi insisif
dan gigi-gigi molar pertama permanen, sedangkan gigi premolar dan molar kedua
dan ketiga merupakan gigi yang sering terkena. Baik rahang atas maupun rahang
bawah, fluorosis gigi biasanya terjadi lebih parah pada gigi posterior daripada gigi
anterior. Hal ini dapat dikatakan bahwa gigi yang tumbuh paling awal
mendapatkan serangan yang paling sedikit (Fejerskov et al., 1996; Medina et al.,
2008).

2.4.1.2 Jenis Kelamin


Sama halnya dengan usia, pengaruh jenis kelamin dalam proses terjadinya
fluorosis gigi juga berhubungan dengan masa erupsi gigi, dimana ada perbedaan
lama tumbuh antara anak perempuan dan laki-laki.
Erupsi gigi merupakan proses yang bervariasi pada setiap anak. Variasi ini
bisa terjadi dalam setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
gigi, terutama pada periode transisi pertama dan kedua. Variasi ini masih
dianggap sebagai suatu keadaaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu
erupsi gigi masih berkisar antara 2 tahun. Waktu erupsi gigi permanen rahang atas
dan bawah terjadi bervariasi pada setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi
gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan laki-laki. Perbedaan ini berkisar
antara 1 hingga 6 bulan (McDonald et al., 2011).
Analisis tentang perkembangan gigi permanen menunjukkan kesamaan
tahap awal pembentukan gigi. Selama tahap awal pembentukan mahkota gigi,
tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam kronologi

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kalsifikasi gigi secara umum. Selama tahap keempat dimana pembentukan enamel
telah sempurna, anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki dengan ratarata 0,35 tahun untuk empat gigi. Selama tahap perkembangan akar, perbedaan
rata-rata antara anak perempuan dan laki-laki pada semua gigi adalah 0,54 tahun.
Perbedaan terbesar pada gigi kaninus yaitu 0,90 tahun (McDonald et al., 2011).
Perbedaan masa erupsi ini akan mempengaruhi besarnya asupan fluoride
antara anak perempuan dan laki-laki, dimana anak perempuan yang giginya lebih
awal erupsi dibandingkan dengan laki-laki akan memiliki potensi terjadi fluorosis
yang lebih ringan dibandingkan dengan anak laki-laki yang erupsi giginya lebih
lama.

2.4.1.3 Sosioekonomi Orang Tua


Faktor sosioekonomi merupakan suatu pembeda yang potensial terhadap
kualitas kesehatan dan berhubungan dengan besarnya kejadian karies. Penelitian
di Inggris menunjukkan bahwa implementasi fluoridasi air dapat mengurangi
terjadinya karies dan perbedaan kualitas kesehatan juga berkurang. Menurut
penelitian yang dilakukan di Newsburg dan Kingston, dengan tingkatan
sosioekonomi yang sama, terdapat perbedaan yang signifikan antara Newsburg
yang mengalami fluoridasi dan Kingston yang tidak mengalami fluoridasi. Hal ini
lebih seperti melakukan pencegahan karies menggunakan pasta gigi berfluoride
yang menyebabkan perbedaan jumlah asupan fluoride dari diit dan penyebaran
konsumsi makanan siap saji, minuman ringan, dan camilan mengandung gula.
Oleh karena perbedaan sosioekonomi, prevalensi karies yang lebih rendah terjadi
pada kelompok yang menggosok gigi menggunakan pasta gigi berfluoride,

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

diagnosis karies yang lebih dini, dan lebih banyak yang mengalami ekstraksi gigi
(Newbrun, 2010).
Faktor sosioekonomi meliputi tingkat pendidikan dan pekerjaan seseorang.
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan kesehatan gigi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan lebih mudah menyerap informasi
termasuk informasi kesehatan gigi dan mulut dibanding orang yang berpendidikan
rendah. Apabila tingkat pendidikan orang tua rendah, misal tidak tamat SD dan
tamat SD, maka akan menyebabkan tingkat kesadaran kesehatan gigi dan mulut
juga rendah, sehingga kesehatan gigi dan mulut anak kurang terjaga dengan baik.
Apabila tingkat pendidikan orang tua sedang, misal SMP dan SMA, maka akan
menyebabkan tingkat kesadaran kesehatan gigi dan mulut juga sedang atau cukup,
sehingga kesehatan gigi dan mulut anak terjaga dengan cukup baik, dan apabila
tingkat pendidikan orang tua tinggi, misal perguruan tinggi, maka akan
menyebabkan tingkat kesadaran kesehatan gigi dan mulut juga tinggi, sehingga
kesehatan gigi dan mulut anak terjaga dengan sangat baik (Budiharto, 1998).

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Asupan Fluoride


Fluorosis merupakan manifestasi toksik kronis dari asupan fluoride (Dhar
dan Bhatnagar, 2009). Fluorosis terjadi karena banyaknya asupan fluoride yang
dikonsumsi dengan kadar fluoride yang cukup tinggi dan berlangsung dalam
waktu lama (Sciubba et al., 2002). Besarnya asupan fluoride dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut.

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.4.2.1 Sumber air minum


Air minum merupakan kontributor terbesar terhadap asupan fluoride harian.
Besarnya paparan fluoride individu ditentukan oleh kadar fluoride dalam air dan
konsumsi air harian (liter per hari). Peningkatan konsumsi air sehubungan dengan
suhu, humidity, akitivitas, dan status kesehatan, dan didukung oleh faktor lainnya,
termasuk diit (Fawell et al., 2006).
Besarnya kadar fluoride dalam air minum secara alamiah bervariasi,
tergantung pada lingkungan geologi spesifik dimana air tersebut diperoleh. Di
daerah non-fluoridasi, kadar fluoride dalam air minum dapat mencapai sekitar 2,0
mg/liter. Akan tetapi, di beberapa tempat dapat memiliki kadar fluoride hingga 20
mg/liter. Di daerah fluoridasi, kadar fluoride dalam air minum pada umumnya
berkisar antara 0,7-1,2 mg/liter (IPCS, 2002).

2.4.2.2 Perilaku Mengonsumsi Makanan mengandung fluoride


Bahan makanan tertentu mengandung konsentrasi fluoride yang relatif
tinggi. Dalam hal ini termasuk makanan seperti ikan, telur, gandum dan padipadian, serta sayuran dan buah-buahan (Rai, 1980).
Pada umumnya, sayuran dan buah-buahan mengandung fluoride dengan
kadar rendah, yaitu 0,1-0,4 mg/kg, sehingga memiliki kontribusi yang kecil
terhadap paparan. Kadar fluoride yang lebih tinggi dapat ditemukan pada padipadian, yaitu sekitar 2,0 mg/kg. Kadar fluoride dalam daging dan ikan relatif
rendah, yaitu sekitar 0,2-1,0 mg/kg dan 2,0-5,0 mg/kg. Akan tetapi, fluoride
berakumulasi dalam tulang dan kepala ikan, seperti salmon dan sardin, yang juga
dimakan. Protein ikan mengandung fluoride hingga 370 mg/kg. Pada masyarakat

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yang tinggal di daerah pesisir pantai, konsumsi makanan laut relatif tinggi
sehingga asupan fluoride ke dalam tubuh cenderung lebih tinggi. Akan tetapi,
meskipun konsumsi ikan relatif tinggi dalam pola diit, asupan fluoride dari ikan
jarang melebihi 0,2 mg per hari (Fawell et al., 2006).
Diketahui bahwa sebagian besar fluoride terletak pada lapisan terluar dari
kulit dan akan lenyap apabila kupasan kulit tersebut dibuang sewaktu persiapan
pembuatan makanan. Sayuran berupa akar sebagian besar garam mineralnya dapat
lenyap secara demikian. Apabila dimasak dalam air yang mengandung fluoride
tinggi, telah ditegaskan bahwa sebagian dari konsentrasi fluoridenya dapat
dipindahkan ke dalam sayuran dalam jumlah kecil. Akan tetapi bukti apakah
terjadi pemindahan fluoride sebaliknya dari makanan ke air untuk mencapai
keseimbangan osmosis kimia belum ada kepastian (Rai, 1980).

2.4.2.3 Perilaku Mengonsumsi Minuman mengandung fluoride


Sumber fluoride utama manusia adalah air. Fluoride tersebut bisa ada secara
alami atau karena fluoridasi. Pada umumnya ada hubungan langsung antara
meningkatnya konsentrasi fluoride dalam air minum dengan tingkat fluorosis gigi,
tetapi perlu dicatat adanya fluktuasi konsentrasi fluoride dalam air minum dimana
walaupun konsentrasinya sedikit mungkin bisa mempengaruhi tingkat fluorosis
gigi (Fejerskov et al., 1996).
Jumlah fluoride yang masuk bersama air tergantung pada konsentrasi
fluoride dalam air dan jumlah air yang diminum setiap hari (Rai, 1980). Pada
daerah yang memiliki suhu lebih tinggi, maka dinyatakan bahwa masyarakatnya
yang hidup di daerah tersebut mengonsumsi air setiap hari lebih banyak

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di daerah beriklim sedang. Hal ini
berarti asupan fluoride dari air minum juga lebih banyak (Fejeskov et al., 1996).
Penelitian terbaru menyatakan bahwa jus anggur dan teh mengandung
fluoride yang lebih banyak dibandingkan dengan air minum yang telah mengalami
fluoridasi dimana jus anggur mengandung 1,7 ppm dan teh mengandung 2,5-10
ppm. Jadi, apabila anak-anak yang masih dalam pertumbuhan, yaitu sebelum
berusia enam tahun, banyak mengonsumsi ikan, teh, jus anggur, dan minuman
lainnya maka anak tersebut memiliki kemungkinan yang besar menderita fluorosis
gigi, walaupun tinggal di daerah yang air minumnya tidak mengalami fluoridasi
(Parker, 1999).
Semua jenis teh mempunyai konsentrasi fluoride yang relatif tinggi.
Berdasarkan analisa Hardwick (1976) pada contoh teh Indonesia yang
dikeringkan dan menunjukkan konsentrasi fluoride berkisar antara 200-400 ppm.
Larutan teh segar mengandung kira-kira 1 ppm fluoride dan merupakan sumber
fluoride penting di beberapa negara. Harrison (1949) menunjukkan bahwa
fluoride dalam daun teh dilarutkan dengan cepat dan apabila air panas
ditambahkan pada tempat teh setelah sebagian besar dari larutan pertama
dituangkan, maka konsentrasi fluoride dalam larutan kedua dan berikutnya akan
berkurang.
Kualitas air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas air baku
atau sumber air, metode pengolahan air dan proses penyimpanannya. Pada daerah
yang jauh dari sumber air atau daerah dengan pasokan air yang tidak lancar
sepanjang hari, menyimpan air menjadi salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga (Jensen et al., 2002). Di samping itu, air yang telah

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

diolah juga umumnya disimpan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Wadah


penyimpanan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia antara lain teko plastik,
teko logam, dan kendi. Penelitian yang dilakukan di India dan Ethiopia telah
membuktikan bahwa bahan logam dapat menurunkan jumlah bakteri koliform
dalam air (Sudhaa et al, 2009). Penelitian di Kenya membuktikan bahwa
penurunan kadar klorin di wadah tanah liat lebih cepat dibanding wadah plastik
(Ogutu et al., 2001).
Pada umumnya, masyarakat desa menggunakan gerabah sebagai tempat
menyimpan air minum, baik yang terbuat dari tanah liat maupun plastik. Awalnya,
gerabah tanah liat, atau disebut tembikar, hanya dibuat untuk peralatan rumah
tangga (Widarto, 1995). Pada perkembangan selanjutnya, tembikar tidak hanya
untuk membuat barang kebutuhan rumah tangga saja, tetapi juga untuk bahan
bangunan, seperti bata merah, genteng, dan keramik. Akan tetapi dewasa ini
sudah mulai dikenal fungsi baru, yaitu tembikar sebagai filter untuk menjernihkan
air (Aditya dan Nieke, 2010). Tembikar merupakan material bergranul, porus, dan
berwarna gelap. Ketika berkontak dengan air, tembikar dapat mengabsorbsi
polutan, seperti zat warna, rasa, dan bau. Bahkan, tembikar dapat menyerap
fluoride dalam air (Fawell et al, 2006).

2.4.3 Perilaku Menggosok Gigi Menggunakan Pasta Gigi Berfluoride


Penelitian yang dilakukan pada daerah dengan atau tanpa penambahan
fluoride dalam air minum menunjukkan pemberian aplikasi fluoride, terutama
pasta gigi berfluoride, dapat meningkatkan risiko fluorosis gigi (Alvarez et al.,
2009). Jumlah asupan fluoride dari pasta gigi berhubungan dengan apakah anak

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

memiliki kebiasaan menggosok gigi, frekuensi menggosok gigi, jenis pasta gigi
yang digunakan, apakah anak menelan pasta giginya, dan banyaknya pasta gigi
yang dioleskan di sikat giginya (Miziara et al., 2009).
1)

Frekuensi menggosok gigi


Dari hasil penelitian, anak-anak menyikat giginya minimal sekali dalam

sehari dan tidak jarang pula anak-anak menyikat giginya dua kali sehari, yaitu
setiap kali mandi. Pernyataan tersebut berpengaruh pada masukan fluoride ke
dalam tubuh anak karena adanya refleks menelan pada anak. Menurut laporan dari
Inggris, jumlah pasta gigi yang dioles di atas sikat gigi anak adalah 0,36 gram
dimana 0,27 gram tetap tinggal di dalam mulut anak. Apabila pasta gigi tersebut
mengandung fluoride sebesar 1000 ppm, maka setiap 1 gram pasta gigi terdiri atas
1 mg fluoride. Dengan demikian, fluoride yang terdapat di dalam mulut anak
adalah 0,27 mg. Bila anak tersebut menyikat gigi dua kali dalam sehari maka
masukan fluoride pada anak tersebut adalah 0,54 mg dalam sehari dan hanya dari
pasta gigi. Masukan fluoride sebesar 0,54 mg per hari adalah cukup besar untuk
anak yang berusia di bawah tiga tahun (Bentley et al., 1999; Pereira et al., 2000).
2)

Pengalaman pasta gigi tertelan


Asupan fluoride, sebagai akibat dari penggunaan yang inadekuat atau

menelan fluoride yang terkandung dalam pasta gigi, juga bertanggung jawab
terhadap perkembangan fluorosis gigi (Alvarez et al., 2009). Pihak produsen pasta
gigi anak sering menambahkan rasa yang disukai anak-anak ke dalam pasta gigi
anak yang bertujuan untuk menarik perhatian anak, sehingga anak-anak
cenderung untuk memakan pasta gigi yang dioles di atas sikat giginya atau
menelan pasta gigi tersebut sewaktu menyikat gigi karena anak-anak di bawah

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

umur enam tahun belum begitu pandai membuang atau meludahkan cairan yang
ada di dalam mulutnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa anak berusia sampai
dengan 5 tahun menelan 30-40 persen pasta gigi yang dioles di atas sikat giginya
(Alvarez et al., 2009; Bentley et al., 1999; Pereira et al., 2000).
Pengalaman pasta gigi berfluoride yang tertelan akan menambah asupan
fluoride ke dalam tubuh, diduga sekitar 0,06-0,30 mg pada anak-anak berumur 4-7
tahun, walaupun jumlahnya tergantung pada jumlah pasta yang dioleskan ke sikat
gigi dan cara menyikat giginya. Jika anak-anak disuruh meludahkan pasta
sebanyak mungkin sesudah menyikat gigi maka akan membatasi masuknya
fluoride. Hal yang perlu diperhatikan pula adalah bahwa anak-anak yang masih
kecil tidak bisa meludah dengan baik, dan cenderung menelan sesuatu yang lezat
di dalam mulut (Fejerskov et al., 1996).
3)

Banyaknya pasta gigi yang digunakan setiap kali menggosok gigi


Banyaknya pasta gigi yang dioleskan di atas sikat gigi anak dapat diketahui

dari jawaban responden tentang apakah pasta gigi dioleskan sepanjang bulu sikat
(1,2 gram), separo bulu sikat (0,6 gram), atau seperempat bulu sikat (0,3 gram).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia 2-3 tahun, 4 tahun, dan 5-6 tahun
biasanya menelan 48%, 42%, dan 34% dari sejumlah pasta gigi yang dioleskan di
sikat giginya (Miziara et al., 2009). Dengan demikian masukan fluoride ke dalam
tubuh juga semakin besar dan berbanding lurus dengan prevalensi fluorosis gigi
pada anak (Bentley et al., 1999; Pereira et al., 2000).

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.5

Pola Distribusi Fluorosis Gigi pada Periode Gigi-geligi

2.5.1 Gigi-geligi Permanen


Fluorosis terjadi karena banyaknya asupan fluoride yang dikonsumsi dengan
kadar fluoride yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu lama (Sciubba et
al., 2002). Oleh karena fluorosis gigi merupakan gangguan perkembangan
sistemik, maka selalu ada simetri dalam tingkat tertentu pada gigi yang letaknya
homolog. Pada waktu erupsi, permukaan gigi akan mendapatkan pengaruh yang
sama (Fejerskov et al., 1996).
Pada umumnya, fluorosis terjadi di semua gigi, kecuali pada derajat ringan
tidak semua permukaan gigi terlibat (Neville, 2003), tidak semua gigi di dalam
mulut terserang fluorosis gigi dengan tingkat keparahan yang sama. Tingkatan
keparahan yang tidak sama pada tiap kelompok gigi dalam mulut merupakan
salah satu sifat yang karakteristik pada fluorosis gigi (Fejerskov et al., 1996). Gigi
yang paling sedikit mendapatkan serangan adalah gigi insisif dan molar pertama
permanen, sedangkan gigi premolar dan molar kedua dan ketiga merupakan gigi
yang sering terkena. Hal ini dapat dikatakan bahwa gigi yang tumbuh paling awal
mendapatkan serangan yang paling sedikit (Fejerskov et al., 1996; Medina et al.,
2008).
Beberapa survey telah menunjukkan bahwa pada pemeriksaan gigi anak
berumur 6-9 tahun, dimana hanya gigi insisif dan molar pertama permanen yang
erupsi, hasilnya menunjukkan prevalensi dan keparahan yang lebih rendah
dibanding dengan pemeriksaan yang dilakukan terhadap anak berusia 11-15 tahun
yang dilakukan pada daerah yang sama. Pada anak yang berusia 11-15 tahun
tersebut, mungkin terjadi keparahan yang lebih pada gigi premolar dan molar

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kedua permanen. Pola ini mungkin sedikit berbeda dengan yang terjadi pada
daerah yang mempunyai fluoride lebih banyak, dimana populasinya menunjukkan
adanya fluorosis gigi yang lebih parah. Pada daerah yang demikian, gigi molar
pertama pada anak umur 12 tahun sering menunjukkan adanya keparahan yang
serupa dengan yang terjadi pada premolar dan molar kedua. Hal ini merupakan
akibat dari kerusakan pascaerupsi pada gigi molar pertama yang pada umur 12
tahun telah berada di dalam mulut selama 6 tahun (Fejerskov et al., 1996).

2.5.2 Gigi-geligi Sulung


Pada prinsipnya, pola distribusi fluorosis gigi pada periode gigi-geligi
sulung serupa dengan gigi-geligi permanen yaitu gigi molar sulung lebih parah
daripada gigi insisif. Namun gigi sulung selalu kurang parah dibandingkan gigi
permanen penggantinya (Fejerskov et al., 1996).

2.6

Gambaran Wilayah Desa Pagagan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten


Pamekasan
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu kota di kawasan Madura. Dari

sisi geografis, sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa, batas selatan terdapat Selat
Madura, sebelah Barat bersebelahan dengan Kabupaten Sampang, dan bagian
timur berbatasan dengan Kabupaten Sumenep. Dataran tertinggi di Kabupaten
Pamekasan mencapai 350 meter dari permukaan laut dan yang terendah setinggi 6
meter dari permukaan laut (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pamekasan, 2011).
Kabupaten Pamekasan terdiri dari tiga belas kecamatan. Salah satunya
adalah Kecamatan Pademawu. Desa Pagagan merupakan salah satu desa di

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kecamatan Pademawu, terletak di ketinggian 7 meter di atas permukaan air laut.


(Badan Pusat Statistik Kabupaten Pamekasan, 2011). Jumlah penduduk Desa
Pagagan adalah sekitar 2144 orang dan mata pencaharian terbesar adalah sebagai
nelayan dan petani. Letaknya yang berada dekat dengan pantai menjadi salah satu
indikasi terjadinya fluorosis gigi yang cukup tinggi, dimana populasinya
mengonsumsi banyak makanan laut sebagai makanan utama. Ketersediaan
pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan gigi, masih belum tersedia, sehingga
upaya pemeliharaan dan perbaikan kesehatan gigi masyarakat masih dapat
dikatakan rendah.

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS FLUOROSIS ...

FARHATUD DIHNIAH

Anda mungkin juga menyukai