BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Fluorosis Gigi
Fluoride dapat mempengaruhi ameloblast selama tahap pembentukan gigi
dan dapat menyebabkan fluorosis gigi atau mottled enamel. Fluorosis gigi hanya
terbatas pada permukaan enamel dan menunjukkan perubahan warna menjadi
lebih putih opak atau kecokelatan dengan atau tanpa disertai pembentukan pit
pada permukaan enamel (McDonald et al., 2011).
Pada saat fluoride dalam air minum melebihi 1 ppm, perubahan akan
tampak pada stuktur gigi permanen yang sedang berkembang menjadi rusak atau
terjadi pembentukan enamel yang tidak sempurna. Secara klinis, fluorosis gigi
ditemukan pada anak-anak yang tinggal di daerah dengan kadar fluoride dalam air
sedikitnya 1 ppm. Selain air minum, terjadinya fluorosis gigi juga didukung oleh
asupan fluoride yang berasal dari makanan, suplemen fluoride, pasta gigi
berfluoride, dan sumber fluoride lainnya, sehingga jumlah fluoride yang
dikonsumsi melebihi kadar fluoride optimum dan menghasilkan perubahan pada
gigi. Perubahan pada gigi yang bervariasi dengan kadar fluoride yang sama di
suatu daerah dapat dikarenakan bervariasinya jumlah fluoride yang dikonsumsi
oleh masing-masing individu (Neville, 2003).
Penambahan asupan fluoride lebih dari 1 ppm dalam air minum dapat
menyebabkan fluorosis, akan tetapi perubahan ini dapat terjadi juga tergantung
pada banyaknya air yang dikonsumsi. Hipomaturasi enamel gigi terjadi karena
banyaknya asupan fluoride yang dikonsumsi dengan kadar fluoride yang cukup
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
tinggi selama perkembangan gigi, biasanya antara 2-3 tahun (Sciubba et al.,
2002).
Gambaran mikroskopis dari fluorosis gigi tergantung pada hebatnya efek
hipoplastis. Pada fluorosis gigi ringan (mild) dan sedang (moderate), keutuhan
permukaan enamel tetap ada, namun dalam bentuk parah (severe), permukaan
enamel terputus-putus oleh lekukan-lekukan kecil. Sepertiga bagian luar fluorosis
gigi menunjukkan adanya pigmentasi dan radiodensitas yang berkurang,
menandakan adanya hipokalsifikasi. Permukaan ini kurang larut dalam asam,
mempunyai permeabilitas lebih besar terhadap warna, dan memancarkan sinar
dengan intensitas lebih tinggi daripada enamel normal. Pengamatan mikroskopis
pada enamel yang sedang berkembang menunjukkan adanya gangguan pada
lapisan ameloblast dan suatu keterlambatan pada peletakan dan mineralisasi
matriks enamel yang dihasilkan oleh sel-sel tersebut (Rai, 1980).
2.2
toksiknya terhadap enamel hanya selama tahap tertentu dari pembentukan gigi,
yaitu pada saat enamel dibentuk oleh ameloblast. Fase pembentukan enamel ini
berjalan beberapa tahun dan merupakan tahap yang peka terhadap fluoride. Akan
tetapi, semakin mendekati waktu erupsi, keparahan fluorosis gigi yang terjadi
akan semakin berkurang (Fejerskov et al., 1996). Menurut Kidd dan Sally (1991),
fluoride dapat mempengaruhi enamel pada ketiga tahap pembentukannya. Tahap
pembentukan enamel meliputi tahap pembentukan matriks enamel, mineralisasi,
dan maturasi. Pada saat asupan fluoride melebihi kadar optimum, yaitu sekitar 1,0
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
ppm, perubahan akan tampak pada struktur gigi yang sedang berkembang menjadi
rusak atau terjadi pembentukan enamel yang tidak sempurna (Neville, 2003).
Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa fluoride mempengaruhi ameloblast
dan pembentukan enamel secara berbeda pada tahap pembentukan enamel yang
berbeda, yang mengakibatkan tingkat kerusakan enamel yang berbeda pula
(Bronckers et al., 2009).
Telah sejak lama diasumsikan bahwa fluoride dapat mengubah komposisi
matriks enamel, menyebabkan perubahan pada pertumbuhan kristal enamel.
Penelitian ultrastuktural menyebutkan bahwa matriks yang disekresi setelah
terpapar fluoride menunjukkan lebih amorf, jumlah crystallite yang sangat sedikit,
dan meningkatnya jarak intercrystalline jika dibandingkan dengan matriks enamel
normal. Pada kasus parah, prismless enamel ditemukan dalam prismatic inner
enamel. Pada lokasi tersebut, pembentukan prismatic enamel terganggu oleh
paparan fluoride, dimana prismless enamel terbentuk. Setelah paparan fluoride
dihilangkan, prismatic enamel kembali terbentuk (Bronckers et al. 2009).
Dinamika pertumbuhan kristal enamel, ukuran kristal, dan bentuk kristal
dikontrol dengan baik oleh protein matriks selama masa pembentukan enamel.
Telah diketahui sejak lama bahwa fluoride mengakibatkan kerusakan mineralisasi
dan menurunkan kekerasan enamel. Hal ini dibuktikan dengan fluoride mengubah
ukuran kristal, jumlah, bentuk, atau kualitas dengan cara ikut terlibat dalam
pembentukan kristal enamel, sebagaimana yang terjadi pada kristal tulang.
Sayangnya, tidak terdapat banyak informasi lengkap yang tersedia tentang kristal
enamel pada kasus fluorosis pada manusia dewasa. Empat penelitian melaporkan
bahwa kristal fluorotik memiliki diameter lebih besar daripada kristal enamel
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
parah,
permukaan
hipermineralisasi
ditemukan
mengisi
kristal
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
kristal, tampak seperti kristal kecil yang terlihat di permukaan kristal besar,
meningkat seiring dengan kadar fluoride yang lebih tinggi dalam air minum
(Bronckers et al. 2009).
Pada paparan fluoride yang lebih tinggi, fluoride juga mengubah bentuk dan
ukuran kristal pada tingkat skala mikro. Perubahan yang sama dari struktur kristal
juga dimungkinkan terjadi karena keterlibatan fluoride pada fase late-secretory
transitional dari enamel yang terpapar fluoride, dimana menyebabkan rapuh dan
sulit untuk diseksi. Kristal fluorotik dalam prismatic secretory enamel lebih
sedikit dipengaruhi, tergantung dari kristal individu, dengan jarak intercrystalline
yang lebih besar daripada pada saat fase early-secretory (Bronckers et al. 2009).
Analisa
biokimia
terhadap
fluorotic
secretory
matrix
belum
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
Ketika kadar fluoride diturunkan, fluoride akan tidak lebih lama mengikat kalsium
dalam matriks dan pertumbuhan kristal normal akan berlanjut (Bronckers et al.
2009).
2.3
pembentukan gigi, maka hanya anak berusia 8 tahun ke bawah yang memiliki
risiko tinggi tekena fluorosis gigi. Sedangkan anak berusia di atas 8 tahun tidak
berisiko terkena fluorosis gigi (Centers for Disease Control and Prevention,
2011). Pada masa ini apabila seseorang terpapar fluoride lebih dari 1 ppm setiap
harinya selama minimal 2 tahun, maka dapat menimbulkan noda cokelat
kehitaman pada permukaan gigi. Namun, proses ini akan berhenti saat anak
berusia 13 tahun karena proses pembentukan enamel telah sempurna (Centers for
Disease Control and Prevention, 2001).
2.4
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
Hard tissue
formation
begins
Amount of enamel
formed at birth
Enamel
completed
Eruption
Root
completed
4 mo IU
4 mo IU
5 mo IU
5 mo IU
6 mo IU
Five sixths
Two thirds
One third
Cusps united
Cusp tips still isolated
1 mo
2 mo
9 mo
6 mo
11 mo
7 mo
9 mo
18 mo
14 mo
24 mo
1 yr
2 yr
3 yr
2 yr
3 yr
4 mo IU
4 mo IU
5 mo IU
5 mo IU
6 mo IU
Three fifths
Three fifths
One third
Cusps united
Cusp tips still isolated
2 mo
3 mo
9 mo
5 mo
10 mo
6 mo
7 mo
16 mo
12 mo
20 mo
1 yr
1 yr
3 yr
2 yr
3 yr
4-5 yr
4-5 yr
6-7 yr
5-6 yr
6-7 yr
2-3 yr
7-8 yr
12-16 yr
7-8 yr
8-9 yr
11-12 yr
10-11 yr
10-12 yr
6-7 yr
12-13 yr
17-21 yr
10 yr
11 yr
13-15 yr
12-13 yr
12-14 yr
9-10 yr
14-16 yr
18-25 yr
4-5 yr
4-5 yr
6-7 yr
5-6 yr
6-7 yr
2-3 yr
7-8 yr
12-16 yr
6-7 yr
7-8 yr
9-10 yr
10-12 yr
11-12 yr
6-7 yr
11-13 yr
17-21 yr
9 yr
10 yr
12-14 yr
12-13 yr
13-14 yr
9-10 yr
14-15 yr
18-25 yr
3-4 mo
10-12 mo
4-5 mo
1 -1 yr
2-2 yr
At birth
2-3yr
7-9 yr
3-4 mo
3-4 mo
4-5 mo
1-2 yr
2-2 yr
At birth
2-3 yr
8-10 yr
Sometimes a trace
Sometimes a trace
Pada gigi permanen, gigi yang lebih banyak dipengaruhi fluorosis adalah
molar kedua rahang bawah, kemudian molar kedua dan premolar kedua rahang
atas. Pada umumnya gigi yang memiliki fluorosis gigi parah adalah molar kedua
rahang atas, kemudian molar pertama dan premolar pertama rahang atas. Gigi
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
yang dipengaruhi oleh fluorosis gigi ringan adalah gigi insisif kedua rahang
bawah. Gigi yang paling sedikit mendapatkan serangan adalah gigi-gigi insisif
dan gigi-gigi molar pertama permanen, sedangkan gigi premolar dan molar kedua
dan ketiga merupakan gigi yang sering terkena. Baik rahang atas maupun rahang
bawah, fluorosis gigi biasanya terjadi lebih parah pada gigi posterior daripada gigi
anterior. Hal ini dapat dikatakan bahwa gigi yang tumbuh paling awal
mendapatkan serangan yang paling sedikit (Fejerskov et al., 1996; Medina et al.,
2008).
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
kalsifikasi gigi secara umum. Selama tahap keempat dimana pembentukan enamel
telah sempurna, anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki dengan ratarata 0,35 tahun untuk empat gigi. Selama tahap perkembangan akar, perbedaan
rata-rata antara anak perempuan dan laki-laki pada semua gigi adalah 0,54 tahun.
Perbedaan terbesar pada gigi kaninus yaitu 0,90 tahun (McDonald et al., 2011).
Perbedaan masa erupsi ini akan mempengaruhi besarnya asupan fluoride
antara anak perempuan dan laki-laki, dimana anak perempuan yang giginya lebih
awal erupsi dibandingkan dengan laki-laki akan memiliki potensi terjadi fluorosis
yang lebih ringan dibandingkan dengan anak laki-laki yang erupsi giginya lebih
lama.
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
diagnosis karies yang lebih dini, dan lebih banyak yang mengalami ekstraksi gigi
(Newbrun, 2010).
Faktor sosioekonomi meliputi tingkat pendidikan dan pekerjaan seseorang.
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan kesehatan gigi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan lebih mudah menyerap informasi
termasuk informasi kesehatan gigi dan mulut dibanding orang yang berpendidikan
rendah. Apabila tingkat pendidikan orang tua rendah, misal tidak tamat SD dan
tamat SD, maka akan menyebabkan tingkat kesadaran kesehatan gigi dan mulut
juga rendah, sehingga kesehatan gigi dan mulut anak kurang terjaga dengan baik.
Apabila tingkat pendidikan orang tua sedang, misal SMP dan SMA, maka akan
menyebabkan tingkat kesadaran kesehatan gigi dan mulut juga sedang atau cukup,
sehingga kesehatan gigi dan mulut anak terjaga dengan cukup baik, dan apabila
tingkat pendidikan orang tua tinggi, misal perguruan tinggi, maka akan
menyebabkan tingkat kesadaran kesehatan gigi dan mulut juga tinggi, sehingga
kesehatan gigi dan mulut anak terjaga dengan sangat baik (Budiharto, 1998).
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
yang tinggal di daerah pesisir pantai, konsumsi makanan laut relatif tinggi
sehingga asupan fluoride ke dalam tubuh cenderung lebih tinggi. Akan tetapi,
meskipun konsumsi ikan relatif tinggi dalam pola diit, asupan fluoride dari ikan
jarang melebihi 0,2 mg per hari (Fawell et al., 2006).
Diketahui bahwa sebagian besar fluoride terletak pada lapisan terluar dari
kulit dan akan lenyap apabila kupasan kulit tersebut dibuang sewaktu persiapan
pembuatan makanan. Sayuran berupa akar sebagian besar garam mineralnya dapat
lenyap secara demikian. Apabila dimasak dalam air yang mengandung fluoride
tinggi, telah ditegaskan bahwa sebagian dari konsentrasi fluoridenya dapat
dipindahkan ke dalam sayuran dalam jumlah kecil. Akan tetapi bukti apakah
terjadi pemindahan fluoride sebaliknya dari makanan ke air untuk mencapai
keseimbangan osmosis kimia belum ada kepastian (Rai, 1980).
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
dibandingkan dengan masyarakat yang hidup di daerah beriklim sedang. Hal ini
berarti asupan fluoride dari air minum juga lebih banyak (Fejeskov et al., 1996).
Penelitian terbaru menyatakan bahwa jus anggur dan teh mengandung
fluoride yang lebih banyak dibandingkan dengan air minum yang telah mengalami
fluoridasi dimana jus anggur mengandung 1,7 ppm dan teh mengandung 2,5-10
ppm. Jadi, apabila anak-anak yang masih dalam pertumbuhan, yaitu sebelum
berusia enam tahun, banyak mengonsumsi ikan, teh, jus anggur, dan minuman
lainnya maka anak tersebut memiliki kemungkinan yang besar menderita fluorosis
gigi, walaupun tinggal di daerah yang air minumnya tidak mengalami fluoridasi
(Parker, 1999).
Semua jenis teh mempunyai konsentrasi fluoride yang relatif tinggi.
Berdasarkan analisa Hardwick (1976) pada contoh teh Indonesia yang
dikeringkan dan menunjukkan konsentrasi fluoride berkisar antara 200-400 ppm.
Larutan teh segar mengandung kira-kira 1 ppm fluoride dan merupakan sumber
fluoride penting di beberapa negara. Harrison (1949) menunjukkan bahwa
fluoride dalam daun teh dilarutkan dengan cepat dan apabila air panas
ditambahkan pada tempat teh setelah sebagian besar dari larutan pertama
dituangkan, maka konsentrasi fluoride dalam larutan kedua dan berikutnya akan
berkurang.
Kualitas air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas air baku
atau sumber air, metode pengolahan air dan proses penyimpanannya. Pada daerah
yang jauh dari sumber air atau daerah dengan pasokan air yang tidak lancar
sepanjang hari, menyimpan air menjadi salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga (Jensen et al., 2002). Di samping itu, air yang telah
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
memiliki kebiasaan menggosok gigi, frekuensi menggosok gigi, jenis pasta gigi
yang digunakan, apakah anak menelan pasta giginya, dan banyaknya pasta gigi
yang dioleskan di sikat giginya (Miziara et al., 2009).
1)
sehari dan tidak jarang pula anak-anak menyikat giginya dua kali sehari, yaitu
setiap kali mandi. Pernyataan tersebut berpengaruh pada masukan fluoride ke
dalam tubuh anak karena adanya refleks menelan pada anak. Menurut laporan dari
Inggris, jumlah pasta gigi yang dioles di atas sikat gigi anak adalah 0,36 gram
dimana 0,27 gram tetap tinggal di dalam mulut anak. Apabila pasta gigi tersebut
mengandung fluoride sebesar 1000 ppm, maka setiap 1 gram pasta gigi terdiri atas
1 mg fluoride. Dengan demikian, fluoride yang terdapat di dalam mulut anak
adalah 0,27 mg. Bila anak tersebut menyikat gigi dua kali dalam sehari maka
masukan fluoride pada anak tersebut adalah 0,54 mg dalam sehari dan hanya dari
pasta gigi. Masukan fluoride sebesar 0,54 mg per hari adalah cukup besar untuk
anak yang berusia di bawah tiga tahun (Bentley et al., 1999; Pereira et al., 2000).
2)
menelan fluoride yang terkandung dalam pasta gigi, juga bertanggung jawab
terhadap perkembangan fluorosis gigi (Alvarez et al., 2009). Pihak produsen pasta
gigi anak sering menambahkan rasa yang disukai anak-anak ke dalam pasta gigi
anak yang bertujuan untuk menarik perhatian anak, sehingga anak-anak
cenderung untuk memakan pasta gigi yang dioles di atas sikat giginya atau
menelan pasta gigi tersebut sewaktu menyikat gigi karena anak-anak di bawah
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
umur enam tahun belum begitu pandai membuang atau meludahkan cairan yang
ada di dalam mulutnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa anak berusia sampai
dengan 5 tahun menelan 30-40 persen pasta gigi yang dioles di atas sikat giginya
(Alvarez et al., 2009; Bentley et al., 1999; Pereira et al., 2000).
Pengalaman pasta gigi berfluoride yang tertelan akan menambah asupan
fluoride ke dalam tubuh, diduga sekitar 0,06-0,30 mg pada anak-anak berumur 4-7
tahun, walaupun jumlahnya tergantung pada jumlah pasta yang dioleskan ke sikat
gigi dan cara menyikat giginya. Jika anak-anak disuruh meludahkan pasta
sebanyak mungkin sesudah menyikat gigi maka akan membatasi masuknya
fluoride. Hal yang perlu diperhatikan pula adalah bahwa anak-anak yang masih
kecil tidak bisa meludah dengan baik, dan cenderung menelan sesuatu yang lezat
di dalam mulut (Fejerskov et al., 1996).
3)
dari jawaban responden tentang apakah pasta gigi dioleskan sepanjang bulu sikat
(1,2 gram), separo bulu sikat (0,6 gram), atau seperempat bulu sikat (0,3 gram).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia 2-3 tahun, 4 tahun, dan 5-6 tahun
biasanya menelan 48%, 42%, dan 34% dari sejumlah pasta gigi yang dioleskan di
sikat giginya (Miziara et al., 2009). Dengan demikian masukan fluoride ke dalam
tubuh juga semakin besar dan berbanding lurus dengan prevalensi fluorosis gigi
pada anak (Bentley et al., 1999; Pereira et al., 2000).
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
2.5
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
kedua permanen. Pola ini mungkin sedikit berbeda dengan yang terjadi pada
daerah yang mempunyai fluoride lebih banyak, dimana populasinya menunjukkan
adanya fluorosis gigi yang lebih parah. Pada daerah yang demikian, gigi molar
pertama pada anak umur 12 tahun sering menunjukkan adanya keparahan yang
serupa dengan yang terjadi pada premolar dan molar kedua. Hal ini merupakan
akibat dari kerusakan pascaerupsi pada gigi molar pertama yang pada umur 12
tahun telah berada di dalam mulut selama 6 tahun (Fejerskov et al., 1996).
2.6
sisi geografis, sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa, batas selatan terdapat Selat
Madura, sebelah Barat bersebelahan dengan Kabupaten Sampang, dan bagian
timur berbatasan dengan Kabupaten Sumenep. Dataran tertinggi di Kabupaten
Pamekasan mencapai 350 meter dari permukaan laut dan yang terendah setinggi 6
meter dari permukaan laut (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pamekasan, 2011).
Kabupaten Pamekasan terdiri dari tiga belas kecamatan. Salah satunya
adalah Kecamatan Pademawu. Desa Pagagan merupakan salah satu desa di
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH
SKRIPSI
FARHATUD DIHNIAH