Anda di halaman 1dari 4

Analisis SWOT Persalinan Usia Dini

Penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari 17


tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada
anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi
dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak
perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat
hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun,
sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19
tahun. Angka kematian ibu usia di bawah 16 tahun di Kamerun, Etiopia,
dan Nigeria, bahkan lebih tinggi hingga enam kali lipat. Anatomi tubuh
anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan,
sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta obstetric
fistula. Data dari UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara
persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric
fistula. Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang
menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia
kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric
fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan seksual di usia dini.
Pernikahan anak berhubungan erat dengan fertilitas yang tinggi,
kehamilan dengan jarak yang singkat, juga terjadinya kehamilan yang
tidak diinginkan.
Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali juga
meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV.
Banyak remaja yang menikah dini berhenti sekolah saat mereka terikat
dalam lembaga pernikahan, mereka seringkali tidak memahami dasar
kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya risiko terkena infeksi HIV.
Infeksi HIV terbesar didapatkan sebagai penularan langsung dari partner
seks yang telah terinfeksi sebelumnya. Lebih jauh lagi, perbedaan usia
yang terlampau jauh menyebabkan anak hampir tidak mungkin meminta
hubungan seks yang aman akibat dominasi pasangan. Pernikahan usia

muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya karsinoma serviks.


Keterbatasan gerak sebagai istri dan kurangnya dukungan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan karena terbentur kondisi ijin suami,
keterbatasan ekonomi, maka penghalang ini tentunya berkontribusi
terhadap meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada remaja
yang hamil. (Eddy Fadlyana, Shinta Larasaty, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK Universitas Padjajaran/RS Dr Hasan Sadikin Bandung,
Pernikahan usia dini dan permasalahannya; Sari Pediatri, Vol. 11, No. 2,
Agustus 2009).

Strength:

Komisi Nasional Perempuan menilai bahwa pernikahan usia dini

melanggar hak anak perempuan.


Organisai pemerintah seperti BKKBN: organisasi pemerintah yang
mengatur

program

keluarga

berencana

yakni

upaya

untuk

mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,


mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan
sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
berkualitas

(Undang-Undang

No.

10

Tahun

1992

dan

disempurnakan pada Undang-Undang No. 52 Tahun 2009).


Dukungan organisasi non pemerintah seperti Koalisi Perempuan
Indonesia

yang

dalam

workshop

10-13

September

2015

mengeluarkan ide bank darah di setiap wilayah/area Balai


Permepuan Indonesia dan penyediaan informasi tentang kesehatan
reproduksi, lebih khusus lagi upaya pencegahan pernikahan dini
dan untuk advokasi ke depan adalah pentingnya Undang-Undang
Perlindungan Sosial dan Undang-Undang Kepalangmerahan.

Weakness:

Gaya hidup dan perilaku seks bebas yang dirangsang oleh


banyaknya media yang mempertontonkan kehidupan seks bebas
yang tidak bertanggung jawab dan mengakibatkan peningkatan

kejadian kehamilan pada remaja.


Kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan KB yang
menyebabkan remaja tidak dapat mencari alterative perlindungan

untuk dirinya dalam mencegah kehamilan.


Masalah sosial yang memberikan gaya hidup hedonis serta
permasalahan ekonomi tidak mencukupi mendorong seseorang
mencari pelindung yang bertanggung jawab penuh terhadap
dirinya, dimana hal ini dapat terpenuhi bila menikah sehingga bisa

meringankan beban dan tanggung jawab orang tua.


Faktor sosial budaya dimana di daerah pedesaan, perkawinan
terjadi pada saat usia belia yang diikuti dengan kehamilan,
dikarenakan budaya yang masih melekat dengan asumsi untuk
membebaskan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya serta
status

dan

kedudukan

wanita

pada

sistem

keluarga

dan

masyarakat, makin rendah kedudukannya maka hak wanita


tersebut makin rendah sehingga tidak bisa menggunakan haknya
sebagai anak.
Opportunity:

Adanya dukungan pemerintah sebagai badan pengambil kebijakan

dalam pencegahan pernikahan usia dini.


Adanya dukungan dari tokoh masyarakat.
Dukungan pihak institusi memberikan peluang untuk melakukan
penyuluhan tentang pernikahan usia dini dan bahaya persalinan
usia dini.

Banyak organisasi dan komunitas yang sadar akan perlunya

pencegahan pernikahan dini dan bahaya persalinan usia dini.


Membangun kerjasama antar institusi pemerintah dengan pihak
non

pemerintah

untuk

memberikan

perlindungan

atau

pembelajaran kepada masyarakat mengenai pernikahan usia dini

dan persalinan usia dini.


Membangun program agar dokter anak turut berperan aktif dalam
mengurangi angka pernikahan usia dini yang dapat mengakibatkan

persalinan pada usia dini.


Adanya rencana pemerintah mengeluarkan kebijakan pendidikan
reproduksi di tiap institusi pendidikan.

Threats:

Banyaknya produk pornografi yang beredar luas sehingga dapat


memberikan peluang kepada remaja untuk melakukan seks di luar
nikah yang nantinya akan berakibat pada pernikahan usia dini

maupun persalinan usia dini.


Maraknya film/sinetron yang

hedonis.
Masyarakat perkotaan yang kurang peduli terhadap lingkungan di

sekitarnya.
Minimnya tingkat pendidikan masyarakat tentang kesehatan

reproduksi.
Program pemerintah yang tidak berjalan maksimal.

mempertontonkan

gaya

hidup

Anda mungkin juga menyukai