Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang banyak menarik perhatian karena
tingkat prevalensinya yang semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi karena adanya
perubahan gaya hidup dan bertambahnya populasi usia lanjut. Perubahan gaya hidup
diantaranya mulai dari pola makan/jenis makanan yang dikonsumsi sampai
berkurangnya kegiatan jasmani. Penyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa
stroke, gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani
amputasi jika anggota badan menderita luka gangren (Annisa, 2004).
Kasus diabetes melitus yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe II yang
umumnya memepunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Pengobatan
untuk DM tipe II dengan perencanaan makan (diet) atau terapi nutrisi medik, yang
merupakan pengobatan utama yang diikuti dengan latihan jasmani (olahraga), namun
bila tindakan tersebut tidak atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah
maka perlu digunakan obat antidiabetik oral. Obat antidiabetik oral merupakan
senyawa yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan diberikan secara oral.
Pada penggunaan obat antidiabetik oral dapat terjadi interaksi dengan obatobat tertentu yang digunakan oleh pasien sehingga menyebabkan terjadinya gejala
hipoglikemia yang merupakan efek samping paling berbahaya. Gejala hipoglikemia
berupa berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi
berkurang, ataksia, hemiplegia dan koma. Maka pada makalah ini, akan dibahas
tentang interaksi obat antidiabetes.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari interaksi obat dan diabetes ?
2. Apa saja klasifikasi diabetes ?
3. Apa saja mekanisme interaksi obat ?
4. Apa saja tingkat keparahan interaksi obat ?
5. Apa saja terapi untuk penyakit diabetes ?
6. Apa saja penggolongan obat oral antidiabetes ?
7. Apa saja interaksi obat oral antidiabetes dan bagaimana mekanisme kerjanya ?

8. Pada level signifikansi berapa interaksi obat oral antidiabetes dengan obat lain ?
9. Bagaimana cara penanganannya bila terjadi interaksi ?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat sebagai bahan pembelajaran untuk mata kuliah interaksi
obat. Selain itu sebagai pemenuhan tugas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Interaksi obat merupakan peristiwa yang terjadi karena perubahan efek obat
pertama oleh pemberian obat lain sebelumnya atau secara bersamaan. Interaksi obat
dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau
mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan
batas keamanan yang sempit.
Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai oleh poliuri,
polidipsi dan polifagi, disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia (glukosa puasa 126mg/dL atau postprandial 200mg/dL atau glukosa
sewaktu 200mg/dL). Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin, sehingga
glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan
metabolismenya terganggu. Pada DM, glukosa tidak dapat masuk ke sel sehingga
energi utama diperoleh dari metabolisme lemak dan protein (Suherman, 2007).
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator (peniru yang
handal), karena penyakit ini dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan (Waspadji, 1996).
B. Klasifikasi Diabetes
American Diabetes Assosiation (ADA), memperkenalkan klasifikasi diabetes
berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan
gangguan toleransi glukosa. Terdapat empat klasifikasi klinis gangguan toleransi
glukosa, yaitu DM tipe 1, tipe 2, diabetes gestasional (kehamilan) dan tipe lain (akibat
kelainan genetik, penyakit, obat dan infeksi) (Schteingart, 2006).
Diabetes tipe 1, merupakan akibat dari perusakan autoimun sel beta pankreas
dibuktikan dengan diagnosis pada 90% orang terdapat sejumlah kecil sel antibodi,
antibodi untuk asam glutamat dekarboksilase dan antibodi untuk insulin. Pada
umumnya diderita anak-anak dan remaja, namun dapat terjadi pada umur berapapun.
Pada usia muda terjadi laju kecepatan perusakan sel beta ditandai dengan
ketoasidosis, ketika dewasa sering dipelihara dengan sekresi insulin yang cukup untuk
mencegah ketoasidosis untuk beberapa tahun (Triplitt et al., 2005).

Diabetes tipe 2, karakteristik dari tipe ini adalah resisten insulin sehingga
relatif kurangnya sekresi insulin. Kebanyakan penderita tipe ini disertai obesitas, hal
ini yang menyebabkan resisten insulin. Hipertensi, dislipidemia dan peningkatan level
plasminogen aktivator inhibitor-1 (PAI-1) juga ditunjukkan pada penderita tipe ini.
Ketidaknormalan ini sering disebut insulin resistance syndrome (Triplitt et al.,
2005).
Diabetes gestasional, akibat peningkatan sekresi berbagai hormon sehingga
mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, pasien yang mempunyai
predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkan intoleransi
glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan (Schteingart, 2006). Deteksi
klinik diabetes ini sangat penting, hal ini untuk mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas perinatal (Triplitt et al., 2005).
Diabetes tipe lain, merupakan diabetes yang disebabkan kelainan genetik
fungsi sel beta (MODY 1, MODY 2, MODY 3 dan DNA mitokondria). Penyebab lain
yaitu penyakit pada eksokrin pankreas (pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, cistic fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus). Dapat juga
disebabkan adanya penyakit endokrin, pemakaian obat/zat kimia (glukokortikoid,
hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, tiazid, dilantin dan interferon) dan akibat
infeksi (Anonim, 2005).
C. Mekanisme Interaksi Obat
Secara umum, ada tiga mekanisme interaksi obat :
1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau
mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya
(BNF 58, 2009).
Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :
a) Imteraksi pada absorpsi obat
Absorpsi obat tergantung pada formulasi farmasetik, pKa dan kelarutan obat
dalam lemak, pH, flora usus, dan aliran darah dalam organ pencernaan. Dalam
hal ini perlu dibedakan antara interaksi yang mengurangi kecepatan absorpsi
dan interaksi yang mengurangi jumlah obat yang diabsorpsi. Sebagian besar

interaksi yang berkaitan dengan absorpsi, tidak bermakna secara klinis dan
dapat diatur dengan memisahkan waktu pemberian obat (Fradgley, 2003).
b) Interaksi pada distribusi obat
Interaksi pendesakan obat terjadi bila dua obat berkompetisi pada tempat
ikatan dengan protein plasma yang sama dan satu atau lebih obat didesak dari
ikatannya dengan protein tersebut. Hal ini mengakibatkan peningkatan
sementara konsentrasi obat bebas (aktif), biasanya peningkatan tersebut diikuti
dengan peningkatan metabolisme atau ekskresi. Konsentrasi total obat turun
disesuaikan dengan peningkatan fraksi obat bebas. Interaksi ini melibatkan
obat-obat yang ikatannya dengan protein tinggi (Fradgley, 2003).
c) Interaksi pada metabolisme obat
Banyak obat dimetabolisme di hati, terutama oleh sistem enzim sitokrom P 450
monooksigenase. Induksi enzim oleh suatu obat dapat meningkatkan
kecepatan metabolisme obat lain dan mengakibatkan pengurangan efek.
Induksi enzim melibatkan sintesis protein, jadi efek maksimum terjadi setelah
dua atau tiga minggu. Sebaliknya, inhibisi enzim dapat mengakibatkan
akumulasi dan peningkatan toksisitas obat lain. Waktu terjadinya reaksi akibat
inhibisi enzim merupakan efek langsung, biasanya lebih cepat daripada
induksi enzim (Fradgley, 2003).
d) Interaksi pada proses eliminasi

Obat dieliminasi melalui ginjal dengan filtrasi glomerulus dan sekresi tubular
aktif. Jadi, obat yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal dapat
mempengaruhi konsentrasi obat lain dalam plasma. Hanya sejumlah kecil obat
yang cukup larut dalam air yang mendasarkan ekskresinya melalui ginjal
sebagai eliminasi utamanya, yaitu obat yang tanpa lebih dulu dimetabolisme di
hati (Fradgley, 2003).
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki
efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini
dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat obat yang
berkerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi
dari pengetahuan tentang farmakologi obat obat yang berinteraksi (BNF 58,
2009).
Interaksi farmakodinamik terdiri dari beberapa tipe :

a) Interaksi aditif atau sinergis


Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara
dua obat yang bekerja pada sistem organ, sel atau enzim yang sama dengan
efek farmakologi yang sama.
b) Interaksi antagonis atau berlawanan
Antagonis terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang
berlawanan, sehingga mengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari
satu atau lebih obat.
3. Interaksi farmasetik / inkompatibilitas
Inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang
tidak dapat campur (inkompatibel). Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat
(Setiawati, 2005).
D. Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan kedalam tiga level,
yaitu :
1. Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi mungkin
terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika
terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh
antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004).
2. Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya
potensial mungkin terjadi pada pasien dan beberapa tipe intervensi/monitor sering
diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status
klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan
atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam
kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas
(Baile, 2004).
3. Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas
yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang
menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Baile, 2004).

E. Penatalaksanaan
Menurut Persatuan Endrokinologi Indonesia (PERKENI) terdapat dua macam
penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Terapi Tanpa Obat
1) Pengaturan diet, diet yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang terkait
dengan karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan fisik yang pada
dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Penuruan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respon sel sel beta terhadap stimulus glukosa.
2) Olahraga, berolahraga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar
gula darah tetap normal.
b. Terapi Obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa
penatalaksanaan terapi obat. Terapi obat dapat dilakukan dengan antidiabetes oral,
tetapi insulin atau kombinasi keduanya (Anonim, 2006).
Menurut American College of Clinical Pharmacymerekomendasikan beberpa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan DM.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Penggolongan Obat Anti Diabetes Oral

1. Golongan Sulfonilurea
a. Mekanisme Kerja : Mengikat reseptor pada sel pankreas, membentuk
membran depolarisasi dengan stimulasi sekresi insulin.
b. Generasi pertama yaitu seperti tolbutamide, chlorpropamide
c. Generasi

kedua

sulfonilurea

seperti

gliburid,

glipizid,

glimepirid,

glibenklamid.
d. Efek Merugikan
Umum
Jarang terjadi

: Hipoglikemia, penambahan berat badan


: Ruam kulit, sakit kepala, nausea,

vomiting,

fotosensitivitas.
e. Kontraindikasi
Hipersensitivitas dengan sulfonamide, Pasien dengan tidak sadar menderita
hipoglikemi, Fungsi ginjal tidak berfungsi dengan baik (glipizid merupakan
pilihan yang lebih baik daripada gliburid atau glimepirid pada pasien yang
geriatri atau memiliki kelemahan pada ginjal karena obat atau metabolit aktif
tidak dapat dieliminasi di dalam ginjal.
f. Interaksi Obat
Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obatan sulfonilurea,
sehingga resiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawasenyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian
obat-obatan hipoglikemik sulfonilurea antara lain : alkohol, fonformin,
sulfonamida, salisilat, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezide, dikumarol,
kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, steroid anabolitik, fenfluramin,
dan klofibrat.
Tabel. Obat Antidiabetes Oral Golongan Sulfonilurea
Obat Antidiabetes Oral

Keterangan

Gliburid

Memiliki

efek

sehingga

pasien

(Glibenklamid)

Hipoglikemik
perlu

yang

peten

diingatkan

untuk

melakukan jadwal makan yang ketat. Gliburid


di

metabolisme

dalam

hati,

hanya

25%

metabolit di ekskresi melalui empedu dan


dikeluarkan bersamaan dengan tinja. Gliburid

Contoh Sediaan :

efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila

Glibenklamid (generik)
Abenon (Heroic)
Clamega
Condiabet
Daonil (Aventis)

pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar


dari serum setelah 36 jam. Diperkirakan
mempunyai efek terhadap agregasi trombosit.
Dalam

batas-batas

tertentu

masih

dapat

diberikan pada pasien gangguan ginjal dan hati (


Handoko dan Suharto, 1995)
Gliklazid

Mempunyai efek hipoglikemik sedang sehingga


tidak

begitu

sering

menyebabkan

efek

hipoglikemik. Mempunyai efek anti agregasi


Contoh Sediaan :

trombosit yang lebih poten. Dapat diberikan

Diamicron (Darya Varia)


Glibet (Dankos)
Glicab
Glimepirid

pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal


(Soegondo, 1995)
Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan
waktu kerja yang lama. Sehingga umum
diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal.

Contoh Sediaan :

Untuk pasien yang beresiko tinggi, yaitu pasien


usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau

Amaryl

yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan


obat ini. Dibandingkan dengan glibenklamid,
glimepirid lebih jarang menimbulkan efek
hipoglikemik

pada

awal

pengobatan

( Soegondo, 1995)
Glikuidon

Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan


jarang menimbulkan serangan hipoglikemik.
Karena hampir seluruhnya diekskresi melalui

Contoh sediaan :

Gluronerm
ingelhem)

empedu dan usus, maka dapat diberikan pada


(

Boehringer

pasien gangguan ginjal dan hati yang agak


berat. (Soegondo, 1995)

2. Golongan Meglitinid
a. Mekanisme Kerja
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi insulin dari
pankreas tetapi onset lebih cepat dan waktu durasi lama.
Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam
waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali
sehari sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya
tidak aktif. Sekitar 10% di metabolisme di ginjal. Pada pasien dengan
gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek
samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi
juga pernah dilaporkan.
b. Efek Merugikan
Hipoglikemia (lebih kecil dibandingkan dengan sulfonilurea) berat badan
berkurang, infeksi pernapasan meningkatkan.
c. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, Penggunaan repaglinid

dengan

gemfibrozil

dapat

meningkatkan konsentrasi repaglinid


Tabel Obat Antidiabetes Oral Golongan Meglinitid
Obat Antidiabetes Oral

Keterangan

Repaglinid

Merupakan turunan asam benzoat.

Contoh Sediaan :
Prandin/Novo
Nom

Mempunyai
Norm?

efek

hipoglikemik

Gluco rinagn sampai sedang. Diabsorpsi


dengan cepat setelah pemberian per
oral, dan diekskresi secara cepat
melalui ginjal. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah keluhan
saluran cerna (Soegondo 1995)

Neteglinid

Merupakan turunan asam benzoat.

Mempunyai
Contoh Sediaan ;
Starlix

efek

hipoglikemik

ringan sampai sedang. Diabsorpsi


dengan cepat setelah pemberian per
oral dan di eksresi trutama melalui
ginjal. Efek samping yang dapat
terjadi pada penggunaan obat ini
adalah keluhan infeksi saliran nafas
atas (ISPA) (Soegondo 1995)

3. Binguanid (Metformin)
a. Mekanisme Kerja
Mereduksi glukoneogenesis

hati,

juga

menimbulkan

efek

yang

menguntungkan sehingga meningkatkan sensitivitas insulin


b. Efek Merugikan
Umum : Nausea, vomiting, diare
Jarang terjadi : Menurunkan konsentrasi vitamin B12, asidosis
laktat
Gejala asidosis lektat termasuk nausea, vomiting, meningkatkan
laju respirasi, sakit perut, syok, takikardia
c. Kontaindikasi
Kelemahan pada ginjal, Usia 80 tahun atau lebih, Resiko tinggi mengalami
kardiovaskular, Kelemahan hati
d. Interaksi Obat :
Mengganggu absorpsi vit B12, berinteraksi dengan simetidin dengan
menurunkan klirens metformin di ginjal.
Tabel. Obat Antidiabetes Oral Golongan Biguanid
Obat Antidiabetes Oral

Keterangan

Metformin

Satu-satunya golongan biguanid yang


masih

digunakan

sebagai

obat

antidiabetes oral. Bekerja menurunkan


Contoh Sediaan :

Metformin (generik)
Bonoformin

kadar

glukosa

darah

dengan

memperbaiki transport glukosa ke dalam


sel-sel otot. Obat ini dapat memperbaiki

Bestab

uptake glukosa sampai sebesar 10-40%.


Menurunkan produksi gula hati dengan
jalan

mengurangi

glikogenesis

dan

glukogenesis (Soegondo 1995)

4. Golongan Tiazolidindion
a. Mekanisme Kerja
Proliferator peroksisom mengaktifkan reseptor gamma antagonis
Meningkatkan sensitivitas insulin dan produksi metabolisme glukosa
b. Dua golongan : Pioglitazon dan Rosiglitazon
c. Efek merugikan
Kehilangan berat badan, retensi cairan, fraktur tulang, meningkatkan resiko
gagal jantung, mengingkatkan infark miokardia
d. Kontaindikasi
Kelemahan ginjal
Gagal jantung

5. Penghambat Enzim -Glikosidase


a. Mekanisme Kerja
Obat ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida
di intestin. Dengan menghambat kerja enzim -glikosidase di brush border
intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan
pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak
akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan
sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa
postprandialnya sangat tinggi. Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai
makan dan absorpsi buruk.
Akarbosa paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat
mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa.
Bila akarbosa diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea,
dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada
pemberian sukrosa, polisakarida, dan maltose (Departemen Farmakologi dan
Terapi Universitas Indonesia).
b. Dua obat : Akarbosa dan miglitol
c. Efek Merugikan
Diare, sakit perut

Meningkatkan enzim di hati dengan meningkatnya dosis akarbosa


d. Kontraindikasi : Inflamasi pada perut, ulserasi usus kecil, obstruksi
pencernaan
e. Interaksi Obat

Acarbose

: Diperlemah oleh kolestiramin, absorben, usus, enzim

pencernaan

Tabel Obat Antidiabetes Oral Golongan Inhibitor Enzim -Glikosidase

Obat Antidiabetes Oral


Akarbosa
Contoh sediaan :
Glucobay (Bayer)
Precose
Miglitol

Keterangan
Akarbosa dapat diberikan dalam terapi
kombinasi
dengan
sulfonilurea,
metformin, atau insulin.

Miglitol biasanya diberikan dalam etrapi


kombinai dengan obat-obat antidiabetik
oral golongan sulfonylurea

Contoh sediaan :
Glycet

6. Inhibitor Dipeptidyl Peptidase 4


a) Mekanisme kerja : menghambat kerusakan glukagon like peptide 1 (GLP
1), dapat meningkatkan sekresi insulin
b) Dua golongan : sitagliptin dan saxagliptin
c) Efek merugikan :

Infeksi saluran urin, sakit kepala

Hipoglikemia

Sitagliptin pada beberapa kondisi dapat menyebabkan pankreatitis


akut, angioderma, sindrom steven johnson dan anafilaksis

d) Kontraindikasi :

Hipersensitivitas

Memiliki riwayat pankreatitis

7. Sekuestran Asam Empedu


a) Mekanisme kerja :

Menurunkan konsentrasi glukosa belum diketahui

Asam empedu digunakan untuk managemen kolesterol

b) Efek merugikan : Konstipasi, dispepsia, nausea, vomiting


c) Kontraindikasi :

Pada pasien obstruksi perut, serum TG lebih besar dari 5oo mg/dL

Pasien dengan keadaan tidak dapat menelan, disfasia, serum TG


dengan konsentrasi lebih dari 300 mg/dL

8. Bromokriptin
a) Mekanisme kerja : belum diketahui
b) Efek merugikan : nausea, vomiting, malas, sakit kepala, hipotensi, kelaparan
c) Kontraindikasi : sebaiknya tidak digunakan pada pasien migrain.

9. Produk Kombinasi
a) Metformin dengan : gliburid, glibuzid, sitagliptin, repaglinid, pioglitazon,
rosiglitazon
b) Glimepirid dengan pioglitazon atau rosiglitazon
Tabel. Penggolongan Obat Antidiabetika Oral (Anonim, 2005)
Golongan
Sulfonilurea

Meglitinida
Biguanide

Contoh Senyawa
Glibenklamid

Mekanisme Kerja
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas,

Glipizid

sehingga hanya efektif pada penderita diabetes

Glikazid

yang se sel pankreasnya masih berfungsi

Glimepirid

dengan baik

Glikuidon
Repaglinid
Metformin

Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas


Bekerja langsung pada hepar, menurunkan
produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi

Tiazolidindion

Rosiglitazon

insulin oleh kelenjar pankreas


Meningkatkan kepekatan tubuh terhadap insulin.

Troglitazon

Berikatan dengan PPAR di otot, jaringan lemak

Inhibitor
glukosidase

Pioglitazon
- Akarbose

dan hati untuk menurunkan resistensi insulin


Menghambat kerja enzim enzim pencernaan yang

Miglitol

mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat


absorbsi glukosa ke dalam darah

B. Interaksi Obat Antidiabetes Oral


Penggunaan antidiabetik glikuidon dengan amlodipin secara bersamaan akan
menyebabkan kadar glukosa darah meningkat karena amlodipin dapat menginhibisi
sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon, sehingga terjadi perubahan ambilan
glukosa dari hati dan sel sel lain.
Penggunaan antidiabetik nevaroid dan lantus secara bersamaan serta
penggunaan ascardia secara bersamaan dapat menimbulkan efek aditif (ascardia/fibrat
salisilat dalam dosis yang besar dapat menurunkan kadar gula darah) yang
menyebabkan hipoglikemia.
Interaksi obat antara golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid, glimepirid dan
gliklazid dengan golongan penghambat Angiotensin Converting enzym (ACE), yaitu
ramipril dan kaptoprilyang menimbulkan efek hipoglikemik sulfonilurea meningkat.
Interaksi ini terjadi karena penghambat ACE meningkatkan sensitivitas insulin.
Obat antidiabetik oral golongan biguanid yaitu metformin juga memiliki
interaksi obat dengan golongan penghambat ACE (kaptopril dan ramipril) yang
mengakibatkan peningkatan efek hipoglikemik metfromin. Interaksi obat yang dapat
meningkatkan efek hipoglikemik lainnya adalah interaksi obat glibenklamid,
glimepirid dan gliklazid dengan ranitidin. Mekanisme interaksi obat yang terjadi yaitu
ranitidin menginhibisi metabolisme dari glibenklamid dan gliklazid di hati sehingga
menyebabkan kecepatan metabolisme glibenklamid, glimepirid dan gliklazid
berkurang sehingga terjadi akumulasi dari obat-obat tersebut didalam tubuh. Interaksi
obat tersebut umumnya jarang terjadi dikarenakan adanya interval waktu penggunaan
antara glibenklamid yang diberikan sebelum makan dengan ranitidin yang diberikan
sesudah makan.
Interaksi obat glibenklamid dan gliklazid dengan antasida (aluminium
hidroksida dan magnesium karbonat) melalui mekanisme peningkatan pH lambung
sehingga kelarutan glibenklamid dan gliklazid meningkat, dengan demikian absorpsi
glibenklamid dan gliklazid di usus akan meningkat.

Interaksi antara glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan golongan AINS


(diklofenak, asam mefenamat, meloksikam, tenoksikam, dexketoprofen) terjadi
melalui mekanisme pergeseran ikatan protein. Hal ini terjadi akibat meningkatnya
konsentrasi glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dalam kondisi bebas (tidak terikat
oleh protein plasma). Interaksi obat antara glibenklamid, glimepirid dan gliklazid
dengan asam asetil salisilat terjadi melalui mekanisme aditif.
Interaksi obat glibenklamid, glimepirid dan gliklazid dengan kotrimoksazol,
dapat terjadi akibat sulfonamida menginhibisi metabolisme sulfonilurea sehingga
meningkatkan kadar serum sulfonilurea, akibatnya efek hipoglikemik meningkat.
Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah sulfonamida dapat menggeser
ikatan protein sulfonilurea dari tempat ikatannya. Peningkatan efek hipoglikemik
yang disebabkan karena interaksi obat-obat tersebut diatas dalam batas tertentu dapat
menguntungkan pasien dengan kadar glukosa darah yang tinggi, namun kadar glukosa
darah pasien harus tetap dimonitor untuk menjaga agar tidak terjadi kondisi yang
tidak diinginkan seperti hipoglikemia.
Pada suatu penelitian, ditemukan sejumlah obat yang memiliki efek antagonis
dengan obat antidiabetik oral yaitu hidroklortiazid, furosemid dan obat kortikosteroid
(deksametason dan prednison). Obat obat tersebut dapat menghambat sekresi
insulin, sehingga meningkatkan kadar glukosa darah dan dengan demikian
memperlemah kerja obat antidiabetik oral.
Interaksi obat yang terjadi antara metformin dengan ranitidin mengakibatkan
terjadinya asidosis laktat, mekanisme yang terjadi adalah kompetisi pada sistem
transport yang sama sehingga ranitidin menurunkan eliminasi metformin di tubulus
ginjal sehingga konsentrasi plasma metabolit metformin meningkat. Interaksi
metformin dengan golongan AINS juga dapat menyebabkan terjadinya asidosis laktat
yang diakibatkan karena terjadinya gangguan fungsi ginjal.
No.

Obat Antidiabetes

Obat

yang Mekanisme

Berinteraksi
1

Obat
sulfonilurea

golongan Amlodipin

Obat
Amlodipin
menginhibisi

Interaksi Efek

Klinis/Hasil

Interaksi
dapat Kadar gula dalam
sekresi darah

insulin dan menghambat meningkatmengikuti


sekresi glukagon, terjadi pengeluaran

perubahan

ambilan katekolamin

glukosa dari hati dan sel- sesudah


sel lain,

terjadinya

vasodilatasi

Metformin

Nifedipin

Nifedipin
meningkatkan Meningkatkan kadar
kadar metformin dengan
meningkatkan penyerapan metformin
metformin
di
gastro
intestinal

Metformin

Ranitidin

Ranitidin

mengurangi Kadar

pembersihan

Sulfonilurea

Nifedipin

ginjal metformin

metformin

dengan meningkat dan efek

menghambat

sekresi farmakologi

metformin
4

plasma

ginjal
Nifedipin
menginhibisi

di

tubular meningkat
dapat Kadar gula dalam
sekresi darah

insulin dan menghambat meningkatmengikuti


sekresi glukagon, terjadi pengeluaran
perubahan

ambilan katekolamin

glukosa dari hati dan sel- sesudah


sel lain,
5

Sulfonilurea

Sulfonilurea

Glibenklamid

Glimepirid

- Gliklazid
Sulfonilurea
-

Glibenklamid

Glimepirid

Gliklazid
Glibenklamid

Gliklazid

terjadinya

vasodilatasi

Diuretik
tiazid
dapat Hiperglikemia
menurunkan
sensitivitas
jaringan
insulin,
menurunkan
sekresi
insulin, atau meningkatkan
kehilangan kalium
peningkatan resiko hipoglikemia
ACE inhibitor Terjadi
sensitivitas insulin oleh
(ramipril atau ACE inhibitor sehingga meningkat
resiko
hipoglikemia
kaptopril)
meningkat

HCT

Ranitidin

Ranitidin
dapat Meningkatkan efek
menghambat metabolism
hepatik
sulfonilurea sulfonilurea
dengan menghambat enzim
sitokrom P450 hati.

Antasida

Peningkatan pH lambung
yang disebabkan oleh
antasida
dapat
meningkatkan
kelarutan
sulfonilurea dan karenanya
dapat
meningkatkan
absorpsi sulonilurea

Meningkatkan
absorpsi
sulfonilurea
(glibenklamid

&

10

Glibenklamid

Glimepirid

Gliklazid

Glikazid

Kotrimoksazol

Acarbose

gliklazid)
Efek hipoglikemik

Sulfonamida
menginhibisi
meningkat
metabolisme
sulfonilurea
sehingga
meningkatkan
kadar
serum sulfonilurea
Adanya acarbose, akan Meningkatkan efek
memperlambat absorpsi
hipoglikemi
dan
penguraian
disakarida

C. Level Signifikansi
D. Cara Penanggulangan
Penanggulangan bila terjadi interaksi obat, diantaranya :
1. Penambahan senyawa dari makanan. Contohnya, seorang penderita diabetes harus
selalu siap sedia dengan membawa permen seperti monojel atau glutose apabila
terjadi penurunan darah secara drastis.
2. Mengeluarkan obat dari saluran cerna dengan cara merangsang muntah atau
emesis, lavage, laksansia dan adsorben.
3. Dialisis adalah suatu proses untuk membersihkan darah berguna untuk
menghilangkan atau mengurangi zat-zat sisa metabolisme yang berbahaya.

Anda mungkin juga menyukai