PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang banyak menarik perhatian karena
tingkat prevalensinya yang semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi karena adanya
perubahan gaya hidup dan bertambahnya populasi usia lanjut. Perubahan gaya hidup
diantaranya mulai dari pola makan/jenis makanan yang dikonsumsi sampai
berkurangnya kegiatan jasmani. Penyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa
stroke, gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani
amputasi jika anggota badan menderita luka gangren (Annisa, 2004).
Kasus diabetes melitus yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe II yang
umumnya memepunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Pengobatan
untuk DM tipe II dengan perencanaan makan (diet) atau terapi nutrisi medik, yang
merupakan pengobatan utama yang diikuti dengan latihan jasmani (olahraga), namun
bila tindakan tersebut tidak atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah
maka perlu digunakan obat antidiabetik oral. Obat antidiabetik oral merupakan
senyawa yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan diberikan secara oral.
Pada penggunaan obat antidiabetik oral dapat terjadi interaksi dengan obatobat tertentu yang digunakan oleh pasien sehingga menyebabkan terjadinya gejala
hipoglikemia yang merupakan efek samping paling berbahaya. Gejala hipoglikemia
berupa berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi
berkurang, ataksia, hemiplegia dan koma. Maka pada makalah ini, akan dibahas
tentang interaksi obat antidiabetes.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari interaksi obat dan diabetes ?
2. Apa saja klasifikasi diabetes ?
3. Apa saja mekanisme interaksi obat ?
4. Apa saja tingkat keparahan interaksi obat ?
5. Apa saja terapi untuk penyakit diabetes ?
6. Apa saja penggolongan obat oral antidiabetes ?
7. Apa saja interaksi obat oral antidiabetes dan bagaimana mekanisme kerjanya ?
8. Pada level signifikansi berapa interaksi obat oral antidiabetes dengan obat lain ?
9. Bagaimana cara penanganannya bila terjadi interaksi ?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat sebagai bahan pembelajaran untuk mata kuliah interaksi
obat. Selain itu sebagai pemenuhan tugas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Interaksi obat merupakan peristiwa yang terjadi karena perubahan efek obat
pertama oleh pemberian obat lain sebelumnya atau secara bersamaan. Interaksi obat
dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau
mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan
batas keamanan yang sempit.
Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom klinik yang ditandai oleh poliuri,
polidipsi dan polifagi, disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia (glukosa puasa 126mg/dL atau postprandial 200mg/dL atau glukosa
sewaktu 200mg/dL). Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin, sehingga
glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan
metabolismenya terganggu. Pada DM, glukosa tidak dapat masuk ke sel sehingga
energi utama diperoleh dari metabolisme lemak dan protein (Suherman, 2007).
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator (peniru yang
handal), karena penyakit ini dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan (Waspadji, 1996).
B. Klasifikasi Diabetes
American Diabetes Assosiation (ADA), memperkenalkan klasifikasi diabetes
berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan
gangguan toleransi glukosa. Terdapat empat klasifikasi klinis gangguan toleransi
glukosa, yaitu DM tipe 1, tipe 2, diabetes gestasional (kehamilan) dan tipe lain (akibat
kelainan genetik, penyakit, obat dan infeksi) (Schteingart, 2006).
Diabetes tipe 1, merupakan akibat dari perusakan autoimun sel beta pankreas
dibuktikan dengan diagnosis pada 90% orang terdapat sejumlah kecil sel antibodi,
antibodi untuk asam glutamat dekarboksilase dan antibodi untuk insulin. Pada
umumnya diderita anak-anak dan remaja, namun dapat terjadi pada umur berapapun.
Pada usia muda terjadi laju kecepatan perusakan sel beta ditandai dengan
ketoasidosis, ketika dewasa sering dipelihara dengan sekresi insulin yang cukup untuk
mencegah ketoasidosis untuk beberapa tahun (Triplitt et al., 2005).
Diabetes tipe 2, karakteristik dari tipe ini adalah resisten insulin sehingga
relatif kurangnya sekresi insulin. Kebanyakan penderita tipe ini disertai obesitas, hal
ini yang menyebabkan resisten insulin. Hipertensi, dislipidemia dan peningkatan level
plasminogen aktivator inhibitor-1 (PAI-1) juga ditunjukkan pada penderita tipe ini.
Ketidaknormalan ini sering disebut insulin resistance syndrome (Triplitt et al.,
2005).
Diabetes gestasional, akibat peningkatan sekresi berbagai hormon sehingga
mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, pasien yang mempunyai
predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkan intoleransi
glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan (Schteingart, 2006). Deteksi
klinik diabetes ini sangat penting, hal ini untuk mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas perinatal (Triplitt et al., 2005).
Diabetes tipe lain, merupakan diabetes yang disebabkan kelainan genetik
fungsi sel beta (MODY 1, MODY 2, MODY 3 dan DNA mitokondria). Penyebab lain
yaitu penyakit pada eksokrin pankreas (pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, cistic fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus). Dapat juga
disebabkan adanya penyakit endokrin, pemakaian obat/zat kimia (glukokortikoid,
hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, tiazid, dilantin dan interferon) dan akibat
infeksi (Anonim, 2005).
C. Mekanisme Interaksi Obat
Secara umum, ada tiga mekanisme interaksi obat :
1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau
mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya
(BNF 58, 2009).
Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :
a) Imteraksi pada absorpsi obat
Absorpsi obat tergantung pada formulasi farmasetik, pKa dan kelarutan obat
dalam lemak, pH, flora usus, dan aliran darah dalam organ pencernaan. Dalam
hal ini perlu dibedakan antara interaksi yang mengurangi kecepatan absorpsi
dan interaksi yang mengurangi jumlah obat yang diabsorpsi. Sebagian besar
interaksi yang berkaitan dengan absorpsi, tidak bermakna secara klinis dan
dapat diatur dengan memisahkan waktu pemberian obat (Fradgley, 2003).
b) Interaksi pada distribusi obat
Interaksi pendesakan obat terjadi bila dua obat berkompetisi pada tempat
ikatan dengan protein plasma yang sama dan satu atau lebih obat didesak dari
ikatannya dengan protein tersebut. Hal ini mengakibatkan peningkatan
sementara konsentrasi obat bebas (aktif), biasanya peningkatan tersebut diikuti
dengan peningkatan metabolisme atau ekskresi. Konsentrasi total obat turun
disesuaikan dengan peningkatan fraksi obat bebas. Interaksi ini melibatkan
obat-obat yang ikatannya dengan protein tinggi (Fradgley, 2003).
c) Interaksi pada metabolisme obat
Banyak obat dimetabolisme di hati, terutama oleh sistem enzim sitokrom P 450
monooksigenase. Induksi enzim oleh suatu obat dapat meningkatkan
kecepatan metabolisme obat lain dan mengakibatkan pengurangan efek.
Induksi enzim melibatkan sintesis protein, jadi efek maksimum terjadi setelah
dua atau tiga minggu. Sebaliknya, inhibisi enzim dapat mengakibatkan
akumulasi dan peningkatan toksisitas obat lain. Waktu terjadinya reaksi akibat
inhibisi enzim merupakan efek langsung, biasanya lebih cepat daripada
induksi enzim (Fradgley, 2003).
d) Interaksi pada proses eliminasi
Obat dieliminasi melalui ginjal dengan filtrasi glomerulus dan sekresi tubular
aktif. Jadi, obat yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal dapat
mempengaruhi konsentrasi obat lain dalam plasma. Hanya sejumlah kecil obat
yang cukup larut dalam air yang mendasarkan ekskresinya melalui ginjal
sebagai eliminasi utamanya, yaitu obat yang tanpa lebih dulu dimetabolisme di
hati (Fradgley, 2003).
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki
efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini
dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat obat yang
berkerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi
dari pengetahuan tentang farmakologi obat obat yang berinteraksi (BNF 58,
2009).
Interaksi farmakodinamik terdiri dari beberapa tipe :
Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan kedalam tiga level,
yaitu :
1. Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi mungkin
terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika
terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh
antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004).
2. Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya
potensial mungkin terjadi pada pasien dan beberapa tipe intervensi/monitor sering
diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status
klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan
atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam
kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas
(Baile, 2004).
3. Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas
yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang
menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Baile, 2004).
E. Penatalaksanaan
Menurut Persatuan Endrokinologi Indonesia (PERKENI) terdapat dua macam
penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Terapi Tanpa Obat
1) Pengaturan diet, diet yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang terkait
dengan karbohidrat, protein, dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan fisik yang pada
dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Penuruan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respon sel sel beta terhadap stimulus glukosa.
2) Olahraga, berolahraga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar
gula darah tetap normal.
b. Terapi Obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa
penatalaksanaan terapi obat. Terapi obat dapat dilakukan dengan antidiabetes oral,
tetapi insulin atau kombinasi keduanya (Anonim, 2006).
Menurut American College of Clinical Pharmacymerekomendasikan beberpa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan DM.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penggolongan Obat Anti Diabetes Oral
1. Golongan Sulfonilurea
a. Mekanisme Kerja : Mengikat reseptor pada sel pankreas, membentuk
membran depolarisasi dengan stimulasi sekresi insulin.
b. Generasi pertama yaitu seperti tolbutamide, chlorpropamide
c. Generasi
kedua
sulfonilurea
seperti
gliburid,
glipizid,
glimepirid,
glibenklamid.
d. Efek Merugikan
Umum
Jarang terjadi
vomiting,
fotosensitivitas.
e. Kontraindikasi
Hipersensitivitas dengan sulfonamide, Pasien dengan tidak sadar menderita
hipoglikemi, Fungsi ginjal tidak berfungsi dengan baik (glipizid merupakan
pilihan yang lebih baik daripada gliburid atau glimepirid pada pasien yang
geriatri atau memiliki kelemahan pada ginjal karena obat atau metabolit aktif
tidak dapat dieliminasi di dalam ginjal.
f. Interaksi Obat
Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obatan sulfonilurea,
sehingga resiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawasenyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian
obat-obatan hipoglikemik sulfonilurea antara lain : alkohol, fonformin,
sulfonamida, salisilat, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezide, dikumarol,
kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, steroid anabolitik, fenfluramin,
dan klofibrat.
Tabel. Obat Antidiabetes Oral Golongan Sulfonilurea
Obat Antidiabetes Oral
Keterangan
Gliburid
Memiliki
efek
sehingga
pasien
(Glibenklamid)
Hipoglikemik
perlu
yang
peten
diingatkan
untuk
metabolisme
dalam
hati,
hanya
25%
Contoh Sediaan :
Glibenklamid (generik)
Abenon (Heroic)
Clamega
Condiabet
Daonil (Aventis)
batas-batas
tertentu
masih
dapat
begitu
sering
menyebabkan
efek
Contoh Sediaan :
Amaryl
pada
awal
pengobatan
( Soegondo, 1995)
Glikuidon
Contoh sediaan :
Gluronerm
ingelhem)
Boehringer
2. Golongan Meglitinid
a. Mekanisme Kerja
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi insulin dari
pankreas tetapi onset lebih cepat dan waktu durasi lama.
Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam
waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali
sehari sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya
tidak aktif. Sekitar 10% di metabolisme di ginjal. Pada pasien dengan
gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek
samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi
juga pernah dilaporkan.
b. Efek Merugikan
Hipoglikemia (lebih kecil dibandingkan dengan sulfonilurea) berat badan
berkurang, infeksi pernapasan meningkatkan.
c. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, Penggunaan repaglinid
dengan
gemfibrozil
dapat
Keterangan
Repaglinid
Contoh Sediaan :
Prandin/Novo
Nom
Mempunyai
Norm?
efek
hipoglikemik
Neteglinid
Mempunyai
Contoh Sediaan ;
Starlix
efek
hipoglikemik
3. Binguanid (Metformin)
a. Mekanisme Kerja
Mereduksi glukoneogenesis
hati,
juga
menimbulkan
efek
yang
Keterangan
Metformin
digunakan
sebagai
obat
Metformin (generik)
Bonoformin
kadar
glukosa
darah
dengan
Bestab
mengurangi
glikogenesis
dan
4. Golongan Tiazolidindion
a. Mekanisme Kerja
Proliferator peroksisom mengaktifkan reseptor gamma antagonis
Meningkatkan sensitivitas insulin dan produksi metabolisme glukosa
b. Dua golongan : Pioglitazon dan Rosiglitazon
c. Efek merugikan
Kehilangan berat badan, retensi cairan, fraktur tulang, meningkatkan resiko
gagal jantung, mengingkatkan infark miokardia
d. Kontaindikasi
Kelemahan ginjal
Gagal jantung
Acarbose
pencernaan
Keterangan
Akarbosa dapat diberikan dalam terapi
kombinasi
dengan
sulfonilurea,
metformin, atau insulin.
Contoh sediaan :
Glycet
Hipoglikemia
d) Kontraindikasi :
Hipersensitivitas
Pada pasien obstruksi perut, serum TG lebih besar dari 5oo mg/dL
8. Bromokriptin
a) Mekanisme kerja : belum diketahui
b) Efek merugikan : nausea, vomiting, malas, sakit kepala, hipotensi, kelaparan
c) Kontraindikasi : sebaiknya tidak digunakan pada pasien migrain.
9. Produk Kombinasi
a) Metformin dengan : gliburid, glibuzid, sitagliptin, repaglinid, pioglitazon,
rosiglitazon
b) Glimepirid dengan pioglitazon atau rosiglitazon
Tabel. Penggolongan Obat Antidiabetika Oral (Anonim, 2005)
Golongan
Sulfonilurea
Meglitinida
Biguanide
Contoh Senyawa
Glibenklamid
Mekanisme Kerja
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas,
Glipizid
Glikazid
Glimepirid
dengan baik
Glikuidon
Repaglinid
Metformin
Tiazolidindion
Rosiglitazon
Troglitazon
Inhibitor
glukosidase
Pioglitazon
- Akarbose
Miglitol
Obat Antidiabetes
Obat
yang Mekanisme
Berinteraksi
1
Obat
sulfonilurea
golongan Amlodipin
Obat
Amlodipin
menginhibisi
Interaksi Efek
Klinis/Hasil
Interaksi
dapat Kadar gula dalam
sekresi darah
perubahan
ambilan katekolamin
terjadinya
vasodilatasi
Metformin
Nifedipin
Nifedipin
meningkatkan Meningkatkan kadar
kadar metformin dengan
meningkatkan penyerapan metformin
metformin
di
gastro
intestinal
Metformin
Ranitidin
Ranitidin
mengurangi Kadar
pembersihan
Sulfonilurea
Nifedipin
ginjal metformin
metformin
menghambat
sekresi farmakologi
metformin
4
plasma
ginjal
Nifedipin
menginhibisi
di
tubular meningkat
dapat Kadar gula dalam
sekresi darah
ambilan katekolamin
Sulfonilurea
Sulfonilurea
Glibenklamid
Glimepirid
- Gliklazid
Sulfonilurea
-
Glibenklamid
Glimepirid
Gliklazid
Glibenklamid
Gliklazid
terjadinya
vasodilatasi
Diuretik
tiazid
dapat Hiperglikemia
menurunkan
sensitivitas
jaringan
insulin,
menurunkan
sekresi
insulin, atau meningkatkan
kehilangan kalium
peningkatan resiko hipoglikemia
ACE inhibitor Terjadi
sensitivitas insulin oleh
(ramipril atau ACE inhibitor sehingga meningkat
resiko
hipoglikemia
kaptopril)
meningkat
HCT
Ranitidin
Ranitidin
dapat Meningkatkan efek
menghambat metabolism
hepatik
sulfonilurea sulfonilurea
dengan menghambat enzim
sitokrom P450 hati.
Antasida
Peningkatan pH lambung
yang disebabkan oleh
antasida
dapat
meningkatkan
kelarutan
sulfonilurea dan karenanya
dapat
meningkatkan
absorpsi sulonilurea
Meningkatkan
absorpsi
sulfonilurea
(glibenklamid
&
10
Glibenklamid
Glimepirid
Gliklazid
Glikazid
Kotrimoksazol
Acarbose
gliklazid)
Efek hipoglikemik
Sulfonamida
menginhibisi
meningkat
metabolisme
sulfonilurea
sehingga
meningkatkan
kadar
serum sulfonilurea
Adanya acarbose, akan Meningkatkan efek
memperlambat absorpsi
hipoglikemi
dan
penguraian
disakarida
C. Level Signifikansi
D. Cara Penanggulangan
Penanggulangan bila terjadi interaksi obat, diantaranya :
1. Penambahan senyawa dari makanan. Contohnya, seorang penderita diabetes harus
selalu siap sedia dengan membawa permen seperti monojel atau glutose apabila
terjadi penurunan darah secara drastis.
2. Mengeluarkan obat dari saluran cerna dengan cara merangsang muntah atau
emesis, lavage, laksansia dan adsorben.
3. Dialisis adalah suatu proses untuk membersihkan darah berguna untuk
menghilangkan atau mengurangi zat-zat sisa metabolisme yang berbahaya.