Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengetahuan
2.1.1

Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. 6
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman
orang lain, media massa maupun lingkungan. 6
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri
maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang. 6
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. 6
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah
kepercayaan yang benar (knowledgement is justified true beliefed). Pengetahuan itu adalah
semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu. 7
Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam
peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memilliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya
sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketehui pada dirinya
sendiri dalam kesatuan aktif. 7
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
dalam diri orang tersebut menjadi proses berurutan : 7
1.

Awarenes, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu


terhadap stimulus (objek).

2.

Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3.

Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik


buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.
6

4.

Trial, dimana orang telah mulai mecoba perilaku baru.

5.

Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan


kesadaran dan sikap.

2.1.2

Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang mempunyai


enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut : 6
1.

Tahu (Know)
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.

2.

Memahami (Comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3.

Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi yang sebenarnya.Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.

4.

Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu
komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan.

5.

Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.

6.

Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek
tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang sudah ada. 6

2.1.3

Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalamam
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatan diatas 7

Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%

Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-74%

Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%

2.2 Perilaku
2.2.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. 6 Menurut Robert kwick (1974)
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat
dipelajari.
Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). 6
Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau factorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap
stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. 6
Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu: 6
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini
merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
8

2.2.2 Determinan Perilaku


Green (1980), mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). 6
Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor, yakni :
1). Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk
berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kehamilan bagi ibu hamil diperlukan
pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi
kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Di samping itu, kadang-kadang kepercayaan,
tradisi, sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk
periksa hamil, misalnya orang hamil tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk
memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntik bisa menyebabkan anak cacat.
Karena faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka
sering disebut faktor pemudah.
2). Faktor-faktor sarana dan prasarana (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat
pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk
juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik,
Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan
sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat,
masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku
pemeriksaan kehamilan tersebut di atas, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak
hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut
dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil; misalnya
Puskesmas, Polindes, Bidan Praktek, ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada
hakekatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini
disebut faktor pendukung

3) Faktor-faktor sikap (reinforcing factors)


Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
Termasuk juga di sini Undang-Undang, peraturan-peraturan bayik dari Pusat maupun
Pemerintah Daerah yang terkait dengan kesehatan.Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut: untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, malainkan diperlukan
perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebihlebih para petugas kesehatan. Di samping itu Undang-Undang, peraturan-peraturan,
dan sebagainya diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.Seperti
contoh perilaku periksa hamil tersebut di atas; di samping pengetahuan dan kesadaran
pentingnya periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga
diperlukan perilaku contoh dari tokoh masyarakat setempat. Demikian juga diperlukan
peraturan atau perundang undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa
hamil. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, dan sikap
dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku. 6
2.3 Tuberkulosis
2.3.1

Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil
aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang dekat seperti M.
bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula
menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria,
tulang, persendian, bahkan kulit.12
2.3.2

Etiologi

Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis.


Berikut ini adalah taksonomi dari M. tuberculosis:

10

Gambar 2.1 Toksonomi Kuman TBC (National Center for Biotechnology Information /
NCBI) 12
M. tuberculosis berbentuk basil atau batang ramping lurus yang berukuran kira-kira
0,2-0,4 x 2-10 m, dan termasuk gram positif. Pada medium kultur, koloni bakteri ini
berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi terhadap bakteri ini dapat dilakukan melalui
pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen maupun tanzil, yang mana tampak sebagai basil
berwarna merah di bawah mikroskop.12

Gambar 2.2 Basil tuberkel (merah) di bawah mikroskop dengan pewarnaan tahan asam12
Pada umumnya, genus mycobacterium kaya akan lipid, mencakup asam mikolat
(asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfatida. Lipid dalam batas-batas tertentu
bertanggung jawab terhadap sifat tahan-asam bakteri. Selain lipid, mycobacterium juga
mengandung beberapa protein yang dapat memicu reaksi tuberkulin, dan mengandung
berbagai polisakarida.12
Mycobacterium tidak menghasilkan toksin, tetapi termasuk organisme yang virulen
sehingga bila masuk dan menetap dalam jaringan tubuh manusia dapat menimbulkan
penyakit. Bakteri ini terutama akan tinggal secara intrasel dalam monosit, sel
retikuloendotelial, dan sel-sel raksasa.5
2.3.3

Epidemiologi

11

TB merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, terutama di kawasan Asia


dan Afrika. Sekitar 55% dari seluruh kasus global TB terdapat pada negara-negara di benua
Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi kecil tersebar di berbagai negara
di benua lainnya.2 Secara global, pada tahun 2008 tercatat 9,4 juta kasus baru TB, dengan
prevalensi 11,1 juta, dan angka kematian berkisar 1,3 juta pada kasus TB dengan HIV negatif
dan 0,52 juta pada kasus TB dengan HIV positif. Sementara itu, hingga tahun 2007,
Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia, dan termasuk ke
dalam 22 high-burden countries dalam penanggulangan TB.9 Tabel 2.1 berikut ini
menunjukkan kedudukan Indonesia dalam beban TB yang ditanggung di antara 22 negara
lainnya di tahun 2007. 1.10,13
Tabel 2.1 Insiden, Prevalensi, dan Mortalitas kasus TB di 22 Negara yang Termasuk
sebagai High-Burden Countries1

Kasus konfirmasi TB berdasarkan umur di Amerika Serikat pada tahun 2002


menunjukkan bahwa tingkat insidensi kasus TB lebih tinggi pada mereka yang berumur di
atas 65 tahun, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.3.9

12

Gambar 2.3 Kasus tuberkulosis berdasarkan kelompok usia di Amerika Serikat tahun 2002
Sementara di Eropa, sekitar 80% orang yang terinfeksi TB ternyata berumur di atas 50
tahun. Peningkatan insiden TB pada orang yang berusia lanjut juga terjadi di daerah lain di
dunia, seperti di kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia, angka insidensi TB secara perlahan
bergerak ke arah kelompok usia lanjut (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini
sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun.9,10,12,13
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di
dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. 9,12
Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk,
seperti terlihat pada tabel 1.9,11
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang
muncul. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat
TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia.1,10

13

2.3.4

Patofisiologi

Terdapat 4 stadium infeksi TB saat mikroba tersebut mulai masuk ke dalam alveolus: 12

Stadium 1
Makrofag akan memfagosit basil tuberkel dan membawanya ke kelenjar limfe regional
(hilus dan mediastinum). Basil ini kemudian akan berkembang biak, dihambat atau
dihancurkan, tergantung tingkat virulensi organisme dan pertahanan alamiah dalam hal
ini kemampuan mikrobisidal makrofag.

Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan

komplemen C5a, yang memanggil monosit ke area infeksi. Makrofag yang mengandung

basil yang bermultiplikasi dapat mati dan memanggil lebih banyak monosit.12
Stadium 2
Terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-21, basil tetap akan memperbanyak diri sementara
sistem imun spesifik belum teraktivasi dan monosit masih terus bermigrasi ke area

infeksi.12
Stadium 3
Terjadi setelah 3 minggu, ditandai oleh permulaan imunitas selular dan respon Tdth.
Makrofag alveolar, yang pada saat itu telah menjadi limfokin yang diaktivasi oleh
limfosit T, menunjukkan peningkatan kemampuan untuk membunuh basil tuberkel
intraselular. Proses ini menghasilkan kompleks ghon dan nekrosis kaseosa yang dapat

terbentuk.12
Stadium 4
Menunjukkan reaktivasi (sekunder atau post primer) stadium TB. Pada stadium terakhir
ini, basil akan lebih memperbanyak diri secara ekstraselular. Basil tuberkel akan
menyebar ke peredaran darah secara hematogen. Basil tuberkel biasanya tetap dalam
kondisi stabil sebagai dorman, sepanjang sistem imun penjamu masih intak.
Sekitar 10% individu yang terinfeksi berkembang menjadi penyakit TB pada waktu

tertentu dalam hidupnya, tetapi risiko ini lebih tinggi pada individu dengan penyakit
defisiensi imun seperti HIV/AIDS, sering mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan usia
lanjut. Faktor lainnya seperti kurang gizi, kemiskinan, individu alkoholik, juga dapat
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit TB.1,12

14

2.3.5

Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, radiologi, dan


laboratorium.
a. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung.1
b. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau berat
badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Pada tuberkulosis
paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal.1
c. Pemeriksaan radiologi
Radiografi dada merupakan alat yang penting untuk diagnosis dan evaluasi
tuberkulosis. Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat memberikan gambaran
berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer bersama dengan kelenjar limfe hilus
yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi multinodular pada segmen apikal posterior lobus atas
dan segmen superior lobus bawah merupakan lesi yang paling khas pada tuberkulosis paru.1,5
d. Pemeriksaan laboratorium:

Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative) intrakutan

berkekuatan 5 TU (intermediate strength).1,12


Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah leukosit
sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap darah.12
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pada pemeriksaan dahak atau sputum, kriteria sputum
15

BTA (Bakteri Tahan Asam) positif adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam
waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang
dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis

utama.1,5,12
Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan
identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam
beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk tipe pasien kronis, 2) Pasien TB ekstra paru
dan pasien TB anak, dan 3) Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan

kekebalan ganda.1,5,10,13
Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri tuberkulosis
dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak tumbuh pada sediaan
biakan.1,5,12
Secara singkat, alur diagnosis TB paru dapat digambarkan pada gambar 2.4.

16

Gambar
2.4 Alur Diagnosis TB Paru
2.3.6

Diagnosis TB Ekstra Paru

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis
pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya. 1,5,13
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
17

dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain lain. 13
2.3.7 Pemeriksaan Dahak
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: 1
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif. (lihat bagan alur)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi
perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
2.3.8

Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien5,13

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau

didiagnosis oleh dokter.


Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium

tuberculosis

atau

tidak

ada

fasilitas

biakan,

sekurangkurangnya dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.


Adapun klasifikasi penyakit dan tipe pasien adalah sebagai berikut :

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
18

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 1,5


Tuberkulosis paru BTA positif
o Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
o 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
o

menunjukkan gambaran tuberkulosis.


1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.
o 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
o
o
o
o

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative


Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit5,12


TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
o TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
o TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:

19

Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka


untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai
pasien TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling
berat.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya5,12

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi


beberapa tipe pasien, yaitu:
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:

20

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,harus dibuktikan secara
patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
2.3.9

Terapi1,12

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.17,19 Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut
ini.
Tabel 2.2 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang direkomendasikan
sesuai dengan berat badan1,7
Dosis yang direkomendasikan
Jenis OAT

Sifat

Isoniazid (H)

Bakterisid

Rifampicin (R)

Bakterisid

Pyrazinamide (Z)

Bakterisid

Streptomycin (S)

Bakterisid

Harian
5

(mg/kg)
3x seminggu
10

(4-6)
10

(8-12)
10

(8-12)
25

(8-12)
35

(20-30)
15

(30-40)

(12-18)

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:1,13


OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat digunakan secara
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
21

diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.

Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.17
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:1,5,10,13

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB paru
BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau pasien TB ekstra

paru.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh, pasien gagal

OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).


Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara
ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan
OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.
Tuberkulosis dengan Multidrug-Resistant (TB-MDR) 1,5,12

2.4

TB-MDR adalah keadaan penyakit tuberkulosis yang bakteri penyebabnya telah


menjadi resisten sekurang-kurangnya terhadap dua jenis OAT yang paling efektif yaitu
isoniazid dan rifampicin.8 Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT
termasuk jenis MDR-TB, yaitu:

penggunaan obat yang tidak adekuat,


pemberian obat yang tidak teratur,
evaluasi dan cakupan yang tidak adekuat,
penyediaan obat yang tidak reguler, dan
22

program yang belum berjalan serta kurangnya tata organisasi di program.9


Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) diobati

dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti-tuberkulosis lini-2, misalnya
golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon. Pengobatan untuk
pasien ini setidaknya menggunakan empat obat yang masih efektif dan pengobatan harus
diberikan paling sedikit 18 bulan. Menurut WHO, pengobatan TB-MDR diberikan selama 1824 bulan setelah sputum konversi.9,12
Dibandingkan dengan OAT lini-1, OAT lini-2 ini jumlahnya terbatas, efektivitasnya
belum jelas, dan tidak tersedia secara gratis untuk pasien TB-MDR. Sampai saat ini, belum
ada data atau penelitian yang memberikan bukti tentang keberhasilan pengobatan TB-MDR
dengan OAT lini-2. Lebih jauh lagi, rejimen obat, dosis, dan lama pengobatan OAT lini-2
untuk TB-MDR yang tidak sesuai dapat mengakibatkan TB-XDR (extensively drug-resistant
TB). TB-XDR ini ditandai dengan resistensi bakteri terhadap isoniazid dan rifampicin,
ditambah dengan resistensi satu obat apapun dari golongan fluoroquinolone, dan salah satu
dari OAT jenis injeksi (amikasin, kanamisin, atau capreomisin).9,12
2.5 PMO
Salah satu usaha untuk menjamin pasien tetap semangat menelan obat sampai sembuh
adalah menyiapkan seseorang untuk mendampingi pasien TB, disebut PMO (Pengawas
Menelan Obat). 3
Penanggulangan Tuberkulosis (TB) Paru di Indonesia menggunakan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan WHO sejak tahun 1995.3
Penemuan penderita TB Paru dalam strategi DOTS dilakukan secara pasif (passive case
finding). Penjaringan tersangka TB Paru dilaksanakan hanya pada penderita yang berkunjung
ke unit pelayanan kesehatan terutama Puskesmas sehingga penderita yang tidak datang masih
menjadi sumber penularan yang potensial. 3 Strategi passive case finding kurang maksimal
untuk diterapkan terutama dalam percepatan penanganan penyakit TB yang telah menjadi
bahaya global. 1,3,5,13
Program pemberantasan TB Paru menjadi sangat penting untuk dilakukan karena
sejak tahun 1999 kasus TB Paru di Indonesia cenderung meningkat sehingga pelaksanaan
DOTS secara passive case finding perlu ditinjau ulang. Penemuan penderita TB Paru secara
aktif di masyarakat sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut tetapi kendala di
lapangan adalah jumlah tenaga kesehatan yang ada sangat terbatas. Metode active case
finding yang dilakukan oleh kader masyarakat untuk meningkatkan angka cakupan
23

(coverage) penemuan, pemeriksaan dan pengobatan TB Paru sejauh ini masih belum
diterapkan. 1,3,5,10,13
Menurut Setyanto dkk (2008) salah satu komponen DOTS adalah pengobatan
panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung, yaitu adanya seseorang yang
bertanggung jawab mengawasi pasien menelan obat yang sering disebut dengan PMO. Setiap
pasien baru yang ditemukan harus selalu didampingi oleh seorang PMO. 3,5
2.5.1 Siapa yang Menjadi PMO?
PMO sebaiknya sudah ditetapkan sebelum pengobatan TB dimulai. Bila pasien
mampu datang berobat teratur maka paramedic atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai
PMO, namun bila sulit datang berobat rutin maka PMO sebaiknya seseorang yang tinggal
serumah atau dekat rumah pasien. Beberapa pilihan yang dapat menjadi PMO adalah : 1,3,5

Petugas kesehatan

Orang lain (kader, tokoh masyarakat, dll)

Suami, istri, keluarga, orang serumah


Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas rumah

sakit. 1,3,5
2.5.2 Syarat PMO1,3,5

Bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama pengobatan


dengan obat anti TB (OAT) dan menjaga kerahasiaan bila penderita juga HIV/AIDS

Diutamakan petugas kesehatan, pilihan lain adalah kader kesehatan, kader dasawisma,
kader PPTI , kader PKK atau anggota keluarga yang disegani pasien
2.5.3 Tugas PMO1,3,5

Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik

Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat agar menelan obat
secara teratur sampai selesai pengobatan

Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan

Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur sampai selesai
24

Mengenali efek samping ringan obat dan menasehati pasien agar tetap mau menelan
obat

Merujuk pasien bila efek samping semakin berat

Melalkukan kunjungan rumah

Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB


Hal yang paling penting pada penatalaksanaan TB adalah keteraturan menelan obat.
Pasien TB biasanya telah menunjuk perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan,
sehingga merasa telah sembuh dan tidak melanjutkan pengobatan. Hal ini terjadi
karena nilai sosial dan budaya serta pengertian yang kurang mengenai TB dari pasien
serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk menelan obat.
Keteraturan makan obat penderita TB paru merupakan faktor yang amat penting
dalam keberhasilan pengobatan, apabila dapat diketahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku kepatuhan berobat diharapkan dapat digunakan untuk
mengintervensi penderita yang tidak teratur dalam berobat dan minum obat agar
menjadi lebih teratur dalam berobat, faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
berobat terbagai menjadi 2 macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi : umur, pendidikan, pengetahuan, dan sikap. Sedangkan faktor
eksternal meliputi : Peran PMO, Peran Petugas Kesehatan, dan kemudahan ke sarana
kesehatan. 1,3,5

2.6 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tanpa TB Paru


Menurut Leavell (1953), terdapat lima tahapan dalam pencegahan penyakit menular,
yaitu promosi kesehatan, proteksi khusus, diagnosis dini dan pengobatan yang cepat,
pembatasan disabilitas, dan rehabilitasi. Berkaitan dengan upaya penurunan angka kasus baru
TB di Indonesia, maka tahapan ke-1 dan 3 sangat penting guna memutuskan rantai penularan
dari penderita ke orang yang sehat.
Gaya hidup sehat tanpa TB Paru dapat dijalankan dengan 6 cara antaralain makan
makanan bergizi, olahraga teratur, tidak merokok, membuka jendela agar cukup sinar
matahari dan udara segar, menjemur alas tidur agar tidak lembab, dan suntikan BCG untuk
anak.
Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan untuk mencapai Indonesia sehat yaitu
masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya
25

berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu,
adil dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan
dilandaskan kepada paradigma sehat. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk
mencapai visi pembangunan kesehatan selama 5 tahun (2010-2015) yaitu Masyarakat Sehat
Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mencapai visi tersebut ditempuh melalui 4 misi, salah satu
diantaranya yaitu Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. Dimana sasaran strategis dalam
pembangunan kesehatan tahun 2010- 2014, dibuat sebanyak 8 strategis. Sasaran strategis
yang kelima adalah Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat
rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.3,4,5
Program ini telah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (dahulu : Departemen
Kesehatan) sejak tahun 1996. Evaluasi keberhasilan pembinaan PHBS dilakukan dengan
melihat indikator PHBS di tatanan rumah tangga. Namun demikian, karena tatanan rumah
tangga saling berkait dengan tatanan-tatanan lain, maka pembinaan PHBS dilaksanakan tidak
hanya di tatanan rumah tangga, melainkan juga di tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat
kerja, tatanan tempat umum, dan tatanan fasilitas kesehatan. Walaupun program pembinaan
PHBS ini sudah berjalan sekitar 15 tahun, tetapi keberhasilannya masih jauh dari harapan.

26

Anda mungkin juga menyukai