EKOTOKSIKOLOGI
(BIO 409)
DISUSUN OLEH:
ANDHIKA PUSPITO NUGROHO, M.Si.
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JULI 2004
Minggu I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekotoksikologi dari kata Ekologi dan Toksikologi
Ekotoksikologi
mempelajari efek toksik substansi (substances) pada non human species dalam suatu
kompleks sistem (system) (Gambar 1).
Ekologi
Toksikol
Matematik
Exposure
Effect
ogi assessment
Struktur komunitas
assessment
Modes of toxic
Fungsi komunitas
Phamacokinetic
Transpor
action
Dinamika populasi
Partitioning
Bioakumulasi
Siklus nutrien
NOEC statistics
Transformasi
Biotransformasi
Various
Species2
SARs/QSARs
Ekstrapolasi
interactions
extrapolation
Population
&
ecosystem models
Efek ekotoksikologis yang dipelajari merupakan respon pada tingkat organisasi
biologis, dari tingkat molekular-ekosistem (Gambar 2). Berdasarkan gambar tersebut,
perubahan biokimiawi merupakan salah satu respon molekular yang dapat dipelajari.
Respon biokimiawi terjadi dalam waktu paling singkat, setelah organisme
mengalami pendedahan suatu bahan kimia (polutan). Selain itu, respon tersebut
merupakan respon yang paling mudah untuk mengetahui hubungan respon dengan
bahan kimia spesifik. Namun, berdasarkan relevansi ekologis, respon biokimiawi
menunjukkan relevansi yang paling rendah.
Gambar 2. Skema hubungan antara respon terhadap polutan pada tingkat organisasi
biologis dengan peningkatan waktu respon, peningkatan kesulitan untuk
mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik, dan
increasing importance (Walker et al. 2001).
Secara alami
Minggu II
KELAS UTAMA POLUTAN
Klasifikasi utama polutan (Walker et al. 2001 : 3 22)
1.
2.
Ion anorganik
a.
Metal : kadmium (Cd), timbal (Pb), seng (Zn), mangan (Mn), merkuri (Hg)
b.
Polutan organik
Senyawa organik : senyawa yang mengandung karbon (C), kecuali CO 2 dan
CO
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Insektisida organofosfat
h.
lnsektisida karbamat
i.
Insektisida piretroid
j.
Herbisida fenoksida
k.
Senyawa organometalik
Senyawa hasil ikatan antara logam dengan ligan organik, misalnya senyawa
organomerkuri (metilmerkuri) dan organotimbal
4.
5.
Polutan gas
Ozon (03) dan oksida karbon, nitrogen, dan sulfur
Minggu III
EMISI DAN TRANSPOR POLUTAN SERTA NASIB POLUTAN DALAM
LINGKUNGAN
A. Emisi dan Tipe Emisi
Emisi
Pelepasan polutan dari sumbernya atau pelepasan polutan ke dalam
kompartemen lingkungan yang lain atau yang lebih lugs (kompartemen
lingkungan dibedakan menjadi air, tanah atau sedimen, udara, dan
organisme).
Secara alami, emisi suatu substansi ke dalam kompartemen lingkungan yang
lain, dapat disebabkan adanya letusan gunung berapi (gas SO2), pelapukan
batuan (mineral), adanya angin (Pb di udara, yang berasal dari kendaraan
bermotor, dapat terbawa angin dan terdeposisi dalam tanah) atau terbawa air .
Tipe emisi :
1.
Continuous emissions
Emisi yang terjadi dengan laju aliran konstan dalam periode waktu yang
panjang
Contoh
2.
Block emissions
Emisi dengan laju aliran yang konstan pada waktu tertentu dan terdapat
interval waktu tanpa atau rendah emisi.
Contoh
: emisi dari lalu lintas dalam sehari, pada jam sibuk, terjadi emisi
gas buangan kendaraan bermotor yang tinggi.
3.
Peak emissions
Emisi polutan dalam jumlah besar, yang terjadi dalam waktu singkat, tetapi
jarak antar emisi dapat terjadi dalam waktu yang lama.
Contoh
Point sources
Sumber polutan, berupa satu atau beberapa titik, yang dapat dikuantifikasi
berdasarkan jumlah polutan yang diemisikan dari sumber.
2.
Diffuse sources
Kumpulan small point sources dengan tipe sama
3.
Line sources
Kumpulan besar small point sources dengan tipe sama (mobile), yang
terdistribusi sepanjang jalur tertentu.
4.
Area sources
Konsentrasi sejumlah point sources
2.
distribusi,
b.
mobilitas, dan
c.
Gambar 5. Sifat
senyawa
(compound
properties)
yang
menunjukkan
a.
b.
Pengukuran hidrofobisitas
Nilai Kow tergantung pada jenis bahan kimia. Gambar 6 menunjukkan
Kow
hexachlorobenzene
lebih
tinggi
dibandingkan
acetone.
Hal
ini
Gambar 6. Kow merupakan rasio konsentrasi bahan kimia dalam octanol dan
air pada saat ekuilibrium. Kow digunakan untuk estimasi
biokonsentrasi, sorption, dan toksisitas (Leeuwen and Hermens
1995).
3.
Vapour pressure
The compound's tendency to evaporate into the air compartment to
affect partitioning and transport of chemicals between environmental media
(compartment).
4.
5.
Stabilitas molekular
Molekul rekalsitran mempunyai resistensi (stabilitas) tinggi terhadap
transformasi biokimiawi dan mempunyai waktu paruh yang lama dalam biota,
tanah, sedimen, dan air.
Contoh : p,p' DDE, dieldrin, beberapa PCB, dan dioxin.
Proses abiotik
a. Hidrolisis
Perubahan struktur kimiawi melalui reaksi dengan air secara langsung
b. Oksidasi
Proses transformasi, elektron ditransfer dari bahan kimia pada spesies
penerima elektron
c. Reduksi
Transfer elektron terjadi dari reduktan ke bahan kimia, untuk direduksi
d. Degradasi fotokimiawi
Transformasi melalui interaksi dengan cahaya
2.
Proses biotik
a. Biodegradasi
Pemecahan (breakdown) suatu bahan kimia secara enzimatis
b. Biotransformasi
Konversi suatu bahan kimia menjadi satu atau lebih produk dengan
mekanisme biologis
Minggu IV
NASIB POLUTAN ORGANIK DALAM INDIVIDU DAN EKOSISTEM
A. Individu
Polutan organik yang masuk ke dalam suatu ekosistem, dapat teruptake oleh
organisme, sebagai konsekuensi adanya mekanisme difusi pasif melalui natural
barrier (lipid bilayer). Sebagai contoh, masuknya polutan melalui dawn dan akar
tumbuhan; melalui kulit, saluran pencernaan, dan paru-paru pada vertebrate;
tracheae pada invertebrate terestrial, dan insang pada ikan.
Proses pergerakan polutan melalui lipid bilayer tergantung pada solubilitas
polutan. Polutan yang mempunyai keseimbangan antara solubilitas dalam lipid dan
air (Kow 1), akan dengan mullah melalui lipid bilayer. Selain itu, proses difusi
juga ditentukan fluiditas lipid bilayer. Pada suhu rendah, lipid bilayer kehilangan
fluiditas, sehingga proses difusi tidak terjadi.
Setelah melalui proses uptake, selanjutnya, polutan tersebut dapat mengalami
proses distribusi, metabolisme, dan penyimpanan dalam tubuh organisme serta
ekskresi dari tubuh organisme. Keseluruhan proses ini disebut toksikokinetik.
Site of action
Bentuk toksik polutan akan berinteraksi dengan makromolekul, misalnya
protein atau DNA, yang menyebabkan efek toksik pada organisme.
2.
Site metabolism
Polutan dapat mengalami proses metabolisme secara enzimatis, yang
merupakan proses detoksifikasi atau bioaktivasi.
3.
Site of storage
Polutan dapat terakumulasi atau tersimpan dalam organ, tetapi tidak
berinteraksi dengan makromolekul atau mengalami metabolisme.
4.
Site of excretion
Polutan yang masuk dalam tubuh organisme dapat langsung mencapai
tempat ekskresi, untuk dikeluarkan dari dalam tubuh. Selain itu, juga
diekskresikan hasil metabolisme atau biotransformasi yang larut dalam air.
Gambar 8 memberikan ilustrasi mengenai proses uptake, rute distribusi,
metabolisme, dan penyimpanan polutan dalam tubuh serta ekskresi polutan dari
dalam tubuh mamalia.
1.
Metabolisme
Polutan organik dapat menyebabkan efek merugikan pada organisme.
Selain itu, berdasarkan konsep fugasitas (kecenderungan polutan (bahan
kimia) untuk berpindah dari satu fase ke fase yang lain), polutan organik dapat
terakumulasi dalam jumlah besar dalam tubuh organisme. Hal ini disebabkan
tubuh organisme mempunyai kapasitas yang besar untuk mengikat polutan
organik, dengan adanya jaringan lemak.
Apabila organisme membutuhkan energi melalui proses katabolisme
lemak, polutan organik yang semula terikat pada jaringan lemak akan terurai,
dapat &pat berinteraksi dengan sel. Berdasarkan hal tersebut, organisme
mempunyai kemampuan untuk melakukan proses biotransformasi polutan
organik menjadi produk (metabolit) yang mullah larut dalam air, dan dapat
dikeluarkan dari dalam tubuh (Gambar 9 dan 10).
dimana :
O, COO or NH
UDPGA
GT
glucuronyltransferase
Enzim
Glucuronide
UDP glucuronyltranferase
Glutathione
Glutathionetransferase
Sulphate
Sulphotransferase
Acetyl
Acetyltransferase
Penyimpanan
Polutan lipofilik yang masuk ke dalam tubuh organisme, dapat
mengalami proses penyimpanan. Proses ini bertujuan untuk mencegah
interaksi polutan dengan site of action. Polutan yang bersifat lipofilik
umumnya disimpan dalam jaringan lemak.
3.
Ekskresi
Beberapa vertebrata akuatik dapat mengekskresikan polutan
lipofilik melalui difusi. Ikan dapat mengekskresikan polutan tersebut melalui
insang, sedangkan katak melalui kulit yang permeabel. Burung dan
mamalia air tidak mempunyai kulit yang permeabel, sehingga ekskresi
dilakukan melalui feses atau urin. Ekskresi polutan lipofilik melalui urin
merupakan hasil proses reaksi fase I dan II biotransformasi.
Minggu V
NASIB POLUTAN ORGANIK DALAM INDIVIDU DAN EKOSISTEM
4.
Konsep Model
Model tiruan ekosistem sebagai alat analisis
model
interpretation
Abstraction
berarti
generalisasi
parameter)
paling
-4
memilih
penting
komponen
dalam
real
(variabel,
system
dan
Modelling strategy :
1.
2.
3.
Avoid the temptation to incorporate all available information into the model
4.
5.
1.
2.
Sistem
Kumpulan komponen yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu
keseluruhan yang terpadu
Ciri sistem
5.
1.
Adanya masukan
2.
Adanya keluaran
3.
Adanya organisasi
4.
Mengandung hirarki
5.
6.
7.
Organisme
2.
Lingkungan di sekitarnya
menunjukkan
perpindahan
toksikan
antar
kompartemen,
yaitu
(persamaan 1)
dimana,
Co
Cw
kw
ke
(persamaan 2)
Laju uptake dapat diperoleh dari inisial uptake toksikan, dengan asumsi, tidak terjadi
eliminasi toksikan, sehingga
Co = kwCwt
(persamaan 3)
Dalam t , e-ke.t mendekati nol, dan steady state akan dicapai (dC o/dt = 0),
sehingga faktor biokonsentrasi (BCF) dapat ditentukan,
BCF = Co/C, = kw/ke
(persamaan 4)
Rasio konsentrasi toksikan dalam organisme akuatik dan air (C o/Cw) (persamaan 4),
hanya merepresentasikan biokonsentrasi pada steady state. Jika konsentrasi
dalam organisme dan air ditentukan sebelum steady state diperoleh, maka rasio
Co/Cw akan mengunderestimate nilai BCF. Tetapi, jika rasio ditentukan dalam
kondisi, yaitu konsentrasi dalam air menurun lebih cepat dibandingkan konsentrasi
dalam organisme, maka rasio C o/Cw akan mengoverestimate nilai BCF.
Dalam lingkungan akuatik, organisme dapat mengalami pendedahan dalam
periode
waktu
yang
pendek.
Penghentian
pendedahan
dan
penurunan
(persamaan 5)
dimana, Co(t=0) merupakan konsentrasi toksikan dalam organisme, saat awal periode
eliminasi (mol/kg) (Berg et al. 1995).
Minggu VI
NASIB POLUTAN ORGANIK DALAM INDIVIDU DAN EKOSISTEM
6.
Toksikodinamik
Dalam
tubuh
organisme,
polutan
mengalami
fase
kinetik
1.
2.
Respon biokimiawi
3.
Primary reaction
Toxicant + receptor modified receptor
Biochemical effect
Enzyme inhibition
Cell membrane disruption
Malfunction of protein biosynthesis
Disruption of lipid metabolism
Disruption of carbohydrate metabolism
Inhibition of respiration (02 utilization)
B. Ekosistem
1.
Ekosistem akuatik
Nasib polutan yang masuk ke dalam ekosistem akuatik ditentukan oleh
sifat fisik, lipofilisitas, vapour pressure, dan stabilitas kimiawi. Senyawa yang
mempunyai stabilitas kimiawi yang rendah, cenderung mengalami hidrolisis,
sehingga tidak menimbulkan efek merugikan bagi ekosistem akuatik, kecuali
bila senyawa tersebut mengalami transformasi menjadi senyawa (produk)
yang toksik. Dalam ekosistem akuatik, senyawa yang bersifat volatil
cenderung tidak berada dalam waktu yang lama. Polaritas senyawa berperan
penting dalam menentukan distribusi dan persistensi senyawa tersebut.
Senyawa hidrofilik cenderung terlarut dan terdistribusi pada permukaan air.
Sebaliknya senyawa lipofilik berasosiasi dengan materi organik yang berada
di dalam sedimen.
Pada sedimen sungai dan danau terdapat bentuk asosiasi antara partikel
organik-anorganik dengan organisme. Polutan organik dapat diadsorbsi oleh
partikel sedimen, sehingga membatasi mobilitas polutan dan availibilitas
terhadap organisme akuatik. Namun, keberadaan polutan dalam sedimen
memungkinkan teruptakenya polutan tersebut oleh organisme benthik
tertentu, misalnya makroinvertebrata benthik (grazer), yang menggunakan
partikel sedimen (organik) sebagai somber makanannya. Selain itu organisme
benthik yang bersifat filter feeder (bivalvia), memungkinkan berinteraksi
langsung dengan polutan.
Dalam suatu perairan, kandungan oksigen terlarut menentukan laju
transformasi kimiawi dan biokimiawi polutan. Bila kandungan oksigen terlarut
menurun, proses transformasi oksidatif akan segera digantikan oleh proses
reduksi.
Dalam ekosistem akuatik adanya proses makan memakan (rantai
makanan) menyebabkan terjadinya transfer polutan. Keberadaan atau lama
waktu suatu polutan dalam suatu rantai makanan sangat tergantung dari
waktu paruh dan bioavailibilitas senyawa polutan tersebut dalam organisme.
Polutan lipofilik,
misalnya PAHs, tidak menunjukkan keberadaan dalam jangka waktu yang
lama dan menyebabkan terjadinya biomagnifikasi, dalam suatu rantai
makanan. Hal ini disebabkan waktu paruh senyawa tersebut yang relatif
singkat. Beberapa invertebrata pada tingkat trofik yang rendah (Mytilus
enzim
monooksigenase,
sehingga
kecenderungan
terjadinya
biomagnifikasi pada tingkat trofik yang lebih tinggi, menjadi lebih kecil.
2.
Ekosistem daratan
Pestisida merupakan polutan penting dalam tanah pertanian. Polutan
tersebut langsung mengkontaminasi tanah atau melalui transfer residu dari
tanaman yang telah mengalami aplikasi pestisida.
Beberapa pestisida merupakan senyawa organik. Distribusi senyawa
organik tersebut dalam tanah tergantung pada solubilitas (Kow), vapour
pressure, dan stabilitas kimiawi. Polutan tersebut akan mengalami hidrolisis,
oksidasi, isomerasi, dan apabila terdapat di permukaan tanah akan
mengalami degradasi secara fotokimiawi. Degradasi tersebut umumnya
mengarah pada penurunan toksisitas, tetapi beberapa senyawa menjadi
bersifat lebih toksik, misalnya isomerasi senyawa organofosfat malathion
menjadi isomalathion. Senyawa yang bersifat polar mullah larut dalam soil
water dengan konsentrasi rendah dan cenderung secara kuat teradsorbsi
pada permukaan partikel tanah. Senyawa yang mempunyai vapour
pressure tinggi cenderung mengalami volatilisasi ke dalam soil water atau
atmosfer (Gambar 12). Pengikatan molekul organik (polutan) pada
permukaan koloid tanah membatasi pergerakan polutan dalam tanah dan
availibilitas pada organisme tanah.
Minggu VII
BIOMARKER DAN BIOINDIKATOR
Bioindikator
Respon yang diinduksi secara antropogenik, yang dikaji melalui parameter
biomolekular, biokimiawi atau fisiologis, yang dihubungkan dengan efek
biologis pada tingkat organisasi biologis, dari individu-ekosistem.
Biomarker
Respon biologis terhadap adanya polutan di lingkungan pada tingkat individu
pengukuran secara biokimiawi, fisiologis, histologis, dan morfologis.
Histopato
gis
logis
Integritas
DNA
Hormon
steroid
Protein
stres
Biokimiawi
Enzim
antioksidan
Individu
Populasi
Komunitas
Nekrosis
Pertumbuhan
Kemelimpahan
Richness
Fungsi
imunitas
Lesi
parasitik
Total lipid
Distribusi/stru
ktur umur
Indeks
diversitas
Trigliseri
da
Karsinoma
Anomali
pertumbuhan
Rasio seks
Indeks
integritas
biotik
Biomarker (exposure)
Biomolekular, biokimiawi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Medium tinggi
Rendah
Bioindikator (efek)
Individu komunitas
Rendah
Rendah
Rendah medium
Rendah medium
Tinggi
Gambar 14. Kondisi fisiologis organisme terhadap adanya polutan pada tiap zona
stres. Indikator dalam zona stres 1 lebih sensitif terhadap polutan, sedangkan indikator
pada zona stres 3 kurang sensitif terhadap polutan, tetapi mempunyai relevansi
ekologis lebih tinggi (Anonymous 2001).
Zona stres 2
Zona stres 3
(paling sensitif)
(moderately sensitive)
(kurang sensitif)
Enzim detoksifikasi
Kerusakan DNA
Enzim antioksidan
Protein stres
Bioenergetik
Sistem imunitas
Pertumbuhan
Parameter reproduksi
Parameter populasi
Parameter komunitas
Perubahan rasio seks
Perubahan food web
Gambar 15. Efek langsung dan tidak langsung polutan terhadap organisme
(Anonymous 2001).
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Investigasi terhadap beberapa spesies bivalvia air tawar Australia, yaitu Velesunio
angasi, Velesunio ambiguus, dan Hyridella depressa, telah menunjukkan bahwa
spesies tersebut relevan untuk studi polusi logam, termasuk sebagai indikator dalam
monitoring tingkat (level) logam yang bioavailable dalam ekosistem akuatik.
Tabel 6. Atribut biologis bivalvia air tawar yang relevan dalam studi polusi
logam (Jeffree et al. 1995 : 33 41)
Atribut biologis
Membran
mempunyai
permeabilitas
Laju
influx yang
tinggi Ca
dan
Granula
kalsium
fosfat
ekstraseluler
konsentrasi
tinggi
dalam
jaringan,
mempunyai
waktu
paruh
Derajat kontak
cangkang
berkapur
terlaminasi, yang
bertambah,
dan
berkaitan
panjangnya
lama
dengan
Rekaman
mengenai
tingkat
hidup
Siklus hidup kompleks,
ikan
sebagai
pemajanan tahap-
host
memerlukan
species,
dan
dengan
konsekuensi
(1)
beberapa logam diabsorbsi dari medium akuatik oleh bivalvia melalui jalur
metabolik yang analog dengan Ca, yaitu melalui kanal Ca.
(2)
logam tersebut kemudian mengikuti jalur metabolik Ca, dan sebagian besar
terdeposit dalam granula kalsium fosfat ekstraseluler, yang kemudian terdispersi
secara meluas dalam jaringan bivalvia.
(3)
laju diferensiasi akumulasi logam dalam seluruh jaringan dipengaruhi oleh laju
diferensiasi penurunan logam yang terdeposit dalam granula.
(4)
laju diferensiasi penurunan logam dari seluruh jaringan dikontrol oleh kelarutan
logam tersebut sebagai hidrogen fosfat dalam granula ekstraseluler.
Aplikasi dalam Lingkungan
Signifikansi Ca dalam air. Keberadaan (konsentrasi) Ca dalam air
226
mengalami tingkat reduksi sama besar dengan peningkatan konsentrasi Ca dalam air.
Namun, adanya Mg dalam air tidak menunjukkan signifikansi reduksi uptake seperti
Ca. Peningkatan konsentrasi Mg dalam air hanya mereduksi uptake logam sebesar
one tenth dari reduksi oleh Ca. Reduksi efektif uptake logam oleh Ca secara
eksperimen juga terjadi dalam uptake logam Pb, Mn, Co, dan Cd, pada spesies V.
ambiguus dan H. depressa, sehingga Ca merupakan variabel utama yang mengontrol
bioavailabilitas logam yang ada di medium akuatik. Implikasi hasil ini menunjukkan
konsistensi terhadap logam (divalen dan trivalen) dan filum air tawar lain.
Penqgunaan Ca sebagai prediktor konsentrasi loqam dalam jaringan. Peningkatan
konsentrasi Ca dalam jaringan V. angasi dapat menunjukkan peningkatan konsentrasi
logam lain (Ba dan
226
Gambar 16.
Regresi konsentrasi Ba dan 226Ra dalam jaringan dengan umur bivalvia (atas) dan
konsentrasi Ca dalam jaringan bivalvia (bawah), untuk V. angasi dari Corndorl dan
Mudginberri billabongs in Magela Creek, Northern Territory, Australia (Jeffree et al.
1995 : 36).
Gambar 17. Regresi konsentrasi Zn dan Mn dalam jaringan dengan panjang cangkang bivalvia
(atas) dan konsentrasi Ca dalam jaringan bivalvia (bawah), untuk H. depressa dan
V. ambiguus, dari the upper Nepean River, New South Wales, Australia (Jeffree et
al. 1995: 37).
Minggu VIII
EFEK POLUTAN PADA INDIVIDU, POPULASI, DAN KOMUNITAS
A. Efek Biokimiawi Polutan Organik (Individu)
Polutan yang masuk dalam tubuh organisme tubuh (uptake) dapat
menyebabkan perubahan pada organisme. Perubahan tersebut dapat
bersifat melindungi organisme terhadap efek toksik yang ditimbulkan polutan
(respon protektif) atau mengarah pada manifestasi toksik (respon non
protektif) (Tabel 7). Induksi MFO dan metallohionein merupakan salah satu
contoh
respon
protektif.
Sedangkan
penghambatan
AChE
Protektif
Contoh
Konsekuensi
Induksi monooxygenases
Peningkatan
MFO)
Induksi metallothionein
laju
metabolisme
Penghambatan AChE
Gambar 18. Jalur aktivasi dan detoksifikasi bahan kimia (Walker et al 2001).
itu,
bahan
kimia
dapat
berinteraksi
dengan
DNA,
yang
dapat
Bahan Kimia
Lead
Laevulinic
Penghambatan
siklus vitamin K
Acid Dehydratase)
Anticoagulant rodenticides
Organophosphorous (OPs) compounds
Penghambatan AChE
and carbamates
Induksi monooxygenases
Metallothionein
Metallothionein (MT) ditemukan oleh Margoshes dan Vallee pada tahun
1957. Metalothioneins merupakan protein stres yang terdapat dalam berbagai
spesies hewan dan tumbuhan. Protein ini mempunyai berat molekul yang rendah
dan hanya memiliki sedikit asam amino aromatik. Namun, metallothionein memiliki
banyak residu sistein dalam bentuk tereduksi (Gambar 19), sebesar 26 33 %,
yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mengikat ion logam.
CH2 - CH - COO|
SH NH3+
Amino acid : cystein (polar)
Gambar 19. Asam amino sistein.
Gambar 22.
Minggu IX
EFEK POLUTAN PADA INDIVIDU, POPULASI, DAN KOMUNITAS
B. Efek pada Populasi dan Komunitas
1.
Populasi
Polutan yang masuk ke dalam suatu ekosistem dapat berinteraksi dengan
individu suatu populasi. Interaksi tersebut dapat menyebabkan efek lethal
maupun sublethal pada individu organisme, yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan dinamika populasi.
Berdasarkan Gambar 23, saat polutan masuk ke dalam ekosistem :
a.
b.
c.
2.
Komunitas
Polutan dapat mempengaruhi struktur dan fungsi komunitas, antara lain
melalui gangguan terhadap hubungan atau interaksi antar spesies (populasi)
(Gambar 24).
Dalam hubungan atau interaksi predator-prey, penurunan besarnya
ukuran populasi prey dapat mempengaruhi satu atau lebih predator, yang
selanjutnya mempengaruhi struktur komunitas. Selain itu, efek polutan yang
dapat menyebabkan eliminasi populasi, dapat menurunkan biodiversitas.
Polutan/toksikan
Efek sublethal/lethal
populasi target
Minggu X
PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT
Pengujian toksisitas
Untuk
mengevaluasi
konsentrasi/dosis
pencemar
(toksikan)
dan
durasi
Vertebrata, ikan
b.
Invertebrata, daphnid :
Daphnia
magna;
amphipod
Gammarus
Penentuan konsentrasi atau dosis yang akan digunakan dalam uji sebenarnya
berdasarkan kisaran konsentrasi atau dosis dalam uji pendahuluan, yang
menyebabkan kematian 50 % organisme uji.
3. Definitive test (Uji Sebenarnya)
Kisaran konsentrasi atau dosis dari hasil uji pendahuluan digunakan dalam
penentuan konsentrasi atau dosis uji sebenarnya. Dalam kisaran tersebut,
konsentrasi atau dosis ditentukan secara geometrik, misalnya 10, 5, 2.5, 1.25,
0.62 mg/I atau mg/kg.
Setelah penentuan konsentrasi atau dosis, organisme uji mengalami masa
pendedahan dalam waktu yang ditentukan, misalnya 96 jam, tergantung pada life
span organisme uji.
Selama masa pendedahan, dicatat jumlah kematian dalam setiap konsentrasi
atau dosis.
4. Penentuan LC50 atau LD50
Setelah masa pendedahan berakhir, hasil uji sebenarnya dianalisis untuk
menentukan LC50 atau LD 50. Penentuan LC50 atau LD 50 dapat dilakukan
dengan
a.
Analisis probit
b.
Interpolasi
Hasil uji sebenarnya diplotkan dalam grafik dengan sumbu X =
konsentrasi (dosis) dan sumbu Y = persentase kematian. Kemudian dicari
kisaran antar titik, yang terdapat kematian 50 % organisme uji dan
dihubungkan dengan garis. Pada konsentrasi atau dosis 50 % sumbu Y
ditarik garis, sampai memotong garis antara 2 titik tersebut. Titik potong
tersebut diproyeksikan ke sumbu X, sehingga diperoleh LC50 atau LD50.
c.
Ekstrapolasi
Apabila hasil uji sebenarnya, tidak diperoleh konsentrasi atau dosis
dengan kematian organisme uji > 50 %. Hasil uji sebenarnya diplotkan
dalam grafik dengan sumbu X = konsentrasi (dosis) dan sumbu Y =
persentase kematian. Di antara titik-titik dalam grafik tersebut, dibuat garis
linier sembarang, kemudian dari konsentrasi atau dosis 50 % sumbu Y
ditarik garis, sampai memotong garis linier tersebut. Titik potong tersebut
diproyeksikan ke sumbu X, sehingga diperoleh LC50 atau LD50.
d.
Penggunaan garis
Hasil uji sebenarnya diplotkan dalam grafik dengan sumbu X =
konsentrasi (dosis) dan sumbu Y = persentase kematian. Di antara titik-titik
dalam grafik tersebut, dibuat garis linier sembarang, kemudian dari
konsentrasi atau dosis 50 % sumbu Y ditarik garis, sampai memotong garis
linier tersebut. Titik potong tersebut diproyeksikan ke sumbu X, sehingga
diperoleh LC50 atau LD50.
Minggu XI
PENGUJIAN TOKSISITAS CAMPURAN BAHAN KIMIA
Dalam lingkungan alami, organisme umumnya mengalami pendedahan beberapa
bahan kimia secara bersamaan. Pengujian suatu toksisitas bahan kimia terhadap
organisme, kurang dapat memberikan gambaran kondisi sebenarnya di clam. Hal ini
yang mendorong dikembangkan pengujian toksisitas campuran bahan kimia.
Pengujian toksisitas campuran bahan kimia dilakukan berdasarkan konsep isobol
(Gambar 25). Dari gambar tersebut, 2 bahan kimia diaplikasikan berdasarkan rasio
konsentrasi antara kedua bahan kimia tersebut, sehingga apabila bahan kimia A
diaplikasikan sebesar 50 % LC50 bahan kimia A, maka bahan kimia B diaplikasikan
sebesar 50 % LC50 bahan kimia B. Aplikasi kedua bahan kimia tersebut dapat
menimbulkan efek aditif, sinergisme atau antagonisme.
Dalam pengujian toksisitas campuran bahan kimia, efek aditif, sinergisme atau
antagonisme yang dihasilkan, dapat dipelajari dengan menghitung indeks aditif, melalui
pengujian toksisitas akut setiap bahan kimia, baik secara individu maupun campuran.
Pengujian
secara
campuran
dengan
memperhatikan
konsep
isobol,
yaitu
Keterangan :
i dan m toksisitas bahan kimia A dan B secara individu dan campuran
Apabila nilai :
S 1, maka indeks aditif = 1.0
Gambar 26. Penentuan efek campuran bahan kimia. Titik 0 menunjukkan efek aditif
(Marking 1985).
Minggu XII
PENGUJIAN TOKSISITAS KRONIK
Toksisitas kronik merupakan potensi suatu bahan kimia untuk menimbulkan efek
merugikan pada organisme melalui masa pendedahan organisme secara terus
menerus dalam jangka waktu lama.
1.
a.
Mempelajari dan mengevaluasi efek suatu bahan kimia pada setiap tahap
dalam siklus hidup suatu organisme.
b.
Menerapkan berbagai konsentrasi atau dosis bahan kimia pada setiap tahap
siklus hidup organisme, dari gamet dewasa (pertumbuhan, perkembangan,
dan reproduksi), untuk mempelajari efek merugikan bahan kimia tersebut,
sehingga pengujian ini berlangsung secara terus menerus, dalam jangka
waktu minggu- tahun, tergantung pada lama siklus hidup suatu organisme.
c.
d.
2.
3.
a.
b.
Organisme uji
a.
b.
Invertebrata,
Daphnia
magna,
Mysidopsis
bahia,
Acartia
tonsa,
4.
b.
c.
Functional test
Mengukur efek bahan kimia pada fungsi biokimiawi atau fisiologis suata
organisme uji.
5.
Desain Pengujian
a.
b.
c.
Konsentrasi yang digunakan berkisar 0.01 - 0.05 dari hasil pengujian akut
d.
e.
Hasil pengujian yang diharapkan konsentrasi bahan kimia yang tinggi dapat
menimbulkan efek merugikan, sesuai dengan kriteria spesifik (standar).
Sedangkan pada konsentrasi bahankimia yang rendah, efek (respon) yang
diharapkan sesuai dengan kontrol. Hal ini bertujuan untuk menentukan MATC
(Maximum Acceptable Toxicant Concentration - kisaran konsentrasi toksikan
yang menimbulkan efek merugikan), berdasarkan nilai NOEC (No Observed
Effect Concentration konsentrasi bahan kimia tertinggi yang secara statistik
tidak menyebab efek merugikan, dengan membandingkan kontrol) dan LOEC
(Low Observed Effect Concentration - konsentrasi bahan kimia terendah yang
secara
statistik
signifikan
menyebabkan
efek
merugikan,
dengan
membandingkan kontrol).
6.
7.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan analisis
variansi, membandingkan kontrol dan perlakuan. Jika hasil analisis variansi
menunjukkan P 0.05, dilanjutkan dengan pengujian DMRT.
Berdasarkan Tabel 9 diperoleh hasil NOEC = 0.049 dan LOEC = 0.096,
sehingga diperoleh NOEC<MATC<LOEC = 0.049<MA TC<0.096.
Tabel 9. Hasil pengukuran biologis pada pengujian toksisitas akut bahan kimia X
Minggu XIII
BIOMONITORING
Biomonitoring
Biomonitoring (pemantauan biologis) merupakan pengukuran dan evaluasi
kondisi sistem kehidupan (biota). Hasil kegiatan tersebut merupakan
parameter/metrik yang dapat memberikan gambaran kondisi sistem biologis,
dari tingkat individu ekosistem, dan jugs landscape (abiotik), terutama akibat
aktivitas manusia (Tabel 10).
Tabel 10. Tipe metrik (parameter) merefleksikan multidimensi sistem biologis (Karr and
Chu 1999 : 63)
Tipe metrik
lndividu
Kekayaan taksa
Toleransi,
intoleransi
Struktur trofik
Kesehatan
individu
Populasi Komunitas
v
v
v
Ekosistem
Landscape
Pendekatan
Biomonitoring merupakan "slat" untuk mempelajari dinamika suatu ekosistem,
balk secara meruang maupun mewaktu, sebagai usaha melindungi ekosistem dan
kepentingan manusia. Kegiatan pemantauan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan parameter fisik, kimiawi, dan biologis. Usaha pemantauan secara fisik
dan kimiawi, relatif lebih mudah dan cepat diketahui, tetapi kurang memberikan
keakuratan mengenai kondisi atau masalah ekosistem yang sebenarnya. Penggunaan
organisme dalam pemantauan tersebut (biomonitoring) mempunyai kelebihan
dibandingkan jenis pemantauan yang lain, yaitu organisme sungai tertentu dapat
memberikan respon biologis, dari tingkat molekuler komunitas, terhadap perubahan
yang terjadi dalam ekosistem.
Dalam kegiatan biomonitoring, respon biologis pada tingkat populasi dan
komunitas paling mudah dipelajari dibandingkan respon biokimiawi dan fisiologis,
meskipun respon pada tingkat tersebut merupakan respon yang diperoleh dalam
jangka waktu yang lebih lama dibandingkan respon biokimiawi atau fisiologis. Respon
tingkat komunitas, yaitu kekayaan taksa, jumlah genus dominan, jumlah total individu,
kesamaan dan keanekaragaman komunitas, merupakan jenis respon atau parameter
biologis yang umum digunakan dalam menilai atau merefleksikan kondisi suatu
ekosistem.
Usaha biomonitoring diawali dengan pemilihan jenis parameter/respon biologis
(metrik), dengan mempelajari respon biologis tingkat komunitas, pada berbagai
kondisi ekosistem. Jenis parameter biologis yang dipilih berdasarkan adanya
perubahan respon signifikan sejalan dengan perubahan kondisi ekosistem
(Gambar 27). Pemilihan tersebut melibatkan pemilihan bioindikator yang tepat,
yang dapat merefleksikan dinamika kondisi ekosistem.
Gambar 27. Pemilihan metrik dalam biomonitoring. Metrik A merupakan indikator yang baik untuk
biomonitoring, dibandingkan metrik B (Karr and Chu 1999 : 50).