Analisis Masalah Bagaimana Cara Melakukan Pemeriksaan Fisik? A. Pitting Edema
Analisis Masalah Bagaimana Cara Melakukan Pemeriksaan Fisik? A. Pitting Edema
Analisis Masalah
1. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik?
a. Pitting Edema
PITTING EDEMA
1. Inspeksi daerah edema ( simetris, apakah ada tanda tanda peradangan.
2. Lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan
amati waktu kembalinya.
Penilaian
b. Ascites
Teknik pemeriksaan asites:
1. Shifting dullness > Pada penderita yang terlentang, dicari batas timpani pekak
(permukaan cairan) di bagian lateral abdomen.Bila posisi penderita dimiringkan, maka
batas timpani pekak menjadi bergeser.
3. Fluid Wave
Pemeriksaan asites bisa dilakukan dengan cara menekan secara dalam ke arah garis
tengah dinding abdomen (untuk mencegah vibrasi sepanjang dinding abdomen), letakkan
telapak tangan yang satu berlawanan dengan telapak tangan yang lain untuk
mendengarkan adanya cairan asites.
4. Pudle Sign
Pasien pada posisi bertumpu pada lutut dan siku tangan, yang mana akan menyebabkan
cairan asites berkumpul di bagian bawah abdomen. Lakukan perkusi dari bagian samping
perut (lank) ke garis tengah. Pada area asites suara perkusi akan lebih mengeras.
2. Apa makna klinis dari paru dan jantung dalam batas normal
Batas paru dan jantung dalam batas normal menandakan bahwa belum terjadi manifestasi
pada paru seperti efusi pleura dan pada jantung seperti infark miokard. Hal ini juga dapat
menghilangkan diagnosis banding terhadap adanya chronic heart failure.
3. Apa jenis pemeriksaan dan tujuan urinalisis?
Urialisis dapat meberikan informasi klinik yang penting. Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin
pada sebagian besar kondisi klinis, pemeriksaan urin menangkup evluasi hal-hal berikut:
a. Observasi warna dan kejernihan urin.
b. Pengkajian bau urin
c. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin.
d. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan keton dalam urin (masingmasing untuk proteinuria, glukosuria, da ketonoria)
Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan (centrifuging) untuk
mendeteksi sel darah erah (hematuria), sel darah putih, slinder (silindruria), Kristal (kristaluria),
pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).
a. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan
kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna
sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine pekat
berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi
atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan
juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada
pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus
dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.
Kelainan
pada
warna,
kejernihan,
dan
kekeruhan
dapat
mengindikasikan
A. Medikamentosa
Pengobatan dengan prednisone diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi 3 , untuk menginduksi remisi.
Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2
LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari
setelah makan pagi. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan obat
imunosupresan lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam
dosis tunggal di bawah pengawasan dokter nefrologi anak. Dosis dihitung berdasarkan berat
badan tanpa edema (perentil ke-50 berat badan menurut tinggi badan).
Sumber: Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak Edisi kedua
Sumber: Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak Edisi kedua
Tatalaksana sidrom nefrotik pada kasus relaps.
B. Suportif
Bila ada edema anasarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian kortikosteroid atau
imunosupesan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian diet protein
normal (1,5-2 g/kgbb/hari), diet rendah garam (1-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid
1-2
mg/kgbb/hari,
bila
perlu
dikombinasikan
dengan
spironolakton
(antagonis
aldosteron,diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgbb/hari bila ada edema anasarka atau ada edema
yang mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi dapat diberikan obat antihipertensi.
Pemeberian albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan
dari jaringan interstitial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb
dilakukan atas indikasi seperti edema refrakter, syok,atau kadar albumin 1 gram/dL. Terapi
psikologis terhadap pasien dan orangtua diperlukan karena penyakit ini dapat berulan dan
merupakan penyakit kronik:
Dosis pemberian albumin:
Kadar albumin serum 1-2 g/dL: diberikan 0,5 g/kgBB/hari; kadar albumin < 1 g/dL
diberikan 1g/kgabb/hr
GINJAL
Adalah organ berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm,
tebal 2,5 cm. Setiap ginjal memiliki berat antara 125 175 gram pada laki laki dan 115
155 gram pada perempuan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, posisi
ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri karena diatas ginjal kanan terdapat hati. Setiap
ginjal diselubungi oleh 3 lapisan jaringan ikat yaitu :
a. Facial renal adalah pembungkus terluar yang mempertahankan posisi organ
b. Lemak perineal adlah jaringan adipose yang terbungkus facial ginjal. Jaringan ini
membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya
c. Kapsul fibrosa adalah membrane halus transparan yang langsung membungkus ginjal
dan dapat dengan mudah dilepas.
Struktur nefron. Satu ginjal mengandung 1 4 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urin. Nefron adalah unit structural dan fungsional dari ginjal, setiap nefron
memiliki satu komponen vaskuler ( kapiler ) dan satu komponen turbular.
Suplai Darah
1. Arteri ranalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masingmasing
ginjal dan masuk ke hilus malalui cabang arterior dan posterior.
2. Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri arteri interlobaris
yang mengalir diantara piramida piramida ginjal.
3. Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan korteks dan
medulla.
4. Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arteari arkuata di sudut kanan dan
melewati korteks.
5. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Suatu arteriol aferen membentuk
sekitar 50 kapilar yang membentuk glomerulus.
Fungsi Ginjal
Ginjal
Hati
Angiotensin I
Kelenjar hipofisis
ACTH
Kelenjar adrenal
Meningkatka
n
tekanan
darah
6. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah.
Ginjal melalui eksresi glikosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas
konsentrasi nutrient dalam darah.
7. Pengeluaran zat beracun.
Ginjal mengeluarakan polutan, zat tambahan makanan, obat obatan, atau zat kimia
asing lain dari tubuh.
2.
URETER
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal yang
merentang sampai kandung kemih. Setiap ureter panjangnya antara 2530 cm dan
berdiameter 4-6 mm.
Saluran ini menyempit di 3 tempat :
a. Di titik asal ureter pada pelvis ginjal
b. Di titik saat melewati pinggiran pelvis
c. Di titik pertemuannya dengan kandung kemih
Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan jaringan : lapisan terluar adalah lapisan fibrosa,
ditengah adalah muskularis longtudinal ke arah dalam dan otot polos sirkular ke arah
dalam dan otot polos sirkular ke arah luar dan lapisan terdalam adalah epitelium mukosa
yang mensekresi selaput mukus pelindung.
3.
mukosa
adalah
lapisan
yang
terletak
dibawah
mukosa
dan
epitel yang
4.
URETRA
Mengalirkan urin dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh. Uretra laki laki
panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kelenjar prostate dan penis.
a.
Uretra prostatic dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima dua
duktus ejaculator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus deferen dan
duktus kelenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat bermuaranya sejumlah duktus
dari kelenjar prostat.
b.
c.
Uretra pada perempuan, berukuran pendek ( 3,75 cm ). Saluran ini membuka keluar
tubuh melalui orifisium uretra eksternal yang terletak dalam vestibulum antara klitoris
dan mulut vagina. Panjangnya uretra laki laki cenderung menghambat invasi bakteri ke
kandung kemih (sistitis) yang lebih sering terjadi pada perempuan.
Penyaringan ( Filtrasi )
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik
dibuat untuk menahan komponen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam
vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari
jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut
sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus
dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara
glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang
mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus
proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler,
membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang
perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.1996).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan
oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatan untuk proses filtrasi.
Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang
medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat
selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam
darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul
2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga
mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu
beban listirk (electric charged ) dari setiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation
( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anion. Bahan-bahan kecil yang dapat terlarut
dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam
lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di
glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan
darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996).
b.
Penyerapan ( Absorsorbsi)
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered
solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tidak sama.
Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi
ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring
di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal
tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi
pergerakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur
paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus
melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah
dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001).
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerak dari
cairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang
mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari
difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi
optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan
mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi
K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel
polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi
spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini
c.
d.
Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5%
garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi
memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat
makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh.
Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat
(Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan
yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak
berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun
sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah.
Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai
pelarut (Sherwood.2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun
bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika
untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang
kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil
perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong
empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna
pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen
(sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia,
karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2001).