Anda di halaman 1dari 30

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama

: An. Syakira

Umur

: 4 bulan

Berat Badan

: 5,7 kg

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen

Alamat

: Jl. Kebagusan RT11/RW6, Pasar Minggu

Masuk RS

: 5 April 2014 Pukul 03.30 WIB

No. RM

: 549387

B. Identitas Orang Tua


Ayah

Ibu

Nama

: Sularmo

Astuti

Usia

: 36 tahun

34 tahun

Agama

: Kristen

Kristen

Pendidikan

: SD

D3

Pekerjaan

: Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung (anak ke-3 dari 3 bersaudara)
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 5 April 2014
A. KELUHAN UTAMA
Sesak napas sejak satu jam SMRS
B. KELUHAN TAMBAHAN
Pasien mengalami batuk berdahak, pilek, dan demam sejak 2 hari yang lalu.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak
satu jam SMRS. Selain itu, pasien juga mengalami batuk berdahak dan demam sejak
1

2 hari yang lalu. Ibu pasien juga menambahkan bahwa pasien mengalami pilek. Mual
dan muntah disangkal oleh ibu pasien. Nafsu minum susu pasien menurun sejak
mengalami sakit tersebut. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
dikatakan normal. Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat kejang (-) dan riwayat
OAT (-).
Tiga minggu SMRS pasien mengalami keluhan yang sama namun tidak
seberat saat ini. Pasien dibawa berobat ke rumah sakit A. Pasien menjalani rawat jalan
dan melakukan foto Rontgen thoraks. Keluhan pasien hilang setelah minum obat.
Hasil rontgen thoraks menunjukkan gambaran pneumonia, yaitu terdapat infiltrat pada
perihiler dan perikardial kanan-kiri.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya
Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Penyakit

Alergi

Difteri

Penyakit Jantung -

Diare

Penyakit Ginjal

Cacingan -

Umur

(Sindroma
Nefrotik)
Demam

Kejang

Penyakit Darah

Kecelakaan

Radang Paru

3 bulan

Otitis

Morbili

Tuberkulosis

Parotitis

Varicella

Bronchitis

berdarah
Demam
Typhoid

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ibu pasien menyatakan bahwa kakak pasien mengalami batuk-pilek dan sering
bermain bersama pasien

F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


KEHAMILAN
KELAHIRAN

Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan

Rutin kontrol
Rumah sakit
Dokter

Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

SC
Kurang bulan (36 minggu)
o Berat lahir
: 2200 gr
o Panjang

: 41 cm

o Lingkar kepala

:-

o Langsung menangis : Ya
o Nilai APGAR

:-

o Kelainan bawaan : Kesan: Riwayat kehamilan baik, namun riwayat persalinan kurang baik
G. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
o Pertumbuhan gigi I : belum (Normal 5-9 bulan)
o Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
o Psikomotor
Tengkurap

: belum

(Normal: 6-9 bulan)

Duduk

: belum

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: belum

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: belum

(Normal: 12-18 bulan)

Bicara

: belum

(Normal: 12-18 bulan)

H. RIWAYAT MAKANAN
0-1 bulan : ASI
>1 bulan-saat ini : susu formula
I. RIWAYAT IMUNISASI DASAR
Imunisasi dilakukan di Puskesmas
Jenis
Imunisasi

II

III

IV

Hepatitis B

Polio

BCG

DPT

Hib
Kesan : Imunisasi lengkap.

J. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN


Sosial Ekonomi : Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta. Ibu pasien tidak
bekerja. Menurut ibu pasien penghasilan sekitar Rp 10.000.000,- sebulan

cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Lingkungan : Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dikawasan yang
padat penduduknya. Tempat tinggal pasien berukuran 200 m 2, beratap genteng,
lantai keramik dengan2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang makan, dapur, dan
2 kamar mandi. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah pasien melalui
jendela. Terdapat penerangan dengan listrik. Air berasal dari air tanah. Air
limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan
dibersihakan 2 kali dalam sebulan dan aliran airnya lancar.
Kesan: rumah dan sanitasi lingkungan baik.

III. PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 140x/menit

Respirasi

: 52x/menit

Suhu

: 38,40C

B. Pemeriksaan Fisik
Kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/Telinga: Normotia, deformitas -/-, sekret -/-

Hidung

: Bentuk normal, deformitas -/-, sekret +/+, napas cuping

hidung (+)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang
Leher
: KGB leher tidak membesar, kel.tiroid tidak membesar
Thoraks
:
Paru
: Simetris, statis dan dinamis, pernafasan cepat dan dangkal,
retraksi dinding dada bagian bawah (+), suara napas bronkial +/
Jantung
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas

+, ronkhi +/+, wheezing -/: BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
: Supel, Timpani, BU (+) Normal
: Tidak ada kelainan
: Akral hangat, Edema (-) di keempat ekstremitas

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium tanggal 5 April 2014 jam 04.38 WIB
HEMATOLOGI
Hemoglobin

: 10.6 g/dl

Hematokrit

: 32%

Leukosit

: 8770/uL

Trombosit

: 403000/uL

GAS DARAH + ELEKTROLIT


pH

: 7.3

pCO2

: 34 mmHg

pO2

: 135 mmHg

Hct

: 28%

HCO3-

: 17.5 mmol/L

HCO3 standard: 18.9 mmol/L


TCO2

: 19 mmol/L

BE ecf

: -8,6

BE (B)

: -7.80 mmol/L

Saturasi O2

: 99%

V. RESUME
Pasien seorang anak perempuan usia 4 bulan, berat badan 5,7 kg, datang
dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Selain itu,

pasien juga mengalami batuk berdahak dan demam sejak 2 hari yang lalu. Ibu pasien
juga menambahkan bahwa pasien mengalami pilek. Mual dan muntah disangkal oleh
ibu pasien. Nafsu minum susu pasien menurun sejak mengalami sakit tersebut. Buang
air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) dikatakan normal. Riwayat kejang (-) dan
riwayat OAT(-). Tiga minggu SMRS pasien mengalami keluhan yang sama. Pasien
dibawa berobat ke rumah sakit A. Pasien menjalani rawat jalan dan melakukan foto
Rontgen thoraks. Keluhan pasien hilang setelah minum obat dan hasil rontgen thoraks
menunjukkan gambaran pneumonia.
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

Frekuensi nadi: 140x/menit


Frekuensi napas: 52x/menit
Suhu : 38,40C
Hidung

: sekret -/-

Paru

: pernafasan cepat dan dangkal, retraksi dinding dada (+), suara napas

bronkial +/+, ronkhi +/+, wheezing -/Pada lab darah didapatkan hasil :
Hemoglobin

: 10.6 g/dl

Hematokrit

: 32%

pO2

: 135 mmHg

Hct

: 28%

HCO3-

: 17.5 mmol/L

BE ecf

: -8,6

Saturasi O2

: 99%

VI. DIAGNOSIS KERJA


Pneumonia
VII. PENATALAKSANAAN
IGD
-

O2 2 L/menit

Suction

Inhalasi Combivent + Bisolvon + NaCl

IUFD KA-EN 1B 20 tetes/menit

Inhalasi Berotec + Bisolvon + NaCl

Bangsal Mawar
-

IVFD KA-EN 1B 16 tetes/menit

O2 nasal kanul

Cefotaxim 2x250mg

Mucopect 2x5 tetes

Inhalasi 3x: Combivent amp + NaCl 3 cc

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP
5 April 2014

Batuk berdahak (+) Pilek (+) Sesak napas (+) Muntah (+)

sehabis minum susu


KU : Sakit sedang

07.00 WIB

Kes : Compos mentis


Nadi : 120/menit
Respirasi : 52x/menit
Suhu : 39,6 0C
Kepala : Normocephal
Mata : CA -/-, SI -/Telinga: Normotia, deformitas -/-, sekret -/Hidung: Napas cuping hidung, sekret +/+
Leher : KGB leher ttb, kel.tiroid tidak membesar
Paru : Simetris, statis dan dinamis, pernafasan cepat dan
dangkal, retraksi dinding dada bagian bawah (+), suara
napas bronkial +/+, ronkhi +/+, wheezing -/Jantung: BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Supel, Timpani, BU (+) Normal
Ekstremitas: Akral hangat, Edema (-) di keempat

ekstremitas

A
P

6 April 2014

Lab :
Hb : 10,6 g/dL
Ht : 32 %
Leukosit : 8770 uL
Trombosit : 403000 uL
Pneumonia
- IVFD KA-EN 1B 10 tpm micro
-

O2 nasal kanul

Cefotaxim 2x250mg

Mucopect 2x 0,5ml

Kalmethason 3x1amp

Sanmol 3x60 mg

Inhalasi 3x : Combivent amp + NaCl 3 cc

- URM : diatermi
Batuk (+) Pilek (+) Sesak Napas (+), Muntah (-), nafsu

minum susu baik, BAB dan BAK normal


KU : Sakit ringan

07.00 WIB

Kes : Compos mentis


Nadi : 120/menit
Respirasi : 40x/menit
Suhu : 350C
Kepala : Normocephal
Mata : CA -/-, SI -/Telinga: Normotia, deformitas -/-, sekret -/Hidung: Napas cuping hidung, sekret +/+
Leher : KGB leher ttb, kel.tiroid tidak membesar
Paru : Simetris, statis dan dinamis, pernafasan cepat dan
dangkal, retraksi dinding dada bagian bawah (+), suara
napas bronkial +/+, ronkhi +/+, wheezing -/Jantung: BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Supel, Timpani, BU (+) Normal
Ekstremitas:
Akral hangat, Edema (-) di keempat
A
P

ekstremitas
Pneumonia
- Suction
-

O2 nasal kanul

7 April 2014

Cefotaxim 2x250mg

Mucopect 2x0,5 ml

Kalmethason 3x1amp

Sanmol 3x60 mg

Inhalasi 3x : Combivent amp + NaCl 3 cc

- URM : diatermi
Batuk (+) pilek (+) sudah berkurang, sesak napas (+)

Muntah (-), nafsu minum susu baik, BAB dan BAK normal
KU : Baik

07.00 WIB

Kes : Compos mentis


Nadi : 120/menit
Respirasi : 32x/menit
Suhu : 320C
Kepala : Normocephal
Mata : CA -/-, SI -/Telinga: Normotia, deformitas -/-, sekret -/Hidung: Napas cuping hidung, sekret +/+
Leher : KGB leher ttb, kel.tiroid tidak membesar
Paru : Simetris, statis dan dinamis, pernafasan cepat dan
dangkal, retraksi dinding dada bagian bawah (+), suara
napas bronkial +/+, ronkhi +/+, wheezing -/Jantung: BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Supel, Timpani, BU (+) Normal
Ekstremitas:
A
P

8 April 2014

07.00 WIB

Akral hangat, Edema (-) di keempat

ekstremitas
Pneumonia
- Suction
-

O2 nasal kanul

Sefotaxim 2x250mg

Mucopect 2x4 tetes

Inhalasi 3x : Combivent 1amp + Pulmicot 1amp

- URM : diatermi
Batuk (+) sudah berkurang, pilek (+) sudah berkurang,
sesak napas (+) Muntah (-), nafsu minum susu baik, BAB

dan BAK normal


KU : Baik
9

Kes : Compos mentis


Nadi : 120/menit
Respirasi : 40x/menit
Suhu : 36,80C
Kepala : Normocephal
Mata : CA -/-, SI -/Telinga: Normotia, deformitas -/-, sekret -/Hidung: Napas cuping hidung, sekret +/+
Leher : KGB leher ttb, kel.tiroid tidak membesar
Paru : Simetris, statis dan dinamis, pernafasan cepat dan
dangkal, retraksi dinding dada bagian bawah (+), suara
napas bronkial +/+, ronkhi +/+, wheezing -/Jantung: BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Supel, Timpani, BU (+) Normal
Ekstremitas:
A
P

Akral hangat, Edema (-) di keempat

ekstremitas
Pneumonia
- Suction
-

O2 nasal kanul

Cefotaxim 2x250mg

Mucopect 2x0,5 ml

Inhalasi 3x : Combivent 1amp + Pulmicot 1amp

URM : diatermi

ANALISA KASUS
Diagnosis pneumonia pada anak dapat ditegakkan berdasarkan pedoman diagnosis
sederhana yang telah dikembangkan WHO. Pedoman diagnosis tersebut menjelaskan
kriteria diagnosis dan klasifikasi penyakit.
A. Kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi,
meliputi :
-

Napas cepat

10

Sesak napas (dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam ketika menarik napas/ retraksi epigastrium)

Tanda bahaya

Pada anak usia 2 bulan 5 tahun: tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk.

Pada anak dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran


menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

B. Klasifikasi penyakit.
Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun

Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
o Kepala terangguk-angguk
o Pernapasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :
o Napas cepat
o Suara merintih (grunting)
o Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki), suara pernapasan
menurun, suara pernapasan bronkial
harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Batuk atau kesulitan bernapas
Ada napas cepat dengan laju napas:
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40 x/menit untuk anak >1-5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan Pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

11

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatik seperti penurun panas
Berdasarkan

pedoman

diagnosis

WHO

untuk

mendiagnosis

dan

mengklasifikasikan pneumonia pada anak, maka kasus ini termasuk dalam Pneumonia
berat yang memerlukan rawat inap karena pada anamnesa dan pemeriksaan fisik
ditemukan adanya :

Batuk

Napas cepat (52 x/menit)

Pernapasan cuping hidung

Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Pada auskultasi terdengar suara pernapasan bronkial dan crackels (ronki)


Secara klinis, penyebab pneumonia pada anak sulit dibedakan antara pneumonia

bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan


laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat
disebutkan bahwa pneumonia bakterial memiliki awitannya cepat, batuk produktif,
pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Berdasarkan hal tersebut, pada kasus menunjukkan bahwa pasien memiliki awitan
gejala yang cepat, batuk produktif, dan pasien tampak toksik sehingga kemungkinan
terbesar penyebab penyakitnya adalah infeksi bakteri. Selain itu, data epidemiologi
menunjukkan bahwa etiologi paling sering pada penyakit pneumonia anak umur 4
bulan-5 tahun adalah bakteri (Chlamidya pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan
Streptococcus pneumoniae).
Awalnya, bakteri penyebab pneumonia masuk ke saluran nafas bagian bawah
pasien melalui inhalasi yang diduga kuat tertular oleh kakak pasien yang mengalami
infeksi saluran pernapasan atas. Bakteri tersebut mencetuskan terjadinya hiperemia
dan mengakibatkan pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi
merah. Hal tersebut membentuk sebuah konsolidasi jaringan yang menyebabkan
penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Upaya untuk mengatasi keadaan tersebut atau kompensasi tubuh pasien adalah
meningkatkan pembalikan (recoil) elastik yaitu dengan peningkatan upaya pernapasan
yang tampak jelas dari penggunaan otot-otot inspirasi tambahan dengan adanya
retraksi dinding dada bagian bawah pasien. Setiap perubahan ini meningkatkan kerja
12

pernapasan, menghabiskan lebih banyak energi untuk bernapas, dan memudahkan


anak menjadi lebih cepat lelah. Dijumpai pula penutupan sementara jalan napas atas
pada akhir ekspirasi, biasanya timbul sebagai bunyi dengkur, yang merupakan upaya
untuk meningkatkan volume paru dan mengembalikan kapasitas residu fungsional.
Pada pasien juga timbul pernapasan cuping hidung, yang bertujuan untuk menurunkan
tahanan

pernapasan.

Karena

otot-otot

pernapasan

menjadi

kurang

efektif

mempertahankan bebannya, kecepatan pernapasan meningkat dan volume tidal turun,


timbullah suatu pola pernapasan yang disebut takipnea. Pada kasus, pasien datang
dalam keadaan takipnea yaitu frekuensi pernapasan lebih dari 50x/menit (usia 2
bulan-1 tahun).
Penatalaksanaan pasien ini meliputi dua hal, yaitu penetalaksanaan umum dan
penatalaksanaan khusus.
Penatalaksanaan umum yang dilakukan, yaitu :

Pemberian oksigen lembab 2L/menit

Infus untuk rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Infus yang diberikan pada kasus ini
adalah KA-EN 1B 16tpm sebagai infus awal di Instalasi Gawat Darurat
dilanjutkan dengan KA-EN 1B 10tpm micro di bangsal.
Penatalaksanaan khususnya yang dilakukan yaitu :

Antibiotik yang digunakan berdasarkan pengalaman empiris terhadap penyebab


pneumonia sesuai umur pasien. Pada bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan 5
tahun) :
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin (ceftriaxone, cefotaxime, dll)
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
Antibiotik yang dipilih adalah cefotaxime dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi
dua dosis. Berarti dosis yang diberikan adalah 100 mg x 5,7 kg = 570 mg/hari.

Mucopect dengan dosis 2x0,5 ml sebagai terapi sekretolitik yang bertujuan untuk
mendorong pembersihan lendir yang abnormal dan memudahkan batuk produktif
sehingga memungkinkan pasien untuk bernapas bebas dan lebih nyaman.

Inhalasi salin normal (NaCl 0,9%) + Combivent (Ipratropium Bromide &


Salbutamol Sulphate). Ipratropium bromide merupakan antimuskarinik yang

13

memperlihatkan

efek

bronkodilatasi

sehingga

meningkatkan

mekanisme

pembersihan mukosilier, sedangkan salbutamol sulphate merupakan kelompok


Agonis selektif reseptor yang menimbulkan efek relaksasi otot polos bronkus
(bronkodilatasi).
Prognosis pasien ini adalah baik karena infeksi yang terjadi tidak sampai
menimbulkan komplikasi yang serius, seperti empiema, perikarditis, atau infeksi
ekstrapulmonar lainnya. Selain itu, pasien juga tidak mengalami malnutrisi sehingga
proses penyembuhan dapat berjalan dengan baik.

14

TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA PADA ANAK
A. DEFINISI
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Bradley et.al., 2011).
Pada pneumonia

yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting

adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia
viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan
perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (Said, 2013).
B. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hinga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap
tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut
survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011).
C. FAKTOR RISIKO
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut, yaitu:
1. Pneumonia yang terjadi pada masa bayi
15

2. Berat badan lahir rendah (BBLR)


3. Tidak mendapat imunisasi
4. Tidak mendapat ASI yang adekuat
5. Malnutrisi
6. Defisiensi vitamin A
7. Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
8. Tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok)
(Said, 2013)
D. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Bakteri-bakteri ini menginvasi
paru melalui 2 jalur, yaitu dengan :
1) Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.
2) Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.
Penyebab pneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1.

Faktor Infeksi

a.

Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

b.

Pada bayi :
1)

Virus:

Virus

parainfluensa,

virus

influenza,

Adenovirus,

RSV,

Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3)

Bakteri: Streptokokus pneumoniae, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, Bordetella pertusis.


c.

Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d. Pada anak besar dewasa muda :


1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2.

Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi


a.

Bronkopneumonia hidrokarbon :
16

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b.

Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,

termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan


seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptokokus pneumoni,
Haemofilus influenza, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik betalaktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang tidak responsif terhadapa antibiotik
beta-laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama
disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia dan Chlamidya pneumoniae (Said, 2013).
E. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1.

Berdasarkan lokasi lesi di paru


a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia

2.

Berdasarkan asal infeksi


a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia/
CAP)
17

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)


3.

Berdasarkan mikroorganisme penyebab


a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur

4.

Berdasarkan karakteristik penyakit


a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal

5.

Berdasarkan lama penyakit


a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten

F. PATOGENESIS
Pada dasarnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan
awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan
respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului
dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri
dimulai dengan terjadinya hiperemia akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi
cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan
stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance
paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
18

menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching)


yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi
progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi
konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri
menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan
(Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
19

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)


Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah
bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai
dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran
nafas yang lebih kecil.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,
sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa
bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan
dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi
sebagai bercak-bercak kosolidasi merata diseluruh lapangan paru (bronkopneumonia),
dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia
lobaris) (Said, 2013).
G. MANIFESTASI KLINIS
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi

: terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,

interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.


Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea;
dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah
negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter
dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin
20

positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head
bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat
dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
2. Pada palpasi

: ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi

: tidak terdapat kelainan

4. Pada auskultasi

: ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya
proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
sampai sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,

21

mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan


perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non-infeksi yang relatif lebih sering,
dan faktor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor
penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia (Said, 2013).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis pneumonia (Said, 2013) :
A. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada
pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang
buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi
bakteri. Sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
B. C-Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP segera cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi
pastinya belom diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda.
C. Pemeriksaan Mikrobiologik
22

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan


kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
punsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan
dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian
bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif. Spesimen dari
nasofaring untuk kultur maupun deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena
tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.
D. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang
bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala
klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah
gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan
foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto toraks diperlukan bila gejala klinis
menetap, peyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia
di Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto
rontgrn toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala
klinik distress pernapasan seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara
napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
-

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,


peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.


Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
yang tidak terlalu tegas, dan menyerupasi lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,


berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

23

I. DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, menentukan penyebab pneumonia
tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh
karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis
yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu
gejala respiratori sebagai berikut takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki,
dan suara napas melemah (Said, 2013).
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka
dalam upaya penanggulangan, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan
tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelayanan
kesehatan primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara
berkembang. Tujuannya ialah :
1.

Menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat


langsung dideteksi
Gejala klinis yang sederhana tersebut meliputi :
-

Napas cepat

Sesak napas (dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam ketika menarik napas/ retraksi epigastrium)

Tanda bahaya

Pada anak usia 2 bulan 5 tahun: tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk.

Pada anak dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran


menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

2.

Menetapkan klasifikasi penyakit


Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun

Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
o Kepala terangguk-angguk
o Pernapasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada nagian bawah ke dalam

24

o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia


Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :
o Napas cepat
o Suara merintih (grunting)
o Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki), suara pernapasan
menurun, suara pernapasan bronkial
harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Batuk atau kesulitan bernapas
Ada napas cepat dengan laju napas:
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40 x/menit untuk anak >1-5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan Pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatik seperti penurun panas

Bayi berusia di bawah 2 bulan


Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi,
mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

Pneumonia
Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas
Harus di rawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia
tidak ada napas cepat atau sesak napas
tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

3.

Menentukan dasar pemakaian antibiotik

J. TATALAKSANA

25

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2


macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011):
1.

Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit: sampai sesak nafas hilang atau PaO 2
pada analisis gas darah 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2.

Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik
awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan: amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1.

Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis

2.

Berat ringan penyakit

3.

Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari


Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1.

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3

2.

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


f. beta laktam amoksisillin
26

g. amoksisillin - asam klavulanat


h. golongan sefalosporin
i. kotrimoksazol
j. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai
hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam: ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empiema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).

27

Tabel 1. Terapi Antibiotik Berdasarkan Etiologi (sumber: IDSA Guideline of


Pneumonia, 2011)

K. KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema toraks, perikarditis,
purulent, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema toraks merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.

28

L. PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zatzat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri
sendiri.

29

DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/. Diakses
pada tanggal 8 April 2014
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., et al. 2011. The Management of CommunityAcquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak, ed. 15, vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Said M. 2013. Pneumonia. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
World Health Organization. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia

30

Anda mungkin juga menyukai