Mekanisme kerja
Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugs glukosa,
mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus,
timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analok
monofofat diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel pejamu. Trifosfat asiklovir
berpacu dengan deoksiguanosin trifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk
DNA polymerase dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi
rantai DNA yang premature. Ikatan yan irrevelsibel dari template primer yang
mengandung aseklopir ke DNA polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang
efektif terhadap enzim penjamu.
2.
Resistensi: Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase
DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi
terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada
gen DNA polymerase.
Indikasi: infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk
keratitis herpetic, herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan
herpes labialis.) dan infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan
asiklovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan
untuk terapi kasus varisela dan zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.
4.
Dosis : untuk herpes genital : 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes
zoster ialah 4x400mg sehari.penggunaan topical untuk keratitis herpetic adalah
dalam bentuk krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk
herpes ensefalitis, HSV berat lain nya dan infeksi VZV digunakan asiklovir
intravena 30mg/kgBB perhari.
5.
6.
Efek samping : Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi
local dapat terjadi dari pemberian topical; sakit kepala; diare; mual ;dan muntah
merupakan hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis
tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena.
B. Gansiklovir
Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus
hidroksimetil padaposisi 3 rantai samping asikliknya.metabolisme dan mekanisme
kerjanya sama dengan asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah pada gansiklovir terdapat
karbon 3 dengan gugus hidroksil, sehingga masih memunginkan adanya perpanjangan
primer dengan template jadi gansiklovir bukanlah DNA chain terminator yang absolute
seperti asklovir.
1. Mekanisme kerja : Gansiklovir diubah menjadi ansiklovir monofosfat oleh enzim
fospotranverase
yang
dihasilkan
oleh
sel
yang
terinveksi
jika
diberikan
bersamaan
dengan
antihistamin
dan
obat
2. Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan
aktivitas enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas
ikatan reseptor hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki
efek pada penglepasan virus pada sel yang terinfeksi.
3. Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B.
4. Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5 mg,
setiap 12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg
per hari ( 2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari. Terapi dengan
zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam,
setelah onset gejala.
5. Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna.,
dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel
pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri abdomen , sakit
kepala.
C. Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan
DNA.
1. Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya
tidak lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat
mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi
mRNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein.
2. Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap
ribavirin, namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat selsel yang tidak dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya.
namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi
hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik.
2. Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.
3. Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).
4. Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai
dalam 0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas
dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9
jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5%
lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis
untuk insufisiensi ginjal sedang ( CLcr <50 ml /menit ). Trimetoprim menurunkan
klirens renal lamivudin.
5. Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila
perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1 tahun
pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).
6. Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST
dapat terjadi pada 30-40% pasien.
B. Adefovir
1.
3. Indikasi : Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten
terhadap lamivudin.
4. Farmakokinetik : Adefovir sulit diabsorbsi, namun bentuk dipivoxil prodrugnya
diabsorbsi secara cepat dan metabolisme oleh esterase di mukosa usus menjadi
adefovir dengan bioavailibilitas sebesar 50%. Ikatan protein plasma dapat
diabaikan, Vd setara dengan cairan tubuh total. Waktu paruh eliminasi setelah
pemberian oral adefovir dipivoxil sekitar 5-7 jam. Adefovir dieliminasi dalam
keadaan tidak berubah oleh ginjal melalui sekresi tubulus aktif.
5. Dosis : Per oral dosis tinggal 10 mg per hari.
6. Efek samping : Adefovir 10mg/hari dapat ditoleransi dengan baik. Setelah terapi
selama 48 minggu terjadi peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dL di atas
baseline pada 13% pasien yang umumnya memiliki factor resiko disfungsi renal
sejak awal terapi.
C. Entekavir
1.
3.
4.
Farmakokinetik : Entekavir diabsorbi baik per oral. Cmax tercapai antara 0,5-1,5
jam setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir dimetabolisme dalam jumlah
kecil dan bukan merupakan substrat system sitokrom P450. Tnya pada pasien
dengan fungi ginjal normal adalah 77-149 jam. Entekavir dieliminasi terutama
lewat filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Tidak perlu dilakukan penyesuaian
dosis pada pasien dengan penyakit hati sedang hingga berat.
6. Dosis : Per oral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong, pada pasien yang gagal
terapi dengan lamivudin, pemberian entekavir ditingkatkan hingga 1 mg/hari.
7. Efek samping : Sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk, nasofaringitis,
fatigue, pusing, nyeri abdomen atas dan mual.
D. Interferon
Merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan menggangugu
kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun interferon menghambat pertumbuhan
berbagai virus in vitro, aktivitas in vivo pada virus mengecewakan. Pada waktu ini,
interferon disintesis dengan teknologi DNA rekombinan. Setidaknya terdapat 3 jenis
interferon; alfa, beta, gama. Satu dari 15 jenis -interferon, -2b telah disetujui untuk
pengobatan hepatitis B dan C. Dan terhadap kanker seperti leukemia sel berambutdan
sarcoma Kaposi.
Mekanisme kerja antivirus belum diketahui seluruhnya tetapi menyangkut induksi
enzim sel pejamu yang menghambat translasi RNA virus dan akhirnya menyebabkan
degadrasi mRNA dan tRNA virus. Interferon diberikan i.v dan masuk ke cairan sumsum tulang
Efek samping : demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan kardiovaskular
seperti gagal jantung kongestif dan reaksi hipersensitif akut, gagal hati infiltrasi paru
jarang.
Reverse transkripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral sebelum
bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini bekerja pada tahap
awal replikasi HIV, obat obat golongan ini menghambat terjadinya infeksi akut sel yang
rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja,
semua obat golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di
sitoplasma. Yang termasuk komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan
hepatomegali berat dengan steatosis.
A. Zidovudin
1.
Mekanisme kerja : target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV.
Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase virus,
setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi. Gugus
AZT 5- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3 rantai DNA virus dan
menghambat reaksi reverse transcriptase.
2. Resistensi : Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim
reverse transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog nukleosida
lainnya.
3.
4.
5.
6.
Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup
5 mg /5ml disi peroral 600 mg / hari
7.
B. Didanosin
1.
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
2.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti
HIV lainnya.
5.
6.
Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngal
atau terbagi.
7.
C. Zalsitabin
1.
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
2.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak
responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (bukan
zidanudin).
5.
6.
7.
D. Stavudin
1.
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukkan rantai DNA virus.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
E. Lamivudin
1.
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
2.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti
HIV lainnya (seperti zidovudin,abakavir).
5.
6.
Dosis : Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x
sehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin
atau abakavir.
7.
F. Emtrisitabin
1.
2.
3.
4.
5.
Efek samping : Nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam .
G. Abakavir
1.
2.
3.
4.
6.
7.
2.
2.
3.
Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya dan
HBV.
4.
3.
5.
6.
Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1
RT.
2.
3.
4.
5.
Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg per hari ),
kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).
6.
Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan
enzim hati.
B. Delavirdin
1.
2.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan
nefirapin dan efavirens.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI.
5.
Dosis : Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam
bentuk tablet 100mg.
6.
C. Efavirenz
1.
2.
3.
4.
5.
6.
4.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan ruam .
PROTEASE INHIBITOR ( PI )
Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif HIV
protease.HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan penglepasan poliprotein
virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor virus oleh
enzim protease sehingga dapat menghambat maturasi virus, maka sel akan menghasilkan
partikel virus yang imatur dan tidak virulen.
A. Sakuinavir
1.
2.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan
beberapa PI seperti ritonavir).
5.
Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau
1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan makanan
atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.
6.
Efek samping
B. Ritonavir
1.
2.
Resistensi : Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease kodon
82.
3.
4.
Indikasi :Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI
seperti sakuinavir ).
5.
Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan
makanan )
6.
C. Indinavir
1.
2.
3.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
4.
Dosis : Peroral 2400mg / hari (2 kapsul 400mg setiap 8jam, dimakan dalam
keadaan perut kosong, ditambah dengan hidrasi(sedikitnya 1.5L air / hari). Obat
ini tersedia dalam kapsul 100,200, 333,dan 400mg.
5.
D. Nelfinavir
1.
2.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
5.
Dosis : Per oral 2250 mg / hari (3 tablet 250mg 3 X sehari) atau 2500mg / hari (5
tablet 250mg 2 X sehari )bersama dengan makanan.
6.
E. Amprenavir
1.
2.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.
5.
Dosis : Per oral 2400mg/ hari (8kapsul 150 mg 2 X sehari, diberikan bersama atau
tanpa makanan, tapi tidak boleh bersama dengan makanan.
6.
F. Lopinavir
1.
2.
3.
4.
Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.
5.
6.
Efek
samping
Mual,
muntah,
peningkatan
kadar
koleterol
trigliserida,peningkatan y-GT.
G. Atazanavir
1.
2.
3.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan HIV lainnya seperti NRTI.
dan
4.
Dosis : Per oral 400 mg per hari (sekali sehari 2 kapsul 200 mg), diberikan
bersama dengan makanan.
5.
5.
2.
3.
4.
5.
Efek samping : Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan
nodul atau kista.
visceral,
terutama
hati,
paru,
saluran
cerna
dan
SSP.
Antivirus dapat di gunakn untuk prapilaksis, supresi (untuk menjaga agar replikasi virus berada
di bawah kecapatan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada pasien terinfeksi yang
asimtomatik).
Beberapa Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan obat terapi antivirus :
1. Lamanya terapi
2. Peemberian terapi tunggal atau kombinasi
3. Interaksi obat
4. Kemungkinan terjadinya resistensi
HIV-AIDS
Terapi HIV-AIDS dilakukan dengan cara mengkombinasikan beberapa obat untuk mengurangi
viral loat atau (jumlah virus dalam darah). Agar menjadi sangat rendah atau dibawah tingkat
yang terdeteksi untuk jangka waktu yang lama.
Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik dari pada mono terapi karena :
- Menghidari atau menunda resistensi obat atau meluasnya cakupan terhadap virus dan
memperlama efek
- Peningkatan efikasi karena adanya efek adiktif atau sinergis.
- Peningkatan target reserpoir jaringan atau sellular(contoh : limposit, makrofak) virus.
- Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus
- Penurunan toxisitas karena dosis yang digunakan lebih rendah.
Walaupun obat retro-virus sudah mennjadi kunci penatalaksanaan HIV-AIDS , ada beberapa
keterbataasan, yaitu :
1.Anti-retrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus.
2. Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika keputusan pasien pada terapi tidak
hamper sempurna.
3. Penularan HIV melalui perilaku yang beresiko dapat terus terjadi walaupun viral load tidak
terdeteksi.
4. Efeksamping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi mual ringan termasuk anemia,
neutropenia, mual, sakit kepala sampai yang berat missal hepatitis akut.
DAFTAR PUSTAKA
- Farmakologi dan terapi ed.5 FKUI 2007 jakarta.
- Drs.Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting ed. 6 depkes RI.
Jakarta.
- Mary J. Mycek, Ph.D. dkk. 1995. Ed. 2. Farmakologi Ulasan bergambar. Jakarta.