Anda di halaman 1dari 6

PENTINGNYA REVITALISASI E-GOVERNMENT

DI INDONESIA
Eddy Satriya
esatriya@ekon.go.id, satriyaeddy@yahoo.com
www.geocities.com/satriyaeddy
Asisten Deputi 5/V
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gedung Induk, Lt III
Jl. Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta, 10710, Indonesia
ABSTRAK
Pelaksanaan e-Government (egov) mengalami kamajuan. Namun kemajuan yang dicapai masih pada tingkat dasar
tahapan pelaksanaan egov yang baru meliputi peningkatan kemampuan organisasi pemerintahan dan publik dalam
mengakses informasi. Dengan kata lain belum terjadi komunikasi dua arah yang efektif antara pemerintah dan
masyarakat, apalagi pertukaran value secara maksimal yang menjadi ciri transaksi egov melalui portal
informatif.
Penyebab utama kelambanan pengembangan egov di Indonesia adalah: masih rendahnya awareness sebagian
besar pengambil keputusan akan potensi telematika, khususnya egov dalam mempercepat proses reformasi;
ketiadaan prioritas aplikasi yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi; kurangnya konsistensi dan determinasi
pelaksana serta belum dilibatkannya secara maksimal instansi terkait; dan struktur tarif Internet yang masih belum
mendukung.
Karena itu revitalisasi penerapan egov di Indonesia menjadi sangat penting. Hal ini dapat dilakukan melalui
evaluasi program egov berjalan, menggencarkan sosialisasi dan konsistensi pelaksanaan egov di seluruh pelosok
negeri, meningkatkan kinerja organisasi pelaksana dan alokasi RAPBN, serta mencari terobosan sistem pentarifan
Internet yang memanfaatkan kompetisi dan asas pelayanan universal (USO). Minimnya infrastruktur tidak
selayaknya dijadikan kambing hitam karena tantangan utama saat ini adalah pemanfaatan fasilitas yang sudah ada.
Kata kunci: e-government, egov, telematika, telekomunikasi dan Internet.

1.

PENDAHULUAN

Memperhatikan pelaksanaan e-government (egov) di


Indonesia selama kurun waktu 5 tahun terakhir, maka
sulit dimungkiri bahwa berbagai program egov yang
dijalankan pemerintah di departemen dan lembaga
mengalami hambatan dan kendala yang tidak kecil.
Kemajuan memang telah berhasil dicapai, namun jika
dibandingkan dengan rencana dan target awal,
apalagi jika dibandingkan terhadap kemajuan
regional, maka perkembangan egov kita masih
tertinggal dan kalah cepat. Pemahaman bahwa egov
memang bisa menjadi salah satu alternatif terobosan
untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik
gagal dipahami oleh sebagian besar pemangku
kepentingan (stake holder). Terlebih-lebih lagi peran

penting egov yang sangat diharapkan untuk memulai


budaya kerja efisien yang terbebas dari
ketidaktransparanan dan perilaku korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) dalam pelayanan publik juga sulit
direalisasikan.
Kondisi memprihatinkan ini terjadi di berbagai
tingkatan birokrasi, baik dari tingkat staf paling
bawah hingga ke tingkat paling tinggi. Begitu pula
dalam berbagai praktek bisnis di lingkungan swasta.
Lemahnya pemanfaatan egov di lingkungan birokrasi
yang saling terkait dengan masih terbatasnya aplikasi
di dunia bisnis telah menyebabkan lambatnya
pelaksanaan program egov.

Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia


3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung

38

Karena itu menjadi penting untuk melakukan


revitalisasi egov di Indonesia secepat-cepatnya jika
kita memang tidak mau kehilangan momentum dan
semakin tertinggal dari negara lain. Revitalisasi egov
ini menjadi semakin penting manakala iklim usaha
dan investasi di berbagai sektor lain memperlihatkan
kecenderungan yang tidak menggembirakan. Sudah
semestinya saat ini pemerintah mempertimbangkan
potensi aplikasi telematika di berbagai sektor sebagai
salah satu alternatif penggerak roda ekonomi
terutama di sektor riil dan jasa. Selain itu,
pemberdayaan telematika dan egov berpeluang besar
membuka lapangan kerja atau mengurangi tingkat
penangguran.
Meski tidak berkesinambungan, beberapa aplikasi
telematika tertentu di sektor jasa, industri kecil dan
menengah, serta pendidikan yang telah digiatkan oleh
Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI)
beberapa tahun lalu kiranya patut dipertahankan agar
tidak menjadi mubazir. Tulisan ini menekankan
pentingnya melaksanakan revitalisasi egov dengan
terlebih dahulu membahas beberapa karakteristik
egov dan membahas kondisi eksisting egov dari
berbagai sudut pandang.

manfaat tersebut pada akhirnya diharapkan akan


dapat meningkatkan kemampuan kepemerintahan
secara umum.
2.2. Prinsip Dasar
Dalam pemanfaatannya untuk pembangunan,
diperlukan pemahaman bahwa e-gov (1) hanyalah
alat; (2) mempunyai resiko terhadap integrasi data
yang sudah ada; (3) bukanlah pengganti managemen
publik dan kontrol internal pemerintahan; (4) masih
diperdebatkan peranannya dalam hal mengurangi
praktek KKN; (5) juga masih diragukan untuk dapat
membantu mengurangi kemiskinan; dan (6)
memerlukan kerjasama antar ICT profesional dan
pemerintah.
Sebagai salah satu aplikasi telematika yang termasuk
baru di bidang kepemerintahan, maka diperlukan
waktu dan proses sosialisasi yang memadai agar para
pelaku birokrasi dan masyarakat mampu memahami
e-gov untuk kemudian mendayagunakan potensinya
dan tidak terjebak kepada paradgima lama, project
oriented activities.
2.3. Pentahapan

2.

E-GOVERNMENT: MANFAAT, PRINSIP


DASAR, DAN PENTAHAPAN

E-gov didefinisikan sebagai upaya pemanfaatan dan


pendayagunaan telematika untuk meningkatkan
efisiensi
dan
cost-effective
pemerintahan,
memberikan berbagai jasa pelayanan kepada
masyarakat secara lebih baik, menyediakan akses
informasi kepada publik secara lebih luas, dan
menjadikan penyelenggaraan pemerintahan lebih
bertanggung jawab (accountable) serta transparan
kepada masyarakat. Bank Dunia (2002) memberikan
definsi E-Government refers to the use of
information and communications technologies to
improve the efficiency, effectiveness, transparency
and accountability of government.
2.1. Manfaat
Beberapa manfaat e-gov adalah (1) menurunkan
biaya administrasi; (2) meningkatkan kemampuan
response terhadap berbagai permintaan dan
pertanyaan tentang pelayanan publik baik dari sisi
kecepatan maupun akurasi; (3) dapat menyediakan
akses pelayanan untuk semua departemen atau LPND
pada semua tingkatan; (4) memberikan asistensi
kepada ekonomi lokal maupun secara nasional; (5)
sebagai sarana untuk menyalurkan umpan balik
secara bebas, tanpa perlu rasa takut. Berbagai

Beberapa negara maju maupun yang sedang


berkembang melaksanakan pengembangan e-gov
sesuai dengan karakteristik negara masing-masing.
Jarang
ditemukan
negara-negara
tersebut
melaksanakan tahapan yang sama. Penelitian Parayno
(1999) di Philipina dan Kang (2000) menunjukkan
bahwa ada negara yang mendahulukan perdagangan
(custom) dan e-procurement, ada negara yang
memprioritaskan pelayanan pendidikan, ada yang
mendahulukan sektor kesehatan, dan ada pula yang
mengutamakan kerjasama regional.
Menurut Wescott (2001), dari berbagai langkah dan
strategi yang dilaksanakan oleh negara-negara
tersebut, secara umum tahapan pelaksanaan e-gov
yang biasanya dipilih adalah (1) Membangun sistem
e-mail dan jaringan; (2) Meningkatkan kemampuan
organisasi dan publik dalam mengakses informasi;
(3) Menciptakan komunikasi dua arah antar
pemerintah dan masyarakat; (4) Memulai pertukaran
value antar pemerintah dan masyarakat; dan (5)
Menyiapkan portal yang informatif.
Membangun sistem e-mail dan jaringan biasanya
dapat dimulai dengan menginstalasi suatu aplikasi
untuk mendukung fungsi administrasi dasar seperti
sistem
penggajian
dan
data
kepegawaian.

Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia


3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung

39

Meningkatkan kemampuan organisasi dan publik


dalam mengakses informasi bisa dimulai dengan
pengaturan workflow yang meliputi file, image,
dokumen dan lain-lain dari satu works station ke
work station lainnya dengan menggunakan
managemen bisnis untuk melaksanakan proses
pengkajian, otorisasi data entry, data editing, dan
mekanisme pedelegasian dan pelaksanaan tugas.
Sementara itu menciptakan komunikasi dua arah bisa
dilaksanakan dengan menginformasikan satu atau
lebih email address, nomor telepon dan facsimile
pada website untuk meningkatkan minat dan
kesempatan masyarakat dalam menggunakan
pelayanan dan memberikan umpan balik. Pertukaran
value antar pemerintah dan masyarakat memang
harus dimulai secepatnya karena telematika sangat
mendukung pelaksanaan pembangunan dan proses
interaksi bisnis secara lebih flexible dan nyaman
dimana dimungkinkan terjadinya proses pertukaran
value atau tata nilai dan informasi dengan pihak
pemerintah. Pertukaran value yang dimaksud bukan
hanya tata nilai dan budaya, tapi juga secara nyata
memulai terjadinya transaksi elektronis, seperti
transfer dana antar rekening bank melalui ATM dan
Internet sebagai bagian proses pelayanan publik.
Menyiapkan sebuah portal sebagai ujung tombak
pelaksanaan
e-gov
diperlukan
untuk
mengintegrasikan informasi dan jenis pelayanan dari
berbagai organisasi pemerintah sehingga dapat
membantu masyarakat dan stakeholder lainnya dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. Portal ini sebisa
mungkin haruslah dapat membimbing segenap
lapisan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
mereka dalam menjelajah dunia informasi baik
ditingkat Pusat, Provinsi ataupun Kabupaten / Kota.
Portal yang baik biasanya menambahkan links
kepada website lainnya dalam menyempurnakan
pelayanan kepada masyarakat, menyediakan box
untuk keluhan dan umpan balik, dan tentu saja juga
di update secara berkala.
Beberapa konsep e-gov di berbagai negara telah
memasukkan tahapan demokrasi digital yang
memungkinkan partisipasi masyarakat serta sistem
penghitungan suara dilaksanakan melalui perangkat
telematika seperti pemilihan wakil rakyat, pemilihan
gubernur dan presiden. Pemanfaatan egov untuk
demokrasi membutuhkan waktu dan proses
sosialisasi yang cukup lama untuk meyakinkan
penduduk memberikan suaranya melalui sebuah
mesin. Pelaksanaannya di beberapa negara maju
sekalipun termasuk di Amerika Serikat sendiri,
banyak mengalami hambatan dan kegagalan. Majalah

Time Annual (2001) mempelesetkan semboyan


negara bagian Florida setelah ricuhnya proses
penghitungan komputer hasil pemilihan suara untuk
menentukan presiden Amerika Serikat tahun 2000
yang lalu dengan, Welcome to Flori-duh, land of
changing chads, butterfly ballots and undervotes!.
Meski demokrasi digital belum terlalu mendesak
untuk dilaksanakan, langkah-langkah persiapan sudah
selayaknya pula di ambil dengan mempertimbangkan
tingkat pemanfaatan telematika yang sudah cukup
tinggi pada proses proses PEMILU dan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 dan 2005
lalu.
3.

KONDISI EKSISTING

3.1. Aplikasi egov dan Infrastruktur


Di lihat dari pelaksanaan aplikasi egov, data dari
Depkominfo (2005) menunjukkan bahwa hingga
akhir tahun 2005 lalu Indonesia baru memiliki: (a)
564 domain go.id; (b) 295 website pemerintah pusat
dan pemda; (c) 226 website telah mulai memberikan
layanan publik melalui website; (d) dan 198 website
pemda masih dikelola secara aktif.
Beberapa
pemerintah
daerah
(pemda)
memperlihatkan kemajuan cukup berarti. Bahkan
Pemkot Surabaya sudah mulai memanfaatkan egov
untuk proses pengadaan barang dan jasa (eprocurement). Beberapa pemda lain juga berprestasi
baik dalam pelaksanaan egov seperti: Pemprov DKI
Jakarta, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Jawa
Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta,
Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen,
Pemkab. Kutai Timur, Pemkab. Kutai Kartanegara,
Pemkab Bantul, Pemkab Malang.
Sementara itu dari sisi infrastruktur, layanan telepon
tetap masih di bawah 8 juta satuan sambungan dan
jumlah warung telekomunikasi (Wartel) dan warung
Internet (Warnet) yang terus menurun karena tidak
sehatnya persaingan bisnis. Telepon seluler menurut
data Depkominfo tersebut telah mencapai 24 juta ss
(diperkirakan posisi kwartal pertama 2006 telah
mencapai kurang lebih 30 juta ss).
Meski kepadatan telepon tetap di beberapa kota besar
bisa mencapai 11% - 25%, kepadatan telepon di
beberapa wilayah yang relatif tertinggal baru
mencapai 0,2%. Jangkauan pelayanan telekomunikasi
dalam bentuk akses telepon baru mencapai 65% desa
dari total sekitar 67.800 desa yang ada di seluruh
tanah air. Jumlah telepon umum yang tersedia hingga
saat ini masih jauh dari target 3% dari total

Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia


3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung

40

sambungan seperti ditargetkan dalam penyusunan


Program Pembangunan Jangka Panjang II dahulu.
Sementara itu jumlah pelanggan dan pengguna
Internet masih tergolong rendah jika dibandingkan
dengan total penduduk Indonesia. Hingga akhir 2004
berbagai data yang dikompilasi Asosiasi Penyedia
Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan jumlah
pelanggan Internet masih pada kisaran 1,5 juta,
sementara pengguna baru berjumlah 9 juta orang.
Rendahnya penetrasi Internet ini jelas bukan suatu
kondisi yang baik untuk mengurangi lebarnya
kesenjangan digital (digital divide) yang telah
disepakati pemerintah Indonesia dalam berbagai
pertemuan Internasional untuk dikurangi.
3.2. Kelembagaan, Regulasi, dan Kebijakan
Perkembangan dan pembangunan telematika
memasuki babak baru pada awal tahun 2005 dengan
digabungkannya Ditjen Postel yang dahulu berada di
bawah
Departemen
Perhubungan
kedalam
Depkominfo. Satriya (2005) melihat penggabungan
tersebut seyogyanya bisa mempercepat gerak
pelaksanaan aplikasi egov di seluruh tanah air dan
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk
penyediaan infrastruktur telematika yang sekaligus
disinkronkan dengan berbagai aplikasi prioritas.
Begitu pula dari sisi regulasi, sudah ada Instruksi
Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2003 tentang Strategi
Pengembangan Egov yang juga sudah dilengkapi
dengan berbagai Panduan tentang egov seperti:
Panduan
Pembangunan
Infrastruktur
Portal
Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen
Elektronik
Pemerintah;
Pedoman
tentang
Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain.
Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan
oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada
dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan
egov di pusat dan daerah.
Sayangnya beberapa peraturan payung yang
diharapkan bisa segera selesai masih belum terwujud,
seperti RUU tentang Informasi, dan Transaksi
Elektronik yang masih belum dibahas di DPR.
Dalam bidang kebijakan, kelihatannya pemerintah
belum berhasil menyusun suatu langkah konkrit yang
dapat menggerakkan berbagai komponen pemerintah
(lintas sektor) untuk saling bekerja sama membangun
dan menjalankan aplikasi yang memang harus
disinergikan.
Hingga
sekarang
pemanfaatan
telematika untuk Kartu Tanda Penduduk, Perpajakan,
Imigrasi, dan Kepegawaian yang sangat dibutuhkan
dalam reformasi pemerintahan masih belum

terlaksana. Masih mahalnya tarif Internet, termasuk


Broadband, rupanya telah mulai menarik perhatian
Menteri Kominfo seperti diungkapkan beberapa
waktu lalu dalam ajang Indo Wireless 2006 (Detik,
14/3/06). Kombinasi pemanfaatan kapasitas telepon
tetap eksisting dan berbagai teknologi nirkabel
lainnya sudah seharusnya bisa didukung oleh sistem
tarif yang sudah memanfaatkan kompetisi dalam
sektor telematika ini. Begitu pula alternatif
penyediaan infrastruktur telematika di daerah
terpencil, perbatasan, dan tertinggal masih belum bisa
memaksimalkan pemanfaatan dana Universal Service
Obligation (USO) yang telah dikutip dari operator.
3.3. Rendahnya pemahaman egov.
Di samping berbagai kondisi yang kurang
mendukung seperti diuraikan di atas, pengembangan
egov di Indonesia menjadi bukti bahwa pemahaman
akan potensi telematika, khususnya egov, masih
rendah. Kondisi memprihatinkan ini terjadi di semua
tingkatan dan jenis usaha, baik di birokrasi maupun
swasta.
Pemanfaatan egov untuk mengurangi terjadinya
berbagai peristiwa penipuan, kriminal, hingga terror
yang berawal dari pemalsuan identitas seperti KTP
dan paspor masih belum menunjukkan tanda-tanda
peningkatan. Begitu pula halnya dengan berbagai
kasus penyelundupan dan penyalahgunaan dokumen
kepabeanan justru semakin marak dan semakin
canggih modus operandinya.
Ribut-ribut masalah surat sakti atau katabelece
Sekretaris Kabinet terkait dengan lokasi kedutaan
besar kita di Korea Selatan mestinya tidak perlu
terjadi jika egov sudah dimanfaatkan dalam proses
penyusunan RAPBN. Pemanfaatan egov untuk proses
perencanaan anggaran yang melibatkan Depkeu,
Bappenas, Departemen Teknis, dan DPR seharusnya
sudah bisa menyediakan akses kepada masyarakat
untuk melihat berbagai proyek yang akan
dilaksanakan untuk tahun anggaran berjalan.
Meski dibanggakan dan dipromosikan langsung oleh
Jubir Presiden, komentar miring publik atas situs
pribadi Presiden dan beberapa Menteri Kabinet
Persatuan Indonesia yang tidak bisa dibedakan
dengan situs dinas juga, jelas menjadi barometer
pemahaman dan leadership para pejabat di negeri ini.
Dengan demikian, pelaksanaan egov yang tidak
didukung oleh infrastruktur memadai, kurangnya
pemahaman, visi dan misi yang konsisten, serta
belum kondusifnya aturan regulasi dan kebijakan
lintas sektor telah membuat pencapaian program

Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia


3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung

41

egov Indonesia masih berada pada tahap awal dan


belum mencerminkan terlaksananya pertukaran
value. Dengan demikian revitalisasi egov harus
mampu secara jeli, efisien dan jitu (smart) untuk
menemukenali pemasalahan dasar sehinga berbagai
upaya dan dana yang telah dihabiskan dalam 5 tahun
terakhir tidak sia-sia.

4.

REVITALISASI EGOV

Memperhatikan berbagai kondisi pelaksanaan


program egov seperti dibahas dalam Bab 2 dan Bab 3
di atas, maka langkah untuk merevitalisasi egov
Indonesia sudah tidak bisa ditunda lagi. Banyaknya
dana yang sudah dihabiskan tidak sebanding dengan
hasil yang diperoleh. Namun pelaksanaan proses
revitalisasi juga tidak bisa dilakukan dengan tergesagesa dan tanpa konsep yang jelas.
Revitalisasi yang dimaksudkan adalah serangkaian
tindakan perencanaan dan penataanulang program
egov yang disesuaikan kembali dengan target
pembangunan nasional dan sektor telematika dengan
mengindahkan prinsip-prinsip dasar serta proses
pentahapan egov tanpa menyia-nyiakan kondisi
eksisting yang sudah dicapai.
Beberapa langkah yang bisa diambil dalam waktu
dekat adalah sebagai berikut.
Pertama, mensikronkan target-target pembangunan
nasional dalam sektor telematika dengan beberapa
program egov yang akan dilaksanakan di seluruh
lembaga dan departemen. Langkah ini sekaligus
sebagai proses evaluasi program egov yang pernah
dijalankan di semua tingkatan.
Kedua, meningkatkan pemahaman masyarakat,
pelaku ekonomi
swasta, termasuk pejabat
pemerintahan atas potensi yang dapat disumbangkan
program egov dalam mencapai target pembangunan
nasional dan sektor telematika.
Selanjutnya, menyelesaikan berbagai program utama
egov yang belum berhasil dilaksanakan, dan
menyusun prioritas program egov yang dapat
menciptakan lapangan kerja serta membantu
penegakan praktek good governance dalam berbagai
pelayanan publik.
Keempat, menambah akses dan jangkauan
infrastruktur telematika bagi semua kalangan untuk
mengutamakan pemanfaatan egov dalam segala
aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Termasuk dalam
hal ini adalah menetapkan struktur tarif yang
transparan dan terjangkau buat semua kalangan. Jika
perlu dapat saja diberlakukan diferensiasi tarif untuk
semua aplikasi egov. Berikutnya adalah alokasi dana
egov perlu ditingkatkan yang disesuaikan dengan

tahapan yang telah dicapai. Dana bisa berasal dari,


RAPBN, kerjasama internasional atau juga dari
swasta nasional. Terakhir, menetapkan hanya
beberapa aplikasi egov pilihan sebagai contoh
sukses- yang menjadi prioritas pembangunan dan
pengembangan sehingga terjadi efisiensi dalam
pemberian pelayanan publik.
Evaluasi dan revitalisasi egov juga sangat diperlukan
mengingat seperti diingatkan Kabani (2006) bahwa
adalah suatu keharusan untuk melakukan proses
perencanaan secara hati-hati dan untuk melakukan
streamlining berbagai proses off-line sebelum
melanjutkannya menjadi proses on-line. Sebagai
tambahan, juga sangat penting diperhatikan agar
instansi pemerintah untuk tidak melakukan proses
otomatisasi berbagai inefisiensi.
Revitalisasi egov ini semakin dirasakan perlu ketika
kita harus juga mempersiapkan diri menyambut
berbagai perkembangan baru dalam globalisasi
industri dan perdagangan dunia. Berbagai
perkembangan teknologi telematika yang semakin
konvergen juga membuat pemerintah harus terus
menyiapkan berbagai regulasi dan kebijakan
antisipatif dalam penyelenggaraan egov di berbagai
sektor.

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Memperhatikan perkembangan pelaksanaan egov di


Indonesia serta hasil-hasil yang telah dicapai hingga
saat ini, maka mau tidak mau konsep dan strategi
pelaksanaan egov membutuhkan penyempurnaan di
berbagai sisi. Penundaan pelaksanaan revitalisasi
egov hanya akan menjauhkan negeri ini dari cita-cita
reformasi yang sebenar-benarnya, yaitu memperbaiki
mutu pelayanan publik kepada seluruh masyarakat
serta pada gilirannya
dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka melalui peningkatan efisiensi
birokrasi.
Pelaksanaan revitalisasi egov harus memperhatikan
kesiapan pemerintah dan masyarakat, sesuai prinsipprinsip dasar serta bertahap.

6.

REFERENSI

[1] Depkominfo, Peluang Indonesia Untuk Bangkit


Melalui Implementasi E-Government, Laguboti,
Toba, 2005
[2] Kabani, Asif, Critical E-government Success
Factors for Developing Countries, Public Sector

Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia


3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung

42

Technology and Management Magazine,


Singapore, March/April 2006
[3] Kang, Byungtae (2000), Anticorupption Measures
in the Public Procurement Service Sector in
Korea, paper presented at Asia Pacific Forum
Combatting Corruption, Seoul, Korea. Online
pada;
http://www.oecd.org/daf/ASIAcom/Seoul.htm
[4] Parayno Guilermo L (1999), Reforming the
Philippines Customs Services through
Electronic Governance in ADB and OECD,
Combatting Corruption in Asian and Pasific
Economies, Manila, online pada:
http://www.adb.org/Documents/Conference/Com
bating_Corruption/default.asp?=govpub
[5] Satriya, Eddy, Agenda Besar Menanti
Depkominfo, Kompas, Jakarta, 14 Maret 2005.
[6] TME ANNUAL 2001, halaman 22.
[7] Wescott, Clay, E-Government: Enabling AsiaPacific Governments and Citizents to do Public
Business Differently, Paper presented at Asian
Development Forum, Bangkok,14 June 2001

________

Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia


3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung

43

Anda mungkin juga menyukai