TINEA CRURIS
Disusun Oleh:
Ade Sofyan
(110.2007.003)
(110.2008.060)
Mahesa Bonang
(110.2008.144)
Rina
(110.2008.215)
(110.2008.256)
Dosen Pembimbing:
dr. Hedi Hendrawan R, Sp.KK, M.Kes
PRESENTASI KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. E
Jenis Kelamin
: Laki -Laki
Usia
: 21 tahun
Pekerjaan
: Pelajar
Suku bangsa
: Sunda
Agama
: Islam
Status
: Belum menikah
Alamat
Med.Rec
: 4417XX
II.
Keluhan Utama:
Bruntus-bruntus merah yang terasa gatal pada lipatan paha kanan dan kiri
sejak 6 bulan yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke poliklinik kulit kelamin RSUD Soreang dengan keluhan
timbul bruntus merah disertai rasa gatal pada lipatan paha kanan dan kiri sejak 6
bulan yang lalu.
Pasien
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan gizi
: Cukup
Vital sign
Tekanan darah
: Tidak diperiksa
Nadi
: 88 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: Afebris
Kepala
: Normochepal
Mata
Leher
Thorax
: Tidak dilakukan
Abdomen
: Tidak dilakukan
Genitalia
Ekstremitas
2. Status Dermatologikus
3
Distribusi
: Regional
At Regio
Sifat lesi
Efloresensi
IV.
Pemeriksaan Penunjang
-
V.
Resume
Seorang laki-laki 21 tahun datang ke poli kulit RSUD Soreang
dengan keluhan utama bruntus merah disertai dengan rasa gatal pada
lipatan paha kiri dan kanan. Keluhan tersebut muncul sekitar 6 bulan yang
lalu. Keluhan gatal dirasakan terutama saat berkeringat, sehingga pasien
selalu menggaruknya. Awalnya bruntus merah tersebut timbul bulat
sebesar biji koin kemudian menjadi bertambah disekitarnya. Keluhan
pengobatan diakui, tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien mengaku mandi
dan mengganti celana dalam dua kali sehari, dan tidak pernah bergantian
pakaian dengan orang lain, namun pasien sering menggunakan celana
jeans yang agak ketat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan statu generalis dalam batas
normal. Pada status dermatologikus, pada regio inguinalis sinistra dan
regio inguinalis dekstra didapatkan papula eritema dipinggir lesi dengan
makula hiperpigmentasi pada bagian tengah lesi disertai skuama halus
diatasnya.
VI.
Diagnosis Banding
4
Tinea cruris
Eritrasma
. Kandidiasis
VII.
Diagnosis Kerja
Tinea cruris
VIII.
Pemeriksaan Anjuran
Kultur dan tes resistensi anti jamur
IX.
Penatalaksanaan
Umum:
1.
2. Memberi tahu pasien untuk menggunakan obat secara teratur dan tidak
menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter.
3. Menjaga kebersihan tubuh.
4. Menganjurkan pasien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat.
Khusus:
Sistemik :
1. kortikosteroid oral : Methylprednisolon 8 mg 2 x 1 tab
2. Antihistamin oral : Cetrizine 10 mg 1 x 1 tab
Topikal :
1. Antimikotik topikal : ketokonazol 2 % dioleskan pada daerah lesi
2. Kortikosteroid topikal : kloderma 10gr dioleskan pada daerah lesi
X.
Prognosis
5
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
Lampiran
6
Tinjauan Pustaka
Tinea Cruris
I.DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada
daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris
mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin,
dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
II.ETIOLOGI
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan
Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton
tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
III EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea
cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan
diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab (Wiederkehr, Michael. 2008)
III.PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
8
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini
menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabangcabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan.
Pertumbuhannya
dengan
pola
radial
di
stratum
korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari
tubuh
misalnya:
Trichopyhton
rubrum
jarang
menyerang
rambut,
IV.MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan
dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke
supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika
banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan
yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai
pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita
diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara,
atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari
papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak
hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi.
Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi. Manifestasi tinea
cruris :
1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha,
dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.Daerah bersisik
3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi
5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang
tersebar dan sedikit skuama
6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin
muncul karena garukan
8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga
tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula
folikuler
10
digunakan
untuk
membantu
menegakkan
diagnosis
namun
Candidosis intertriginosa
12
jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa
panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting
yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas
tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut
dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila
pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan
terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.
Erytrasma
Psoriasis
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.
Dermatitis Seboroik
15
d. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat
broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel
jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole
dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan
menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan
selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok.
Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa.
Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya
digunakan untuk pemakaian luar.
f. Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia
dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena
selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2. Golongan alinamin
a. Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari
alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk
1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4
kali sehari selama 2-4minggu).
16
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat
skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.
Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama
1-4 minggu
3. Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan
membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya.
Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak
tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan
sintesi DNA
b. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama
2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c. Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 24 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas
atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang
digunakan dalam pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama
2-4 minggu.
17
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral
yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan
menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan
komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa
itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu
setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat
dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi
400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini
dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan
bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur
dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat
keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg
microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25
mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk
dan mengganti pakaian yang lembab
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang
digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
18
IX.KOMPLIKASI
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.
Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi
kulit.
X.PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijag.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Tinea cruris. Diunduh dari: http://www.news-medical.net/health/What-istineacruris.aspx. July 2013.
2. Djuanda A. Mikosis. Dalam Djuanda A., Hamzah M.Aisah S. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2007.h.189-95.
3. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Tinea cruris. Dalam Kelly A.P.,
Taylor S.C., Editors. Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw
Hill;2009.
4. Tinea cruris. Diunduh dari: Yayasan Psoriasis Indonesia dalam
http://www.tineacruris.or.id/ 2005.
5. Goldenstein B., Goldenstein A. Tinea cruris. Dalam Goldenstein
B.,Goldenstein A., Melfiawaty., Pendit B.U., Editors. Dermatologi
Praktis.Jakarta:Hipokrates;2001.
20