Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

TINEA CRURIS

Disusun Oleh:
Ade Sofyan

(110.2007.003)

Clara Octaveny Parhat

(110.2008.060)

Mahesa Bonang

(110.2008.144)

Rina

(110.2008.215)

Tri Angelia Syam

(110.2008.256)

Dosen Pembimbing:
dr. Hedi Hendrawan R, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD SOREANG BANDUNG
2013

PRESENTASI KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. E

Jenis Kelamin

: Laki -Laki

Usia

: 21 tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Suku bangsa

: Sunda

Agama

: Islam

Status

: Belum menikah

Alamat

: Panyirapan 3/2 Panyirapan

Med.Rec

: 4417XX

II.

ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 22 Juli 2013)

Keluhan Utama:
Bruntus-bruntus merah yang terasa gatal pada lipatan paha kanan dan kiri
sejak 6 bulan yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke poliklinik kulit kelamin RSUD Soreang dengan keluhan
timbul bruntus merah disertai rasa gatal pada lipatan paha kanan dan kiri sejak 6
bulan yang lalu.

Pasien

mengeluh timbul gatal terutama saat berkeringat

sehingga os sering menggaruknya. Awalnya bruntus merah tersebut timbul bulat


sebesar koin kemudian menjadi bertambah disekitarnya. Pasien sebelumnya
pernah berobat ke dokter dan diberi obat salep dan obat minum, namun pasien
tidak ingat apa nama obatnya. Setelah memakai obat tersebut, keluhan tidak
berkurang. Pasien mengaku mandi dan mengganti celana dalam dua kali sehari,
dan tidak pernah bergantian pakaian dengan orang lain, namun pasien sering
menggunakan celana jeans yang agak ketat.

Keluhan bruntus - bruntus kemerahan di daerah lipatan tubuh lain


disangkal, keluhan bruntus-bruntus merah disertai sisik yang tebal disangkal,
keluhan bruntus-bruntus kemerahan disertai panas badan disangkal. Keluhan gatal
yang sangat hebat sampai panas seperti terbakar disangkal. Riwayat alergi
makanan, obat-obatan, dan debu disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat pernah menderita penyakit kulit yag sama disangkal.
Riwayat pernah menderita Diabetes Melitus, penyakit paru, penyakit kuning
disangkal.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan gizi

: Cukup

Vital sign
Tekanan darah

: Tidak diperiksa

Nadi

: 88 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: Afebris

Kepala

: Normochepal

Mata

: Konjunctiva tidak anemis, tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba membesar

Thorax

: Tidak dilakukan

Abdomen

: Tidak dilakukan

Genitalia

: dalam batas normal

Ekstremitas

: dalam batas normal

2. Status Dermatologikus
3

Distribusi

: Regional

At Regio

: Lipat paha kanan dan kiri, bawah umbilical

Sifat lesi

: Multipel , sebagian diskret sebagian konfluens,


bentuk tidak beraturan, tepi lesi lebih menimbul dan
tampak lebih aktif daripada bagian tengah lesi,
berbatas tidak tegas, lesi kering

Efloresensi

: Papula eritema dipinggir lesi dengan makula


hiperpigmentasi pada bagian tengah lesi disertai
skuama halus diatasnya.

IV.

Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan langsung berupa kerokan kulit dengan KOH 10 %


Hasil : Preparat jamur = Negatif

V.

Resume
Seorang laki-laki 21 tahun datang ke poli kulit RSUD Soreang
dengan keluhan utama bruntus merah disertai dengan rasa gatal pada
lipatan paha kiri dan kanan. Keluhan tersebut muncul sekitar 6 bulan yang
lalu. Keluhan gatal dirasakan terutama saat berkeringat, sehingga pasien
selalu menggaruknya. Awalnya bruntus merah tersebut timbul bulat
sebesar biji koin kemudian menjadi bertambah disekitarnya. Keluhan
pengobatan diakui, tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien mengaku mandi
dan mengganti celana dalam dua kali sehari, dan tidak pernah bergantian
pakaian dengan orang lain, namun pasien sering menggunakan celana
jeans yang agak ketat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan statu generalis dalam batas
normal. Pada status dermatologikus, pada regio inguinalis sinistra dan
regio inguinalis dekstra didapatkan papula eritema dipinggir lesi dengan
makula hiperpigmentasi pada bagian tengah lesi disertai skuama halus
diatasnya.

VI.

Diagnosis Banding
4

Tinea cruris
Eritrasma
. Kandidiasis
VII.

Diagnosis Kerja
Tinea cruris

VIII.

Pemeriksaan Anjuran
Kultur dan tes resistensi anti jamur

IX.

Penatalaksanaan
Umum:
1.

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit ini adalah penyakit yang


disebabkan oleh jamur.

2. Memberi tahu pasien untuk menggunakan obat secara teratur dan tidak
menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter.
3. Menjaga kebersihan tubuh.
4. Menganjurkan pasien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat.
Khusus:
Sistemik :
1. kortikosteroid oral : Methylprednisolon 8 mg 2 x 1 tab
2. Antihistamin oral : Cetrizine 10 mg 1 x 1 tab
Topikal :
1. Antimikotik topikal : ketokonazol 2 % dioleskan pada daerah lesi
2. Kortikosteroid topikal : kloderma 10gr dioleskan pada daerah lesi

X.

Prognosis
5

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

Lampiran
6

Tinjauan Pustaka
Tinea Cruris

I.DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada
daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris
mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin,
dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
II.ETIOLOGI
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan
Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton
tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
III EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea
cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan
diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab (Wiederkehr, Michael. 2008)
III.PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
8

autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini
menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabangcabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan.

Pertumbuhannya

dengan

pola

radial

di

stratum

korneum

menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari
tubuh

misalnya:

Trichopyhton

rubrum

jarang

menyerang

rambut,

Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam.


b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)

IV.MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan
dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke
supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika
banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan
yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai
pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita
diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara,
atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari
papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak
hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi.
Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi. Manifestasi tinea
cruris :
1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha,
dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.Daerah bersisik
3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi
5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang
tersebar dan sedikit skuama
6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin
muncul karena garukan
8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga
tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula
folikuler
10

9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis


(Wiederkehr, Michael. 2008).

Gambar Tinea Cruris


V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik
untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang
sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.
a. Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyoticmycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
c. Punch biopsi
Dapat

digunakan

untuk

membantu

menegakkan

diagnosis

namun

sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid


11

Schiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan


methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael.
2008).
d. Penggunaan lampu wood
Bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak
floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).
VI.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan
penunjang seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada
sediaan yang ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud,
punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.
VII.DIAGNOSIS BANDING

Candidosis intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida


biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia,
dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit
kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa
iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki
dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,
kontak dengan penderita.
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara,
bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga mengenai
daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada
sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara

12

jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa
panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting
yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas
tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut
dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila
pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan
terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.

Erytrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang


disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema
dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi
berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus
kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi
dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain
terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang
eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi.
Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan
tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada
perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)

Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan


residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut
dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah
lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.
13

Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.

Dermatitis Seboroik

Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai


daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5%
populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat
mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan
sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan
skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk
yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak
disertai eksudat dan krusta tebal.
VIII.PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti
jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam
beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari
kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan
diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi
sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi
dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih
dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi
hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam empat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan
lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan
menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi
mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana struktur tersebut merupakan
komponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan Alynamin menghambat
keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan
14

menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut


mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk.
Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan
alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan
tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1. Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea
cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu
jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa.
Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari
selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan
hinari kontak mata.
b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak
akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel
jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%,
solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada
anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
c. Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan
kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga
mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati.
Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara
dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan
pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

15

d. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat
broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel
jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole
dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan
menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan
selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok.
Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa.
Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya
digunakan untuk pemakaian luar.
f. Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia
dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena
selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2. Golongan alinamin
a. Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari
alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk
1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4
kali sehari selama 2-4minggu).

16

b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat
skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.
Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama
1-4 minggu
3. Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan
membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya.
Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak
tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan
sintesi DNA
b. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama
2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c. Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 24 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas
atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang
digunakan dalam pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama
2-4 minggu.

17

b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral
yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan
menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan
komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa
itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu
setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat
dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi
400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini
dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan
bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur
dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat
keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg
microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25
mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk
dan mengganti pakaian yang lembab
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang
digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
18

IX.KOMPLIKASI
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.
Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi
kulit.
X.PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijag.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Tinea cruris. Diunduh dari: http://www.news-medical.net/health/What-istineacruris.aspx. July 2013.
2. Djuanda A. Mikosis. Dalam Djuanda A., Hamzah M.Aisah S. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2007.h.189-95.
3. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Tinea cruris. Dalam Kelly A.P.,
Taylor S.C., Editors. Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw
Hill;2009.
4. Tinea cruris. Diunduh dari: Yayasan Psoriasis Indonesia dalam
http://www.tineacruris.or.id/ 2005.
5. Goldenstein B., Goldenstein A. Tinea cruris. Dalam Goldenstein
B.,Goldenstein A., Melfiawaty., Pendit B.U., Editors. Dermatologi
Praktis.Jakarta:Hipokrates;2001.

20

Anda mungkin juga menyukai