Skrip Si
Skrip Si
PENDAHULUAN
2.1 Kopi
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi
kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal
dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan
di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah
tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian
selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).
Di Indonesia kopi mulai di kenal pada tahun 1696, yang di bawa oleh
VOC. Tanaman kopi di Indonesia mulai di produksi di pulau Jawa, dan hanya
bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh
VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC
menyebarkannya ke berbagai daerah agar para penduduk menanamnya
(Najiyanti dan Danarti, 2004).
Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo, (2012) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Sub kingdom
: Tracheobionita
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Astridae
Ordo
: Rubiaceace
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea robusta
Kopi robusta bukan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari
berapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 2004).
Menurut Aak (1980), terdapat empat jenis kopi yang telah
dibudidayakan, yakni:
1. Kopi Arabika
Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di
dunia maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi
yang memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut.
Sedangkan di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada
ketinggian 1000 1750 m dari permukaan laut. Jenis kopi cenderung tidak
tahan Hemilia Vastatrix. Namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa
yang kuat.
2. Kopi Liberika
Jenis kopi ini berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah
Liberika. Pohon kopi liberika tumbuh dengan subur di daerah yang memilki
tingkat kelembapan yang tinggi dan panas. Kopi liberika penyebarannya
sangat cepat. Kopi ini memiliki kualitas yang lebih buruk dari kopi Arabika
baik dari segi buah dan tingkat rendemennya rendah.
3. Kopi Canephora (Robusta)
Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta
dipergunakan untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah nama
botanis. Jenis kopi ini berasal dari Afrika, dari pantai barat sampai Uganda.
Kopi robusta memiliki kelebihan dari segi produksi yang lebih tinggi di
bandingkan jenis kopi Arabika dan Liberika.
4. Kopi Hibrida
Kopi hibrida merupakan turunan pertama hasil perkawinan antara dua
spesies atau varietas sehingga mewarisi sifat unggul dari kedua induknya.
Namun, keturunan dari golongan hibrida ini sudah tidak mempunyai sifat
yang sama dengan induk hibridanya. Oleh karena itu, pembiakannya hanya
dengan cara vegetatif seperti stek atau sambungan.
<12.5
<0.5
tidak ada
% w/w
% w/w
1 N NaOH/100 gr
% w/w
mg/kg
% w/w
koloni/gram
Syarat
normal
maks 4
7 - 14
80 - 140
2-8
maks 30
maks 0.25
maks 300
Kopi robusta memiliki tekstur lebih kasar dari kopi arabika. Jenis
lainnya dari kopi robusta seperti Qillou, Uganda dan Chanepora. Dalam
pertumbuhannya kopi robusta hampir sama dengan kopi arabika yakni
tergantung pada kondisi tanah, cuaca, proses pengolahan. Pengemasan kopi
ini akan berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit
banyak juga berbeda (Anonim, 2012a).
Kopi robusta biasanya digunakan sebagai kopi instant atau cepat saji.
Kopi robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi, rasanya lebih
netral, serta aroma kopi yang lebih kuat.
kromosom. Produksi kopi robusta saat ini mencapai sepertiga produksi kopi
seluruh dunia (Anonim, 2012a).
Biji kopi memiliki kandungan yang berbeda baik dari jenis dan proses
pengolahan kopi. Perubahan ini disebabkan karena adanya oksidasi pada saat
proses penyangraian. Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan
sesudah disangrai (% bobot kering) dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta Sebelum
Disangrai
Komponen
Arabika
Arabika
Robust a
Green
Roasted
Green
Mineral
3.0 - 4.2
3.5 - 4.5
4.0 - 4.5
Kafein
0.9 - 1.2
1.0
1.6 - 2.4
Trigonelline
1.0 - 1.2
0.5 - 1.0
0.6 - 0.75
Lemak
12.0 - 18.0
14.5 - 20.0
9.0 - 13.0
Asam Alifatis
1.5 - 2.0
1.0 - 1.5
1.5 - 1.2
Asam Amino
2.0
0
Protein
11.0 - 13.0
13.0 - 15.0
Humic Acid 16.0 - 17.0
16.0 - 17,0
Total chologenic
5.5 - 8.0
1.2 - 2.3
7.0 - 10.0
acid
Sumber : Clarke dan Macrae (1987).
dan Sesudah
Robusta
Roasted
4.6 - 5.0
2.0
0.3 - 0.6
11.0 - 16.0
1.0 - 1.5
13.0 - 15.0
16.0 - 17,0
3.9 - 6
tersebut
terdiri
atas
tromol
besi
dengan
dindingnya
Pengeringan Alami
Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim kemarau karena
pengeringan pada musim hujan tidak akan sempurna. Pengeringan yang
tidak sempurna mengakibatkan kopi berwarna coklat, berjamur, dan berbau
apek.
buatan atau kombinasi cara alami dan buatan. Pengeringan secara alami
sebaiknya dilakukan dilantai semen, anyaman bambu, atau tikar. Kebiasaan
menjemur kopi di atas tanah akan menyebabkan kopi menjadi kotor dan
terserang cendawan (Najiyati dan Danarti, 2004).
Cara penjemuran kopi yang baik adalah dihamparkan di atas lantai
dengan ketebalan maksimum 1.5 cm atau sekitar 2 lapisan. Setiap 12 jam
hamparan kopi di bolak-balik dengan menggunakan alat menyerupai garuh
atau kayu sehingga keringnya merata.
Pengeringan Buatan
Pengeringan secara buatan biasanya dilakukan bila keadaan cuaca
cenderung mendung. Pengeringan buatan memerlukan alat pengering yang
hanya memerlukan waktu sekitar 18 jam tergantung jenis alatnya.
Pengeringan ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, pemanasan
pada suhu 65-100 oC untuk menurunkan kadar air dari 54% menjadi 30%.
Tahap kedua pemanasan pada suhu 5060 oC untuk menurunkan kadar air
menjadi 8-10% (Najiyati dan Danarti, 2004).
3.
merupakan
proses
penyangraian
biji
kopi
yang
tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi
yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas
dan
10
atas 200 oC. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di atas 205 oC (Mulato,
2002).
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian,
menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti
swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi
karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas
sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik
pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya
gas-gas yang sebagian besar terdiri dari
ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma dan
rasa di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan
Nasution (1985) adalah:
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat,
asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol,
vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat,
hidroksi
pirufat,
keton
kaproat,
oksalasetat,
mekoksalat,
merkaptopiruvat.
4. Golongan
asam
amino
yaitu
leusin,
iso
leusin,
variline,
11
tetapi
3.
12
mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma
khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian beberapa
senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas. Senyawa yang
menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan
hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk
senyawa melancidin yang memberikan warna cokelat (Mulato, 2002).
2.7 Kadar Air
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar
air.
................................................................................................... (1)
13
Mwb=
................................................................................................... (2)
standar
yang
pH-nya
ditentukan
berdasarkan
persetujuan
14
15
.................................................. (1)
16
B1 =40
B3 = 60
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A3
A3B1
A3B2
A3B3
17
Kopi
Pengukuran Kadar
Air
Pengukuran Kadar
Air
Penghalusan
Bubuk Kopi
Pengukuran
Tingkat Keasaman
Finish
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
18
14,
Suhu
160 oC
180 oC
Rata-Rata
200 oC
20 menit
2.12f
1.88e
0.94c
1.64z
40 menit
1.45d
0.96c
0.78b
1.06y
60 menit
0.93c
0.83b
0.57a
0.77x
Rata-Rata
1.5r
1.22q
Ket : Nilai BNJ 1% = 0.071635
Huruf yang sama tidak berbeda nyata
0.76p
Kadar air rata rata kopi pada suhu 160 oC selama 20 menit yaitu
2.12%, selama 40 menit yaitu 1.44%, selama 60 menit yaitu 0.92%, sedangkan
pada suhu 180 oC selama 20 menit yaitu 1.88%, selama 40 menit yaitu 0.96%,
selama 60 menit yaitu 8.33%, sedangkan pada suhu 200 oC selama 20 menit
yaitu 0.94%, selama 40 menit yaitu 0.78%, selama 60 menit yaitu 0.57%.
Kadar air biji kopi setelah penyangraian cenderung menurun dengan
meningkatnya suhu dan lama penyangraian. Hal ini sesuai dengan Estiasih
(2009) bahwa semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan
bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat
pula penguapan air dari bahan pangan.
4.2 Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Tingkat Kadar Air
Suhu dan lama penyimpanan merupakan indikator yang sangat
berperan dalam proses pengeringan suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka
semakin banyak pula kadar air bahan yang menguap sehingga mengakibatkan
19
kadar air bahan juga mengalami pengurangan demikian halnya juga pada
perlakuan penyangraian. Hal ini dapat kita lihat pada gambar 2 dan 3
2.5
2
1.5
20 menit
1
40 menit
60 menit
0.5
0
160
180
200
2.5
2
1.5
160 C
180 C
200 C
0.5
0
20
40
60
Gambar 3. Perubahan Nilai Kadar Air Biji Kopi Yang Telah Disangrai
Berdasarkan Lama Penyangraian
20
2.5
y = -0.0296x + 6.837
R = 0.9938
waktu
20
40
40
1.5
60
Linear (20)
y = -0.0264x + 5.9738
R = 0.8415
Linear (40)
Linear (60)
y = -0.009x + 2.3967
R = 0.9946
20
160
0.5
180
200
21
regresi ini menunjukan bahwa suhu dan waktu sangat berpengaruh terhadap
proses penurunan kadar air kopi yang telah di sangrai.
Penurunan kadar air pada biji kopi yang telah sangrai, disebabkan
karena suhu yang semakin tinggi dan semakin lamanya proses penyangraian
biji kopi mengakibatkan air yang terdapat pada biji kopi menguap sehingga
kadar air biji kopi semakin berkurang.
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
kadar air biji kopi setelah penyangraian berbeda sangat nyata pada taraf 1%.
Dimana suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh terhadap kadar air.
Kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ). Setelah hasil uji
lanjutan, ternyata pengaruh suhu dan lama penyangraian biji kopi setelah
penyangraian terhadap kadar air berbeda sangat nyata.
4.3 Tingkat Keasaman (pH)
Berdasarkan analisis hasil sidik ragam pada lampiran 4 tabel 19 ,
menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama penyangraian terhadap
keasaman biji kopi setelah penyangraian sangat nyata. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Tingkat Keasaman
Kopi Setelah Penyangraian
suhu
Lama
Penyangraian
rata-rata
160
180
200
20
5.95a
6.09b
6.68f
6.24x
40
6.04b
6.13c
6.88g
6.35y
60
6.21d
6.4e
7.15h
6.58z
rata-rata
6.06p
6.20q
Ket : Nilai BNJ 1% = 0.051150752
Huruf yang sama tidak berbeda nyata
6.90r
selama 20 menit yaitu 5.95%, 40 menit yaitu 6.04%, 60 menit yaitu 6.21%
sedangkan pada suhu 180 oC selama 20 menit tingkat keasamannya yaitu
6.09%, 40 menit yaitu 6.13%, 60 menit yaitu 6.4% sedangkan tingkat
keasaman pada suhu 200 oC selama 20 menit yaitu 6.68%, selama 40 menit
yaitu 6.88% dan selama 60 menit yaitu 7.15%. Peningkatan nilai keasaman
ini disebabkan karena menguapnya beberapa zat asam pada saat kopi
disangrai. Perubahan nilai keasaman pada kopi cenderung naik yang menuju
kenilai pH yang netral. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulato (2002) yang
menyatakan bahwa biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa
volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam
asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Senyawa yang menyebabkan
rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan
sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa
melancidin yang memberikan warna cokelat.
4.4 Pengaruh Suhu Dan Waktu Terhadap Tingkat Keasaman
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian,
menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti
swelling, penguapan air, terbentuknya senyawa volatile, karmelisasi
karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas
CO2 yang mengisi pori-pori kopi. Semakin tingginya suhu dan lama
penyangraian menyebabkan terjadinya pirolisis senyawa asam sehingga
senyawa ini menguap.
Rasa asam yang terdapat pada kopi tercipta dari kandungan asam yang
ada dalam kopi, yang dimana standar rasa kopi berdasarkan SNI.01-29831992 adalah normal, itu berarti nilai pH yang terkandung pada kopi harus
netral yakni nilai pH sama dengan 7. Perubahan nilai keasaman pada biji kopi
yang telah disangrai menunjukan peningkatan nilai pH yang dimana nilainya
menuju kenilai pH yang normal terhadap peningkatan suhu dan semakin lama
penyangraian. Hal ini dapat kita lihat pada gambar 5 dan 6
23
KEASAMAN (pH)
7.5
7
6.5
20 menit
40 menit
5.5
60 menit
5
4.5
4
160
180
200
KEASAMAN (pH)
7.5
7
6.5
160 C
180 C
5.5
200 C
5
4.5
4
20 menit
40 menit
60 menit
LAMA PENYANGRAIAN
Gambar 6. Perubahan Nilai Keasaman Kopi Yang Telah Disangrai
Berdasarkan Lama Penyangraian
Gambar 5 dan 6 menunjukkan pengaruh suhu dan lama waktu
penyangraian terhadap peningkatan nilai keasaman kopi yang telah disangrai
yakni pada suhu 160 oC selama 20 menit yaitu 5.95%, selama 40 menit yaitu
6.04%, selama
selama 20 menit yaitu 6.09%, selama 40 menit yaitu 6.13%, selama 60 menit
6.4%, dan nilai pH pada suhu 200 oC selama 20 menit yaitu 6.68%, selama
40 menit 6.88%, selama 60 menit 7.15%.
24
60
7.50
y = 0.0235x + 2.3567
R = 0.8942
waktu
20
y = 0.021x + 2.57
R = 0.8293
40
40
6.50
60
Linear (20)
Linear (40)
Linear (60)
y = 0.0182x + 2.955
R = 0.8876
20
5.50
160
180
200
25
V. KESIMPULAN
5. 1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Suhu dan lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
kadar air biji kopi robusta.
2. Suhu dan lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
keasaman kopi robusta.
5.2 Saran
Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penyimpanan dan
pengemasan bubuk kopi untuk kemudian mengamati perubahan yang terjadi
selama penyimpanan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012a. Proses Pembuatan Kopi Luwak. http:// proses-pembuatan-kopiluwak.html. Akses Tanggal 20 Oktober 2012. Makassar
Anonim,2012b.
Pengolahan
Kopi
www.starfarmagris.co.cc.html. Akses
Makassar
Cara
Tanggal
Kering
http://
20 Oktober 2012.
Anonim,2012c.
Standar
Nasional
Indonesia
bubuk
kopi.
http://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Info_Eksportir/Profil_komoditi/Standart
Mutu/mutu_kopi.htm Akses Tanggal 20 Oktober 2012. Makassar
Aak.1980. Budidaya Tanaman Kopi. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Brooker, D. B., F. W. Bakker-arkema and C. W. Hall, 1974. Drying Cereal
Grains. The AVI publishing Company, Inc. Wesport.
Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi
Institut Pertanian Bogor.
Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). Elsevier
Applied Science, London and New York.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi
Aksara. Malang.
Hall, C. W. 1957. Drying and Storage of Agriculture Crops. The AVI Publishing
Company, Inc. Westport, Connecticut.
Hendarson, S. M. and R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3 rd
ed. The AVI publ. Co., Inc, Wesport, Connecticut, USA.
Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian
Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan
Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil
Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar :
16 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Pangabean, Edy. 2012. The Secret of Barista. PT Wahyumedia. Jakarta.
27
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta
Rahman
28