Anda di halaman 1dari 26

SATUAN ACARA PENYULUHAN

MOBILISASI PASIEN POST OPERASI


Di Ruang Bedah Bougenvile RSUD dr. Soetomo Surabaya

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
1. Dina Rosita, S.Kep

NIM. 131513143045

2. Vera Evelyn Juliani, S.Kep

NIM. 131513143006

3. Rifa Aprillia Cahyani, S.Kep

NIM. 131513143059

4. Gilang Ramadhan, S.Kep

NIM. 131513143008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Judul

: Mobilisasi Pasien Post Operasi

Sasaran

: Keluarga dan pasien di ruang Bedah Bougenvil

Hari / tanggal: Kamis, 29 Oktober 2015


Waktu

: Pukul 10.00 - 10.45

Tempat

: Ruang Bedah Bougenvil, RSUD dr.Soetomo Surabaya

Pelaksana

: Mahasiswa FKp UA Angkatan 2011 Kelompok 7

1. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )


Setelah mendapatkan penyuluhan tentang mobilisasi pasien post
operasi, diharapkan pasien dan keluarga dapat memahami dan mencegah
jatuh.
2. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )
Setelah mendapatkan penjelasan tentang mobilisasi pasien post
operasi, diharapkan keluarga pasien mampu :
2.1.Menjelaskan pengertian imobilisasi dengan benar
2.2.Menjelaskan pengertian mobilisasi dini dengan benar
2.3.Menjelaskan tujuan dan manfaat mobilisasi dini dengan benar
2.4.Menjelaskan kerugian tidak melakkukan mobilisasi dengan benar
2.5.Menjelaskan kontraindikasi mobilisasi dengan benar
2.6.Menjelaskan mobilisasi dini pasca operasi dengan benar
2.7.Menjelaskan tahap-tahap mobilisasi dengan benar
2.8.Menjelaskan mobilisasi dengan post anestesi general dengan benar
2.9.Menjelaskan mobilisasi dengan post anestesi spinal dengan benar
2.10.
Menjelaskan perbedan mobilisasi post anestesi general dan anestesi
spinal
2.11.
Menjelaskan prinsip dasar ROM dengan benar
2.12.
Menjelaskan kontraindikasi melakukan ROM
2.13.
Menjelaskan jenis latihan ROM dengan benar

3. Materi
3.1 Pengertian imobilisasi dengan benar
3.2 Pengertian mobilisasi dini dengan benar
3.3 Tujuan dan manfaat mobilisasi dini dengan benar
2

3.4 Kerugian tidak melakkukan mobilisasi dengan benar


3.5 Kontraindikasi mobilisasi dengan benar
3.6 Mobilisasi dini pasca operasi dengan benar
3.7 Tahap-tahap mobilisasi dengan benar
3.8 Mobilisasi dengan post anestesi general dengan benar
3.9 Mobilisasi dengan post anestesi spinal dengan benar
3.10
Perbedan mobilisasi post anestesi general dan anestesi spinal
3.11
Prinsip dasar ROM dengan benar
3.12
Kontraindikasi melakukan ROM
3.13
Jenis latihan ROM dengan benar

Peserta
Pasien dan keluarga di Bedah Bougenvile RSUD Dr. Soetomo

Metode
Ceramah dan tanya jawab

Media dan Alat Peraga


Flip chart dan leaflet

Pengorganisasian
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik

: Deni Yasmara, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.MB


: Evi Tri W S.kep.,Ns., MARS

Penyaji

: Vera Evelyn Juliani

Moderator

: Gilang Ramadhan

Observer

: Dina Rosita

Fasilitator

: Rifa Aprillia Cahyani

Setting tempat

Moderator
peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta

peserta
Observer

Penyaji

Flip chart

peserta

peserta
peserta

peserta

peserta

Fasilitator

Uraian Tugas
a. Penyaji
1) Menjelaskan materi dengan jelas, sopan, dan menarik dengan bahasa
yang mudah dimengerti oleh peserta
2) Menggunakan media penyuluhan dengan efektif
3) Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan
4) Memotivasi peserta untuk bertanya
b. Moderator
1) Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
2)
3)
4)
5)

peserta
Menjelaskan kontrak waktu penyuluhan
Mengatur proses dan lama penyuluhan
Memotivasi peserta untuk bertanya
Menutup acara penyuluhan

c. Observer
1) Mencatat nama, alamat, dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
2) Mengamankan jalannya proses penyuluhan
3) Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta selama proses penyuluhan
4) Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan
5) Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan
6) Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak
sesuai dengan rencana penyuluhan
d. Fasilitator
1) Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta
2) Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
3) Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas
4) Menginterupsi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang dirasa kurang
jelas bagi peserta
10 Proses Kegiatan Penyuluhan
No
1.

Waktu
5
menit

Kegiatan
Pendahuluan :
a. Menyampaikan salam
b. Menjelaskan tujuan
c. Kontrak waktu

Respon
a. Membalas salam
b. Mendengarkan
c. Memberi respon

d. Mengkaji

pegetahuan

peserta penyuluhan tentang


mobilisasi pasca operasi
Kegiatan Inti :

2.

a. Menjelaskan materi dengan


jelas, sopan, dan menarik.
b. Menggunakan media
sebaik-baiknya.
c. Menyudahi pemberian
30 menit

materi dan memberikan


kesempatan untuk peserta

bolpoin untuk mencatat


materi
b. Mendengarkan dengan
seksama
c. Peserta mengajukan
pertanyaan tentang

untuk materi yang belum

materi yang kurang

dipahami

dipahami

dengan jelas, ringkas, dan


terarah.
Penutup :
a. Menyimpulkan hasil
10 menit

menyiapkan kertas dan

mengajukan pertanyaan

d. Menjawab pertanyaan

3.

a. Antusias, sebagian

d. Peserta memberikan
respon atau tanda
memahami
a. Aktif menyimpulkan
b. Membalas salam

penyuluhan
b. Memberi salam penutup
c. Memberikan leaflet

8. Evaluasi
8.1 Kriteria Struktur
7.1.1

Kontrak waktu dan tempat dilakukan 2 hari sebelumnya

7.1.2

Pembuatan SAP, leaflet, dan flip chart dilakukan 3 hari


sebelumnya

7.1.3

Peserta di tempat yang telah ditentukan

7.1.4

Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum


dan saat penyuluhan dilaksanakan

8.2 Kriteria Proses


8.2.1

Peserta antusias terhadap materi penyuluhan

8.2.2

Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan


5

8.2.3

Penyaji memahami dengan baik materi yang disampaikan dan


berinteraksi dengan baik, serta mampu menjawab pertanyaan
peserta dengan benar

8.2.4

Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan SAP

8.2.5

Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description

8.3 Kriteria Hasil


8.3.1

Peserta yang datang minimal 10 orang atau maksimal 30 orang

8.3.2

Acara dimulai tepat waktu dan tidak melebihi batas waktu

8.3.3

Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah


dijelaskan dan antusias dengan media yang digunakan

8.3.4

Penyaji mampu melakukan penyuluhan dengan baik.

MOBILISASI PASIEN PASCA OPERASI


1. Definisi Imobilisasi
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebeas karena kondisi yang menganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Gangguan mobilitas fisik
(immobilisasi) merupakan suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik
(kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan
volunteer (Potter, 2005).
2. Definisi Mobilisasi Dini
Mobilisasi adalah suatu kegiatan untuk melatih hampir semua alat tubuh
dan meningkatkan fleksibilitas sendi (Taylor & Lemone, 2007).Mobilisasi
merupakan kebutuhan manusia untuk melakukan aktivitas secara bebas dari satu
tempat ke tempat yang lain. Pasien dengan kondisi paska bedah atau paska
operasi memiliki hambatan mobilisasi secara fisik. Pergerakan pasien yang
terbatas tidak menjadi alasan untuk tidak melakukan pergerakan sama sekali.
Pergerakan aktivitas yang membutuhkan perpindahan tempat (mobilisasi) tidak
dapat dilakukan secara langsung pada pasien paska bedah. Tujuan mobilisasi
adalah untuk mempertahankan tonus otot, meningkatkan peristaltik usus,

memperlancar

peredaran

darah,

mempertahankan

fungsi

tubuh,

dan

mengembalikan gerakan seperti aktivitas semula. Sebelum melakukan mobilisasi,


sebaiknya pasien melakukan gerakan ROM terlebih dahulu (Suratun 2008).

3. Tujuan dan manfaat mobilisasi dini


Menurut Suratun (2008), tujuan mobilisasi dini antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mempertahankan fungsi tubuh


Memperlancar peredaran darah
Membantu pernafasan menjadi lebih baik
Mempertahankan tonus otot
Memperlancar eliminasi alvi dan urine
Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal

dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.


g. Memberikan kesempatan perawat dan pasien

berinteraksi

atau

berkomunikasi.
Menurut Mochtar (1995), manfaat mobilisasi bagi pasien post operasi adalah :
a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan
bergerak, otot otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot
perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan
demikian pasien merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan,
mempercepat kesembuhan.
b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan
merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu
mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
c. Mempercepat pemulihan missal kontraksi uterus post secarea, dengan
demikian pasien akan cepat merasa sehat dan bias merawat anaknya
dengan cepat
d. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi
sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan
tromboemboli dapat dihindarkan.

4. Kerugian tidak melakukan mobilisasi


8

Menurut Potter (2005), dampak dari imobilitas tubuh dapat memengaruhi


system tubuh antara lain :
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat menganggu metabolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme

dalam

menurunnya basal

tubuh.

Hal

metabolism

tersebut

dapat

rate (BMR)

dijumpai

yang

pada

menyebabkan

berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat


memengaruhi

gangguan

oksigenasi

sel.

Perubahan

metabolisme

imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan


katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan
gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan
penurunan ekskresi uriene dan peningkatan nitrogen.
Beberapa dampak perubahan metabolisme, di antaranya adalah
pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme
protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang,
gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun
dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan
dari intravascular ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat
menyebabkan demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas otot,
sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorpsi kalium.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, di mana sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang cukup
untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.

d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal


Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal.
Hal ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan
yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung
yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Eliminasi
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan system pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan
penurunan

aliran

oksigen

dari

alveoli

ke

jaringan,

sehingga

mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena


tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan system kardiovaskular akibat imobilitas antara lain
dapat berupa gipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan
terjadinya pembentukan thrombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat
disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang
tetap dan lama, refleks neurovascular akan menurun dan menyebabkan
vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah
sehingga aliran darah ke system sirkulasi pusat terhambat.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam system musculoskeletal sebagai
dampak imobilitas adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai

dampak

imobilitas

dapat

menyebabkan turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya


dungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi
berkurangnya masa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai
contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam
minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah
atau lesu.
2. Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal,
misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis.

10

Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya


fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot.
Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan
yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena reabsorpsi tulang
semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium ke dalam
darah menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine
semakin besar.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan system integument yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan
terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka
dekubitus sebagai akibat tekanan kulitr yang kuat dan sirkulasi yang
menurun ke jaringan.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehungga aliran darah renal dan urine berkurang.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi,
perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya
perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama
proses imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep
diri, kecemasan, dan lain-lain.

Menurut Kasdu (2003), kerugian apabila tidak melakukan mobilisasi


antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.

Penyembuhan luka menjadi lama


Menambah rasa sakit
Badan menjadi pegal dan kaku
Kulit menjadi lecet dan luka
Memperlama perawatan dirumah sakit

5. Kontraindikasi mobilisasi

11

Pada pasien pasca operasi tertentu, sebaiknya mobilisasi dilakukan tidak


terlalu lama bahkan sebaiknya tidak dilakukan mobilisasi, diantaranya pasien
dengan :
a.
b.
c.
d.

Miokard akut
Disritmia jantung
Syok sepsis
Kelemahan umum dengan tingkat energi yang kurang.

6. Mobilisasi dini pasca operasi


Pasien yang dilakukan pembedahan perlu dilakukan perawatan yang
optimal. Menurut Kristiantari (2009) masalah keperawatan yang terjadi pada
pasien pasca operasi meliputi impairment, functional limitation, disability.
Impairment meliputi nyeri akut pada bagian lokasi operasi, takut dan
keterbatasan lingkup gerak sendi, functional limitation meliputi ketidakmampuan
berdiri, berjalan, serta ambulasi dan disability meliputi aktivitas yang terganggu
karena keterbatasan gerak akibat nyeri dan prosedur medis.
Intervensi keperawatan untuk meningkatkan pengembalian fungsi tubuh
dan mengurangi nyeri, pasien dianjurkan melakukan mobilisasi dini, yaitu latihan
gerak sendi, gaya berjalan, toleransi aktivitas sesuai kemampuan dan kesejajaran
tubuh. Ambulasi dini pasca bedah dapat dilakukan sejak di ruang pemulihan
sadar (recovery room) dengan miring kiri/kanan dan memberikan tindakan
rentang gerak secara pasif (PROM/Passive Range of Motion).
Menurut Kasdu (2005) mobilisasi dini pasca bedah dapat dilakukan
secara bertahap, setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring
terlebih dahulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan
lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan
untuk mencegah trombosis dan trombo emboli. Setelah 24 jam pasien dianjurkan
untuk dapat mulai berjalan duduk. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk
belajar berjalan.
Menurut Potter & Perry (2005) mobilisasi dini sangat penting sebagai
tindakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya.
Dampak mobilisasi yang tidak dilakukan bisa menyebabkan gangguan fungsi
tubuh, aliran darah tersumbat dan peningkatan intensitas nyeri. Mobilisasi dini

12

mempunyai peranan penting dalam mengurangi rasa

nyeri dengan cara

menghilangkan konsentrasi pasien pada lokasi nyeri atau daerah operasi,


mengurangi

aktivasi

mediator

kimiawi

pada

proses

peradangan

yang

meningkatkan respon nyeri serta meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju


saraf pusat. Melalui mekanisme tersebut, ambulasi dini efektif dalam
menurunkan intensitas nyeri pasca operasi (Nugroho, 2010).
7. Tahap tahap mobilisasi
Mobilisasi pasca pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca
pembedahan dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur (latihan pernafasan,
latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun
dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner
& Suddarth, 2002).
Menurut Garrison (2004), sebagai pedoman pelaksanaan sebelum
melakukan tindakan mobilisasi sebaikanya dilakukan penilaian tolerasi aktifitas
sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti
Angina pektoris, Infark Miocard atau pada klien dengan immobiliasi yang lama
akibat kelumpuhan. Tanda - tanda yang perlu di kaji pada intoleransi aktifitas
antara lain:
a. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
b. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol/hipotensi
orthostatic
c. Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal
d. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
e. Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan
ketidak stabilan posisi tubuh
f. Status emosi labil.
Menurut Kasdu (2003), tahap mobilisasi post operasi dilakukan secara
bertahap diantaranya sebagai berikut:
a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi harus tirah
baring dulu. Mobilisasi post operasi yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis
serta menekuk dan menggeser kaki
13

b. Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan trombo emboli
c. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
d. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan
Menurut Beyer (1997), tahap mobilisasi post operasi dilakukan secara
bertahap diantaranya sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
Tahap VII

: mobilisasi atau gerakan awal : nafas dalam dan batuk


: mobilisasi atau gerak berputar
: mobilisasi atau gerakan duduk tegak
: mobilisasi atau gerakan turun dari tempat tidur (3x/hr)
: mobilisasi atau gerakan berjalan dengan bantuan (2x/hr)
: mobilisasi atau gerakan naik ke tempat tidur
: mobilisasi atau gerakan bangkit dari duduk ditempat

tidur.
Menurut Muchtar (1992), tahap-tahap mobilisasi pada pasien dengan
pasca pembedahan), meliputi :
a. Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pasien bisa melakukan
latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring kanan miring kiri
sudah dapat dimulai.
b. Pada hari ke 2, pasien didudukkan selama 5 menit, disuruh latihan
pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan.
c. Pada hari ke 3 - 5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian
berjalan di sekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.
8. Mobilisasi dengan post anestesi general
Pasien pasca bedah dianjurkan untuk melakukan aktivitas lebih cepat lebih
baik. Ambulasi dini dapat mengurangi insiden komplikasi pasca operasi, seperti
atelektasis, pneumonia hipostatik, ketidaknyamanan gastrointestinal, dan masalah
sirkulasi (Oetker-Back, Rothrock, 2007 dalam Paul & William 2009).
Ambulasi dapat meningkatkan ventilasi dan menurunkan stasis sekresi
bronkial pada paru. Juga dapat mengurangi distensi abdomen pasca operasi
dengan peningkatan saluran gastrointestinal dan tonus dinding abdomen dan
menstimulasi peristaltik. Ambulasi dini mencegah stasis pada darah dengan
meningkatkan rasio sirkulasi pada ekstremitas, sehingga tromboplebitis atau

14

plebotrombosis dapat dicegah. Nyeri pasca operasi juga berkurang ketika


ambulasi sedini mungkin dilakukan, sehingga jangka rawat inap lebih pendek dan
biaya juga tidak terlalutinggi.
Peran perawat dalam pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca
operasi adalah :
1. Bantu pasien untuk bergeser dari posisi tidur supine ke posisi duduk dengan
meraih pegangan tempat tidur
2. Membantu pasien untuk berdiri di samping tempat tidur, setelah pasien
mampu mobilisasi berdiri pasien dapat melakukan mobilisasi berjalan.
General anesthesia(GA/anestesi general) merupakan medikasi yag
digunakan dalam operasi dengan tujuan untuk menghilangkan kesadaran .
General anesthesia digunakan pada operasi mayor, seperti bedah abdomen atas.
GA digunakan untuk keamanan dan kenyamanan pasien saat operasi. Ada empat
komponen dalam GA yaitu : amnesia (kehilangan memori parsial atau total),
analgesia (ketidakmampuan untuk merasakan nyeri), reaksasi otot dan gangguan
hantaran rangsang saraf sehingga trsuma insisi operasi tidak dirasakan oleh
pasien (Hough 2014).
Mobilisasi pada pasien dengan anestesi general (Denehy, 2008) :
1. Pada 0-6 jam pertama pasien diharuskan untuk tirah baring
2. Pada awal 6- 12 jam pertama setelah operasi pasien dapat melakukan
pergerakan fisik seperti menggerakkan ekstremitas seperti mengagkat tangan,
menekuk kaki, dan meggerakkan telapak kaki
3. Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur sambil makan, atau duduk
dengan kaki menjuntai di pinggir tempat tidur. Jika pasien sudah berani,
pasien dapat berjalan di sekitar kamar seperti ke kamar mandi
4. Pada hari ketiga pasien dapat berjalan keluar kamar dengan dibantu atau
secara mandiri
9. Mobilisasi dengan post anestesi spinal
Anestesi spinal digunakan dalam prosedur rawat jalan singkat sebagai
blok pelana terbatas atau sebagai anestesi unilateral untuk memberikan anestesi
yang cepat, terbatas, jangka pendek, dan dapat diandalkan dengan kualitas yang
baikpada respon nyeri pasca operasi. Anestesi spinal dapat dikombinasikan
dengan kateter epidural(CSE) yang secara luas digunakan untuk anestesi obstetri

15

dan pembuluh darah danbedah ortopedi. Anestesi spinal kontinyu(CSA)


menggunakan kateter tulang belakang yang dapat digunakan pada pasien dengan
hemodinamik tidak stabil, untuk operasi yang rumit dan berlangsung selama
beberapa jam, dan dapat juga digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pasca
operasi (Cousins et all, 2009).
Pemulihan dari anestesi spinal akan merasakan mati rasa dan kelemahan
untuk beberapa jam. Selama itu jangan menyuruh pasien untuk berjalan, dan
bantu pasien untuk ambulasi (Queensland Health 2008).

Tabel 1. Obat dan durasi anestesi spinal(Cousins et all, 2009).


Drug

Konsentrasi

Dosis

Durasi

Ambulasi

Bupivacaine

5-7,5 mg/ml

4mg

60 menit

2-3 hari

20 mg

3-4 jam

7-8 hari

7,5 mg

60 menit

3 hari

15-20 mg

2-3 jam

5-6 hari

5 mg

60 menit

3 hari

20 mg

4 jam

7-8 hari

Ropivacaine

Levobupivacaine

5-10 mg/ml

5-7,5 mg/ml

Lidocaine

20 mg/ml

60 mg

60 menit

2-3 hri

Tetracaine

5-10 g/ml

6 mg

60 menit

3 hari

16 mg

3 jam

4-6 hari

Procaine

5 mg/ml

75-200 mg

40-70 menit

2-3 hari

2-Chloroprocaine

10-20 mg/ml

40 mg

60 menit

2 hari

Prilocaine

20 mg/ml

50-80 mg

100 menit

3-4 hari

Arricaine

30-40 mg/ml

60-80 mg

80 menit

2-3 hari

16

10. Perbedaan mobilisasi post anestesi general dan anestesi spinal


Menurut Gallagher (2005), perbedaan mobilisasi post anestesi general dan
anestesi spinal adalah :
a).

Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi spinal :


1) Pada 24 jam pertama setelah operasi, pasien dianjurkan tirah baring
tetapi dapat melakukan pergerakan ringan seperti menggerakkan
lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki
2) Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur dan duduk dengan
kaki menjuntai di pinggir tempat tidur
3) Pada hari ketiga pasien dapat berjalan di kamar seperti ke kamar
mandi dan bisa juga berjalan ke luar kamar

b).

Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi general :


1) Pada 0-6 jam pertama pasien diharuskan untuk tirah baring
2) Pada saat awal (6 sampai 12 jam pertama) pasien dapat melakukan
pergerakan

fisik

seperti

menggerakkan

ekstremitas

seperti

mengangkat tangan, menekuk kaki, dan menggerakkan telapak kaki


3) Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur ambil makan atau
duduk dengan kaki menjuntai di pinggir tempat tidur. Jika pasien
sudah berani pasien dapat berjalan di sekitar kamar seperti ke kamar
mandi
4) Pada hari ketiga pasien dapat berjalan ke lua kamar dengan dibantu
atau secara mandiri
11. Prinsip dasar latihan ROM
ROM adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara kekuatan otot,
memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, dan mencegah
kelainan bentuk. Prinsip dasar latihan ROM (Suratun 2008) adalah :
a. ROM diulang 8 kali setiap gerakan dan minimal dilakukan 2 kali sehari.
b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan atau
menyakiti pasien.
c. Bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
17

12. Kontraindikasi melakukan ROM


Kontraindikasi melakukan latihan ROM (Kisner 2012) adalah:
a. Bagian tubuh paska tindakan operatif dan masih dalam proses
penyembuhan luka (masih terdapat jahitan, terbebat kasa atau bandage)
b. Bagian tubuh yang dilakukan pergerakan terasa nyeri
c. Pasien mendapat tindakan operatif jantung (bypass, angioplasty, dan lainlain)
13. Jenis latihan ROM
1) Latihan kepala
a. Atur posisi pasien yaitu dengan posisi duduk atau berdiri dengan posisi
kepala, leher, dan punggung sejajar.
b. Arahkan kepela pasien menempel pada dada dengan punggung tetap
lurus(a), lakukan 4 kali hitungan dan kembalikan posisi kepala ke posisi
semula (b) selama 4 hitungan, ulangi gerakan 8 kali.
c. Arahkan kepala ke belakang dengan posisi punggung tetap lurus (c)
lakukan 4 kali hitungan dan kembalikan posisi kepala ke posisi semula (b)
selama 4 hitungan, ulangi gerakan 8 kali.
d. Miringkan kepala ke kiri (d) dan kanan (e) masing-masing 4 hitungan dan
ulangi gerakan 8 kali.
e. Tolehkan kepla ke kiri (f) dan kanan (g) masing-masing 4 hitungan dan
ulangi gerakan 8 kali.

18

Gambar 1. ROM pada leher : fleksi, ekstensi, hiperekstensi, fleksi ke sisi kiri
dan kanan, dan rotasi ke kiri dan kanan (Suratun 2008).
2) Latihan Bahu
a. Atur posisi pasien untuk duduk atau berdiri dengan posisi tangan sejajar
dengan tubuh.
b. Gerakkan tangan pasien ke atas sampai sejajar dengan kepala (a) selama 4
kali hitungan dan kembalikan ke posisi semula sejajar dengan tubuh (b)
selama 4 kali hitungan, dan ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada kedua
tangan).
c. Gerakkan tangan ke belakang tubuh dengan posisi lurus (c) selama 4 kali
hitungan dan kembalikan ke posisi semula sejajar dengan tubuh (b)
selama 4 kali hitungan, dan ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada kedua
tangan).
d. Gerakkan tangan menyilang ke depan (d) selama 4 kali hitungan dan
gerakkan tangan ke belakang tubuh selama 4 kali hitungan, dan ulangi 8
kali gerakan (lakukan pada kedua tangan).
e. Gerakkan tangan memutar dengan posisi lurus ke depan dan ke belakang,
masing-masing 4 kali hitungan, dan ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada
kedua tangan).
f. Gerakkan tangan menjauhi tubuh ke sisi kiri (g) selama 4 kali hitungan
dan dekatkan ke arah tubuh (h) selama 4 kali hitungan, ulangi 8 kali
gerakan (lakukan pada kedua tangan).

19

Gambar 2. ROM pada bahu : fleksi ke atas, ekstensi. Hiperekstensi, fleksi


menyilang ke depan, fleksi ke belakang, sirkumduksi, abduksi, adduksi, dan
rotasi internal dan eksternal (Suratun 2008).
3) Latihan Siku
a. Atur posisi pasien untuk duduk, tidur atau berdiri dengan posisi tangan
sejajar dengan tubuh.
b. Gerakkan siku ke depan tubuh membentuk sudut 90 derajat (b) dan
angkat siku mendekati bahu (a) selama 4 kali hitungan dan kembalikan ke
posisi semula dalam 4 kali hitungan, ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada
kedua siku).
c. Gerakkan siku ke depan tubuh membentuk sudut 90 derajat dengan posisi
tangan menutup dan putar ke luar atau membuka (c) selama 4 kali
hitungan dan kembalikan ke posisi semula dalam 4 kali hitungan, ulangi 8
kali gerakan (lakukan pada kedua siku).

20

Gambar 3. ROM pada siku : fleksi, ekstensi, supinasi, dan pronasi (Suratun
2008).
a).

Gerakkan siku dari arah samping ke atas dan ke bawah, masing-masing 4

b).

kali hitungan ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada kedua siku).


Gerakkan siku dari arah samping lalu ke depan , masing-masing 4 kali
hitunganulangi 8 kali gerakan (lakukan pada kedua siku).

4) Latihan Pergelangan Tangan


a. Atur posisi pasien untuk duduk atau tidur atau dengan posisi tangan
sejajar dengan tubuh.
b. Tekuk siku membentuk sudut 90 derajat (a), gerakkan pergelangan tangan
ke bawah (b) dan ke atas (c) masing-masing dalam 4 hitungan, ulangi 8
kali gerakan (lakukan pada kedua tangan).
c. Gerakkan tangan mendekati (e) dan menjauhi (d) tubuh masing-masing
dalam 4 hitungan, ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada kedua tangan).

21

Gambar 4. ROM pada pergelangan tangan : fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi
(Suratun 2008).
5) Latihan Jari Tangan
a. Atur posisi pasien untuk duduk atau tidur atau dengan posisi tangan
sejajar dengan tubuh.
b. Fleksikan jari tangan dengan membentuk kepalan (a) tahan selama 4
hitungan dan lepaskan selama 4 hitungan, ulangi 8 kali gerakan (lakukan
pada kedua tangan).
c. Gerakkan jari tangan ke bawah (b)dan ke atas (c) masing-masing dalam 4
hitungan, ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada kedua tangan).
d. Longgarkan jarak jari tangan (d) dan dekatkan rapat jari tangan (e)
masing-masing dalam 4 hitungan, ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada
kedua tangan).
e. Sentuhkan masing-masing jari dengan ibu jari selama masing-masing 4
detik dan ulangi 8 kali gerakan (lakukan pada kedua tangan).

22

Gambar 5. Latihan ROM pada jari tangan : fleksi, ekstensi, hiperekstensi,


abduksi, adduksi (Suratun 2008).
f. Gerakkan satu per satu jari membentuk sudut 90 derajat dan kembalikan
ke posisi semula, lalu gerakkan hiperkekstensi ke belakang masingmasing lakukan dalam 4 hitungan, ulangi 8 kali gerakkan
6) Latihan Kaki
a. Atur posisi pasien untuk duduk, tidur, atau berdiri dengan posisi kaki
yang mudah untuk digerakkan.
b. Gerakkan kaki dengan lurus menjauhi dan mendekati tubuh, lakukan
masing-masing dalam 4 hitungan dan ulangi 8 kali gerakan pada kedua
kaki.
c. Gerakkan kaki ke dalam dan ke luar, lakukan masing-masing dalam 4
hitungan dan ulangi 8 kali gerakan pada kedua kaki.
d. Putar kaki ke luar dan ke dalam, lakukan masing-masing dalam 4
hitungan dan ulangi 8 kali gerakan pada kedua kaki.

Gambar 6. Latihan ROM pada kaki : fleksi, ekstensi, inversi, eversi, dan rotasi
(Bandy and Barbara 2007)

7) Latihan Lutut
a. Atur posisi dengan duduk, berbaring atau berdiri dengan posisi kaki yang
mudah digerakkan.

23

b. Gerakkan lutut dengan lurus menjauhi dan mendekati tubuh, lakukan


masing-masing dalam 4 hitungan dan ulangi 8 kali gerakan pada kedua
lutut.
c. Tekuk lutut ke atas membentuk sudut 90 derajat dan kembalikan ke posisi
lurus, masing-masing dalam 4 hitungan dan ulangi 8 kali gerakan untuk
setiap lutut.
d. Tekuk lutut ke belakang membentuk sudut 90 derajat dan kembalikan ke
posisi lurus, masing-masing dalam 4 hitungan dan ulangi 8 kali gerakan
untuk setiap lutut.
e. Tekuk kedua lutut dengan posisi badan sejajar dan miringkan ke kanan
dan kembalikan ke posisi semula masing-masing selama 4 hitungan dan
ulangi 8 kali gerakan untuk setiap sisi.

Gambar 7. Latihan ROM pada lutut : abduksi dan adduksi (Suratun 2008)
8) Latihan Pergelangan Kaki
a. Atur posisi untuk duduk atau berbaring dengan posisi pergelangan kaki
mudah untuk digerakkan.
b. Tekuk telapak kaki ke bawah dan ke atas, masing-masing dalam 4
hitungan dan ulangi 8 kali gerakan untuk setiap pergelangan kaki.
c. Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi tubuh, masing-masing dalam 4
hitungan dan ulangi 8 kali gerakan untuk setiap pergelangan kaki

Gambar 8. Latihan ROM pada pergelangan kaki : fleksi, ekstensi, abduksi, dan
adduksi (Suratun 2008)
d. Gerakkan pergelangan kaki ke dalam dan ke luar, masing-masing dalam 4
hitungan dan ulangi 8 kali gerakan untuk setiap pergelangan kaki.
e. Putar pergelangan kaki ke kanan dan ke kiri, masing-masing dalam 4
hitungan dan ulangi 8 kali gerakan untuk setiap pergelangan kaki.

24

9) Latihan Jari Kaki


a. Atur posisi untuk duduk atau berbaring dengan posisi jari kaki mudah
untuk digerakkan.
b. Tekuk jari kaki ke bawah dan ke atas, masing-masing dalam 4 hitungan
dan ulangi 8 kali gerakan untuk setiap kaki.
c. Gerakkan jari kaki saling menjauhi dan dekatkan rapat kembali, masingmasing dalam 4 hitungan dan ulangi 8 kali gerakan untuk setiap kaki.

Gambar 9. Latihan ROM pada jari kaki : inversi, eversi, abduksi dan adduksi
(Suratun 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Bandy, W and Barbara Sanders 2007, Therapeutic Exeercise for Physical
Therapist Assistants, Lippincott Williams&Wilkins, New York.
Brunner&Suddarth.2002.Keperawatan medical bedahVol 1.Jakarta:EGC
Beyer, Dudes (1997). The Clinical Practice Of Medical Surgical Nursing 2 nd :
Brown Co Biston.
Carpenito, Linda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Kperawatan. Edisi 8.
Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC
Caousins, Michael J et all 2009, Neural Blockade In Clinical Anesthesia And
Pain Medicine. China: a Wolters Kluwer Busines.
Denehy, L. Surgery for adults. In: Pryor, J.A, Prasad, S.A (eds.) Physiotherapy
for Respiratory and Cardiac Problems. United Kingdom: Churchill
livingstone; 2008. p. 397-439.
Gallagher, C.M. 2005. Pemulihan Pascaoperasi. Jakarta : Erlangga.
Healthyenthusiast.
2012.
Anestesi
Spinal.
Diakses
melalui:
http://www.healthyenthusiast.com/anestesi-spinal.html pada 06/10/2015
Hough, A. Physiotherapy in Respiratory and Cardiac Care - an evidence-based
approach. (4th ed.). Singapore: Andrew Ashwin; 2014.
Kasdu D., 2005. Solusi Problem Persalinan. Jakarta : Puspa Swara.

25

Kisner, C 2012, Therapeutic Exercise : Foundation and Technique, 6th Edition,


F.A. Davis Company, Philadelphia.
Lilis, C.,Taylor. C., & Lemone, P. (2007). Fundamentals Of Nursing: The art and
science of nursing care(4th ed), Philadelphia: J. B. Lippincott.
Linda, S et all 2015, Ennsential Clinical Anesthesia Review: Keywords, Qustions
And Answers for the Boards. United Kingdom: Cambride University Press
Dini, Kasdu. (2003). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa
Swara
Kozier, Barbara, (1995). Fundamental of Nursing, Calofornia : Copyright by.
Addist Asley Publishing Company
Mochtar, Rustam. (1992). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Paul, Pauline dan Williams Beverly. 2009. Brunner & Suddarts Textbook of
Canadian Medical-Surgical Nursing. Lippincot William and Wilkins
Potter & Perry, 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,. Proses,
dan
Praktik.Edisi
4.Volume
2.Alih
Bahasa
:
Renata.
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
Queensland Health, 2008. Consent Information_Patient Copy Epidural-Spinal
Anaesthesia
v.200.
diakses
melalui:https://www.health.qld.gov.au/consent/documents/anaesthetic_04.p
df pada 06/10/2015
Roper, N., Logan, W.W., Tierney, A.J. (1996)The Elements of Nursing: A model
for nursing based on a modelfor living. (4th edn). London: Churchill
Livingstone.
Susan J. Garrison, 2004. Dasar-dasar Terapi dan Latihan Fisik. Jakarata :
Hypocrates.
Suratun 2008, Klien Gangguan Muskuloskeletal : Seri Asuhan Keperawatan,
EGC, Jakarta.
Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi
dan Terapi edisi 5 hal.259-272. 2007. Gaya Baru, jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai

  • Lepra
    Lepra
    Dokumen52 halaman
    Lepra
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • KANKER PANKREAS
    KANKER PANKREAS
    Dokumen32 halaman
    KANKER PANKREAS
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Chapter I PDF
    Chapter I PDF
    Dokumen12 halaman
    Chapter I PDF
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Chapter I PDF
    Chapter I PDF
    Dokumen12 halaman
    Chapter I PDF
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Adl 1 PDF
    Adl 1 PDF
    Dokumen216 halaman
    Adl 1 PDF
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Makalah Komunitas
    Makalah Komunitas
    Dokumen51 halaman
    Makalah Komunitas
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • JUDUL
    JUDUL
    Dokumen104 halaman
    JUDUL
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • OSTEOSARKOMA
    OSTEOSARKOMA
    Dokumen46 halaman
    OSTEOSARKOMA
    Sathias Sundari
    Belum ada peringkat
  • Kecacatan Oke
    Kecacatan Oke
    Dokumen207 halaman
    Kecacatan Oke
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sistem Pencernaan2
    Anatomi Sistem Pencernaan2
    Dokumen9 halaman
    Anatomi Sistem Pencernaan2
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • Cardio New
    Cardio New
    Dokumen25 halaman
    Cardio New
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • PENTINGNYA Organisasi
    PENTINGNYA Organisasi
    Dokumen3 halaman
    PENTINGNYA Organisasi
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat
  • PENTINGNYA Organisasi
    PENTINGNYA Organisasi
    Dokumen3 halaman
    PENTINGNYA Organisasi
    Gilank Ramadhan
    Belum ada peringkat