NIM : G2410002
Praktikum Ke- : 10
Hari/Tanggal : Rabu, 26 November 2014
Gambar 1 Time series nino 1+2 (a). Nino 3 (b). Nino 3.4 (c). nino 4 (d)
Pada gambar diatas (gambar 1) menunjukan grafik time series bulan juli dari
tahun 1982 hingga tahun 2002 . Suhu tertinggi yaitu pada pertengahan tahun 1983 dengan
suhu mencapai 25,785C dan terendah mencapai 20,849C (a). Pada grafik ini,
menunjukan time series pada nino 1+2. Pola yang terbentuk memiliki dua buah puncak
yaitu pada pertengahan tahun 1983 dan pada pertengahan tahun 1997 dan paling rendah
1
pada pertengahan tahun 1985, pertengahan tahun 1988 dan pertengahan tahun 1996. Pada
nino 3 (b) memiliki pola yang berbeda dengan nino sebelumnya (a). Pada nino 3 hanya
memiliki satu puncak yaitu pada pertengahan tahun 1997 dengan suhu 27,995C
sedangkan suhu terendah mencapai 23,815C pada pertengahan tahun 1988. Untuk nino
3.4 (c) memiliki suhu tertinggi dan terendah sama dengan nino 3 (b) yaitu tertinggi pada
pertengahan bulan 1997 dan terendah pada pertengahan tahun 1988. Terakhir yaitu nino
4, memiliki pola yang berfluktuatif dengan suhu maksimum 27,667C dan minimum
26,687C.
Pada musim kemarau, anomali SST yang mencapai +1 C sudah menyebabkan
curah hujan turun sampai di bawah normal. Aldrian dan Susanto (2003). Dari penelitian
Swarinoto (2004) menunjukkan bahwa suhu permukaan laut tidak secara langsung dalam
waktu bersamaan mempengaruhi curah hujan.
signifikan antara SST di Pasifik dan curah hujan di Indonesia. Pada gambar yang
berwarna biru menunjukan bahwa pada wilayha tersebut mengalami musim kemarau.
Korelasi yang merata di pulau-pulau di Indonesia menunjukan adanya keterkaitan antara
SST dengan curah hujan di Indonesia karena penyebarannya hampir merata. Kecuali di
sebagian wilayah Sumatera dan wilayah Barat Pulau Jawa yang memiliki korelasi positif.
Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lokal di wilayah tersebut.
Pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian Prabowo & Nicholls dalam Faqih (2004)
yang menyatakan bahwa iklim Indonesia dan Australia sangat berkaitan erat dengan
wilayah Nino 3 dan 4.
Sedangkan untuk nino 1+2 tidak berpengaruh karena sebaran nilai korelasi tidak
beraturan. Pada nino 3.4, nino 3 dan nino 4 meskipun hampir merata korelasi negatif
naumn ada beberapa daerah yang memiliki korelasi positif. Hal ini dikarenakan olef
faktor lokal di wilayah tersebut seperti adanya akumulasi awan dari wilayah lain yang
terbawa oleh angin dan pada saat data di ambil awan tersebut berada pada adaerah yang
memiliki korelasi positif (gambar 3;gambar 4;gambar5).
Kesimpulan
Grafik time series menunjukan adanya anomali yang sama untuk nino 1+2, nino
3, nino 3.4 dan nino 4 dengan nilai puncak pada pertengahan tahun 1988 dengan besar
sekitar 27C. . Sedangkan anomali minimum pada pertengahan tahun 1996. Anomali
yang terjadi pada umumnya terjadi pada pertengahan tahun. Korelasi yang sangat kuat
yaitu pada nino 3.4, nino 3 dan nino 4 karena sebaran yang merata di wilayah indonesia
yang di tandai dengan warna biru yang seragam.warna tersebut menunjukan di Indonesia
mengalami musim kemarau akibat adanya fenomena ENSO.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., dan R. D. Susanto, 2003, Identification Of Three Dominant Rainfall Regions
Within Indonesia and Their Relationship To Sea Surface Temperature,
International Journal Of Climatology, Int. J. Climatol, 23: 1435- 1452. Wiley
InterScience
Boer, R. Notodipuro, K.A. and Las, I., 1999, Prediction of daily rainfall characteristic
from monthly climate indicate, Paper pesented at the second international
conference on science and technology for the Assesment of Global Climate
Change and Its impact on Indonesian Maritime Continent, 29 November-1
December 1999.
Faqih, A. 2003. Analisis Pola Spasial dan Temporal Anomali Suhu Permukaan Laut di
Samudera Pasifik, Hindia dan Atlantik Serta Kaitannya Dengan Anomali Curah
Hujan Bulanan. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Fox. J.J. 2000. The impact of the 1997-1998 El Nino on Indonesia. In: R.H Grove and
J.Chappell (ed). El Nino-History and Crisis. Studies from the Aisi-Pasific region.
The White House Press. Cambridge, UK.
Hendon, H.H. 2003. Indonesian Rainfall Variability : Impacts of ENSO and Local AirSea Interaction. American Meteorology Society.
Irawan, Bambang. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina: Kecenderungan
Jangka Panjang dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian
Agro Ekonomi. Vol. 24, No. 1:28-45
Kailaku, Tigia Eloka. 2009. Pengaruh Enso (El Nino-Southern Oscillation) dan IOD
(Indian Ocean Dipole) Terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Tipe
Hujan Equatorial Dan Monsunal (Studi Kasus Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Skripsi. Dept. Geofisika
Meteorologi: Institut Pertanian Bogor