Oleh :
Zahrotul Hasanah Harum
201110330311174
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
PEMBAHASAN
2-3
dekade
terakhir, insiden
penyakit
ini
meningkat.
penyakit
yang
disebabkan
oleh
C.
PID
muncul
setelah
dilakukannya
biopsi
endometrium,
2.1.2
Epidemiologi
PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID
terjadi di Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan
melebihi 7 juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan
rawatan inap. PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun.
Diperkirakan 100000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID.
2.1.3
bakteri intraseluler patogen. Secara klinis, infeksi akibat parasit intraseluler obligat
ini bermanifestasi dengan servisitis mukopurulen.
Bakteri fakultatif anaerob dan flora endogen vagina dan perineum juga diduga
menjadi agen etiologi potensial untuk PID. Yang termasuk diantaranya adalah
Gardnerella vaginalis, Streptokokus agalactiae, Peptostreptokokus, Bakteroides,
dan mycoplasma genital, serta ureaplasma genital. Patogen nongenital lain yang
dapat menyebabkan PID yaitu haemophilus influenza dan Haemophilus
parainfluenza.
Actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan AKDR.
Pada negara yang kurang berkembang, PID mungkin disebabkan juga oleh
salpingitis granulomatosa yang disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan
Schistosoma.
Type of agent
STD
Organism
Chlamydia trachomatis
Neisseria gonorrhoeae
Mycoplasma homonis
Streptococcus species
Stapilococcus species
Haemophillus species
E. coli
Anaerobic
Bacteroides species
Peptococcus species
Peptostreptococcus species
Actinomyces species
Usia muda
Multi partner
Abortus
Hysterosalpingography
Fertilisasi in vitro
Penggunaan KB IUD
Tuberculosis
2.1.4
Patofisiologi
PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus
genital atas dari vagina dan serviks. Peranan serviks selalu menghalangi
penyebaran bakteri dari vagina ke genitalia interna, tetapi a p a b i l a
serviks
terpapar
dengan
mikroorganisme
yang
ditularkan
radang
ya n g
akut.
Pada
pasien
yang
tidak
diobati
atau
2.1.5
Manifestasi Klinis
2.1.6
Jenis
Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID dan sering ditemukan adalah :
a.
Salpingitis
Mikroorganisme yang tersering menyebabkan salpingitis adalag N.
adalah
dengan
antimicrobial
terapi.
Pasien
harus
Diagnosis
Secara tradisional, diagnosa PID didasarkan pada trias tanda dan gejala
yaitu, nyeri pelvik, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan adanya
demam. Namun, saat ini telah terdapat beberapa variasi gejala dan tanda yang
membuat diagnosis PID lebih sulit. beberapa wanita yang mengidap PID bahkan
tidak bergejala.
Penegakan diagnosa dimulai dengan anemnese, dimana pasien dapat
mengeluhkan gejala yang bervariasi. Gejala muncul pada saat awal siklus
menstruasi atau pada saat akhir menstruasi. Nyeri abdomen bagian bawah
dijumpai pada 90% kasus dengan kriteria nyeri tumpul, bilateral, dan konstan.
Nyeri diperburuk oleh gerakan, olahraga, atau koitus. Nyeri dapat juga dirasakan
seperti tertusuk, terbakar, atau kram. Nyeri biasanya berdurasi <7 hari.
Sekresi cairan vagina terjadi pada 75% kasus. Demam dengan suhu >38, mual,
dan muntah. Gejala tambahan yang lain meliputi perdarahan per vaginam, nyeri
punggung bawah, dan disuria. Nyeri organ pelvis dijumpai pada PID. Adanya
nyeri pada pergerakan serviks menandakan adanya inflamasi peritoneal yang
menyebabkan nyeri saat peritoneum teregang pada pergerakan serviks dan
menyebabkan tarikan pada adnexa.
10
PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan vagina,
nyeri tekan adnexa, demam, dan peningkatan leukosit.
1.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapati :
-
2.
3.
Pemeriksaan Radiologi
11
Bedah
- Laparoskopi mungkin sangat mendukung diagnosis PID tapi tidak
dibenarkan
secara
rutin
atas
dasar
morbiditas
terkait,
Diagnosis Banding
Ectopic pregnancy
Acute appendicitis
Endometriosis
12
2.1.9
-
Manajemen
Pasien harus dianjurkan untuk menghindari hubungan seks tanpa kondom
sampai pengobatan selesai (Evidence level IV, C)
PID meningkatkan risiko KET pada kehamilan berikutnya (Evidence level IV,
C).
2.1.10 Terapi
Terapi antibiotik spektrum luas diperlukan untuk membunuh bakteri N.
gonorrhoeae, C. trachomatis dan infeksi anaerob. Hal ini juga bermanfaat
mebunuh bakteri lain (misalnya Mycoplasma genitalium anaerob, streptokokus,
stafilokokus, E. coli , H. nfluenzae. Data terakhir menunjukkan bahwa beberapa
antibiotic
(azitromisin
dan
oxifloxacinTerutama)
yang
efektif
terhadap
Mycoplasma genitalium.
Pilihan regimen obat tergantung oleh :
1.
2.
3.
cost
4.
5.
severity of disease
3.
4.
13
untuk
beberapa
pasien
yaitu
konfirmasi
laparoskopik,
14
terisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas pada pelvis, atau kompleks
tuba-ovarian,
dan
endometrial
biopsy
yang
memperlihatkan
endometritis.
Kebanyakan pasien diterapi dengan rawatan jalan, namun terdapat indikasi
untuk dilakukan hospitalisasi yaitu :
Kehamilan
Imunodefisiensi
Gagal untuk membaik secara klinis setelah 72 jam terapi rawat jalan
Terapi dimulai dengan terapi antibiotik empiris spectrum luas. Jika terdapat AKDR,
harus segera dilepas setelah pemberian antibiotic empiris pertama. Terapi terbagi
menjadi 2 yaitu terapi untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.
2.
i.v. cefoxitin 2g four times daily (or i.v. cefotetan 2g twice daily or
i.v./i.m. ceftriaxone 1g once daily) plus i.v. doxycycline 100mg
twice daily (oral doxycycline may be used if tolerated) followed by
oral doxycycline 100mg twice daily plus oral metronidazole 400mg
twice daily to complete 14 days (Evidence level Ia, A)
2.
15
i.v. ofloxacin 400mg twice daily plus i.v. metronidazole 500mg three
times daily for 14 days (Evidence level Ib, B)
2.
i.v. ciprofloxacin 200mg twice daily plus i.v. (or oral) doxycycline
100mg twice daily plus i.v. metronidazole 500mg three times daily
for 14 days (Evidence level Ia, B)
3.
4.
oral moxifloxacin 400mg once daily for 14 days (Evidence level Ia,
A)
Jika regimen diatas tidak ditemukan maka antibiotik yang ada dapat
diberikan selama 14 hari :
Neisseria gonorrhoeae e.g. cephalosporins
Chlamydia trachomatis e.g. tetracyclines
macrolides anaerobic bacteria e.g. metronidazole
Terapi Pembedahan
Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi
harus dievaluasi ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi
pembedahan. Laparotomi digunakan untuk kegawatdaruratan sepeti rupture
abses, abses yang tidak respon terhadap pengobatan, drainase laparoskopi.
Penanganan dapat pula berupa salpingoooforektomi, histerektomi, dan
bilateral salpingooforektomi. Idealnya, pembedahan dilakukan bila infeksi
dan inflamasi telah membaik.
Metronidazole termaasuk antibiotik yang dianjurkan untuk rawat inap untuk
membunuh bakteri anaerob yang menjadi salah satu penyebab PID. Bakteri anaerob
dimungkinkan menjadi salah satu penyebab PID yang parah tetapi beberapa studi
mengatakan bahwa terapi PID tanpa metronidazole juga memberikan hasil yang baik.
Metronidazole dapat dihentikan penggunaannya juka pasien tidak dapat menolerir
efek sampingnya.
Ceftriaxone dapat digunakan ketika cefoxitin atau cefotetan tidak tersedia karena
memiliki aktifitas spectrum yang sama meskipun tidak terlalu baik dalam membunuh
16
bakteri anaerob.
Quinolones, ternmasuk ofloxacin dan moxifloxacin, harusnya dapat digunakan
berbarengan dengan single dose ceftriaxone 500mg i.m. pada pasien yang memiliki
resiko tinggi terkena infeksi PID gonococcal karena banyak penelitian mengatakan
resistensi quinolon terhadap bakteri Neisseria gonorrhoeae. Moxifloxacin memiliki
bukti kuat dalam mengobati PID tetapi dapat menyebabkan gangguan hati dan
toksisitas jantung.
17
18
2.1.11 Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
3. Pencegahan dapat dilakukan dengan mecegah terjadi infeksi yang
disebabkan oleh kuman penyebab penyakit menular seksual, terutama
chlamidya. Peningkatan edukasi masyarakat, penapisan rutin, diagnosis dini,
serta penanganan yang tepat terhadap infeksi chlamidya berpengaruh besar
dalam menurunkan angka PID. Edukasi hendaknya focus pada metode
pencegahan penyakit menular seksual, termasuk setia terhadap satub
pasangan, menghindari aktivitas seksual yang tidak aman, dan menggunakan
pengaman secara rutin.
4.
5.
Pasien yang telah didiagnosa dengan PID atau penyakit menular seksual
harus diterapi hingga tuntas, dan terapi juga dilakukan terhadap pasangannya
untuk mencegah penularan kembali.
6.
7.
8.
2.1.12 Komplikasi
Abses tuba ovarian adalah komplikasi tersering dari PID akut, dan timbul pada
sekitar 15-30% wanita yang dirawat inap di RS. Sekuele yang berkepanjangan,
termasuk nyeri pelvis kronik, kehamilan ektopik, infertilitas, dan kegagalan
implantasi dapat timbul pada 25% pasien. Lebih dari 100000 wanita
diperkirakan akan mengalami infertilitas akibat PID.
Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan dapat menyebabkan sekuele
seperti infertilitas. Mortalitas langsung muncul pada 0,29 pasien per 100000
kasus pada wanita usia 15-44 tahun. Penyebab kematian yang utama adalah
rupturnya abses tuba-ovarian. Kehamilan ektopik 6 kali lebih sering terjadi pada
wanita dengan PID.
19
2.1.13 Prognosis
Prognosis pada umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera.
Terapi dengan antibiotik memiliki angka kesuksesan sebesar 33-75%.
Terapi pembedahan lebih lanjut dibutuhkan pada 15-20% kasus. Nyeri
pelvis kronik timbul oada 25% pasien dengan riwayat PID. Nyeri ini
disangka berhubungan dengan perubahan siklus menstrual, tapi
dapat juga sebagai akibat perlengketan atau hidrosalping. Gangguan
fertilitas adalah masalah terbesar pada wanita dengan riwayat PID.
Rerata infertilitas meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi
infeksi. Resiko kehamilan ektopik meningkat pada wanita dengan
riwayat PID sebagai akibat kerusakan langsung tuba fallopi.
20
BAB 3
PENUTUP
3.1.1 KESIMPULAN
Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada
traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur penunjang
pelvis. PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit menular
seksual seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis. PID disebabkan oleh penyebaran
mikroorganisme secara asenden ke traktus genital atas dari vagina dan seviks.
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui,
namun aktivitas seksual mekanis dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin
berpengaruh. Secara tradisional, diagnose PID didasarkan pada trias tanda dan gejala
yaitu, nyeri pelvic, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan adanya
demam. Laparoskopi adalah standar baku untuk diagnosis defenitif PID. Terapi
dimulai dengan terapi antibiotik empiris spectrum luas. Penanganan juga termasuk
penanganan simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi cairan.
Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus dievaluasi
ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi pembedahan. Prognosis pada
umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera. Prognosis pada umunya baik jika
didiagnosa dan diterapi segera.
21
Daftar Pustaka
Judlin P. Current concepts in managing pelvic inflammatory disease. Current Opinion
in Infectious Diseases 2010;23(1):83-87.
Judlin P, Liao Q, Liu Z, Reimnitz P, Hampel B, Arvis P. Efficacy and safety of
moxifloxacin in uncomplicated pelvic inflammatory disease: the
MONALISA study. BJOG: An International Journal of Obstetrics &
Gynaecology 2010;117(12):1475-1484.
Reyes, Iris, Pelvic Inflammatory Disease, 2010
Ross, Jonathan, 2012, Journal European Guideline for the Management of Pelvic
Inflammatory Disease, V5 (1), Denmark
Shepherd, Suzanne, Pelvic Inflammatory Disease, 2010