10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
BAB XI
EKSKURSI SANGIRAN
IX.1 DASAR TEORI
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Sangiran (Jawa Tengah) merupakan warisan sejarah dan ilmu pengetahuan
dunia sehingga bernilai aset internasional, terbukti banyaknya peneliti dari dalam dan luar
negeri dari berbagai bidang ilmu, seperti Geologi Kuarter, Paleontologi Invertebrata dan
Invertebrata, Antropologi Fisik dan Ragawi, seperti Martin (1919) meneliti moluska, Van Es
(1931) menyusun peta geologi berskala 1:20.000, meneliti moluska transisi, Duyfjes (1936),
Van Bemmelen (1949) memasukkan fisiografi Kubah Sangiran ke dalam Zona Solo, Von
Koenigswald
(1938,
1940)
menemukan
tulang
dan
tengkorak
manusia
purba
Pithecantropus erectus yang pertama kali, Sartono (1961, 1970, 1975) meneliti hubungan
kultur antara Pithecantropus soloensis dengan Paleolithic, hal ini pula telah diteliti oleh
Glover (1970,1971), Watanabe dan Kadar (1985) memberi nama baru yakni Formasi Puren,
Sangiran, Bapang dan Pohjajar. Danisworo (1987) mendukung usulan Watanabe dan Kadar
(1985), namun mengusulkan formasi Sangiran diganti nama Formasi Cemoro. Jubianto, et
al, Sartono and Jacob, meneliti bidang Antropologi Fisik. Sartono (1994) bahkan
menemukan indikasi adanya Australopithecus di daerah ini, yang ditengarai serupa dengan
Megantropus paleojavanicus, kemudian diusulkan nama baru yakni Paranthropus
paleojavanicus ROBINSON.
Bidang Paleoekologi, Sangiran merupakan daerah ideal untuk menentukan evolusi
lingkungan berdasarkan komunitas moluska. Hal ini telah pula diteliti oleh Kotaka &
Hasibuan (1983), Indonesia-Japan Joint Research Team (1979), Mc. Kenzie & Sudijono
(1987), Museum National DHistoire Naturelle (1984), Sartono (1961, 1970, 1975, 1978)
dan Siesser et al (1984).
Geologi Daerah Sangiran ini melatarbelakangi geografi dan keterdapatan semua
fosil penting, baik ditinjau dari morfologi maupun perubahan muka laut yang akan
memprakarsai bagaimana semua organisme tersebut di atas berevolusi atau bermigrasi ke
wilayah lain, dalam dataran Asia Tenggara. Selain fosil manusia purba yang menjadi
93
moyang manusia Homo sapiens sekarang ini, daerah ini banyak ditemukan fosil fauna
invertebrata yang berukuran gigan, antara lain: Stegodon, Elephan, Tapirus, Hipopotamus
cervus, Antilope, Bos, Simia.
Stratigrafi daerah Sangiran didominasi berupa endapan Kuarter. Mengenai zaman
Kuarter, hal ini ditandai oleh beberapa hal, yakni:
1. Muncul manusia pertama yaitu Homo erectus, merupakan fosil indeks kala Pleistosen.
2. Perubahan iklim dari panas ke dingin dan seterusnya, yang ditandai oleh melimpahnya
fauna yang menunjukkan iklim tersebut
3. Berdasarkan endapan marin yang terdapat di Itali (dari contoh pemboran), berturutturut dibandingkan dengan umurnya adalah:
a. Pleistosen Atas, Jenjang Calabrian, terdapat fauna iklim dingin.
b. Pleistosen Bawah, Jenjang Pra-Calabrian, terdapat fauna iklim sedang.
c. Pliosen Atas, Jenjang Astian, terdapat fauna iklim panas (moluska).
d. Pliosen Tengah, Jenjang Plaisancian, terdapat fauna iklim panas (moluska).
e. Pliosen Bawah, Jenjang Tabianian, terdapat fauna iklim panas (moluska).
4. Berdasarkan pemunculan awal dan akhir pada foraminifera plankton, yakni batas
N22(Neogen 22) atau Pliosen Akhir, dengan ditandai oleh kepunahan/pemunculan
terakhir dari :
a. Globigerinoides sacculiferus
b. Globigerinoides fistulosus
c. Globorotalia tosaensis
Serta pemunculan awal Globorotalia truncatulinoides, pada Pleistosen Awal.
5. Berdasarkan kehadiran nannoplankton gampingan, yakni ditandai punahnya genus
Discoaster, serta pemunculan genus Pseudomiliania.
6. Perubahan putaran cangkang pada foraminifera yakni genus Globorotalia. Bila putaran
cangkang kearah kanan atas/dekstral menunjukkan iklim panas, sedang bila terputar
kiri/sinistral menunjukkan iklim dingin.
7. Terdapatnya endapan darat, di samping munculnya manusia juga muncul hewan
pengerat atau Rongeur, misalnya tikus.
8. Terjadinya perubahan kemagnetan secara global/paleomagnetisme. Pada periode
normal (+) disebut sebagai Olduvai, sedangkan pada periode sebaliknya (-) disebut
periode Matuyama, peristiwa ini terjadi pada sekitar 1,8 juta tahun yang lalu.
Periode selanjutnya adalah Holosen, ditandai oleh :
1. Pemunculan manusia modern disebut sebagai Homo sapien atau Cro Magnon
94
a. Penamaan : Duyfjes (1936, 1938a, 1938b, 1938c, 1938d) menyebut sebagai Kalibeng
Beds. Bemmelen (1949), Marks (1957) menamakan Kalibeng Formation. De
Genevraye and Luki Samuel (1972) dan Pringgoprawiro menyebut sebagai Formasi
Kalibeng. Lokasi tipe : Kalibeng sekitar 14 km sebelah barat laut kota Jombang (Jawa
Timur). Watanabe Darwin (1985) dan Danisworo (1987) mengusulkan nama Formasi
Puren, karena banyak tersingkap di Sungai Puren, Sangiran.
b. Penyebaran dan Ketebalan
sebelah barat daya Museum Sangiran, dekat saluran irigasi. Ketebalan total sekitar
125.5 meter.
c. Lithologi yang tersingkap di sebelah barat daya Museum, dari bawah ke atas : lapisan
batulempung, Soil Pondok, Lapisan Corbicula, dan lanau yang banyak mengandung
Moluska.
Batulempung hijau kebiruan, gampingan, kompak, tebal sekitar 8 meter, dengan
bioturbasi dan sisipan masif, tebal 10-40 cm. mengandung fosil Moluska berukuran 5
sampai 12 cm, diantaranya Turritella, Nasarius, Arca, Chion, Melaxines sp. dan
Corbula soccialis. Foraminifera plankton dan benton. Lingkungan pengendapan marin.
Soil Pondok merupakan soil pada batulempung atas, ukuran butir pasir sedang kasar, juga
terdapat sisa-sisa akar, ketebalan 2 meter, banyak tersingkap di selatan Museum Sangiran.
Lapisan Corbicula : matriks lempung dan lanau, tebal benerapa cm hingga 10.1 meter
dengan komposisi lempung hijau kebiruan dan hadirnya Moluska, yaitu Corbiculla,
cangkang tipis, orientasi tidak berkembang. Ukuran cangkang 2 mm 4 cm (von
Koenigswald, et al, 1940). Diatasnya ditutupi breksi laharik / breksi vulkanik, tuff atau
Lahar Auct mengandung fauna air tawar, dibeberapa bagian tercampur fauna Moluska laut.
Ketebalan lebih dari 50 cm. kontak dengan Satuan Batulempung hitam yang terletak pada
Formasi Pucangan telah banyak tererosi, sehingga nampak terpotong. Sedangkan yang
tersingkap di Sungai Puren Desa Pablengan, yakni :
a. Batulempung hijau kabiruan, sama dengan di barat daya Museum, hanya di sini
terdapat sisipan batupasir yang sangat kompak, keras tebal 10 cm, ukuran butir pasir
sedang hingga kasar, bersifat gampingan, warna lapuk putih kehitaman. Tebal
batulempung lebih dari 7 cm.
b. Batugamping Balanus, lapisan ini diendapkan di atas batulempung masif dengan tebal
3,5 meter. Berwarna coklat mengandung Balanus melimpah. Umur kala Pliosen.
c. Lapisan Corbiculla, sama dengan yang tersingkap di barat daya Museum, disini tebal
lebih dari 50 cm, diendapkan diatas batugamping Balanus.
96
d. Tuff, terdapat diantara batulempung, berstruktur laminasi sejajar, warna lapuk coklat
kemerahan, tebal lebih dari 1 meter, tidak dijumpai fosil.
Umur dan Lingkungan pengendapan
Berdasarkan
hadirnya
foraminifera
plankton,
yaitu
Globigerina
riveroae,
Globorotalia tosaensis menunjukkan umur Miosen Akhir hingga Pliosen (Marks, 1957).
Berdasarkan kehadiran foraminifera benton yakni Rotalia tosarii, Elphidium sp., Lagena
sp., Quinqueloculina sp. menunjukkan lingkungan transisi yakni perubahan dari subtidal
lagoon pada back barrier dalam wash-over kemudian kembali ke lingkungan subtidal
lagoon pada back barrier pada zona transisi.
Hubungan Formasi Terhadap batuan dibawahnya tidak diketahui secara pasti, sedangkan
terhadap breksi vulkanik adalah ketidakselarasan diskonformiti.
Interpretasi Geologi
Formasi Kalibeng diendapkan secara sedimentasi nornal ini berubah-ubah
lingkungan pantai dari marin kemudian mendangkal kemudian mendalam lagi, maka terjadi
perubahan turun dan naiknya muka laut.
Formasi Pucangan atau Sangiran
a. Penamaan : Duyfjes (1936) menyebut sebagai Pucangan Schichten. Marks (1957)
menyebut sebagai Pucangan Beds, Pringgoprawiro (1983) menyebut sebagai Formasi
Pucangan. Lokasi tipe : Gunung Pucangan, sekitar 20 km sebelah utara kota Jombang
(Jawa Timur). Formasi ini menyebar hingga Mojokerto, dan dekat Desa Perning,
ditemukan fosil Homo modjokertensis, sehingga dianggap sebagai lokasi tipe.
b. Penyebaran dan ketebalan : banyak tersingkap di sekitar Kubah Sangiran, terutama
sepanjang Sungai Cemoro yang membelah kubah tersebut. Selain itu juga tersingkap di
Sungai Cemoro dan di Sungai Puren di Desa Pablengan. Ketebalan total 153, 5 meter.
c. Lithologi dari bawah ke atas :
a. Breksi vulkanik bawah, ketebalan 1 meter menutupi Formasi Puren secara tidak selaras,
menyebar mengikuti gunung api saat itu dan membendung sungai-sungai yang
mengalir membentuk danau.
b. Diatas breksi vulkanik bawah diendapkan batulempung hitam yang banyak
mengandung fosil Moluska aie tawar seperti Bellamya. Tebal 4 meter dan 3 meter
mengandung Melanoides, Corbiculla, Viviparia, dll. Terdapat dua lapisan Corbicula
dengan interval 20 cm satu dengan yang lain. Jika terdapat dua lapisan Satuan
97
lingkungan transisi hingga darat, antara lain Eucia javana (MARTIN), Corbicula
javanica (MARTIN), Brotia scalaroides (MOUSSON), Bellamya javanica (von dem
BUSCH), Melanoides tjariangensis (MARTIN), Corbicula furminea (MUELLER),
Brotia testudinaria (von dem BUSCH), Thiara scabra (MUELLER), Elongaria
orientalis (LEA), Brotia foeda (LEA), Melanoides fallax (OOSTINGH), dan
Melanoides tuberculata (MUELLER).
Lahar adalah fluviatil dan satuan batulempung hitam dengan coquina adalah
lingkungan danau. Hasil analisa pollen (Semah, 1982) menunjukkan urutan perubahan
iklim basah semakin kering dari Pucangan Bawah.
e. Hubungan formasi terhadap Formasi Kalibeng adalah selaras, demikian juga terhadap
Formasi Kabuh yang menutupi di atasnya.
98
Djombang.
Formasi Notopuro (Pohjajar)
a. Penamaan: Notopoeroschichten (Duyfjes, 1936), Marks (1957) menyebut Notopuro
Formation namun penulisan mengusulkan nama satuan tak resmi Satuan Breksi
Vulkanik, karena lokasi tipe didesa Notopuro di Madiun, sekitar 35 km sebelah Timurlaut Madiun, tepatnya disebelah barat Gunung Pandan atau puluhan kilometer dari
tempat ini.
b. Penyebaran dan ketebalan menempati 50% dari seluruh wilayah Sangiran. Tersingkap
baik di selatan Sangiran, sepanjang Sungai Pohjajar. Ketebalan mencapai 6 meter.
c. Litologi : breksi vulkanik, fragmen andesit berukuran brangkal, pasir lanau dan
lempung air tawar. Terdapat interkalasi lahar, pumice, tuff dan lapisan organik.
99
3. FAUNA SANGIRAN
Sejak penemuan fosil Pithecanthropus (Suraidi, 1965), Dr.G.H,R. Von
Koenigawald bersama Sartono terus menerus meneliti fosil-fosil Pitcenthopus I hingga
VIII. Bahkan fosil tengkorak asli telah disimpan di Laboratorium paleontologi, University
of Utrech di Belanda.
100
Selain fosil manusian, sejak penggalian secara intensif tahun 1933 hingga 1951
oleh von Koenigswald terdapat sekitar 25.000 fosil verterbrata mamalia dan invertebrata,
termasuk ;
a. Carnivora
d. Moluska
101
102
103
104
105
106
107
108