Anda di halaman 1dari 11

ALASAN PRODUK CHINA MURAH

Sempat mengobrol dengan teman teman importir barang dari china sedikit banyak saya menjadi
tahu sedikit gambaran mengapa produk produk china bisa dikatagorikan sangat murah
dibandingkan dengan produk sejenis dari negara lain.
Memang awalnya produk china awalnya banyak disepelekan dalam hal kualitas namun
sebenarya banyak juga produk china yang berkwalitas tinggi yang specnya atau kualitasnya
sesuai dengan standart internasional.
Adapun beberapa sebab produk china bisa murah adalah:
1.Dukungan pemerintah
Ada sebagian daerah tertentu di china yang menpunyai potensi produksi yang bagus maka
pemerintah akan menbuat kebijakan dan kemudahan dalam perijinan ,bahkan untuk jangka tahun
pertama produksi satu pabrik pemerintah menbebaskan pajak dan malah kadang dengan
mensubsidi setiap jumlah barang yang diproduksi pabrik itu sekitar 10 persen ,misal biaya
menbuat sebuah gelas yang harga modal bahan dan biaya produksi Rp 1000 maka setiap
produksi gelas itu mereka akan disudsidi oleh pemerintah Rp100 ,hinga akhirnya mereka bisa
menjual produk mereka diawal dengan harga Rp1000 saja dan sudah untung.
Produk produk china yang katanya murah meriah tak ayal lagi membanjiri Indonesia, lebih
dari 30% produk produk yang terpampang di online shop seperti satupasar.com, tokopedia, toko
bagus dan lain lain di domininasi oleh produk produk made in China, pertanyaannya mengapa ini
bisa terjadi ? salah satu penyebab/faktor terpenting produk China murah adalah kebijakan
pemerintah China sendiri melakukan PEG mata uangnya sehingga jauh di bawah nilai wajarnya
(dibanding mata uang negara lain).
Akibatnya, produk-produk China bisa lebih murah secara atificial. Bilamana mata uang China
dilepas ke mekanisme pasar, harga barang China akan naik signifikan.
Andai saja pemerintah Indonesia mem-PEG rupiah menjadi Rp15.000 per dollar, produk
Indonesia tentunya akan menjadi sangat murah di mancanegara. Tapi, bila itu dilakukan,
konsumen kita yang dirugikan, serba salah
Soal bahan baku rayon dan rotan serta overhead , itu menunjukkan industri China lebih efisien.
Tenaga kerja lebih murah dan melimpah (hampir semiliar penduduk China masih berada di
kelompok demografi miskin). Tapi, kita pun tentunya tak mau memperlakukan pekerja kita

seperti di China walaupun sudah hampir hampir buruh di Indonesia sudah mulai tidak di hargai
dengan timbulnya banyak demo yang berujung kepada UMR/UMK yang pada akhir ke
kesejahteraan mereka.
Bilamana pemerintah menegosiasi ulang ACFTA yang sudah di gulirkan, yang dirugikan justru
konsumen Indonesia karena harus membeli barang lebih mahal akibat inefisiensi industrialisasi
oleh Indonesia sendiriyang kini malah minta perlindungan. Pemerintah boleh dan mesti bantu
industri dalam negeri, tapi jangan merugikan konsumen Indonesia sendiri memang sebuah
pilihan yang sulit bagi pemerintah.
Sikap Pemerintah yang gemar memanjakan pelaku industri dengan berbagai kemudahan tak akan
pernah membuat mereka mandiri, saya yakin, banyak entrepreneur muda Indonesia cukup berani
dan kreatif untuk bermain di pasar yang lebih terbuka untuk berperang melawan produk produk
China, pertanyaannya tapi kapan ?
Notes : PEG :
Mem-peg atau mengaitkan mata uang suatu negara ke mata uang negara lain, seperti terhadap
dolar.Alasan mengaitkan ke dollar adalah untuk membuat uang stabil (ekonomi stabil) karena
mata uang tetap nilainya kalau dilihat dari perdagangan internasional.Karena itu mata uang yang
dikait harus mata uang yang diakui internasional, dengan sendirinya saat ini adalah dolar US,
karena setengah dari nilai perdagangan dunia ada ditangan US. Banyak negara mengaitkan mata
uangnya kepada mata uang beberapanegara yang kuat dalam perdagangan internasional, Dengan
demikian bila salah satu dari mata uang yang dikait jatuh, misalnya US dollar jatuh, sedang yang
lain tidak, maka mata uang yang dikaitkan itu akan jatuh tapi sedikit, sehingga tidak
mengganggu ekonomi negara.
2. menjual produk dengan berbagai kwalitas
Seorang importir ketika ingin menbeli sebuah produk di china iapun ditunjukan 10 produk yang
dijejerkan bersama dan sekilas barang ini sama saja kualitasnya ,misal sebuah botol kaca akan
disusun bersama namun botol pertam 100 rupiah sampai selanjutnya 200 rupiah dan botol
kesepuluh menjadi 1000 rupiah ,sekilas kualitasnya sama namun ketika di pegang baru terasa
beda ketebalan serta kualitas botol tersebut akan berbeda satu sama lain.

Bahkan ketika pembeli ini meminta harga 50 rupiahpun bisa ia sangupi asal orderan banyak serta
bahan yang sesui harga murah tersebut.
3. Cara menghitung modal dengan sistem konteiner
Seorang pembeli di china pernah kaget ketika ditawari 10 konteiner celana dalam dengan harga
perlusin hanya seribu rupiah saja ,diapun bingung karena ia menghitung bahan serta biaya
produksi celana dalam itu dengan kualitas seperti itu minimal enam ribu rupiah dan dengan
dihitung ongkos kirim serta tiket keindonesia maka jatuhnya harga celana dalam itu hanya seribu
lima ratus rupiah dan ia pasarkan ke grosir d lima ribu saja dia sudah untung dan diangap murah
sekali.
Setelah ia bertanya megapa bisa murah ,orang china itupun menjelaskan memang biaya produksi
serta bahan celana dalam itu perlusin sekitar enam ribu rupiah namum ia menghitung modalnya
berdasar jumlah keseluruhan konteiner ,misal ia mengeluarkan uang 100juta untuk menproduksi
20 konteiner celana dalam itu ,ketika ia bisa menjual celana dalam 10 konteiner dengan harga
100 juta maka untuk 10 konteiner kedua ia bisa menjual hanya dengan 30 juta dan ia untung 30
juta walau konterner itu sebenarnya berharga modal 50 juta.
Kemudian setelah habis ia akan menproduksi celana dalam dengan model baru lagi.
4.Karyawan yang loyal
Hampir dikatakan dichina tak ada demo hinga proses produksi lancar dan hubungan antara
karyawan pengusaha dan pemerintah di susun dengan baik dan saling menguntungkan.
https://tibanbatam.wordpress.com/kewarganegaraan/jaringan-komputer/alasan-produk-chinamurah/
RAHASIA DIBALIK KESUKSESAN PRODUK CINA MENGUASAI PASAR DUNIA
Oleh: Muhammad Subair
Di saat negara kita sedang berjuang mati-matian untuk meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, di lain pihak Cina justru mengalami tekanan dari dunia agar mau
mengambangkan nilai mata uangnya yang dinilai dipatok terlau rendah. Pematokan nilai yuan
yang sudah dilakukan semenjak tahun 1994 ini diprotes karena dianggap sebagai penyebab
utama miringnya harga produk-produk Cina di pasaran dunia (Sarnianto, 2004). Kekhawatiran
tersebut memang beralasan melihat hampir dapat dikatakan produk-produk berlabel made in
China medominasi pasar dunia mulai dari sekedar peniti sampai perangkat elektronika canggih.
Banyak faktor yang mendorong perekonomian Cina sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini,
dimana dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 7% setiap tahunnya telah mengantarkan

Cina sebagai salah satu raksasa perekonomian dunia. Faktor nilai tukar mata uang sudah pasti
bukanlah satu-satunya penyebab produk-produk negara dengan populasi terbesar di dunia ini
mampu berjaya menguasai pasar dunia. Hal ini tentu saja dapat dimaklumi mengingat kalau
hanya faktor itu, seharusnya Indonesia juga sudah bisa mengambil mamfaat dari nilai tukar
rupiah yang sangat menyedihkan.
Salah satu hal lain yang lebih penting dari itu adalah faktor apakah yang menyebabkan Cina bisa
begitu produktif untuk dapat menghasilkan produk-produk berkualitas yang sangat diterima oleh
pasar dunia. Negara-negara G-7 saja bahkan secara terang-terangan merangkul Cina yang saat ini
menduduki peringkat keempat dalam perdagangan dunia, di bawah AS, Jerman dan Jepang untuk
mau berbagi dan berbicara dalam forum mereka (Pikiran Rakyat, 2 Oktober 2004). Ternyata
selain karena aliran modal asing dan teknologi tinggi, yang justru sangat menarik dari
pengalaman Cina adalah besarnya peran Usaha Kecil dan Menegah (UKM) dan bisnis swasta
daerah yang disebut sebagai Township and Village Enterprises (TVEs) dalam menopang
kekuatan ekspornya.
Peran Penting TVEs Bagi Perekonomian Cina
Sumbangsih TVEs bagi perekonomian Cina memang tidak bisa disepelekan. TVEs yang semula
merupakan perkembangan dari industri pedesaan yang digalakkan oleh pemerintah Cina. Jika
pada tahun 1960 jumlahnya hanya sekitar 117 ribu, namun semenjak reformasi tahun 1978
jumlahnya mengalami pertumbuhan spektakuler menjadi 1,52 juta. Apabila dilihat dari sisi
penyediaan lapangan kerja, TVEs di akhir tahun 1990-an telah menampung setengah dari tenaga
kerja di pedesaan Cina.
Walaupun perkembangan TVEs ini sempat mengalami pasang surut dan tidak merata di seluruh
wilayah Cina, namun secara rata-rata mengalami pertumbuhan yang sangat mengesankan.
Produksi dari TVEs meningkat dengan rata-rata 22,9 persen pada periode 1978-1994. Secara
nasional, output TVEs pada tahun 1994 mencapai 42% dari seluruh produksi nasional.
Sedangkan untuk volume ekspor, TVEs memberikan kontribusi sebesar sepertiga dari volume
total ekspor Cina pada tahun 1990-an (Pamuji, 2004).
Dilihat dari sisi perdagangan secara angka di atas kertas memang masih terlihat bahwa ekspor
kita masih surplus dibanding Cina. Menurut data yang diperoleh dari Dubes RI di China, bahwa
tepatnya sampai dengan 3 Agustus 2004 dilihat dari sudut pandang perdagangan luar negeri
China, saat ini Indonesia merupakan negara tujuan ekspor urutan ke-17 dengan nilai 2,66 miliar
dollar AS atau 1,03 persen dari total ekspor China yang mencapai nilai 258,21 miliar dollar AS.
Indonesia juga menjadi negara asal impor ke-17 bagi China dengan nilai ekspor 3,44 miliar
dollar AS (Osa, 2004).
Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan tampak bahwa barang-barang produksi Cina terlihat di
mana-mana. Kita tidak menutup mata bahwa banyak produk dari negeri panda tersebut yang
masuk secara ilegal ke Indonesia sehingga tidak ikut tercatat secara resmi dalam laporan
tersebut. Namun penjelasan dari Ketua Umum Kadin Indonesia Komite Cina, Sharif Cicip
Sutardjo sangat masuk akal. Sebagaimana dikutip dari wawancara dengan Sinar Harapan
dijelaskan bahwa ekspor Indonesia ke Cina memang besar namun sebagian besar merupakan
bahan mentah dengan jumlah item yang sangat sedikit, kurang lebih hanya 15 item seperti migas,
CPO, karet, kayu, dan lain-lain. Sedangkan dari Cina kita mengimpor ratusan item, mulai dari

ampas, hasil pertanian, peralatan sampai ke motor dan mobil. Sebagian besar perusahaan yang
menghasilkan produk-produk itu semua di Cina hanyalah industri swasta, UKM atau TVEs
(www.sinarharapan.co.id/ ekonomi/industri/2003/1224/ind2.html).
Kenyataan ini sungguh berkebalikan dengan keadaan UKM kita yang kurang diberdayakan
padahal memiliki potensi yang sangat besar. Jumlah UKM mencakup 99 % dari total seluruh
industri di Indonesia dan menyerap sekitar 56 % dari jumlah total seluruh pekerja Indonesia
(Rochman, 2003). Untuk itu sangat perlu kita lihat upaya apa saja yang telah dilakukan oleh
pemerintah Cina untuk memajukan industri swasta khusunya UKM, mengingat UKM kita juga
sebenarnya punya kemampuan. Hal ini terbukti pada saat krisis moneter justru sektor UKM yang
mampu bertahan.
Usaha Pemerintah Cina yang Dirintis Sejak Lama
Apa yang sekarang Cina nikmati dari industrinya terutama TVEs merupakan hasil usaha
bertahun-tahun. Pada tahun 1986 dipimpin oleh State Science and Technology Commission
(SSTC) Cina memperkenalkan Torch Program yang bertujuan untuk mengembangkan
penemuan-penemuan dan penelitian-penelitian oleh universitas dan lembaga riset pemerintah
untuk keperluan komersialisasi. Hasil yang diperoleh kemudian ditindaklanjuti dengan membuat
New Technology Enterprises (NTEs). Selanjutnya SSTC mengembangkan 52 high-tchnology
zones yang serupa dengan research park di Amerika dengan bertumpu pada NTEs tadi (Mufson,
1998). Walaupun NTEs ini bersifat perusahaan bersakala besar namun kedepannya memiliki
peran sebagai basis dalam pengembangan teknologi untuk industri-industri kecil dan menengah.
Pemerintah Cina kemudian masih dengan SSTC mengeluarkan kebijakan untuk mendukung
TVEs yang disebut sebagai The Spark Plan. Kebijakan ini terdiri dari 3 kegiatan utama yang
berangkaian. Pertama, memberikan pelatihan bagi 200.000 pemuda desa setiap tahunnya berupa
satu atau dua teknik yang dapat diterapkan di daerahnya. Kegiatan kedua dilakukan dengan
lembaga riset di tingkat pusat dan tingkat provinsi guna membangun peralatan teknologi yang
siap pakai di pedesaan. Dan yang ketiga adalah dengan mendirikan 500 TVEs yang berkualitas
sebagai pilot project (Pamuji, 2004).
Pemerintah Cina juga berusaha menempatkan diri sebagai pelayan dengan menyediakan segala
kebutuhan yang diperlukan oleh industri. Mulai dari hal yang paling essensial dalam memulai
sebuah usaha yaitu birokrasi perizinan yang mudah dan cepat, dimana dalam sebuah artikel
dikatakan bahwa untuk memulai usaha di Cina hanya membutuhkan waktu tunggu selama 40
hari, bandingkan dengan Indonesia yang membutuhkan waktu 151 hari untuk mengurus
perizinan usaha (www.suaramerdeka.com/harian/0503/01/eko07.htm).
Tidak ketinggalan infrastruktur penunjang untuk memacu ekspor yang disiapkan oleh pemerintah
Cina secara serius. Bila pada tahun 1978 total panjang jalan raya di Cina hanya 89.200 km, maka
pada tahun 2002 meningkat tajam menjadi 170.000 km. Untuk pelabuhan, setidaknya saat ini
Cina memiliki 3.800 pelabuhan angkut, 300 di antaranya dapat menerima kapal berkapasitas
10.000 MT. Sementara untuk keperluan tenaga listrik pada tahun 2001 saja Cina telah mampu
menyediakan sebesar 14,78 triliun kwh, dan saat ini telah dilakukan persiapan untuk membangun
PLTA terbesar di dunia yang direncanakan sudah dapat digunakan pada tahun 2009 (Wangsa,
2005).

SDM Terbaik Sebagai Pengusaha


Dalam hal SDM untuk dunia usaha Cina juga tidak tanggung-tanggung dalam mengarahkan
orang-orang terbaiknya untuk menjadi pengusaha yang handal. Sejak tahun 1990-an, Cina telah
mengirimkan ribuan tenaga mudanya yang terbaik untuk belajar ke beberapa universitas terbaik
di Amerika Serikat, seperti Harvard, Stanford, dan MIT. Di Harvard saja, Cina telah
mengirimkan ribuan mahasiswanya untuk mempelajari sistem ekonomi terbuka dan kebijakan
pemerintahan barat, walaupun Cina masih menerapkan sistim ekonomi yang relatif tertutup.
Sebagai hasilnya, Cina saat ini telah memiliki jaringan perdagangan yang sangat mantap dengan
Amerika, bahkan memperoleh status sebagai The Most Prefered Trading Partner (Kardono,
2001).
Pemerintah Cina juga membujuk para overseas Chinese scholars and professionals, terutama
yang sedang dan pernah bekerja di pusat-pusat riset dan MNCs di bidang teknologi di seluruh
penjuru dunia untuk mau pulang kampung dan membuka perusahaan baru di Cina. Mantanmantan tenaga ahli dari Silicon Valley dan IBM ini misalnya, diharapkan nantinya juga akan
dapat mempermudah pembukaan jaringan usaha dengan MNCs ex-employer lainnya yang
tersebar di seluruh dunia (www.mail-archive.com/bhtv @paume.itb.ac.id/msg00042.html). Tentu
saja bujukan itu dilakukan dengan iming-iming kemudahan dan fasilitas untuk memulai usaha,
seperti insentif pajak, kemudahan dalam perizinan, dan suntikan modal.
Indonesia Harus Bisa Mengambil Pelajaran dari Cina
Kita sebaiknya bisa belajar dari kesuksesan Cina mengembangkan dunia usaha dan industrinya.
Hal ini jauh lebih baik ketimbang hanya menggerutu melihat produk-produk Cina yang
membanjiri pasar dalam negeri. Merajalelanya produk-produk Cina dengan harga yang murah
dan berkualitas harus dilihat tidak hanya sebagai ancaman, namun juga sebagai pemicu agar
Indonesia bisa bergerak ke arah perbaikan. Pada kesempatan ini penulis dengan keterbatasan
kapasitas yang dimiliki akan mencoba merumuskan beberapa masukan berupa langkah yang
sebaiknya kita tempuh berkaitan dengan apa yang telah dilakukan dan diraih oleh Cina.
Pertama, yaitu kita harus mencoba mengkaji kebijakan-kebijakan Cina dalam perekonomian
khususnya dalam memajukan dunia usahanya. Setelah itu dirumuskan manakah yang bisa dan
tepat untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini mengingat keadaan , latar belakang, dan budaya Cina
yang tidak sama dengan Indonesia.
Langkah kedua yang bisa ditempuh adalah dengan mempererat hubungan kerja sama dengan
Cina, tidak saja dalam ekonomi namun juga pada bidang-bidang lainnya yang dianggap penting.
Dalam bidang ekonomi dan keamanan misalnya dengan membuat nota kesepahaman tentang
kerjasama dalam penanganan penyelundupan di kedua negara. Bentuk kerjasama yang lain
misalnya adalah dengan melakukan sinergi industri antara kedua negara. Seperti yang sudah
berjalan pada industri lilin antara Indonesia dan Cina, dimana terdapat kesepakatn tidak tertulis
dalam pembagian fokus industri, dengan pembagian industri hulu dan menegah yang ditangani
Indonesia sedangkan hilir dipegang oleh Cina.
Ketiga, adalah dengan menciptakan budaya wirausaha di Indonesia. Hal ini bisa dilakukan
dengan meniru langkah pemerintah Cina dengan kebijakan-kebijakannya dalam merangsang
munculnya para pengusaha-pengusaha baru. Akan tetapi apabila dilihat lebih cermat, sebenarnya
yang menjadi masalah utama di Indonesia terletak pada paradigma berpikir masyarakatnya. Di

Indonesia hampir tidak ada kita kita lihat keinginan yang besar dari kalangan terdidik untuk
menjadi pengusaha.
Penyebabnya bisa jadi karena malas dan takut mengambil resiko untuk berjuang dari nol apabila
menjadi pengusaha. Masyarakat kita juga pada umumnya menaruh simpati yang lebih besar pada
profesi-profesi yang secara praktis terlihat ekslusif, seperti dokter, akuntan, dan pengacara
dibanding dengan wirausaha. Keadaan ini lebih diperburuk dengan sistem pendidikan kita yang
cenderung mengabaikan pelajaran tentang kewirausahaan dan kepemimpinan. Hal ini sangat
berkebalikan dengan budaya wirausaha yang sangat kental dari penduduk Cina.Langkah keempat
adalah dengan memaksimalkan peran akademisi yaitu peneliti untuk menunjang dunia usaha.
Selama ini diantara banyak kendala dunia usaha kita terutama UKM, yang paling besar adalah
dari sisi teknologi dan metode yang tidak efisien dan jauh tertinggal dari pesaingnya di luar
negeri. Untuk itu kiranya para peneliti mau turun dari menara gading untuk mau membantu
penelitian industri-industri di Indonesia. Sudah saatnya penelitian yang dilakukan bisa lebih
membumi sehingga dapat juga dinikmati oleh industri-industri kecil dan menengah.
Penutup
Demikianlah pembahasan yang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan iklim usaha di Cina
yang merupakan salah satu unsur utama pendorong perekonomian Cina hingga bisa menjelma
menjadi raksasa perekonomian dunia. Walaupun tidak semuanya pas diterapkan di Indonesia,
namun setidaknya beberapa langkah-langkah Cina yang telah terbukti berhasil tidak ada salahnya
untuk diikuti dan dipraktekkan di Indonesia.
Seluruh komponen mulai dari pemerintah, akademisi, peneliti, pengusaha, dan warga masyarakat
umum harus ikut serta memikirkan dan bekerja keras mencari solusi terbaik untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialami negara kita tercinta ini. Setiap pihak
hendaknya berusaha memberikan yang terbaik sesuai dengan bidang dan kemampuan yang
dimilikinya masing-masing. Akhir kata penulis berharap tulisan yang sederhana ini dapat
berguna dan bermamfaat. (MuhammadSubair)

Daftar Pustaka
1. Kardono, 2001,Fokus PT. Dirgantara Indonesia Dalam Industri Penerbangan Untuk
Meraih Keunggulan, Available, http://www.indonesian-aerospace.com/book/d16.htm, 23 Maret
2001
2. Mufson S., 1998, In China, professor leads a high-tech revolution, Artikel Koran
Washington Post, Washington ,10 Juni 1998
3. Osa S., 2004, Hubungan Perdagangan China-Indonesia Pantas Dipelihara, Artikel
Koran Kompas, 18 Agustus 2004
4. Pamuji N., 2004, Diplomasi Cina, Indonesia dan Presiden Baru, Available,
http://www.mail-archive.com/ ekonomi-nasional@yahoogroups.com/ msg00156.html, 30
September 2004
5. Rochman, N. T., 2003, Memperkuat Industri Rakyat : Mendewasakan SDM Unggul,
Berita IPTEK LIPI, 5 November
6. Sarnianto P., 2004, Sang Naga Merah yang Kian Tak Tertahankan, Artikel Majalah
Swa, Jakarta, 9 Desember 2004

7. Sinar Harapan, 2003, Pemain Utama Cina Segera Masuk ke Indonesia, Available,
www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2003/1224/ind2.html
8. Suara Merdeka, 2001, Birokrasi Panjang Penyebab PMA Turun, Available,
http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/01/eko07.htm, 1 Maret 2005
9. Suyitno S., 2003, Belajar Dari Negara Cina (Creating World-Class New-Start-up
Entrepreneur), Available, http://www.mail-archive.com/bhtv @paume.itb.ac.id/msg00042.html,
Juli 2003
10. Wangsa L. M. S., 2005, Membangun Infrastruktur Ala Cina, Available,
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=103866, 25 Februari 2005
http://bair.web.ugm.ac.id/Rahasia_Dibalik_Kesuksesan_Produk_Cina.htm

Indonesia mitra dagang yang menguntungkan bagi China

Tinggi peminat, barang manufaktur asal China banjiri Kemayoran

Virus flu burung H7N9 ternyata kebal obat

Merdeka.com - Di pelbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia, produk buatan China
membanjiri pasar. Namun berkembang anggapan bahwa kualitas barang-barang Negeri
Tirai Bambu itu tidak begitu bagus.
Ketua Persatuan Pengusaha Tionghoa Indonesia Richard Tan menampik anggapan itu. Dia
mengakui jika produk-produk China berharga murah. Namun soal kualitas, itu hanya
pandangan masyarakat lantaran belum terbiasa. Dia membandingkannya dengan nasib
produk Jepang di Tanah Air pada era 1970-an yang juga dipandang sebelah mata oleh
konsumen.
"Dulu 30 tahun lalu kita lihat barang Jepang juga dianggap murahan, tapi sekarang kita lihat
teknologinya. Produk China itu murah karena kita sesuaikan teknologinya, mau motor harga
Rp 20 juta bisa, minta yang Rp 10 juta juga bisa. Jadi murah dengan murahan itu berbeda,"
ujarnya di JIExpo, Kemayoran, Kamis (30/5).
Richard membeberkan rahasia kenapa produk China saat ini diekspor ke seluruh dunia. Dia
menilai, pengusaha di negara itu bisa memenuhi permintaan pasar dengan rentang harga
bervariasi. Ongkos produksi ditekan karena memakai sistem perusahaan rumahan alias
usaha kecil menengah.

"Perusahaan China itu menyesuaikan yang mengorder, jadi mengikuti tren pasar, dia pun
dituntut pasar domestik yang tinggi, satu miliar penduduk. Itu sebabnya dari China ada
berbagai variasi handphone, kenapa semua konsumen diharuskan membeli yang harga Rp
10 juta sedangkan butuhnya di spesifikasi yang sama ada Rp 700.000," paparnya.
China saat ini juga memasuki pasar manufaktur maju, seperti otomotif, elektronik, dan
teknologi informasi. Richard menilai, selain variasi harga, produk dari Negeri Panda itu di
masa depan akan menguasai pasaran dunia karena mudah dipakai konsumen.
"Barang China itu user friendly, mudah dipakai, dan mudah direparasi," kata Richard.
Berdasarkan data resmi yang dirilis pemerintah China, pada periode Desember 2012,
perdagangan ekspor China naik 14,1 persen dibanding tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi China tahun ini diprediksi meningkat 8,5 persen. Artinya, arus
produk dari China ke Tanah Air juga berpeluang lebih besar.
Tahun lalu, nilai perdagangan Indonesia-China sebesar USD 600 juta. Total impor
nonmigas Indonesia terbesar berasal dari China, mencapai USD 26 miliar.

http://www.merdeka.com/uang/ini-rahasia-di-balik-harga-murah-produk-buatan-china.html
Merek Indonesa sering dianggap remeh, sering juga ditempatkan dalam kasta terendah, hal
ini yang membuat para inovator atau pengusaha dari dalam negeri memutar otak, agar
produk yang dipunyai bisa laku didalam negeri. Banyak cara yang dilakoni seperti
mengganti nama merek menjadi merek asing minimal biar keren dan tidak
mengidentifikasikan buatan likal, tragis. Dari pemberian nama asing terkadang
menghasilkan produk sendiri dan ini menjadi panutan bagi produk lokal lain yang ingin laku
didalam dan diluar negeri.
Advan contohnya, di tengah sengitnya persaingan industri komputer yang didominasi brand
asing. Advan hadir dengan klaim sebagai brand komputer lokal yang siap bersaing dengan
para pesaing asing. Ketika banyak brand asing menyajikan keunggulan teknologi yang
harus dibayar dengan harga mahal, Advan sudah mendiverfikasi produknya menjadi
beberapa jenis. Seperti Televisi Plasma, Notebook, Deskbook, Tablet PC, SmartPhone dan
digital asesories (Speaker, USB, Flash disk, Mp3, Mp4, UPS).

Sepintas kita terasa bangga dengan made in Indonesia yang diusung namun benarkah
Advan buatan Indonesia? banyak yang mengatakan Advan hanyalah merek dan
sebenarnya pabriknya berada di China sedang komponen elektronikanya berasal dari
Jerman. Jadi dengan pernyataan itu jelas Advan bukan merek Indonesia, eits tunggu dulu
mari kita lihat Apple, Apple tak punya pabrik Amerika Serikat, dulu sebelum Steve Job
meninggal, presiden Amerika Serikat Obama sempat meminta Steve Jobs untuk
memindahkan pabriknya Di China ke Amerika Serikat saat krisis ekonomi 2008 menerjang
namun Jobs menolaknya karena alasan biaya dan lainnya. Mungkin ada pembantahan
lainnya dengan mengatakan chip dan bagian elektroniknya yang lain dibuat Apple tapi ini
juga salah chip yang dipakai di Apple adalah buatan samsung jadi tak ada yang dibuat
Apple, salah juga karena Apple melalui produknya menjual desain dan fitur teknologi yang
belum ada saat ini , jadi Apple terlihat mudah sebagai pabrikan Amerika Serikat.
Seperti itulah produk jaman sekarang, untuk produksi mereka masih mencari lokasi terbaik
untuk mendirikan pabrik, lokasi terbaik terdiri dari infrastruktur yang baik, UMR yang murah,
dan tentu birokrasi yang bersahabat, faktor-faktor itu tentunya menjadi madu yang dicari,
untuk hal ini China, Malaysia masih menjadi lokasi favorit, Indonesia mungkin masih
menjadi favorit namun dengan gejolak politik agak mengerem berkembangnya investasi di
Indonesia menjadi lebih baik.
Advan sebagai produk PT Intech Surya Abadi, juga menerima berbagai penghargaan
sebagai brand lokal Notebook Lokal Terinovatif Penghargaan Khusus PCplus, belum
lagi prestasi Advan lewat Tablet Vandroidnya sangat fenomenal. Pada Techlife Innovative
Award, Advan mendapat penghargaan sebagai Best Innovative Tabletuntuk
kategori Nasional Brand pada awal Desember 2012 lalu. Selanjutnya Majalah Marketing
mengganjar performa Advan dengan Award, Most Recommended Brand 2012.
Jadi Advan sudah Indonesia tanpa harus membangun pabrik produksi Indonesia sudah
rasa Indonesia, seperti Apple yang produksi berada pada Foxconn di Taiwan tapi rasa
Amerika Serikat.
salam cinta produk-produk Indonesia
twiiter : @minesiastore

http://www.kompasiana.com/madeinindonesia/benarkah-klaim-advan-sebagai-made-inindonesia_552a7be9f17e61a011d6249a

Anda mungkin juga menyukai