Anda di halaman 1dari 9

Inti dari Penyadapan

Rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK semakin jelas dan tidak terbantahkan


setelah Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman pembicaraan telepon Anggodo
Widjaja dengan beberapa orang. Anggodo adalah adik Direktur PT Masaro Radiokom
yang kini menjadi buron KPK dalam kasus korupsi pengadaan alat komunikasi di
Departemen Kehutanan. Rekaman percakapan 4,5 jam itu dibuka dalam sidang di MK,
Selasa (3-11).

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, salah satu tokoh yang


menyediakan diri menjadi penjamin Bibit-Chandra, mengemukakan rekaman tersebut
menunjukkan betapa bobroknya penegakan hukum di Indonesia. Kuasa hukum pimpinan
nonaktif KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Bambang Widjojanto,
mengatakan rekaman tersebut menunjukkan Anggodo sebagai pemain utama dalam
mengkriminalisasi KPK.

Dalam rekaman tersebut, beberapa kali Anggodo mengatur berita acara


pemeriksaan (BAP). Bahkan, nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa kali
disebut. Anggodo dan Putra Refo (salah satu Direktur PT Masaro Radiokom), dalam
rekaman tersebut, juga mengekspresikan kegembiraan mereka berdua saat menyaksikan
Bibit-Chandra ditahan polisi. Yang tak kalah mengerikan, ada ancaman untuk membunuh
Chandra M. Hamzah. Itu terekam dalam perbincangan antara Anggodo dengan seorang
pria.
Analisis (Logis)

Perdebatan dan adu opini terkait posisi Chandra-Bibit terus saja muncul di tengah
upaya Tim 8 melakukan klarifikasi di kasus ini. Dua opini besar saling berhadap-
hadapan, yang satu berupaya menghentikan penyidikan dengan mengeluarkan Surat
Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), yang lain berupaya untuk meneruskan hingga
P21 alias masuk ke pengadilan.

Dua sasaran tersebut memang cukup penting terutama bagi Polri maupun
Chandra-Bibit. Bagi Polri, jelas dengan meneruskan perkara dua komisioner KPK (non
aktif) ini ke meja pengadilan, menjadi pertaruhan kepolisian yang sedari awal bersikukuh
Chandra-Bibit bersalah.

Hal yang sama penting bagi Chandra-Bibit untuk mengharap SP3 atas kasus yang
menjeratnya. Karena, jika perkara keduanya jalan terus ke pengadilan, status tersangka
yang disandang figur yang memiliki pendukung sejuta lebih di jejaring sosial Facebook
ini akan naik menjadi tersangka. Untuk status ini pula, yang saat ini keduanya
perjuangkan melalui sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui uji materi UU KPK
tentang mundurnya komisioner KPK. Selain persoalan status keduanya di KPK, kondisi
ini pula dimaknai sebagai upaya kriminalisasi KPK.

Dua usulan tersebut kini masuk ranah publik. Di kubu polri suara yang
mendukung agar kasus Chandra-Bibit masuk ke pengadilan nyaring muncul. Alasannya,
untuk menjernihkan karut marut Chandra-Bibit hanya melalui pintu pengadilanlah
sebagai cara yang tepat untuk menyelesaikannya.

Lain lagi dengan kubu Chandra-Bibit yang berkeinginan untuk menghentikan


kasus ini karena beralasan tak cukup bukti untuk menjerat Chandra-Bibit, apalagi hingga
ke pengadilan. Saksi kunci satu-satunya dalam kasus ini Ari Muladi, telah merevisi Berita
Acara Pemeriksaan (BAPK) tertanggal 15 Juli yang menyebutkan Chandra-Bibit
menerima suap dari Anggoro Widjojo.
Justru dalam perkembangannya, termasuk informasi ke Tim 8, Ari Muladi
mengaku tak kenal dengan Chandra-Bibit. Dana dari Anggoro justru ia serahkan ke pihak
ketiga yaitu Yulianto yang hingga kini tak jelas juntrungannya. Pernyataan ini
menganulir pernyataan dirinya dalam BAP tertanggal 15 Juli.

Namun di tengah menguatnya desakan antara SP3 atau P21, Tim 8 yang dibentuk
Presiden SBY untuk mengklarifikasi dan memverifikasi kasus Chandra-Bibit ini menilai
terjadi missing link aliran dana dari Ari Muladi ke pimpinan KPK. Kondisi ini dalam
pandangan Tim 8, kasus Chandra-Bibit hanya akan sia-sia jika dibawa ke pengadilan.

Tim 8 baru akan mengambil keputusan apakah kasus Chandra diteruskan atau
tidak hingga selesai pemeriksaan kasus Chandra-Bibit. “Untuk membongkar seluruh
perkara dan bagaimana membenahi negara hukum kita, membenahi kembali aparatur kita
baik polisi, jaksa, hakim maupun KPK saya kira belum cukup. Masih butuh panjang
lagi,” ujarnya.

Dalam pemeriksaan Antasari Azhar, bekas Ketua KPK oleh Tim 8 terungkap
testimoni yang selama ini beredar yang dikenal dengan ‘Testimoni Antasari’ ternyata
merupakan testimoni miliki Anggoro Widjojo. Dua pilihan antara SP3 dan P21 jelasnya
memiliki implikasi penting dalam kasus Chandra-Bibit. Jika kasus Chandra-Bibit di-SP3,
jelas polisi kehilangan muka yang dari awal bersikukuh Chandra-Bibit bersalah. Hal yang
sama jika kasus Chandra-Bibit lanjut hingga P21, polisi dan kejaksaan juga harus
mempertaruhkan alat bukti kuat untuk menjerat keduanya. Jika ternyata alat bukti lemah,
polisi akan kehilangan muka. Jadi, polisi pilih mana SP3 atau P21 yang sama-sama
berisiko.
Etis (Bersikap tidak maton atau berpatokan atau asal saja sehingga
semborono/ngawur)

Kemunculannya tak seheboh Anggodo Widjojo. Namanya Ari Muladi. Inilah


saksi kunci untuk menentukan siapa yang harus masuk bui dalam kasus penyuapan,
pemerasan, korupsi di KPK. Hampir lima jam, Sabtu (7/11) Ari Muladi berada di kantor
Wantimpres. Dia berdua saja dengan pengacaranya, Sugeng Teguh Santosa.

Dalam kasus yang memobilisasi ratusan juta emosi rakyat Indonesia, yang
melibatkan tiga institusi penegak hukum, KPK, Kejaksaan dan Polri, makin mengerucut
pada satu nama: Ari Muladi.
Memang, Ari tak seheboh Anggodo Widjojo. Kenapa?
Sederhana saja. Ari tidak disadap, dan kalaupun disadap, rekamannya tidak
diperdengarkan secara nasional, melalui sebuah majelis yang terhormat: Mahkamah
Konstitusi.

Coba saja cermati, kenapa polisi tak juga menahan Anggodo. Jawabannya sudah
gamblang, polisi tidak bisa memformulasikan keinginan besar jutaan orang untuk
menahan Anggodo. Dari 4,5 jam rekaman yang diperdengarkan, Anggodo hanya
berhubungan dengan satu pejabat resmi saja. Namanya Wisnu Subroto. Selebihnya, ada
Yuliana, ada Putranevo, ada Bonaran, ada seseorang dan entah siapa lagi. Anggodo
memang arogan. Sebab, dengan suara serak-serak basahnya itu, dengan santai saja dia
menyebut istilah Truno 3, Ritonga, juga beberapa nama lain.

Enteng saja Anggodo menyebutnya. Kenapa?


Ya, karena Anggodo waktu itu tidak tahu bahwa dia disadap. Yang dia tahu, saat itu dia
bicara dengan teman dekatnya orang yang dia kenal. Yang, tentu saja dia bisa menyebut
nama siapa saja yang dia mau dalam obrolan itu.
Inilah bedanya kasus rekaman Anggodo, dengan kasus rekaman yang lain.
Yang pertama dulu mencuat adalah kasus telepon mirip-mirip Habibie dan AM Ghalib.
Waktu itu heboh dan bergulir di DPR.

Habibie goyang. Pasti. Kenapa? Karena waktu menelepon, Habibie masih sah
sebagai pejabat Kepala Negara. Dan, Andi Ghalib sah sebagai Jaksa Agung. Ini adalah
pembicaraan dua orang yang memegang otoritas besar.

Lalu, rekaman Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri Gunawan. Di pengadilan,
rekaman ini menguatkan tuduhan telah terjadi konspirasi dan makin membuat Artalyta.
Dan, ini menambahi hukuman bagi keduanya.
Kenapa? Jelas sekali posisinya: Artalyta adalah orang yang sedang berpekara dan Jaksa
Urip yang menangani.

Nah, sekarang Anggodo itu siapa? Yang ditelpon juga siapa?

Jadi, semakin terkuak konspirasi seperti apa yang terjadi di balik konflik yang melibatkan
dua lembaga: KPK dan Polri. Yaitu, ada seseorang yang mau menyuap agar terbebas dari
kasusnya, ada orang yang menerima uang suap, dan sekarang tinggal disebutkan saja
uang suap itu masuk ke kantong siapa?

Di sinilah mengerucut nama Ari Muladi. Dialah yang terus menerus disebut Anggodo
sebagai orang yang menerima uang dari Anggoro, kakaknya Anggodo. Dan, Sabtu (7/11)
kemarin, Ari Muladi mengakui itu. Yang menjadi masalah, pernyataan Ari Muladi selalu
berubah-ubah. Dari tiga keterangannya, dia menyampaikan hal berbeda. Terutama soal
uang yang katanya akan diberikan kepada Bibit Samad Riyanto. Dalam keterangan usai
diperiksa Tim 8, Ari mengaku memberikan uang sebesar Rp 400 juta melalui Yulianto
untuk Bibit.
Nah, keterangan berbeda disampaikan Ari melalui siaran persnya. Dalam siaran
pers yang ditandatangani kuasa hukumnya, Sugeng Teguh Santoso itu, Ari menyebut saat
bertemu dengan Anggodo, dirinya diberitahu besaran angka untuk Bibit adalah sebesar
Rp 1,5 miliar.

Keterangan berbeda juga disampaikan Ari dalam wawancara ekslusifnya dengan Koran
Tempo. Di situ dia menyebut, Bibit mendapat dana sebesar Rp 1 miliar. Penyerahan dana
itu dilakukan Ari di Restoran Tomodachi, Bellagio melalui perantara Yulianto. Entah
versi mana yang benar. Yang jelas, ada tiga poin penting yang nanti akan membuka siapa
kriminali dalam kekisruhan kasus di KPK ini.

Satu, telah terjadi penyerahan uang untuk menyuap pimpinan KPK. Dua, ada proses
penyerahan uang kepada pimpinan KPK melalui perantara. Tiga, kemana sekarang uang
itu berada??
Estetis (mencari yang enak, tanpa menyebabkan tidak enak pada orang lain)

Dua kutub antara Polri dan Chandra-Bibit terus melakukan konfrontasi. Masing-
masing pihak mengeluarkan kartu truft. Jika sebelumnya posisi menguntungkan bagi
Chandra-Bibit, setelah pemutaran rekaman Anggodo Widjojo. Lalu giliran polisi buka-
bukaan di Komisi III DPR. Kasus Chandra-Bibit kian rumit.

Perang opini antar pihak Chandra-Bibit dengan pihak kepolisian kian memanas.
Setelah pembentukan Tim 8, pemutaran percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah
nama, suasana kian mendidih. Apalagi, kepolisian telah membuka informasi terbaru
terkait kasus Chandra-Bibit. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kepolisian RI
dengan Komisi III DPR. Kapolri menyebutkan sebanyak Rp17 miliar mengalir ke
sejumlah pejabat KPK dan seorang mantan menteri MK.

Kapolri juga menyebutkan secara detil aliran dana itu mengalir ke sejumlah nama.
Dana itu mengalir ke orang berinisial J (1 miliar), S (1,5 miliar), Mr X (250 juta), CH (1
miliar), dan penyidik (400 juta). Untuk pembuktiannya, kata Kapolri, ada komunikasi,
ada mobil-mobil yang dipakai oleh yang bersangkutan di Bellagio, dan Pasar festival
Jakarta.

Hubungan via telepon, antara Ari Muladi dengan pimpinan KPK, jelas ada 29
kali, 94 kali, 27 kali, 13 kali, 88 kali, dan 16 kali. Semua ada, tetapi belum bisa
disampaikan hanya sampai modus operandi bagaimana Ari Muladi dan Edy masuk ke
KPK. Polri juga mengaku memiliki bukti atas kasus ini baik berupa rekaman percakapan
dan sejenisnya. Pernyataan Kapolri di RDP Komisi III jelas memukul balik kubu
Chandra-Bibit. Justru menilai pernyataan Kapolri tidak akurat dan tidak bertanggung
jawab. Hal ini dibantah langsung oleh Bibit dan Chandra dalam jumpa pers khusus
merespon pernyataan Kapolri.
Kasus Chandra-Bibit verus kepolisian ini benar-benar masuk ranah perang opini.
Karena sejak perseteruan Cicak versus Buaya ini mengemuka, baru satu alat bukti yang
dimunculkan ke publik terkait dengan percakapan Anggodo dengan sejumlah pihak di
persidangan Mahakamh Konstitusi (MK) meskipun harus dibuktikan validitasnya.
Pihak Kepolisian yang selama ini menyangkakan terhadap Chandra-Bibit terkait
penerimaan dana dari Anggoro Widjojo ada baiknya menyampaikan bukti-bukti itu ke
publik. Tujuannya, agar tidak memperpanjang polemik tak produktif cicak versus buaya
ini.
TUGAS PANCASILA

ADHLI AKBAR
07.06.20.1424

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2009

Anda mungkin juga menyukai