Anda di halaman 1dari 17

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A

Karies Gigi

1. Definisi Karies Gigi


Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel,
dentin, dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Jaringan gigi mengalami kalsifikasi yang ditandai
oleh demineralisasi dari bagian inorganik dan destruksi dari substansi organik gigi
(Pintauli dan Hamada, 2008).
2. Etiologi Karies Gigi
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit
menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama
beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu
adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada empat
faktor utama yang memegang peranan yaitu, faktor host (tuan rumah), agen
(mikroorganisme), substrat (diet), dan faktor waktu (Pintauli dan Hamada, 2008).

Gambar II.1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial


yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu.
a. Faktor host atau tuan rumah

Terjadinya karies gigi antara lain dibutuhkan tuan rumah yang rentan.
Lapisan keras gigi terdiri dari enamel dan dentin, dimana enamel adalah lapisan
yang paling luar, dan seperti diketahui karies selalu dimulai dari lapisan luar. Oleh
karena itu, enamel sangat menentukan proses terjadinya karies (Pintauli dan
Hamada, 2008).
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur
enamel, faktor kimia, dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat
rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk disini,
terutama pada pit dan fisur yang dalam. Disamping itu bentuk lengkung gigi yang
tidak teratur dengan adanya gigi berjejal dan permukaan gigi yang kasar juga
dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi
(Sihite, 2011).
b.

Faktor agen atau mikroorganisme


Plak gigi memegang peranan penting dalam proses karies gigi dan dalam

proses inflamasi jaringan lunak sekitar gigi. Efek merusak ini terutama
disebabkan karena kegiatan metabolisme mikroorganisme di dalam plak gigi
tersebut. Streptococcus mutans diakui sebagai penyebab utama karies karena
mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam). Plak adalah
suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang
biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi
yang tidak dibersihkan (Pintauli dan Hamada, 2008).
c.

Faktor substrat atau diet

Diet dalam kesehatan gigi dapat dilihat dalam beberapa segi. Pertama efek
makanan di dalam rongga mulut yaitu efek lokal pada waktu makanan dikunyah
sebagai tahap awal pencernaan, dan yang kedua diet mempunyai efek sistemik
setelah nutrien di dalam makanan dicerna dan diabsorpsi. Faktor substrat atau diet
dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan
kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel (Pintauli dan
Hamada, 2008).
Penelitian

Vipeholm

menyimpulkan

bahwa

faktor

makanan

yang

dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi, dan


bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi
di mulut, frekuensi makan snacks serta lamanya interval waktu makan (Angela,
2005).
Pembentukan plak gigi dan pembentukan asam berlangsung setiap kali
mengkonsumsi gula dan selama gula tersebut berada di dalam mulut. Resiko
pembentukan plak dan pembentukan asam ditentukan oleh frekuensi konsumsi
gula dan bukan oleh banyaknya gula yang dimakan. Anak yang beresiko karies
tinggi sering mengkonsumsi makan makanan manis diantara jam makan (Angela,
2005).
d.

Faktor Waktu
Setelah seseorang mengkonsumsi makanan mengandung gula, maka bakteri

pada mulut dapat memetabolisme gula menjadi asam dan pH akan turun dari
normal sampai mencapai pH 5 dalam waktu 3-5 menit. pH dapat menjadi normal
karena dinetralkan oleh air liur setelah satu jam. Oleh sebab itu menyikat gigi

segera sesudah makan dapat mempercepat proses kenaikan pH menjadi normal (67) sehingga dapat mencegah proses pembentukan karies (Angela, 2005).
Secara umum karies dianggap merupakan penyakit kronis pada manusia,
yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi dan
diperkirakan antara lain 6-48 bulan (Pintauli dan Hamada, 2008).
3. Faktor Resiko Karies Gigi
Faktor resiko karies dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor primer
dan faktor sekunder. Faktor primer adalah faktor yang berpengaruh langsung
terhadap biofil

seperti saliva, diet, dan fluoride. Sedangkan faktor sekunder

adalah faktor yang mempengaruhi biofilm secara tidak langsung seperti sosial
ekonomi, gaya hidup, riwayat kesehatan gigi, dan sikap kooperatif pasien terhadap
perawatan gigi (Prasetyanti, 2008).
Saliva sebagai salah satu faktor primer resiko karies memiliki peranan
penting dalam kesehatan rongga mulut, dan modifikasi fungsi saliva akan
menyebabkan efek pada jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut. Tingkat
keasaman rongga mulut dapat diperiksa berdasarkan pH saliva. pH kritis saliva
adalah 5,5 sehingga jika pH saliva semakin mendekati angka 5,5 semakin besar
kemungkinan terjadi demineralisasi (Prasetyanti, 2008).
Pengukuran akan resiko atau kerentanan terjadinya karies dapat diukur
menggunakan Snyder Test, yaitu suatu pengukuran kerentanan akan terjadinya
karies yang terutama disebabkan oleh Lactobacilli dan Streptococci dengan
menggunakan media agar snyder ( Pierce, 2011).

4. Mekanisme Terjadinya Karies Gigi


Karies gigi dapat terjadi karena adanya sisasisa makanan yang
mengandung karbohidrat di dalam mulut. Karbohidrat tersebut akan mengalami
fermentasi oleh bakteri flora normal rongga mulut menjadi asam piruvat dan asam
laktat melalui proses glikolisis. Mikroorganisme yang berperan dalam proses
glikolisis adalah Lactobacillus acidophilus dan Streptococcus mutans . Asam
yang dibentuk dari hasil glikolisis akan mengakibatkan larutnya enamel gigi,
sehingga terjadi proses dekalsifikasi enamel atau karies gigi (Wright, 2010).

Gambar II.2

Proses terjadinya karies pada gigi.

5. Klasifikasi Karies
Menurut Tarigan (1993) jenis karies gigi berdasarkan stadium karies
(dalamnya karies) dibagi menjadi :

a. Karies Insipiens

Merupakan karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan terluar
dan terkeras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau
cokelat pada enamel.
b. Karies Superfisialis
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam dari enamel dan
kadang-kadang terasa sakit.
c. Karies Media
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa sakit
bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.
d.

Karies Profunda
Merupakan karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa

sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit secara tiba-tiba
tanpa rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati dan ditambal maka gigi
akan mati, dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama dibandingkan pada
karies-karies lainnya.
Selain

klasifikasi

diatas,

G.V

Black

dalam

Tarigan

(1993)

mengklasifikasikan karies gigi berdasarkan lokasinya, yaitu :


a. Karies Klas I
Lesi Klas I pada ceruk dan fisura dari semua gigi, meskipun lebih ditujukan
untuk premolar dan molar.
b. Karies Klas II

10

Kavitas yang terdapat pada permukaan aproksimal gigi posterior termasuk


kategori Klas II. Kavitas pada permukaan halus atau lesi mesial/distal biasanya
berada dibawah titik kontak yang sulit dibersihkan.
c. Karies Klas III
Bila lesi Klas II khususnya terdapat pada gigi-gigi posterior, lesi Klas III
mengenai gigi-gigi anterior. Karies bisa terjadi pada permukaan proksimal gigi
incicivus dan caninus (sela antar gigi depan) dan belum melibatkan sudut atau tepi
incisal.
d. Karies Klas IV
Karies pada permukanan proksiamal incicivus dan caninus (sela antar gigi
depan) dan sudah melibatkan sudut incisal.
e. Karies kelas V
Karies pada 1/3 gusi (gingival third) permukaan labial (dekat bibir), lingual
(dekat lidah) atau permukaan bukal (dekat pipi) semua gigi.

Saliva
Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit

yaitu sodium, potasium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan


terdiri dari protein yang berperan sebagai enzim, immunoglobulin, antimikroba,
glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam
kesehatan rongga mulut (Purba, 2010).
Saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, di samping itu juga
untuk mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membran mukosa mulut. Di

11

dalam mulut, saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap
pengaruh dari luar, maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan yang
kita makan dapat menyebabkan saliva bersifat asam maupun basa. Peran
lingkungan saliva terhadap proses karies tergantung dari komposisi, viskositas,
dan mikroorganisme pada saliva (Soesilo, dkk, 2005).
1. Komposisi Saliva
Saliva terdiri dari 99,5% air dan 0,5% subtansi yang larut. Beberapa
komposisi saliva adalah :
a. Protein
Beberapa jenis protein yang terdapat didalam saliva adalah :
1) Mucoid
Merupakan sekelompok protein yang sering disebut dengan mucin dan
memberikan konsistensi mukus pada saliva. Mucin juga berperan sebagai
glikoprotein karena terdiri dari rangkaian protein yang panjang dengan ikatan
rantai karbohidrat yang lebih pendek (Purba, 2010).
2) Enzim
Enzim yang ada pada saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva dan beberapa
diantaranya merupakan produk dari bakteri dan leukosit yang ada pada rongga
mulut. Beberapa enzim yang ada di dalam saliva yaitu, amylase dan lysozym
yang berperan dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut (Purba,
2010).

12

3) Protein Serum
Saliva dibentuk dari serum maka sejumlah serum protein yang kecil
ditemukan didalam saliva. Albumin dan globulin termasuk kedalam serum saliva
(Purba, 2010).
4) Waste Products
Pada saliva juga ditemukan sebagian kecil dari waste product pada serum,
urea dan uric acid (Purba, 2010).
b. Ion-ion Inorganik
Ion-ion utama yang ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang
berperan penting dalam pembentukan kalkulus. Ion-ion lain yang memiliki jumlah
yang lebih kecil terdiri dari sodium, potasium, klorida, sulfat dan ion-ion lainnya
(Purba, 2010).
c. Gas
Pada saat pertama sekali saliva dibentuk, saliva mengandung gas oksigen
yang larut, nitrogen dan karbon dioksida dengan jumlah yang sama dengan serum
(Purba, 2010).
d. Zat-zat Aditif di Rongga Mulut
Merupakan berbagai substansi yang tidak ada didalam saliva pada saat
saliva mengalir dari dalam duktus, akan tetapi menjadi bercampur dengan saliva
didalam

rongga

mulut.

Yang

termasuk

kedalam

zat-zat

mikroorganisme, leukosit dan dietary substance (Purba, 2010).

aditif

yaitu

13

2. Fungsi Saliva
Beberapa fungsi saliva antara lain :
a. Sensasi Rasa
Aliran saliva yang terbentuk didalam acini bersifat isotonik, saliva mengalir
melalui duktus dan mengalami perubahan menjadi hipotonik. Kandungan
hipotonik saliva terdiri dari glukosa, sodium, klorida, urea dan memiliki kapasitas
untuk memberikan kelarutan substansi yang memungkinkan gustatory buds
merasakan aroma yang berbeda (Purba, 2010).
b. Perlindungan Mukosa dan Lubrikasi
Saliva membentuk lapisan seromukos yang berperan sebagai pelumas dan
melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi. Mucin
sebagai protein dalam saliva memiliki peranan sebagai pelumas, perlindungan
terhadap dehidrasi, dan dalam proses pemeliharaan viskoelastisitas saliva (Purba,
2010).
c. Kapasitas Buffering
Buffer adalah suatu substansi yang dapat membantu untuk mempertahankan
agar pH tetap netral. Buffer dapat menetralisasikan asam dan basa. Saliva
memiliki kemampuan untuk mengatur keseimbangan buffer pada rongga mulut
(Purba, 2010).
d. Integritas Enamel Gigi
Saliva juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan integritas
kimia fisik dari enamel gigi dengan cara mengatur proses remineralisasi dan
demineralisasi. Faktor utama untuk mengontrol stabilitas enamel adalah

14

hidroksiapatit sebagai konsentrasi aktif yang dapat membebaskan kalsium, fosfat,


dan fluor didalam larutan dan didalam pH saliva (Purba, 2010).
e. Menjaga Oral Hygiene
Saliva berfungsi sebagai self cleansing terutama pada saat tidur dimana
produksi saliva berkurang. Saliva mengandung enzim lysozyme yang berperan
penting dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut (Purba, 2010).

Volume rata-rata saliva yang dihasilkan perhari berkisar 1-1,5 liter. Pada
orang dewasa laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 1-3 ml/menit,
rata-rata terendah mencapai 0,7-1 ml/menit dimana pada keadaan hiposalivasi
ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih rendah dari 0,7 ml/menit. Laju aliran
saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit, dengan ratarata terendah 0,1-0,25 ml/menit dan pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva
kurang dari 0,1 ml/menit (Purba, 2010).
Secara teori saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam
berbagai cara, antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada
permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga
mulut. Selain itu, difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH , dan
fluor ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan
remineralisasi gigi (Soesilo, dkk, 2005). Selain itu, saliva berperan penting dalam
melindungi gigi terhadap serangan asam karena di dalam saliva terdapat beberapa
hal yang berperan untuk melindungi gigi, yaitu terdapatnya ion Ca 2+ dan HPO42yang dapat menggantikan ion yang hilang dari permukaan gigi akibat

15

demineralisasi, terdapatnya pelikel yang melapisi gigi dan melindungi gigi dari
serangan asam (Prasetyanti, 2008).
Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan
kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh
susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan
berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara
5,67,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan ada pH saliva antara lain, rata-rata kecepatan aliran saliva,
mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman (pH)
saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,57,5 dan apabila rongga mulut pHnya rendah antara 4,55,5 akan memudahkan pertumbuhan bakteri asidogenik
seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus (Soesilo, dkk, 2005).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi perubahan derajat keasaman dan
kemampuan buffer dari saliva, yaitu usia, diet, irama siang dan malam,
perangsangan kecepatan eksresi, jenis kelamin, status psikologis, penyakit
sistemik, medikasi tertentu, perubahan hormonal, dan radioterapi (Prasetyanti,
2008).

Perawatan Ortodonti

1. Definisi Perawatan Ortodonti


Perawatan ortodonti adalah salah satu jenis perawatan yang dilakukan di
bidang kedokteran gigi yang bertujuan mendapatkan penampilan dentofasial yang
menyenangkan secara estetika yaitu dengan menghilangkan susunan gigi yang

16

berjejal, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi-geligi,


mengoreksi hubungan antar insisal serta menciptakan hubungan oklusi yang baik
(Bahirrah, 2004).
Menurut Rahardjo (2012), tujuan perawatan ortodonti adalah untuk
mendapatkan :
a.

Kesehatan gigi dan mulut

b.

Estetik muka dan geligi

c.

Fungsi kunyah dan bicara yang baik

d.

Stabilitas hasil perawatan.

2. Macam Peranti Ortodonti


Peranti ortodonti secara garis besar dapat digolongkan menjadi peranti
lepasan (removable appliance), peranti fungsional (functional appliance), dan
peranti cekat (fixed appliance) (Rahardjo, 2012).
a.

Peranti Lepasan (removable appliance)


Pengertian peranti lepasan adalah peranti yang dapat dipasang dan dilepas

oleh pasien. Komponen peranti lepasan adalah komponen aktif, komponen pasif,
lempeng akrilik, dan penjangkaran. Komponen aktif terdiri atas pegas, busur, dan
sekrup ekspansi. Komponen pasif yang utama adalah cengkeram Adams dengan
beberapa modifikasinya, cengkeram Southend, dan busur pendek. Peranti lepasan
dapat juga dihubungkan dengan headgear untuk menambah penjangkaran.
Lempeng akrilik dapat dimodifikasi dengan menambah peninggian gigit anterior
untuk koreksi gigitan dalam maupun peninggian gigit posterior untuk
membebaskan halangan gigi anterior atas pada kasus gigitan silang anterior. Salah

17

satu faktor keberhasilan perawatan dengan peranti lepasan adalah kepatuhan


pasien untuk memakai peranti (Rahardjo, 2012).
b.

Peranti Fungsional (functional appliance)


Peranti fungsional digunakan untuk mengoreksi maloklusi dengan

memanfaatkan , menghalangi, atau memodifikasi kekuatan yang dihasilkan oleh


otot orofasial, erupsi gigi, dan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial. Dengan
menggunakan peranti fungsional diharapkan dapat terjadi perubahan lingkungan
fungsional dalam suatu upaya untuk mempengaruhi dan mengubah relasi rahang
secara permanen. Peranti hanya efektif pada anak yang sedang bertumbuh
kembang terutama yang belum melewati pubertal growth spurt (Rahardjo, 2012).
c.

Peranti Cekat (fixed appliance)


Peranti cekat adalah peranti ortodonti yang melekat pada gigi pasien

sehingga tidak bias dilepas oleh pasien. Peranti ini mempunyai tiga komponen
utama, yakni lekatan (attachment) yang berupa breket (bracket) atau cincin
(band), kawat busur (archwire), dan penunjang (accessories atau auxiliaries)
(Rahardjo, 2012).
3. Komponen Peranti Ortodonti Cekat
a.

Breket
Fungsi breket menyalurkan kekuatan yang dihasilkan oleh kawat busur dan

atau auxiliaries pada gigi. Breket mempunyai slot dengan ukuran lebar
bermacam-macam biasanya 0,018 inci atau 0,022 inci untuk tempat kawat busur.
Breket juga mempunyai sayap (wing) untuk mengikat kawat busur dengan
pengikat (Rahardjo, 2012).

18

Breket dapat dibuat dari baja nirkarat (stainless steel), polikarbonat, keramik
atau kombinasi polikarbonat-keramik serta titanium. Breket dari baja nirkarat
paling sering digunakan karena sifat fisik maupun mekaniknya menguntungkan.
Baja nirkarat mengandung nikel memungkinkan terjadinya reaksi alergi pada
pasien meskipun prevalensinya sangat jarang. Untuk pasien yang alergi nikel,
penggunaan breket titanium merupakan pilihan yang cocok atau dapat juga
menggunakan nickel free bracket (Rahardjo, 2012).
b.

Kawat Busur
Kawat busur memiliki bentuk penampang bulat atau segi empat. Bahan

untuk kawat busur dapat berupa baja nirkarat yang kuat tapi kurang elastic, atau
dapat juga dari nikel titanium (NiTi) yang sangat lentur demikian juga yang
terbuat dari kobalt chromium dan beta titanium (Rahardjo, 2012).
c.

Auxiliaries/accessories
Dalam peranti ortodonti cekat terdapat beberapa jenis accessories yang

dapat digunakan , misalnya modul elastomeric, cincin elastomeric, dan benang


elastic. Modul elastomeric digunakan untuk mengikat kawat busur pada breket,
sedangkan cincin elastomeric dan benang elastic biasanya digunakan untuk
menarik gigi mengikuti kawat busur (Rahardjo, 2012).
4. Keuntungan dan Keterbatasan Peranti Ortodonti Cekat
Sebuah perawatan memiliki keuntungan dan kekurangan atau keterbatasan
masing-masing. Menurut Rahardjo (2012), peranti ortodonti memiliki beberapa
keuntungan, yaitu :

19

a.

Distribusi kekuatan yang bekerja pada gigi dapat dikontrol, misalnya


kekuatan dapat diatur hanya untuk menggerakkan akar gigi.

b.

Beberapa gigi dapat digerakkan dalam waktu yang bersamaan.

c.

Dapat menghasilkan gerakan torque dengan memanipulasi kawat busur atau


memakai pre-adjusted bracket.
Selain keuntungan diatas, menurut Rahardjo (2012) peranti ortodonti cekat

juga memiliki beberapa keterbatasan antara lain :


a.

Pasien lebih sukar untuk memelihara kebersihan mulut.

b.

Karena rumit dibutuhkan pendidikan khusus untuk dapat menggunakan


dengan benar.

c.

Chairside time relatif lama.

d.

Relatif lebih mahal.

5. Karies pada Perawatan Ortodonti Cekat


Perawatan ortodonti dengan peranti cekat dapat meningkatkan resiko
terjadinya karies. Penggunaan peranti ortodonti cekat dapat menyebabkan luka
pada jaringan keras gigi dengan adanya tindakan operatif atau dengan
menyebabkan perubahan pada lingkungan rongga mulut. Bands, brackets, arch
wires, dan komponen ortodonti lainnya dapat dengan mudah mempengaruhi
sensitifitas biologik pada rongga mulut. Salah satunya adalah dengan
meningkatnya akumulasi plak, terutama dibawah bands, pada perbatasan
permukaan komposit yang berdekatan dengan elemen retensi yang adhesive, dan
diantara permukaan komposit dan enamel (Prasetyanti, 2008).

20

Dengan mudahnya pembentukan plak, komponen peranti ortodonti cekat


menyediakan kondisi ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri
yang dapat menghasilkan asam seperti Streptococcus mutans dan Lactobacilli.
Bakteri-bakteri tersebut dapat berkembang biak pada setiap permukan retensi, pit
dan fissure, dan begitu juga pada band dan brackets. S. mutans dan Lactobacilli
merupakan penyebab utama karies, sehingga peningkatan insiden karies pada
pasien ortodonti cekar tidak dapat dihindari (Prasetyanti, 2008).
Pada pasien ortodonti cekat, bagian proksimal dan permukaan licin di
sekitar brackets memiliki resiko lebih besar terhadap pembentukan karies. Salah
satu contohnya apabila resin komposit diletakkan berlebihan dan meluas hingga
daerah proksimal dan tetap ada setelah brackets di bonding, retensi plak akan
sangat meningkat drastis pada area tersebut (Prasetyanti, 2008).

Anda mungkin juga menyukai

  • Burketsdraft210 211
    Burketsdraft210 211
    Dokumen3 halaman
    Burketsdraft210 211
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Resume Mumps
    Resume Mumps
    Dokumen7 halaman
    Resume Mumps
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    LutfiaRatnaningtyas
    100% (1)
  • Lampiran 2
    Lampiran 2
    Dokumen1 halaman
    Lampiran 2
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Gingivitis
    Gingivitis
    Dokumen20 halaman
    Gingivitis
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    LutfiaRatnaningtyas
    100% (1)
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Informed Consent
    Informed Consent
    Dokumen1 halaman
    Informed Consent
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • SEBAB DAN AKIBAT PREMATURE LOSS
    SEBAB DAN AKIBAT PREMATURE LOSS
    Dokumen30 halaman
    SEBAB DAN AKIBAT PREMATURE LOSS
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen39 halaman
    Bab Ii
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Macam-Macam Restorasi Rigid
    Macam-Macam Restorasi Rigid
    Dokumen43 halaman
    Macam-Macam Restorasi Rigid
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Laporan Praktikum Skill Lab Rehabilitasi I
    Laporan Praktikum Skill Lab Rehabilitasi I
    Dokumen1 halaman
    Laporan Praktikum Skill Lab Rehabilitasi I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Poli Umum
    Poli Umum
    Dokumen1 halaman
    Poli Umum
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Laporan Praktikum Skill Lab Rehabilitasi I
    Laporan Praktikum Skill Lab Rehabilitasi I
    Dokumen1 halaman
    Laporan Praktikum Skill Lab Rehabilitasi I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Cover Luar
    Cover Luar
    Dokumen1 halaman
    Cover Luar
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • TCM BATRA
    TCM BATRA
    Dokumen17 halaman
    TCM BATRA
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Nomenklatur - Sitty Masita
    Nomenklatur - Sitty Masita
    Dokumen9 halaman
    Nomenklatur - Sitty Masita
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat
  • Overview
    Overview
    Dokumen15 halaman
    Overview
    LutfiaRatnaningtyas
    Belum ada peringkat