Pengantar Ilmu Hadits
Pengantar Ilmu Hadits
RANGKUMAN
SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU HADITS
Oleh
Nama : Muhamad Anugrah
NIM : 20010015002
Hadits itu meliputi sabda nabi saw, meliputi perkataan, perbuatan dan takrir sahabat,
termasuk pula perkataan, perbuatan dan takrir tabiin.
Sunah menurut istilah bermakna jalan yang dijalani, baik terpuji ataupun tidak.
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Secara istilah sunah artinya segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan,
perbuatan, mapun takrir, pengajaran, sifat, perilaku, perjalanan hidup Nabi saw. Sebelum diangkat
menjadi rasul ataupun sesudahnya.
3. Contoh-Contoh Hadits/sunah
Segala amalan itu mengikuti niat (orang yang meniatkan). HR. Bukhari dan Muslim
Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bershalat. HR. Bkhari dan Muslim
5. Tarif Khabar
Khabar secara bahasa artinya berita (warta) yang disampaikan dari seseorang kepada
seseorang.
Menurut istilah khabar artinya meliputi warta dari Nabi saw, maupun dari sahabat, ataupun
dari thabiin.
6. Tarif Atsar
Menurut bahasa atsar artinya bekasan sesuatu atau sisa sesuatu, berarti pula nukilan (yang
dinukilkan)
Menurut istilah atsar sama artinya dengan khabar dan hadits.
7. Sebab-Sebab Ulama Berbeda Pendapat Dalam Mentarifkan Hadits (Sunah)
Sebab-sebab ulama berbeda pendapat dalam mentarifkan hadits karena, yaitu :
Ulama hadits membahas pribadi Nabi saw sebagai orang yang dijadikan uswan
hasanah. Karena itu ulama hadits pada umumnya menukilkan segala yang berpautan
dengan Nabi saw, baik mengenai riwayat perjalanannya, mengenai budi pekertinya,
keutamaannya, keistimewaannya, tutur katanya, perbuatannya dan hal ikhwalnya;
baik mewujudkan hukum syari ataupun tidak.
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Ulama ushul hadits membahas Nabi saw sebagai pengatur undang-undang yang
menciptakan dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahidin yang dating sesudahnya, dan
menerangkan kepada umat dustur (Peraturan) hidup.
Para fuqaha membahas pribadi Nabi saw, sebagai seseorang yang seluruh
perbuatannya atau perkataannya menunjuk kepada sesutau hukum syari.
BAGIAN KEDUA
SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PEMBUKUAN HADITS
BAB PERTAMA
ILMU DAN SEJARAH
1. Perpautan Ilmu Dan Sejarahnya
Mempelajari sejarah perkembangan hadits, baik perkembangan riwayat-riwayatnya maupun
pembukuannya amat diperlukan, karena dipandang satu bagian dari pelajaran hadits yang tidak
boleh dipisahkan.
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Membukukan ucapan, amalan serta muamalah Nabi adalah hal yang sukar, karena
memerlukan segolongan sahabat yang terus menerus menyertai Nabi saw. Sedangkan
yang mampu menulis saat itu masih sedikit dan dikerahkan sepenuhnya untuk
penulisan Al-Quran.
Karena orang Arab tidak pandai baca tulis dan lebih menkankan pentingnya
menghafal.
Dikhawatirkan akan bercampur dengan Al-Quran dengan tidak sengaja.
BAB KETIGA
HADITS DALAM PERIODE KEDUA (MASA KHULAFA RASYIDIN MASA MEMBATASI RIWAYAT)
1. Sikap Sahabat Terhadap Usaha Mengembangkan Hadits Sebelum Dan Sesudah Nabi Saw
Wafat
Perintah mentablighkan hadits
Ancaman terhadap pendustaan dalam mentablighkan hadits
2. Hadits Di Masa Abu Bakar Dan Umar
Periwayatan hadits masih sangat terbatas dan hanya disampaikan bagi yang memerlukannya
saja. Masa ini para sahabat berkonsentrasi dalam menyebarkan al-Quran.
3. Sebab-Sebab Pada Masa Abu Bakar Dan Umar Hadits Tidak Tersebar Dengan Pesat
Dengan tegas sejarah menerangkan bahwa Umar Bin Khattab ketika memegang tampuk
kekhalifahan meminta dengan keras supaya para sahabat menyelidiki riwayat. Beliau tidak
membenarkan orang mengembangkan periwayatan hadits, dan lebih fokus kepada Al-Quran.
4. Cara-Cara Para Sahabat Meriwayatkan Hadits
Dengan lafal asli
5
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
BAB KEEMPAT
HADITS DALAM PERIODE KETIGA (MASA SAHABAT KECIL DAN TABIIN BESAR)
1. Masa Keseimbangan Dan Meluas Periwayatan Hadits
Sesudah masa Utsman dan Ali, timbullah usaha yang lebih serius dalam mencari dan
menghafal hadits serta menyebarkannya kepada masyarakat luas dengan jalan mengadakan
perjalan-perjalan dalam mencari hadits. Hal ini juga didorong mulai berkembangnya islam ke jazirah
arab, Afrika dan Spanyol.
2. Lawatan Para Sahabat Untuk Mencari Hadits
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Pada fase ini banyak sahabat/thabiin yang mulai mencari ke daerah yang jauh hanya untuk
mencari hadits, contohnya :
Jabir pernah pergi ke Syam melakukan perlawatan sebulan lamanya untuk menemui
Abdullah Ibnu Unais AL-Anshari, dalam rangka menanyakan sebuah hadits.
Abu Ayyub al-Anshari pernah ke Mesir untuk menanyakan sebuah hadits kepada
Uqbah Ibn Amr
3. Sahabat-Sahabat Yang Mendapat Julukan Bendaharawan Hadits
Banyak diantara para sahabat yang sangat hafal terhadap Hadits Nabi saw, dikarenakan halhal berikut, yaitu :
Diantara para sahabat yang sangat banyak menghafal hadits adalah sebagai berikut, yaitu :
Abu Hurairah
Aisyah
Anas Ibn Malik (2276/2236 Hadits)
Abdullah Ibn Abbas (1660 Hadits)
Jabir Ibn Abdillah (1540 Hadits)
BAB KELIMA
HADITS DALAM PERIODE KEEMPAT (MASA PENGUMPULAN DAN PEMBUKUAN HADITS)
1. Permulaan Masa Pembukuan Hadits
Pada masa dinasti Umayyah, khalifah Umar Bin Abdul Aziz meminta gubernur
Madinah, Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin supaya membukukan hadits
dari Amrah binti abd ar-rahman ibn saad ibn Zurarah Ibn Ades dan hadits yang berada
pada al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar Ash-Shidiq.
khalifah Umar Bin Abdul Aziz juga meminta semua gubernur untuk membukukan
hadits, diantara ulama yang mengikuti anjurannya adalah al-imam muhammad ibn
Muslim Ibn Syihab az-Zuhry.
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Kitab hadits yang tertua dipegang umat Muslim adalah kitab al-Muwaththa susunan
Imam Malik atas perintah khalifah al-Mansur Masa dinasti Abbasiyah, karena kitab
karangan az-Zuhri tidak berhasil ditemukan.
2. Sistem Ulama Abad Ke-2 Hijrah Membukukan Hadits
Ulama abad ke-2 membukukan hadits dengan tidak menyaringnya. Mereka tidak
membukukan hadits saja, fatwa-fatwa sahabat, bahkan fatwa-fatwa thabiin, semua itu dibukukan
bersama-sama. Maka dalam kitab-kitab itu terdapat hadits-hadits marfu, mauquf dan hadits
maqthu.
3. Kitab-Kitab Hadits Yang Terkenal Dalam Abad Ke-2 Hijriah
Al-Muwaththa karangan Imam Malik (95 179 H)
Al-Musnad susunan Abu Hanifah (150 H)
Al-Musnad susunan imam asy-syafii (204 H)
4. Kedudukan Dan Keadaan Kitab-Kitab Hadits Abad Ke-2 Hijriah
Diantara kitab-kitab yang terkenal abad ke-2 adalah al-Muwaththa karya Imam Malik, AlMusnad dan Mukhtalif al-Hadits karya imam Syafii dan As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Ishaq.
5. Pemisahan Hadits-Hadits Tafsir Dan Hadits-Hadits Sirah
Dalam abad ini mulai dipisahkan hadits-hadits tafsir dari umum hadits, dan mulai dipisahkan
pula hadits-hadit sirah dan maghazinya. Ulama yang pertama-tama melakukan ini adalah
Muhammad Ibn Ishaq Ibn Yassar al-Muthalliby (151 H). Kitab ini diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam
(151-213 H) dan terkenal dengan nama sirah Ibnu Hisyam.
6. Bertambah Luasnya Pemalsuan Hadits
Muncul propaganda menggulingkan Bani Umayyah dengan pembuatan hadits-hadits
palsu.
Muncul golongan zindiq (pura-pura Islam), tukang kisah yang menarik pemintanya
dengan hadits-hadits palsu.
7. Sebab-Sebab Seorang Tabiiy Dan Tabiit Tabiiy Banyak Dapat Meriwayatkan Hadits
Para thabiin menerima hadits dari banyak sahabat dan dari sesamanya, karena itu jumlah
riwayat seorang thabiiy biasanya lebih banyak dari sahabat, riwayat tabiit tabiiy lebih banyak dari
thabiin dan sterusnya.
BAB KEENAM
HADITS DALAM PERIODE KELIMA (MASA PENTASHHIHAN DAN PENYUSUNAN KAIDAHKAIDAHNYA)
1. Masa Pembukuan Hadits Semata-Mata (Hadits Dalam Abad Ke-3 Hijriah)
Pada masa ini hadits mulai dipisahkan dari fatwa-fatawa shahabat dan thabiin. Tetapi mereka
masih mencampur adkan anatara hadits shahih, hasan dan dhaif.
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
BAGIAN KETIGA
ILMU-ILMU HADITS
BAB PERTAMA
9
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
BAB KEDUA
CABANG-CABANG ILMU HADITS
1. Tarif Dan Sejarah Ilmu Rijalul Hadits
Ilmu rijalil hadits adalah ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, thabiin
maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya.
Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, yaitu :
Keadaan perawi
Sejarah ringkas para perawi
Madzhab yang dipegang oleh rawi
Keadaan-keadaan para perawi menerima hadits
10
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di dalam
sanad.
5. Tarif Dan Sejarah Ilmu Tashhif Wa At-Tahrif
Ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah titiknya (yang dinamai mushahhaf)
dan bentuknya yang dinamai Muharraf.
6. Tarif Dan Sejarah Ilmu Ilal Al-Hadits
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusakkan
hadits.
7. Tarif Dan Sejarah Ilmu Gharib Al-Hadits
Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar
diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
8. Tarif Dan Sejarah Ilmu Nasikh Wal Mansukh
Ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah di mansukhkan dan yang menarikhkannya.
9. Tarif Dan Sejarah Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masnya Nabi
menuturkan itu.
10. Tarif Dan Sejarah Ilmu Talfiq Al-Hadits
Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan antara hadits-hadits yang berlawanan
zhahirnya.
11. Tarif Dan Sejarah Ilmu Musthalah Ahli Hadits
Ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang dipakai oleh ahli-ahli
hadits)
BAGIAN KEEMPAT
BEBERAPA MASALAH POKOK TENTANG HADITS
BAB PERTAMA
DALIL WAJIB MENGIKUTI RASUL DAN HADITS (SUNNAH)
1. Seluruh Umat Wajib Mengikuti Hadits
Ahli aql dan ahli naql dalam islam telah ber-ijma bahwa al-hadits dasar bagi hukum-hukum
islam, dan umat diperintahkan mengikuti al-hadits sebagaimana mengikuti al-Quran.
11
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
BAB KEDUA
RUTBAH DAN DERAJAT (KEDUDUKAN) HADITS
1. Rutbah Al-Hadits Dalam Dasar-Dasar Tasyri
Al-Quran adalah dasar pertama dan al-hadits dasar kedua. Haruslah dipandang bahwa rutbah
(derajat) al-Quran lebih tinggi dari rutbah (derajat) al-Hadits.
2. Sebab-Sebab Rutbah Al-Quran Lebih Tinggi Dari Al-Hadits
Al-Quran adalah kitab Allah set, yang diurunkan kepada Nabi saw. Lafal dan maknanya
kita terima dari Nabi Muhammad saw.
Al-Quran didengar dan dihafal sejumlah sahabat.
Al-Quran ditulis atas perintah Nabi saw.
Al-Quran dikumpulkan dalam mushaf dan disampaikan dalam keadaan aslinya,
sehurufpun tidak hilang atau berubah.
Sedangkan hadits tidak demikian, hadits qauli sedikit sekali yang mutawatir. Sebagian besar
hadits mutawatir adalah mengenai amal praktek sehari hari, semisal shalat lima waktu, bilangan
rakaat shalat, tata cara shalat, puasa Ramadhan dan haji.
3. Kedudukan Al-Hadits (As-Sunah) Terhadap Al-Quran (Fungsi Hadits/Sunah)
Sebagai sumber kedua setelah al-Quran
Menerangkan keumuman dari al-Quran, penjelas, pensyarah, penafsir dan yang
mempertanggungkan kepada yang zhahirnya.
BAB KETIGA
PENJELASAN SEKITAR AL-HADITS
1. Batas Penjelasan Hadits
Menurut pendapat ahl ar-rayi, penerangan al-hadits terhadap al-Quran itu terbagi tiga, yaitu :
Bayan taqrir, keterangan yang diberikan oleh al-Hadits untuk menambah kokoh apa
yang telah diterangkan oleh al-Quran.
Bayan tafsir, menerangkan apa yang kira-kira tidak mudah diketahui (tersembunyi
pengertiannya) seperti ayat-ayat yang mujmal dan yang musytarak fihi.
Bayan tabdil, bayan naskah, yaitu mengganti suatu hukum atau menasakhkannya.
12
Nama : Muhamad Anugrah, NIM : 20010015002, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Bandung, 2015
Menurut imam Malik, bayan (penerangan) al-Hadits terhadap al-Quran adalah sebagi berikut,
yaitu :
Bayan at-taqrir, menetapkan dan mengokohkan hukum-hukum al-Quran.
Bayan at-taudhih (tafsir), menerangkan maksud-maksud ayat al-Quran.
Bayan at-tafshil, menjelaskan mujmal al-Quran.
Bayan al-Basthy (tabsith bayan tawil), memanjangkan keterangan bagi apa yang
diringkas keterangannya oleh al-Quran.
Bayan tasyri, mewujudkan sesuatu hukum yang tidak tersebut dalam al-Quran.
2. Sandaran-Sandaran Ulama Ahl Ar-Rayi
Menolak segala hadits yang bertentangan dengan al-Quran
Ulama ahl ar-rayi tidak menerima suatu hadits sebelum mengemukakah keteranganketerangan al-Quran yang tidak memerlukan penjelasan apa-apa (muhkam). Mereka
dalam hal ini mengikuti fatwa Abu Bakar, Umar Bin Khattab dan Aisyah Binti Abi Bakar.
Referensi
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang : Pustaka
Rizki Putra, 2009)
13