Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

KULTUR ORGAN

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :
Nama

: Frelyta A. Z.

NIM

: 115040201111290

Kelompok

: Selasa, (06.00 WIB)

Asisten

: Dita pahlevi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam ilmu fisiologi, kultur organ daun digunakan untuk studi
deferensiasi dan fungsi dari jaringan khusus. Kebutuhan nutrisi dan
keadaan lingkungan dapat di eksplorasi secara lebih tepat dalam
kultur In Vitro. Eksplan yang sering digunakan untuk perbanyakan
tanaman cocor bebek secara in vitro adalah bagian daun, karena
mitosis pada sel-sel yang berkesinambungan sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihindari.
Kultur organ daun umumnya menyebabkan tanaman yang
dihasilkan identik dengan donornya. Organ tanaman yang dipakai
meliputi : tunas, bagian daun, atau organ lainnya, diletakkan pada
media nutrisi untuk menumbuhkan eksplan tersebut menjadi tanaman
lengkap. Kultur meristem daun merupakan salah satu tipe
pengkulturan yang mengambil daun sebagai eksplan.
Didalam kultur organ daun, eksplan daun yang diambil adalah
yang mengandung suplai makanan (daun dewasa) sehingga mudah
dirangsang dan bergenerasi. Dalam kultur ini perkembangan
diarahkan untuk mendapatkan tanaman sekaligus memperbanyaknya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kultur ini meliputi asal
eksplan, umur fisiologis, ukuran eksplan, komposisi media, dan
penambahan zat pengatur tumbuh.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
Untuk mengetahui teknik dan cara dalam kultur organ
Untuk mengetahui pengertian kultur organ
Untuk mengetahui inkubasi eksplan
Untuk mengetahui Tahap-tahap kultur organ

Untuk mengetahui Faktor penentu keberhasilan Kultur


Organ
Untuk mengetahui macam macam kultur organ

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Isolasi Eksplan
Isolasi Eksplan adalah pembuatan kultur dari eksplan yang
bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru
(Wetherell, 1976).
Isolasi Eksplan adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau
organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan
yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi
yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang
lengkap. (Suryowinoto, 1977)
2.2 Definisi Inkubasi Eksplan
Inkubasi Eksplan adalah merupakan tahapan kegiatan kultur
yang bertujuan untuk menumbuhkan eksplan yang telah
ditanam dalam botol kultur. Botol kultur yang akan
digunakan harus disiapkan terlebih dahulu kemudian
diletakkan pada rak inkubasi berdasarkan kelompok jenis
tanaman, kultivar, tahapan dan perlakuan khusus lain.
(Nugroho, A. dan H. Sugito. 2005.)
Kegiatan inkubasi eksplan yaitu untuk menumbuhkan
eksplan yang telah ditanam dalam botol kultur. Botol-botol
kultur yang telah ditanami eksplan disimpan di dalam
ruang kultur untuk dipelihara dan selanjutnya diamati
pertumbuhanya selama periode kultur. (Prihandana, R. dan
R. Hendroko. 2006.)
2.3 Tahap-tahap Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman
dengan teknik kultur jaringan adalah:

a. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber


Eksplan Serta Pembuatan Media Tanam

(Wikipedia,2012)
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya
serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman
indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan
dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar
eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta
bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara invitro. Pembuatan media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang
digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,
dan hormon.Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan
juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 45 menit. (Yusnita. 2005.)

b. Inisiasi Kultur

(Wikipedia,2012)
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah
pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta
inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini mengusahakan
kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga
diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi
pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk
perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya
(Wetherell, 1976).
c. Sentrilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur
jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar
flow dan menggunakan alat-alat yang juga sterail. Sterilisasi juga
dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi
yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Sterilisasi eksplan
merupakan bagian yang paling sulit dalam proses produksi bibit
melalui kultur jaringan. Sterilisasi biasanya dilakukan dalam
beberapa tahap. Pertamatama eksplan dicuci dengan deterjen atau

bahan pencuci lain, selanjutnya direndam dalam bahan-bahan sterilan


baik yang bersifat sistemik atau desinfektan. Bahan-bahan yang biasa
digunakan untuk sterilisasi antara lain clorox, kaporit atau sublimat.
Sebagai contoh, sterilisasi eksplan tanaman dapat dilakukan sebagai
berikut: tunas yang akan digunakan sebagai eksplan dicuci dengan
deterjen sampai betul-betul bersih. Setelah itu, tunas diambil dan
direndam berturut-turut dalam benlate (0,5%) selama 5 menit,
alkohol (70%) selama 5 menit, clorox (20%) selama 20 menit, dan
HgCl2 (0,2%) selama 5 menit. Akhirnya eksplan dibilas dengan
aquades steril (3-5 kali) sampai larutan bahan kimia hilang. Apabila
kontaminan tetap ada maka konsentrasi dan lamanya perendaman
sterilan dapat ditingkatkan. Bahan yang digunakan serta metode
sterilisasi biasanya berbeda untuk setiap bahan tanaman, sehingga
bahan dan cara tersebut belum tentu berhasil apabila diaplikasikan
pada bahan yang berbeda serta waktu yang berlainan. Dengan
demikian, setiap pekerjaan kultur jaringan, cara sterilisasi eksplan
harus dicoba beberapa kali. (Yusnita. 2005.)
d. Penumbuhan eksplant dalam media cocok.
Setelah disterilkan eksplan ditumbuhkan dalam media
kultur. Media yang banyak digunakan sampai saat ini adalah media
MS. Untuk mengarahkan biakan pada organogenesis yang
diinginkan, ke dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh
(Wetherell, 1976).
e. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

(Wikipedia,2012)

Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau


bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta
memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa
dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan
dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan
tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya
tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun
melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur
fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula,
vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara
tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang
pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti
BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ). Multiplikasi juga
disebut proses penggandaan tanaman dimana tanaman dipotongpotong pada bagian tertentu menjadi ukuran yang lebih kecil
kemudian ditanam kembali kemedia agar yang telah disiapkan.
Proses ini dilakukan secar berulang setiap tanggal waktu tertentu.
Pada setiap siklusnya tanaman dipotong dan menghasilkan
perbanyakan dengan tingkat RM (Rate Of Multiplication) tertentu
yang berbeda-beda untuk setiap tanaman.
Kemampuan multiplikasi akan meningkat apabila biakan
disubkultur berulang kali. Namun perlu diperhatikan, walaupun
subkultur dapat meningkatkan factor multiplikasi dapat juga
meningkatkan terjadinya mutasi. Untuk itu, biakan perlu
diistirahatkan pada media MS0, yaitu tanpa zat pengatur tumbuh.
Banyaknya bibit yang dihasilkan oleh suatu laboratorium tergantung
kemampuan multiplikasi tunas pada setiap periode tertentu. Semakin
tinggi kemampuan kelipatan tunasnya maka semakin banyak dan
semakin cepat bibit dapat dihasilkan. (Yusnita. 2005.)
f.

Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan


pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai
saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam
tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap
pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan
(Wetherell, 1976).

Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke


media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan
tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin.
Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok.
Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada
secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat
diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan
sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru
diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan
memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya
memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya. Dalam tahap ini juga merupakan proses induksi
(perangsangan) bagi sistem perakaran tanaman. Hasil dari proses ini
adalah tanaman dari kondisi sempurna. Tahapan ini tidak berlaku
untuk semua jenis tanaman.
Pengakaran adalah fase dimana planlet akan menunjukkan
adanya pertumbuhan akar yang mana biasanya hanya berupa
penambahan zat pemacu pertumbuhan dari golongan auxin. Dalam
fase ini biasanya tunas ditanam dalam media yang mengandung zat
pengatur tumbuh (IAA, IBA atau NAA).
Perakaran umumnya dilakukan pada tahap akhir dalam suatu
periode perbanyakan kultur jaringan, yaitu apabila jumlah tunas in
vitro sudah tersedia sesuai dengan jumlah bibit yang akan
diproduksi. (Yusnita. 2005.)
g. Aklimatisasi

(Wikipedia,2012)
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan,
tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang
sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada
tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar
botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah
kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi
adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika
pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang
aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet
dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di
lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa
dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi
eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi juga bisa
disebut proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam botol
(heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet yang
dipelihara dalam keadaan steril dalam lingkungan (suhu dan
kelembaban) optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar
(lapang). Planlet yang tumbuh dalam kultur di laboratorium
memiliki karakteristik daun yang berbeda dengan planlet yang
tumbuh di lapang. Daun dari planlet pada umumnya memiliki
stomata yang lebih terbuka, jumlah stomata tiap satuan luas lebih
banyak, dan sering tidak memiliki lapisan lilin pada permukaannya.
Dengan demikian, planlet sangat rentan terhadap kelembaban
rendah. Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum ditanam di lapang,
planlet memerlukan aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan di
rumah kaca atau pesemaian, baik di rumah kaca atau pesemaian.
Dalam aklimatisasi, lingkungan tumbuh (terutama kelembaban)
berangsur-angsur disesuaikan dengan kondisi lapang. Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar
dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat
rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit
mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan
dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
(Yusnita. 2005.)

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur Jaringan


Faktor factor yang mempengaruhi keberhasilan kultur
jaringan antara lain sbagai berikut :
1. Genotipe Tanaman
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip
tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi
tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan
tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti
kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh
karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan
pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman
bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.
Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada
perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan
beregenerasi.
Masing-masing
varietas
tanaman
berbeda
kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik
jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal
serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus
serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui
pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik.
Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik
juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan
pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik
dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.
(Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994.)
2. Media kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan
jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
a. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan
komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat

pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat


dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat
mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan.
Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak
hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja.
Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara
umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman,
seperti media MS. Namun ada juga beberapa jenis media
yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu
misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat
digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji,
kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui
organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan
untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar
umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk
regenerasi kalus baik melalui organogenesis.maupun
embryogenesis.
b. Komposisi hormon pertumbuhan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan
yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang
ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari
jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya.
Konsentrasi
hormon
pertumbuhan
optimal
yang
ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan
yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan
endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi
yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaanpercobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai
percobaan
untuk
mengetahui
komposisi
hormon

pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah


pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk
perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin,
sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang
umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole
Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D
(2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa
peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA
(Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak
dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA
(Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga
digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA
(6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine).
Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling
umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa
peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan
growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol,
Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.
c. Keadaan fisik media.
Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan
adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair.
Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan
kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan
fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain
karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media
serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang
dikulturkan.
Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi
adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara

menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena


beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah
terlihat dalam media padat, selama kultur eksplan tetap
berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di atas
permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi
tambahan pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar
tetap, dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada
media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus
dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin
mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat
morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat
pertumbuhan kultur, eksudasi fenolik dari eksplan terserap
oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan eksplan, agar harus dicuci
bersih dari akar sebelum diaklimatisasi, dan perlu waktu
yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya
botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum
dicuci.
3. Lingkungan tumbuh
a) Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan
dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada
siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan
perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa
dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang
dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur
jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang
konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya
temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi
dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk
mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.

Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang


digunakan adalah konstan, yaitu 25C (kisaran suhu 1732C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu
yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu
27C (kisaran suhu 24-32C). Bila suhu siang dan malam
diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8C,
variasi yang biasa dilakukan adalah 25C siang dan 20C
malam, atau 28C siang dan 24C malam. Meskipun hampir
semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut,
namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman
umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan
baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur
dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat,
namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman
juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.
b) Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut
botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar
antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka
kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari
80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur
umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang
kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan
media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan
cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet
yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun
kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi
menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah,
mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen.
Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau
hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan
planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar,

tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol


kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.
c) Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi
invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama
penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi
pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan
organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya
tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus
umumnya dihambat oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur
umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan
penyinaran.
Tunas-tunas
umumnya
dirangsang
pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik
perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus.
Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah
lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL
menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL
tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya
meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada
ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari
intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan
normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk
pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux.
Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada
intensitas cahaya lebih rendah.
Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau
photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan
yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai
dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi
alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada
kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung

varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode


siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis
menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu
pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur
konstan sesuai kebutuhan tanaman.
4. Kondisi Eksplan
Pertumbuhan
dan
morfogenesis
dalam
mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan
tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor
genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi
eksplan
yang mempengaruhi
keberhasilan teknik
mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase
fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan
totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki
kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan
beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis
eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur
berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.
Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan
beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan
tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh
dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah
terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki selsel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum
kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur
dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur
biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk
muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang
belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman

dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan


atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan
muda agar kultur lebih berhasil.
Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan
kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi
dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak,
namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil
sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk
pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar
eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk
membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan,
membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak.
Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis
tanaman
yang
dikulturkan,
teknik
dan
tujuan
pengkulturannya. (Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani.
1994.)
2.5 Macam-macam Kultur Organ
Kultur organ merupakan kultur aseptik dari embrio, serbuk
sari,akar,tunas atau organ tanaman yang lain pada media nutrisi.
Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan
tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar,
tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku
batang, akar dll(Gamborg, O.L.A. , van den Brink, R. B. C.,
1965,)
Kultur organ terbagi menjadi:
1. Kultur akar
Kultur akar merupakan kultur jaringan akar yang hidup dan
berdiferensiasi secara terorganisir membentuk biomasa akar tanpa

kehadiran tipe organ lain dari tanaman seperti batang, tunas atau
daun secara in vitro.
2. Kultur akar berambut
Akar rambut adalah akar kecil berbentuk seperti rambut
halus. Kultur akar rambut adalah suatu metode budidaya akar rambut
secara in vitro dengan kondisi yang terkendali dan aseptis. (Payne et
al. 1992).
3. Kultur tunas
Kultur tunas adalah kultur dari bagian ujung tanaman ( shoot
),yang didalamnya sudah terdapat beberapa sel primordial. Eksplan
bisa berasal dari pucuk lateral beserta tangkainya yang masih kecil.
Teknik ini sering digunakan untuk menumbuhkan tanaman untuk
keperluan propagasi. (Gamborg, O.L.A. , van den Brink, R. B. C.,
1965,)
4. Kultur Protoplas
Protoplas adalah sel hidup yang telah dihilangkan dinding sel
nya (sel telanjang).
Tujuan Kultur Protoplas:
Mempelajari komponen penyusun sel (organela).
Untuk dapat melakukan fusi protoplas.
Mendapatkan tanaman hibrid dan cybrid somatic.
Digunakan dalam trasplantasi dan transformasi genetic.
5. Kultur Biji
Tujuan Kuktur Biji:
Mempercepat waktu kecambah.
Mengatasi masalah tanaman langka.
Mempelajari kecepatan pertumbuhan.
Mendapatkan biji steril untuk mengatasi kontaminasi
pada eksplan yang dibudidayakan. (Yusnita, 2005)

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat, Bahan dan Fungsi
3.1.1 Alat + Fungsi

Pinshet
Skalpel
Petridis
LAFC
Sprayer
6 mata Pisau
Cutter
Gelas ukur
Saringan
diberi perlakuan
Botol ukur
Spatula
Kacamata
Timbangan
Bunshen dan korek
steril

: untuk mengambil sampel


: untuk memotong bahan
: wadah peletakan sampel
: ruangan Penanaman
: untuk menyemprotkan Alkohol
: untuk memotong bahan
: untuk memotong bagian tunas
: mengukur volume air atau larutan
: memisahkan tunas yang sudah
: untuk media tanam
: untuk mengaduk cairan fungisida
: melindungi mata dari Ultra Violet
: untuk menimbang bahan
: untuk membakar bibir botol biar

3.1.2 Bahan + Fungsi

Tunas krisan
Deterjen
Byclean
Fungisida
Aquades
Alcohol 96%
Alkohol 70%

: sebagai objek praktikum


: memecah dinding sel
: untuk membersihkan deterjen
: untuk memecah dinding sel
: untuk mensterilkan objek
: untuk mensterilkan alat
: untuk cuci tangan

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Sterilisasi Awal
Ambil Eksplan Dari Tanaman hidup

Kocok dengan deterjen 5% selama 5 menit

Bilas dengan air mengalir

Rendam fungisida 3% selama 5 menit

Cuci dengan chlorox 15 ml/50 ml H2O

Aduk dengan spatula

Direndam dengan aquades steril selama 5 menit

3.2.2 Perlakuan di L.A.F.C


Potong bagian eksplan

Tanam pada media MS

Panaskan pinggir botol dan tutupnya dengan bunshen

Tutup botol dan ikat dengan karet

Pengamatan 3 hari sekali selama 2 minggu

Dokumentasi
3.3 Analisa Perlakuan
Pada praktikum ini, hal yang perlu diperhatikan pertama
adalah saat pembilasan air haruslah dengan air yang mengalir. Hal
ini disebabkan agar eksplan tidak mudah terkontaminasi dengan air
bekas bilasan yang telah digunakan. Kemudian pencucian dengan
Clorox atau bayclean ditujukan karena bayclean memiliki kandungan
yang dapat membersihkan eksplan dari berbagai macam kontaminan.
Selanjutnya pada saat penanaman ekpslan, hal yang paling
penting yang harus diperhatikan adalah sterilisasi. Setiap bahan yang
akan kuta gunakan haruslah dalam kondisi yang steril. Termasuk
juga kita. Sebelum kita elakukan penanama eksplan di dalam
Laminar air Flow Cabinet, haruslah menyemprotkan alcohol ke
tangan kita sesudah memakai sarung tangan lateks. Begitu juga
dengan peralatan yang akan digunakan seperti pinset dan scalpel,

haruslah direndam alcohol apabila tidak diunakan, dan apabila akan


digunakan harus di panaskan terlebih dahulu di atasapi Bunsen.
Semua ini dilakukan dengan tujun sterilisasi agar semua proses
pengerjaan dilakukan dengan alat dan bahan yang steril karena
penanaman eksplan ini sangatlah mudah terkena kontaminan yang
dapat menggagalalkan penanaman eksplan.

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Botol Ke

No
.

Dokumentasi
Pengamatan

Kondisi Eksplan

Kontaminan

1*

Keterangan
Jenis
Kontaminan
Pertumbuhan

Tidak
Kontaminan

Jenis
Kontaminan: Pertumbuhan :
-

Jenis
Kontaminan: Pertumbuhan :
-

Jenis
Kontaminan: Pertumbuhan :
Jenis
Kontaminan: Pertumbuhan :
-

2*

Jenis
Kontaminan: Pertumbuhan :
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning

3*

4*

Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning

Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning

Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning

Keterangan :
1* : Pengamatan tanggal 13 November 2012
2* : Pengamatan tanggal 15 November 2012
3* : Pengamatan tanggal 20 November 2012 (
4* : Pengamatan tanggal 27 November 2012

Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning
Jenis
Kontaminan:
jamur
Pertumbuhan :
Browning

4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, eksplan diambil dari tanaman
krisan. Dan media yang digunakan adalah media yang dibuat pada
praktikum sebelumnya.
Pada proses penanaman eksplan dilakukan didalam LAFC
agar terjaga dari kontaminasi yang mungkin terjadi. Pengamatan
dilakukan sebanyak 4x, pada tanggal 13,15,20 dan 27 November
2012. Dalama proses penanaman yang pertama dilakukan adalah
pemotongan eksplan menjadi beberapa bagian, namun disinilah yang
mungkin menjadi penyebab kontaminasi yang terjadi.
Pada penanaman pisau yang digunakan tidak cukup tajam
untuk membuat irisan tipis dari organ yang ditanam, sehingga
dimungkinkan terjadi kontaminan pada eksplan dan terjadi luka pada
mata tunas sehingga terjadi browning (kematian sel) dari organ yang
ditanam.
Selain pisau yang tidak cukup tajam penyebab lainnya
adalah mata tunas tanaman krisan yang telah terjadi pembungaan
atau tua, sehingga mata tunas tersebut tidak menjadi tumbuah malah
terjadi kontaminan pada eksplan.
Apabila kita bandingkan dengan literatur kontaminasi
salah satu pembatas, dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur.
Kontaminasi dapat berasal :
Kontaminan internal dan eksternal. Kontaminan internal dari
dalam jaringan tanaman. Kontaminan internal, sulit diatasi,
maka perlu perlakuan antibiotik atau fungisida yang
sistemik. Kontaminan eksternal, akibat langsung dari
cendawan/bakteri atau akibat tidak langsung dari senyawa
toksik produksi cendawan atau bakteri.
organisme kecil yang masuk dalam media
botol / alat yang kurang steril
lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor

pelaksana yang ceroboh / faktor pekerja


browning, atau pencoklatan, karena senyawa fenol dari
eksplan. Fenol mengikat oksigen dari luar, sehingga terjadi
oksidasi senyawa fenolik, menyebabkan eksplan berwarna
coklat. (Gani A.P. 2009)

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang sudah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
pada kultur jaringan, prinsip dasarnya adalah melakukan penanaman
organ atau bagian tanaman pada media yang telah disediakan. Yang
nantinya diharapkan dapat tumbuh dan mempunyai sifat yang sama
persis dengan induknya.
Pada praktikum yang telah dilakukan, terdapat kendala dan yang
seharusnya menjadi konsentrasi dalam melakukan kultur. Yakni
adalah kelayakan peralatan yang digunakan dan tingkat kesterilan
lokasi penanaman. Agar eksplan tidak luka dan tingkat kontaminasi
tidak ada.
Macam macam kultur organ :

Kultur Tunas
Kultur Protoplas
Kultur Biji
Kultur Akar
Kultur Akar berambut

5.2 Saran
Jumlah eksplan dan botol media disesuaikan agar bisa
dilakukan per orang. Peralatan lab, seperti pisau pemotong eksplan,
dan lainya agar diperhatikan kualitasnya agar layak untuk proses
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Gamborg, O.L.A. , van den Brink, R. B. C., 1965, Nutrition,
Media, and Characteristics of Plant Cell and Tisuue Cultures in
Thrope,A.T., Plant Tisuue Culture, Academic Press, New York.
Gani, A.P., 2009, `Produksi Metabolit Sekunder Dengan Kultur
Jaringan TanamanBahan kuliah Diberikan Pada Kuliah Kultur
Jaringan Tanaman , Yogyakarta, 28 November 2009
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik kultur
jaringan. Kanisius. Yogyakarta. pp.139.
Nugroho, A. dan H. Sugito. 2005. Teknik kultur jaringan. Penebar
Swadaya. Jakarta. pp.71.
Payne GF, Bringi V, Prince CL,Shuler ML, 1992, Plant Cell and
Tissue Culture in Liquid Systems, John Wiley and Sons, New
York
Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk budi daya jarak
pagar. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.83.
Suryowinoto,M., 1985, Budidaya Jaringan dan Manfaatnya,
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta.
Wetherel, D.F. 1976. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In
Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey.
Wikipedia,
2012.
http//gambar-kultur-jaringan-wikipedia.com
diakses pada tanggal 15/11/2012
Yusnita. 2005. Kultur jaringan cara memperbanyak tanaman secara
efisien. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.103.

Anda mungkin juga menyukai